From: D. Adhi Surya
Ayat Bacaan: Keluaran 34:29
--------------------------------
“Ketika Musa turun dari gunung Sinai – kedua loh hukum Allah ada di tangan Musa ketika ia turun dari gunung itu – tidaklah ia tahu, bahwa kulit mukanya bercahaya oleh karena ia telah berbicara dengan TUHAN.”
Pernahkah Anda bertemu dengan seseorang yang wajahnya seperti “bersinar”? Saya pernah, orang itu adalah seorang hamba Tuhan (Pendeta) sederhana di sebuah kota kecil di Jawa Tengah, Kudus nama kota itu. Pertama kali saya bertemu dengannya adalah di tahun 2002 ketika ia sedang melayani di gereja saya, di Jakarta. Penampilan-nya sederhana, rambutnya berwarna putih ke-abu-abu-an, menyiratkan usia-nya yang sudah tidak muda lagi, ditambah dengan senyum simpul-nya yang men-transfer kehangatan pada setiap orang yang melihatnya, genggaman tangan-nya mantap ketika memberikan salam kepada jemaat, dan yang paling mengesankan saya ialah: di dalam pemberitaan firman, ia sungguh-sungguh memancarkan “cahaya” kemuliaan Tuhan. Bahkan ketika ia sudah berhenti memberitakan firman, “cahaya” itu masih bersinar di wajahnya!
Saya percaya ia tidak menyadari sama sekali bahwa wajahnya memancarkan “sinar” kemuliaan Tuhan. Sama seperti Musa yang tidak mengetahui bahwa “kulit mukanya bercahaya oleh karena ia telah berbicara dengan TUHAN”. Di sinilah sebenarnya “kunci” jawaban mengapa ia dan Musa bisa bercahaya wajahnya; “oleh karena ia telah berbicara dengan TUHAN.”
Baik Pendeta ini maupun Musa, mereka adalah hamba-hamba Allah Yang Maha Tinggi, mereka tidak merindukan apapun di dunia ini, selain merindukan berada di dekat Tuhan. Berada di dekat Tuhan dan Tuhan berada di dekat mereka adalah hal yang utama dalam hidup ini bagi mereka. Keberadaan mereka di dekat Tuhan dan keberadaan Tuhan di dekat mereka, seolah-olah membuat mereka “kenyang” dengan hal-hal yang jasmani dan fana. Alkitab mencatat, “Musa ada di sana [di gunung Sinai] bersama-sama dengan TUHAN empat puluh hari empat puluh malam lamanya, tidak makan roti dan tidak minum air, dan ia menuliskan pada loh itu segala perkataan perjanjian, yakni Kesepuluh Firman [the Ten Commandments].” (Keluaran 34:28)
Luar biasa! 40 hari dan 40 malam tanpa roti untuk dimakan dan tanpa air untuk diminum, hanya ia dan Tuhan – alone with God! – di gunung itu menikmati kebersamaan, dan Musa kenyang! Sungguh indah ketika kita bisa memiliki bobot relasi yang sedemikian dalam dan intimnya dengan Tuhan. Daud berkata, “Betapa berharganya kasih setia-Mu, ya Allah! Anak-anak manusia berlindung dalam naungan sayap-Mu. Mereka mengenyangkan dirinya dengan lemak di rumah-Mu; Engkau memberi mereka minum dari sungai kesenangan-Mu. Sebab pada-Mu ada sumber hayat [fountain of life], di dalam terang-Mu kami melihat terang.” (Mazmur 36:8-10)
Mari kenyangkan jiwamu, datanglah mendekat pada-Nya, jalinlah relasi dengan-Nya, dan nikmatilah limpah anugerah-Nya bagimu dan bagiku! Bagaimana caranya? Sebuah lirik lagu Sekolah Minggu menjawabnya: “Baca kitab Suci, doa tiap hari, kalau mau tumbuh”. Amin.
Westminster Larger Catechism (Katekismus Besar Westminster)
Q. 1. What is the chief and highest end of man?
(P.1. Apakah pencapaian terpuncak dan terutama dari seorang manusia?)
A. Man’s chief and highest end is to glorify God, and fully to
enjoy him forever.
