Sunday, June 29, 2008

Seperti Anjing Mati

Ayat bacaan: 2 Samuel 9:8
====================
"Lalu sujudlah Mefiboset dan berkata: "Apakah hambamu ini, sehingga engkau menghiraukan anjing mati seperti aku?"

Ada seorang teman dari luar negeri yang pernah berkunjung ke Indonesia. Dia kaget melihat banyaknya peminta2 hampir di tiap lampu merah. Dan ini ia jumpai bukan hanya di satu kota, melainkan di banyak kota.Saya ingat satu komentarnya, "apa salah negara ini hingga begitu banyak orang cacat yang butuh bantuan seperti ini?" Sebenarnya bukannya orang cacat itu lebih banyak ada di Indonesia dibanding negara2 lain, tapi rasa ketidakmampuan, rasa rendah diri pada mereka yang cacat biasanya lebih banyak dijumpai di negara2 yang masih dililit krisis seperti kita. Masih banyak orang yang merasa risih, takut bahkan jijik ketika mereka melihat orang yang fisiknya tidak lengkap. Bayangkan jika hal ini mereka hadapi setiap hari dari kecil, mereka akan terbentuk menjadi pribadi yang rendah diri dan dihantui bayang2 kegagalan dan kesia-siaan sepanjang hidupnya.

Entah kenapa, ketika bangun tadi pagi saya ketemu dengan kisah Mefiboset. Mefiboset adalah anak Yonathan, cucu Saul. Kakinya cacat akibat jatuh dari pangkuan pengasuhnya. Dia diasingkan di sebuah tempat yang tandus, Lodebar. Tidak heran jika Mefiboset merasa dirinya sangat rendah, memandang dirinya tidak lebih dari anjing mati. Betapa terkejutnya Mefiboset ketika Daud memanggilnya dan memperlakukannya seperti salah seorang anak raja. Daud ingin memulihkan semua hak milik Mefiboset, termasuk harga dirinya. Mefiboset kemudian tinggal di Yerusalem dan makan sehidangan dengan raja Daud.

Sebuah kisah yang bertolak belakang datang dari Korea. Bulan lalu Indonesia mendapat kunjungan dari Hee Ah Lee, pianis berusia 22 tahun. Ah Lee terlahir cacat. Dia hanya punya total empat jari dari kedua tangannya, sehingga terlihat seperti capit kepiting. Kakinya juga hanya sampai paha. Sejak kecil dia diejek teman2nya, disebut anak setan, atau dikata2i setan air, tapi dia tidak pernah menangis atau menyesali diri. Lee terus berjuang untuk belajar piano, meskipun rata2 guru piano menolaknya. Ketika orang normal belajar satu lagu dalam waktu relatif singkat, Lee butuh waktu lima tahun berlatih selama 10 jam sehari untuk bisa menguasai satu lagu , Fantasia Impromptu. Hasilnya? Puji Tuhan, bukan hanya berhasil menguasai piano, Lee juga telah membuat dua album dan telah berkeliling dunia. Selain itu, dia juga tetap aktif melayani sebagai pianis di gereja.Luar biasa. Lee berhasil karena dia tidak pernah putus pengharapan, dan percaya Tuhan memberkati siapapun yang terus berusaha dan percaya bahwa dalam Tuhan tidak ada yang mustahil.

Cacat atau tidak, banyak diantara kita yang memiliki rasa rendah diri berlebihan, atau mengasihani diri secara berlebihan. Apakah karena himpitan problem hidup, atau dosa yang pernah dilakukan, banyak orang merasa dirinya tidak layak untuk berhasil dalam hidupnya. Kita lebih memandang apa yang buruk pada diri kita daripada apa yang benar dalam hubungan kita dengan pribadi Yesus, yang telah mengorbankan hidupNya untuk kita, dan memberikan kita kebenaranNya. Kita telah ditebus, dimateraikan dan disahkan dalam Yesus Kristus, dan perjanjian itu kekal. Setiap pribadi berharga bagiNya, dan tidak ada hal yang mustahil buat Tuhan. Tuhan mengasihi setiap anak2Nya, apapun kondisi kita. Dalam segala kekurangan dan keterbatasan, Tuhan bisa mengubah itu semua, karena justru dalam kelemahanlah kuasa Tuhan menjadi sempurna.(2 Korintus 12:9). Tidak ada kata menyerah dalam kamus anak2 Tuhan, dan dalam setiap langkah dan denyut nadi kita, dalam nama Yesus, ada pengharapan luar biasa.

Kita semua berharga dimataNya, berhentilah mengasihani diri berlebihan dan peganglah janji Tuhan

1 comment:

Anonymous said...

HI

Merenungkan Makna Natal (8)

 (sambungan) Seorang hamba Kristus seharusnya rela melepas atribut dan hak dalam melakukan segala yang dikehendaki Tuhan dalam hidupnya. Jan...