Ayat bacaan: Amsal 17:14
====================
"Memulai pertengkaran adalah seperti membuka jalan air; jadi undurlah sebelum perbantahan mulai."
Bulan Maret kemarin kita dikejutkan dengan tragedi Situ Gintung. Hujan deras yang turun membuat tanggul tidak mampu menahan dorongan air. Tanggul pun bobol, bencana banjir bandang terjadi. Hanya dalam waktu singkat 2,1 juta meter kubik air pun melanda rumah-rumah penduduk yang berada di bawah tanggul. Berulang-ulang berita ditayangkan di TV terasa mengiris hati. Bayangkan bagaimana rasanya orang tua kehilangan anak, anak kehilangan orang tua, kehilangan sanak saudara. Hanya dalam waktu yang sangat singkat, hanya dalam hitungan menit, tiba-tiba begitu banyak orang kehilangan harta, saudara, anak, keluarga, teman dan juga nyawa. Musibah bisa terjadi begitu mendadak. Ketika tanggul jebol, tidak ada satupun orang yang sanggup menghentikan limpahan air deras yang menyeruak keluar dari tembok yang retak itu dalam waktu singkat.
Lihatlah betapa mengerikannya bencana yang bisa diakibatkan oleh pecahnya tanggul yang bertugas menahan air. Seperti itulah bahaya pertengkaran menurut firman Tuhan. Alkitab menggambarkan memulai pertengkaran sama seperti membobol dinding penahan air. Jika tanggul terbuka, meski sedikit saja pada awalnya, air pasti akan terus mendorong tanggul, memperbesar retaknya sehingga air akan memancar semakin deras dan menenggelamkan sekitarnya. Tidak lagi terkendali, liar dan ganas, berpotensi menghancurkan orang lain dan tentunya diri kita sendiri. "Memulai pertengkaran adalah seperti membuka jalan air; jadi undurlah sebelum perbantahan mulai." (Amsal 17:14). Tidak sembarangan Tuhan mengingatkan bahaya pertengkaran, karena ini merupakan satu dari masalah yang paling umum terdapat dalam kehidupan, bahkan sering menyerang orang-orang percaya. Kita tidak sadar dan membiarkan hal ini masuk kemana-mana. Di rumah, di tempat kerja, di kampus, sekolah, lingkungan rumah bahkan gereja sekalipun tidak luput dari bahaya pertengkaran ini.
Tentu saja tidak seorangpun di antara kita dengan sengaja membiarkannya masuk. Kita tidak pernah bangun di pagi hari dan langsung berkata, "saya mau bertengkar hari ini, yang besar sekalian.." Tidak. Yang terjadi biasanya adalah kita tidak waspada dan membiarkan kekesalan kecil hinggap pada diri kita, kemudian membiarkannya terus membesar hingga tidak terkendali, seperti tanggul jebol. Tanpa sadar, kita sudah masuk ke dalam sebuah pertengkaran yang sulit dikendalikan. Begitu banyak rumah tangga yang hancur akibat tingginya frekuensi pertengkaran di rumah. Rumah tidak lagi nyaman. Suasana panas, saling benci. "Tapi saya manusia, bukan robot, wajar dong jika merasa kesal dengan perlakuan pasangan kita, tetangga atau teman pada suatu ketika?" Tentu saja. Ada saatnya mungkin kita merasa kesal dengan perilaku seseorang, yang paling dekat sekalipun. Namun kita harus mampu mengendalikannya sebelum menjadi besar. Apa yang saya lakukan jika terjadi perselisihan kecil dengan istri saya? Saya akan berusaha diam dan menarik diri dari potensi pertengkaran. Saya menenangkan diri, ia pun demikian. Setelah reda, sebuah pelukan hangat biasanya akan mengakhiri kejengkelan. Setidaknya kami berdua berkomitmen untuk mengakhiri perselisihan sebelum pergi tidur. Sebuah anjuran yang mirip terdapat dalam kitab Efesus. "Apabila kamu menjadi marah, janganlah kamu berbuat dosa: janganlah matahari terbenam, sebelum padam amarahmu" (Efesus 4:26). And it works really well.