(J. Pencapaian terutama dan terpuncak manusia adalah untuk memuliakan Tuhan, dan sepenuh-penuhnya menikmati Tuhan selama-lamanya.)
Tuesday, November 30, 2010
Monday, November 29, 2010
From RHO-ers: Tuhan Yang Menanam
From: D. Adhi Surya
Ayat Bacaan: Keluaran 35:34-35a
------------------------------------
“Dan TUHAN menanam dalam hatinya [Bezaleel bin Uri bin Hur, dari suku Yehuda – ay. 30], dan dalam hati Aholiab bin Ahisamakh dari suku Dan, kepandaian untuk mengajar. Ia (TUHAN) telah memenuhi mereka dengan keahlian. . .”
Bacaan Alkitab hari ini membuat saya mau gak mau langsung merendahkan diri di hadapan Tuhan. Mengapa? Karena saya diingatkan bahwa segala kepandaian dan keahlian yang saya miliki semua asalnya adalah dari Tuhan. Jadi, tidak ada “ruang”, seharusnya, bagi saya untuk memegahkan diri – walaupun sesaat – karena segala kepandaian dan keahlian yang saya miliki saat ini. Tetapi di saat yang sama, seharusnya juga tidak ada “ruang” bagi saya untuk menjadi minder – walaupun sesaat – karena sebenarnya di dalam diri ini ada sesuatu yang baik yang Tuhan tanam.
Bacaan Alkitab hari ini juga mengingatkan saya akan pesan Kakak KTB (Kelompok Tumbuh Bersama) saya ketika dulu ia memimpin kami. Ia pernah mengatakan, “Ketika kamu dipuji oleh orang lain karena kecakapan-mu di dalam melayani, ingat! Segera kembalikan pujian itu kepada Tuhan. Sebab hanya Dia yang layak menerima pujian tersebut.” – Pujian, hormat, dan kekaguman semuanya adalah untuk Tuhan dan bukan untuk kita. Jangan biarkan diri kita “mencuri” kemuliaan Tuhan. Demikian pesan-nya yang masih terngiang di benak saya hingga saat ini.
Bezaleel dan Aholiab pada dasarnya adalah manusia biasa, sama seperti saya dan Anda. Tetapi mereka menjadi pribadi-pribadi yang luar biasa dan dicatat namanya di dalam Alkitab adalah semata-mata karena “Tuhan yang menanam”-kan kepandaian dan keahlian yang luar biasa itu di dalam hati mereka. Jadi, pusat kekaguman kita yang utama ketika membaca perikop ini seharusnya bukan pada pribadi Bezaleel dan Aholiab tetapi pada pribadi Allah yang sanggup “meniupkan” Roh-Nya (ay. 31) ke dalam pribadi mereka sehingga mereka dapat menjadi orang-orang yang sangat ahli, baik dalam hal mengajar maupun dalam hal pembangunan Kemah Suci pada waktu itu.
Fenomena yang terjadi saat ini justru adalah kebalikan-nya. Jaman ini – menurut pengamatan saya – adalah jaman “Narcissistic”; yaitu jaman dimana semua orang ingin “unjuk gigi” bahwa dirinya itu adalah “something”. Itu sebab lahir acara-acara seperti “Indonesian Idol”, “Kid’s Idol”, dan berbagai acara-acara lain-nya yang intinya menawarkan kepada manusia – kecil-besar, tua-muda, kaya-miskin, cakep-jelek, kurus-gemuk, pintar-bodoh – untuk berani “unjuk gigi” dengan menampilkan potensi diri yang ada di dalam diri mereka. Dan tujuan dari acara seperti ini – selain komersil – adalah untuk mencari popularitas diri sendiri. Kemuliaan Tuhan menjadi nomor dua atau mungkin nomor tiga. Kemuliaan diri menjadi nomor satu.
