Thursday, April 2, 2009

Sikap Hati Ayub

Ayat bacaan: Ayub 2:10
====================
...Apakah kita mau menerima yang baik dari Allah, tetapi tidak mau menerima yang buruk?..."

sikap hati ayubJika kemarin kita melihat hidup Yusuf yang bagaikan roller coaster, hari ini mari kita lihat hidup Ayub yang, kalau mengacu pada bagian awal kitab Ayub, bagaikan pesawat yang menukik tajam langsung menghujam ke tanah dan meledak berkeping-keping. Begitu berat dan mengerikannya yang dialami Ayub sehingga bila kita bicara soal penderitaan dan kesakitan, kita biasanya akan langsung ingat akan Ayub. Ayub saat itu dikenal sebagai "orang itu saleh dan jujur; ia takut akan Allah dan menjauhi kejahatan" (Ayub 1:1) dan "orang yang terkaya dari semua orang di sebelah timur". (ay 3). Hidup Ayub saat itu sangat sempurna. Dan iblis pun sinis beranggapan bahwa Ayub bisa begitu karena dia serba lengkap. "Lalu jawab Iblis kepada TUHAN: "Apakah dengan tidak mendapat apa-apa Ayub takut akan Allah?.... Tetapi ulurkanlah tangan-Mu dan jamahlah segala yang dipunyainya, ia pasti mengutuki Engkau di hadapan-Mu." (ay 9-11). Yang terjadi kemudian sungguh tragis. Seluruh ternaknya yang berjumlah ribuan habis musnah (ay 16-17), lalu anak-anaknya pun tewas. (ay 19). Saya sulit membayangkan bagaimana perasaan Ayub saat itu. Dari keadaan sangat nyaman penuh kelimpahan, tiba-tiba semuanya diambil darinya, hanya dalam hitungan menit. Begitu tak tertahankan sakitnya, sehingga ia mengoyak jubahnya dan mencukur kepalanya. (ay 20). Ternyata masalah Ayub tidak berhenti sampai disitu. Seluruh harta dan keluarganya musnah, kecuali sang istri. Tapi kita lihat istrinya pun ternyata hanya menambah masalah lewat kata-kata. "Maka berkatalah isterinya kepadanya: "Masih bertekunkah engkau dalam kesalehanmu? Kutukilah Allahmu dan matilah!" (ay 2:9). Ayub juga mengalami penyakit kulit mengerikan, penuh barah yang busuk dari telapak kakinya sampai ke batu kepalanya. (2:7). Tidak berhenti sampai disitu, teman-teman Ayub pun berlaku seolah-olah mereka sajalah yang sangat benar, sedangkan semua yang terjadi pada Ayub adalah ganjaran atas dosa-dosanya. Semua terjadi beruntun hanya dalam waktu sangat singkat. Kehilangan anak, harta benda, istri mengutuk, teman-teman mengolok,dan penyakit kulit mengerikan di sekujur tubuh. Di luar itu semua, saya membayangkan tambahan penderitaan lewat perasaan dikhianati dan ditinggalkan bukan saja oleh istri dan teman-temannya, tapi mungkin juga oleh Tuhan. Tragedi mengerikan yang bahkan mungkin bisa membuat banyak orang memilih untuk mengakhiri hidupnya jika mereka alami seperti yang dialami Ayub. Ayub pun sempat "terperangkap" oleh ide bahwa Tuhan telah bertindak semena-mena. Ia sempat beranggapan bahwa Tuhan itu tertawa di atas penderitaan orang lain, senang melihat penderitaan orang lain. "Bila cemeti-Nya membunuh dengan tiba-tiba, Ia mengolok-olok keputusasaan orang yang tidak bersalah." (9:23). Ayub sempat berpikir bahwa kejahatan tidak selalu diganjar hukuman, sebaliknya kebaikan pun tidak selalu mendapat ganjaran yang baik.