Pertengkaran bisa berawal dari berbagai sebab yang biasanya dimulai dengan perselisihan akan hal kecil. Yakobus mengatakan bahwa pertengkaran berasal dari nafsu duniawi yang ada dalam diri kita. "Dari manakah datangnya sengketa dan pertengkaran di antara kamu? Bukankah datangnya dari hawa nafsumu yang saling berjuang di dalam tubuhmu? Kamu mengingini sesuatu, tetapi kamu tidak memperolehnya, lalu kamu membunuh; kamu iri hati, tetapi kamu tidak mencapai tujuanmu, lalu kamu bertengkar dan kamu berkelahi." (Yakobus 1:4-5a). Menyimpan kekesalan atau sakit hati berlarut-larut pun berpotensi menimbulkan pertengkaran. "Sebab, kalau susu ditekan, mentega dihasilkan, dan kalau hidung ditekan, darah keluar, dan kalau kemarahan ditekan, pertengkaran timbul." (Amsal 30:33). Selain itu, ego, keangkuhan, sikap tidak mau kalah dan lain-lain pun bisa menimbulkan pertengkaran. Karena itulah kita diminta untuk bisa memaafkan orang dengan segera dan bersikap rendah hati, mau belajar untuk lebih memahami dan menerima orang lain apa adanya. Tidak ada manusia yang sempurna. Masalah yang timbul bisa diselesaikan baik-baik pada saat yang tepat, tidak terburu-buru. Alkitab juga mencatat fakta yang menarik dan memang benar: orang yang suka bertengkar biasanya juga suka pada pelanggaran atau dosa. "Siapa suka bertengkar, suka juga kepada pelanggaran, siapa memewahkan pintunya mencari kehancuran." (Amsal 17:19).
Jika kita terbiasa untuk lekas emosi, mudah naik pitam untuk hal-hal yang kecil sekalipun, ini saatnya untuk mulai belajar menghilangkannya. Bersikap tegaslah terhadap pertengkaran. Jangan membiarkannya merusak hidup kita sendiri dan orang lain. Mungkin perlu waktu, tapi setidaknya kita harus mulai dari sekarang. Ambillah sebuah komitmen bahwa dengan kuasa Tuhan, tidak akan ada hal yang bisa merampas sukacita dari diri kita, termasuk kekesalan yang bisa mengarah kepada pertengkaran. Sedini mungkin kita harus terus menjaga agar tanggul pertahanan emosi kita tetap kuat sehingga tidak bisa dijebol oleh kemarahan yang pada suatu saat tidak lagi bisa kita kendalikan. Ingatlah penyesalan biasanya datang terlambat, oleh karenanya kita harus senantiasa menjaga kestabilan emosi kita dan tidak cepat menuruti emosi dalam diri kita. Jika mengontrol emosi terasa sulit, mintalah Roh Kudus membantu kita dalam mengatasinya. Cepat lakukan itu sebelum kita mulai berbuat dosa. Selain itu ingatlah bahwa amarah manusia itu tidaklah pernah menyenangkan hati Tuhan. "Sebab amarah manusia tidak mengerjakan kebenaran di hadapan Allah." (Yakobus 1:20). Firman Tuhan juga berkata "Sedapat-dapatnya, kalau hal itu bergantung padamu, hiduplah dalam perdamaian dengan semua orang!" (Roma 12:18). Selagi masih sadar dan masih bisa mengendalikan emosi, redamlah segera sebelum semuanya menjadi runyam. Tolaklah emosi sejak awal, dan katakan pada diri anda bahwa anda ingin berjalan dalam sejahtera dan damai sukacita Tuhan hari ini. Selain itu baik bagi kesehatan, anda pun akan merasa heran betapa hidup ini ternyata lebih indah jika dijalani tanpa emosi atau pertengkaran.
Don't open something we can't control. Jangan buka pintu pertengkaran yang nantinya tidak bisa kita kendalikan
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Sukacita Kedua (3)
(sambungan) Saya menyadari adanya sukacita kedua saat saya baru saja dihubungi oleh sahabat saya yang sudah melayani sebagai pendeta selama...
-
Ayat bacaan: Ibrani 10:24 ===================== "Dan marilah kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih dan ...
-
Ayat bacaan: Ibrani 10:24-25 ====================== "Dan marilah kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih ...
-
Ayat bacaan: Mazmur 23:4 ====================== "Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau...
No comments:
Post a Comment