Wednesday, February 17, 2010

Ular dan Perlawanan

Ayat bacaan: Bilangan 14:8
======================
"Jika TUHAN berkenan kepada kita, maka Ia akan membawa kita masuk ke negeri itu dan akan memberikannya kepada kita, suatu negeri yang berlimpah-limpah susu dan madunya."

perlawanan, penolakanSeekor ular ada di bawah kolong meja makan saya! Istri saya yang menemukannya, ia pun berteriak ketakutan meliat adanya ular di bawah meja. Ular itu masih kecil. Istri saya ketakutan, kelihatannya ular itu pun ketakutan. Saya pun berusaha mengangkat ular itu dengan bantuan gagang sapu untuk memindahkannya keluar dari rumah menuju alam bebas. Ular itu meliuk-liuk dan berusaha melawan. Ular ini mengira bahwa saya bermaksud jahat kepadanya, padahal justru saya bermaksud baik, mengembalikannya ke habitat dimana ia akan jauh lebih nyaman ketimbang terperangkap di dalam rumah yang sama sekali bukan tempat yang tepat baginya. Di kegelapan malam saya akhirnya melepaskan kembali ular itu jauh dari perumahan. Mudah-mudahan ular itu menyadari bahwa saya mengantarkannya ke tempat dimana ia dapat hidup lebih baik.

Apa yang terjadi tadi malam membuat saya merenung. Betapa seringnya kita bertindak seperti ular ini. Kita menolak, melakukan perlawanan terhadap perintah-perintah Tuhan karena merasa dibatasi. Kita mengira bahwa Tuhan memang tidak suka melihat kita senang. Mabuk-mabukan itu enak, mengapa harus dilarang? Korupsi sedikit masa tidak boleh? Berbohong itu kan tidak apa-apa kalau tujuannya demi kebaikan, dan segudang hal lainnya yang kita anggap menyusahkan kita. Padahal maksud Tuhan itu baik. Justru karena Dia mengasihi kita, Dia menyediakan tuntunan-tuntunan yang akan sangat berguna bagi kita agar bisa sampai kepada tempat dimana kita akan hidup dengan penuh sukacita. Tidak seperti di dunia yang penuh dengan masalah, kesedihan, penderitaan ini, tapi di sebuah tempat dimana semua itu tidak ada lagi, dan digantikan oleh sukacita yang kekal selamanya. Tempat ini sungguh nyata dan merupakan tempat yang akan kita tempati selanjutnya, jika kita menuruti dan melakukan firman-firman Tuhan dengan taat, dan membuat Tuhan berkenan kepada kita. "Lihatlah, kemah Allah ada di tengah-tengah manusia dan Ia akan diam bersama-sama dengan mereka. Mereka akan menjadi umat-Nya dan Ia akan menjadi Allah mereka. Dan Ia akan menghapus segala air mata dari mata mereka, dan maut tidak akan ada lagi; tidak akan ada lagi perkabungan, atau ratap tangis, atau dukacita, sebab segala sesuatu yang lama itu telah berlalu." (Wahyu 21:3-4). Tempat yang sangat luar biasa bukan? Itu yang diinginkan Tuhan untuk kita, namun kita justru melakukan perlawanan karena tidak mau kehilangan kenikmatan dunia yang hanya sementara ini.

Gambaran yang lebih kecil mengenai ini tercermin dari kisah bangsa Israel sendiri. Lihat apa yang terjadi ketika bangsa Israel ini dibebaskan Tuhan dari perbudakan bangsa Mesir. Tempat yang dijanjikan Tuhan kepada mereka sungguh sangat indah, "yakni ke suatu negeri yang berlimpah-limpah susu dan madu." (Keluaran 33:3a). Tapi memang bangsa Israel itu bangsa yang keras kepala dan tegar tengkuk. Meski mereka dijanjikan tempat yang pastinya jauh lebih baik daripada hidup sebagai budak, mereka selalu saja bersungut-sungut dan mengeluh dalam perjalanan mereka. Tidak satu kali mereka ribut protes, bahkan sempat keluar dari mulut mereka: "Ah, sekiranya kami mati di tanah Mesir, atau di padang gurun ini!  Mengapakah TUHAN membawa kami ke negeri ini, supaya kami tewas oleh pedang, dan isteri serta anak-anak kami menjadi tawanan? Bukankah lebih baik kami pulang ke Mesir?" (Bilangan 14:2-3). Mereka pun hampir memberontak dengan mengangkat pemimpin baru untuk kembali ke Mesir. (ay 4). Kembali kepada perbudakan kebiasaan dan gaya hidup buruk di masa lalu. Tidakkah ini menjadi gambaran kita hari ini? Meski kita tahu Tuhan menjanjikan tempat perhentian yang tidak lagi berisi perkabungan, ratap tangis atau dukacita, tempat yang hanya berisi sukacita dan damai sejahtera, tapi dalam perjalanan seringkali kita protes dan mengira bahwa Tuhan hanya mau menyusahkan kita. Dengan sikap seperti ini sudah pasti Tuhan tidak lagi berkenan kepada kita. Dan tempat yang dijanjikan itu bisa hilang dari tujuan kita. Kenikmatan di dunia ini mungkin terasa sangat menyenangkan, namun sepadankah itu dengan kebahagiaan kekal yang akan datang?

Tempat itu sudah dijanjikan untuk menjadi milik kita. Kunci sudah diberikan oleh Kristus. Semua tergantung apakah kita mau mempergunakannya atau memilih untuk menukarkannya dengan segala kenikmatan sementara di dunia ini. Yang pasti, tempat itu akan kita peroleh jika Tuhan berkenan kepada kita, seperti apa yang dikatakan oleh Kaleb dan Yosua. "Jika TUHAN berkenan kepada kita, maka Ia akan membawa kita masuk ke negeri itu dan akan memberikannya kepada kita, suatu negeri yang berlimpah-limpah susu dan madunya." (Bilangan 14:8). Jangan memberontak kepada Tuhan, jangan takut kepada langkah-langkah yang mungkin terasa sulit bahkan menyakitkan untuk ditempuh. (ay 9). Jangan patah semangat, dan jangan melawan firman Tuhan. Semua itu mungkin akan mendatangkan kenikmatan sementara, namun akibatnya bisa fatal dalam kekekalan.

Tuhan ingin kita semua selamat. Tuhan menawarkan kita untuk dibebaskan dari perbudakan kebiasaan buruk, sikap keras kepala dan lain-lain yang bisa membinasakan kita. Apa yang Dia berikan sungguh luar biasa, oleh karena itu jangan berontak, janganlah melawan. Dalam perjalanan hidup kita ada saat-saat dimana "kebebasan dalam dosa" terlihat lebih menggiurkan ketimbang batasan-batasan atau larangan-larangan yang telah diberikan Tuhan. Padahal semua yang diberikan Tuhan adalah yang terbaik bagi kita. Jangan tertipu oleh kenikmatan-kenikmatan sesaat yang menyembunyikan kebinasaan di dalamnya. Berpeganglah dan percayalah kepada firman Tuhan, karena itulah yang akan mengarahkan kita kedalam kebebasan atau kemerdekaan yang sesungguhnya.

Kebahagiaan kekal telah dijanjikan kepada orang-orang yang berkenan dihadapan Tuhan

No comments:

Menjadi Anggur Yang Baik (1)

 Ayat bacaan: Yohanes 2:9 ===================== "Setelah pemimpin pesta itu mengecap air, yang telah menjadi anggur itu--dan ia tidak t...