Tapi luar biasa, Ayub tidak berlama-lama sesat dalam pemikirannya. Pada akhirnya, ia sampai pada sebuah kesimpulan bahwa di atas segala penderitaan yang ia alami, ia harus tetap setia pada Tuhan. Ayub bukan orang yang berdosa, dan memang seharusnya tidak layak untuk menderita. Namun biar bagaimanapun Tuhan tetap layak menerima kesetiaannya. Ini luar biasa. Dan seketika, Ayub pun dipulihkan. Tidak saja dipulihkan, tapi diberkati dua kali lipat dibanding apa yang ia miliki dahulu. (42:10). Perhatikan hal ini. Meskipun Ayub dulu sudah dianggap orang saleh, jujur dan takut akan Tuhan, tapi melalui kesakitan dan penderitaannya, ternyata masih ada sesuatu yang baru diperoleh Ayub, sebuah berkat yang dulu ditengah kesempurnaannya belum pernah ia peroleh. "Hanya dari kata orang saja aku mendengar tentang Engkau, tetapi sekarang mataku sendiri memandang Engkau." (42:5).

Ketika kita mengalami banyak masalah, seperti masalah keuangan, pekerjaan, sakit dan sebagainya, dan mulai meragukan Tuhan, atau bahkan memaki-maki Tuhan, ingatlah akan apa yang dialami Ayub. Bagaimana imannya, bagaimana sikap hatinya menghadapi semua itu. Ayub sanggup berlaku seperti itu karena ia tidak menggantungkan kesetiaan akan Tuhan pada apa yang Tuhan berikan. Kita merasa Tuhan baik ketika kita diberi, namun langsung menyalahkan Tuhan ketika apa yang terjadi tidak sesuai dengan keinginan kita. Sanggupkah kita tetap bersyukur ketika sedang menderita? "...Apakah kita mau menerima yang baik dari Allah, tetapi tidak mau menerima yang buruk?" (2:10). Ini pertanyaan yang sama berlaku bagi kita semua untuk direnungkan. Apakah kita hanya memandang pada berkat-berkat yang Tuhan berikan, segala yang sesuai dengan keinginan kita saja? Apakah ketika kita menghadapi masalah kita akan langsung menyalahkan Tuhan dan berpaling daripadaNya? Ayub menyadari betul bahwa segala sesuatu berasal dari Tuhan. "Tuhan yang memberi, Tuhan yang mengambil, terpujilah nama Tuhan." (1:21)."Aku tahu, bahwa Engkau sanggup melakukan segala sesuatu, dan tidak ada rencana-Mu yang gagal." (42:2). Ayub mengenal betul pribadi Tuhan, sehingga ia bisa memiliki sebentuk hati dengan iman yang teguh. Dia tetap mencari Tuhan, bukan karena pemberian Tuhan, tapi semata-mata karena Tuhan adalah Tuhan. "I am who I Am and what I am, and I will be what I will be." (Keluaran 3:14). Terlepas dari saat ini diberi atau tidak, berkelimpahan atau berkekurangan, sehat atau sakit, Tuhan tetaplah Tuhan yang layak ditinggikan. Ada saat-saat dimana kita harus mengalami hal-hal yang tidak menyenangkan, bahkan menyakitkan, namun seperti halnya kisah Ayub, ada "happy ending" yang disediakan Tuhan bagi semua orang yang selalu mengasihi Tuhan dengan kesetiaan penuh. Miliki iman yang tulus mengasihi Tuhan seperti Ayub. Tetaplah bersyukur dan memuliakan Tuhan dalam kondisi apapun. No matter what, He deserves it.


Iman dengan kualitas tinggi ada pada Ayub. Belajarlah untuk memiliki sikap hati sepertinya

No comments:

Menjadi Anggur Yang Baik (1)

 Ayat bacaan: Yohanes 2:9 ===================== "Setelah pemimpin pesta itu mengecap air, yang telah menjadi anggur itu--dan ia tidak t...