====================
...Apakah kita mau menerima yang baik dari Allah, tetapi tidak mau menerima yang buruk?..."

Tapi luar biasa, Ayub tidak berlama-lama sesat dalam pemikirannya. Pada akhirnya, ia sampai pada sebuah kesimpulan bahwa di atas segala penderitaan yang ia alami, ia harus tetap setia pada Tuhan. Ayub bukan orang yang berdosa, dan memang seharusnya tidak layak untuk menderita. Namun biar bagaimanapun Tuhan tetap layak menerima kesetiaannya. Ini luar biasa. Dan seketika, Ayub pun dipulihkan. Tidak saja dipulihkan, tapi diberkati dua kali lipat dibanding apa yang ia miliki dahulu. (42:10). Perhatikan hal ini. Meskipun Ayub dulu sudah dianggap orang saleh, jujur dan takut akan Tuhan, tapi melalui kesakitan dan penderitaannya, ternyata masih ada sesuatu yang baru diperoleh Ayub, sebuah berkat yang dulu ditengah kesempurnaannya belum pernah ia peroleh. "Hanya dari kata orang saja aku mendengar tentang Engkau, tetapi sekarang mataku sendiri memandang Engkau." (42:5).
Ketika kita mengalami banyak masalah, seperti masalah keuangan, pekerjaan, sakit dan sebagainya, dan mulai meragukan Tuhan, atau bahkan memaki-maki Tuhan, ingatlah akan apa yang dialami Ayub. Bagaimana imannya, bagaimana sikap hatinya menghadapi semua itu. Ayub sanggup berlaku seperti itu karena ia tidak menggantungkan kesetiaan akan Tuhan pada apa yang Tuhan berikan. Kita merasa Tuhan baik ketika kita diberi, namun langsung menyalahkan Tuhan ketika apa yang terjadi tidak sesuai dengan keinginan kita. Sanggupkah kita tetap bersyukur ketika sedang menderita? "...Apakah kita mau menerima yang baik dari Allah, tetapi tidak mau menerima yang buruk?" (2:10). Ini pertanyaan yang sama berlaku bagi kita semua untuk direnungkan. Apakah kita hanya memandang pada berkat-berkat yang Tuhan berikan, segala yang sesuai dengan keinginan kita saja? Apakah ketika kita menghadapi masalah kita akan langsung menyalahkan Tuhan dan berpaling daripadaNya? Ayub menyadari betul bahwa segala sesuatu berasal dari Tuhan. "Tuhan yang memberi, Tuhan yang mengambil, terpujilah nama Tuhan." (1:21)."Aku tahu, bahwa Engkau sanggup melakukan segala sesuatu, dan tidak ada rencana-Mu yang gagal." (42:2). Ayub mengenal betul pribadi Tuhan, sehingga ia bisa memiliki sebentuk hati dengan iman yang teguh. Dia tetap mencari Tuhan, bukan karena pemberian Tuhan, tapi semata-mata karena Tuhan adalah Tuhan. "I am who I Am and what I am, and I will be what I will be." (Keluaran 3:14). Terlepas dari saat ini diberi atau tidak, berkelimpahan atau berkekurangan, sehat atau sakit, Tuhan tetaplah Tuhan yang layak ditinggikan. Ada saat-saat dimana kita harus mengalami hal-hal yang tidak menyenangkan, bahkan menyakitkan, namun seperti halnya kisah Ayub, ada "happy ending" yang disediakan Tuhan bagi semua orang yang selalu mengasihi Tuhan dengan kesetiaan penuh. Miliki iman yang tulus mengasihi Tuhan seperti Ayub. Tetaplah bersyukur dan memuliakan Tuhan dalam kondisi apapun. No matter what, He deserves it.
Iman dengan kualitas tinggi ada pada Ayub. Belajarlah untuk memiliki sikap hati sepertinya
No comments:
Post a Comment