Ayat bacaan hari ini sekali lagi mengingatkan kita semua bahwa apapun kepandaian dan keahlian yang kita miliki, semua itu adalah “Tuhan yang menanam”. Jadi sudah seharusnya dan sepantasnyalah segala usaha kita menggali potensi diri ini adalah bukan untuk kepuasaan diri kita, melainkan untuk kepuasaan dan keharuman nama Tuhan. Kita hanyalah “seonggok daging” biasa jika Tuhan tidak menanamkan kepandaian dan keahlian-Nya di dalam hati kita. Marilah “dengan takut dan gentar kita mengerjakan keselamatan yang Tuhan sudah berikan kepada kita” (Filipi 2:12), karena “Allahlah yang (sebenarnya) mengerjakan di dalam kamu baik kemauan maupun pekerjaan menurut kerelaan-Nya.” (Filipi 2:13)
Doa: Tuhan ingatkanlah aku untuk menjadi rendah hati jika aku menyombongkan diri dengan segala kepandaian dan keahlian yang asalnya dari-Mu, tetapi juga ingatkanlah aku untuk menjadi percaya diri jika aku terlalu memandang rendah diriku sendiri sehingga aku lupa melihat segala hal yang baik yang Engkau tanam di dalam hatiku. Dalam nama Yesus. Amin.
Ayat Bacaan: Keluaran 35:34-35a
------------------------------------
“Dan TUHAN menanam dalam hatinya [Bezaleel bin Uri bin Hur, dari suku Yehuda – ay. 30], dan dalam hati Aholiab bin Ahisamakh dari suku Dan, kepandaian untuk mengajar. Ia (TUHAN) telah memenuhi mereka dengan keahlian. . .”
Bacaan Alkitab hari ini membuat saya mau gak mau langsung merendahkan diri di hadapan Tuhan. Mengapa? Karena saya diingatkan bahwa segala kepandaian dan keahlian yang saya miliki semua asalnya adalah dari Tuhan. Jadi, tidak ada “ruang”, seharusnya, bagi saya untuk memegahkan diri – walaupun sesaat – karena segala kepandaian dan keahlian yang saya miliki saat ini. Tetapi di saat yang sama, seharusnya juga tidak ada “ruang” bagi saya untuk menjadi minder – walaupun sesaat – karena sebenarnya di dalam diri ini ada sesuatu yang baik yang Tuhan tanam.
Bacaan Alkitab hari ini juga mengingatkan saya akan pesan Kakak KTB (Kelompok Tumbuh Bersama) saya ketika dulu ia memimpin kami. Ia pernah mengatakan, “Ketika kamu dipuji oleh orang lain karena kecakapan-mu di dalam melayani, ingat! Segera kembalikan pujian itu kepada Tuhan. Sebab hanya Dia yang layak menerima pujian tersebut.” – Pujian, hormat, dan kekaguman semuanya adalah untuk Tuhan dan bukan untuk kita. Jangan biarkan diri kita “mencuri” kemuliaan Tuhan. Demikian pesan-nya yang masih terngiang di benak saya hingga saat ini.
Bezaleel dan Aholiab pada dasarnya adalah manusia biasa, sama seperti saya dan Anda. Tetapi mereka menjadi pribadi-pribadi yang luar biasa dan dicatat namanya di dalam Alkitab adalah semata-mata karena “Tuhan yang menanam”-kan kepandaian dan keahlian yang luar biasa itu di dalam hati mereka. Jadi, pusat kekaguman kita yang utama ketika membaca perikop ini seharusnya bukan pada pribadi Bezaleel dan Aholiab tetapi pada pribadi Allah yang sanggup “meniupkan” Roh-Nya (ay. 31) ke dalam pribadi mereka sehingga mereka dapat menjadi orang-orang yang sangat ahli, baik dalam hal mengajar maupun dalam hal pembangunan Kemah Suci pada waktu itu.
Fenomena yang terjadi saat ini justru adalah kebalikan-nya. Jaman ini – menurut pengamatan saya – adalah jaman “Narcissistic”; yaitu jaman dimana semua orang ingin “unjuk gigi” bahwa dirinya itu adalah “something”. Itu sebab lahir acara-acara seperti “Indonesian Idol”, “Kid’s Idol”, dan berbagai acara-acara lain-nya yang intinya menawarkan kepada manusia – kecil-besar, tua-muda, kaya-miskin, cakep-jelek, kurus-gemuk, pintar-bodoh – untuk berani “unjuk gigi” dengan menampilkan potensi diri yang ada di dalam diri mereka. Dan tujuan dari acara seperti ini – selain komersil – adalah untuk mencari popularitas diri sendiri. Kemuliaan Tuhan menjadi nomor dua atau mungkin nomor tiga. Kemuliaan diri menjadi nomor satu.
Ayat bacaan hari ini sekali lagi mengingatkan kita semua bahwa apapun kepandaian dan keahlian yang kita miliki, semua itu adalah “Tuhan yang menanam”. Jadi sudah seharusnya dan sepantasnyalah segala usaha kita menggali potensi diri ini adalah bukan untuk kepuasaan diri kita, melainkan untuk kepuasaan dan keharuman nama Tuhan. Kita hanyalah “seonggok daging” biasa jika Tuhan tidak menanamkan kepandaian dan keahlian-Nya di dalam hati kita. Marilah “dengan takut dan gentar kita mengerjakan keselamatan yang Tuhan sudah berikan kepada kita” (Filipi 2:12), karena “Allahlah yang (sebenarnya) mengerjakan di dalam kamu baik kemauan maupun pekerjaan menurut kerelaan-Nya.” (Filipi 2:13)
Doa: Tuhan ingatkanlah aku untuk menjadi rendah hati jika aku menyombongkan diri dengan segala kepandaian dan keahlian yang asalnya dari-Mu, tetapi juga ingatkanlah aku untuk menjadi percaya diri jika aku terlalu memandang rendah diriku sendiri sehingga aku lupa melihat segala hal yang baik yang Engkau tanam di dalam hatiku. Dalam nama Yesus. Amin.
Sunday, November 28, 2010
From RHO-ers: Penundaan
From: D. Adhi Surya
Ayat Bacaan: Amsal 21:25
---------------------------
“Si pemalas dibunuh oleh keinginannya, karena tangannya enggan bekerja.”
Ada sebuah legenda tua dari seorang puteri yang kalah karena ia MENUNDA membuat sebuah keputusan. Menurut ceritanya, sang puteri diperbolehkan untuk berjalan-jalan di sebuah padang yang dipenuhi dengan perhiasan yang indah; dan ia diperkenankan untuk mengambil satu, tetapi hanya satu yang boleh ia simpan.
Ia diperbolehkan untuk berjalan melalui padang itu hanya untuk SEKALI saja. Dan ia hanya dapat berjalan maju dan tidak boleh mundur lagi (demikian juga dengan kehidupan).
Saat ia memulai perjalanan-nya, ia melihat berlian, rubi, permata dan safir yang bersinar di bawah sinar matahari. Ia juga melihat mutiara sebesar buah ceri. Di mana pun ia melihat, ia melihat perhiasan bersinar dengan indahnya. Namun, ia berpikir bahwa ia tidak seharusnya memilih terlalu cepat karena tentunya mereka [perhiasan tersebut] akan makin bersinar dan besar.
Tetapi, sambil ia meneruskan perjalanan, keindahan perhiasan itu semakin memudar. Mereka [perhiasan itu] juga tampak semakin mengecil. Jadi, ia menunda pilihannya. Ia mengharapkan sesuatu yang lebih besar. Setelah beberapa saat, ia sudah mendekati ujung daripada padang itu. Namun, sekarang yang tampak hanyalah kaca-kaca murahan dan tidak berharga untuk dimiliki. Jadi, ia tidak memilih satu pun. Sebelum ia mengetahuinya, sang puteri keluar dari Padang Perhiasan, dan ia belum memilih satu pun [!] Dan, saat itu semuanya sudah terlambat.
Kehidupan bisa menjadi seperti kisah legenda di atas bagi para penunda. Besok, dan besok. Namun, besok mungkin tidak akan pernah datang. Seekor burung di tangan sebenarnya lebih berharga daripada dua ekor burung di semak-semak.
Diambil dari: "Saya akan melakukannya... BESOK!", Karya: Jerry & Kirsti Newcombe
Ayat Bacaan: Amsal 21:25
---------------------------
“Si pemalas dibunuh oleh keinginannya, karena tangannya enggan bekerja.”
Ada sebuah legenda tua dari seorang puteri yang kalah karena ia MENUNDA membuat sebuah keputusan. Menurut ceritanya, sang puteri diperbolehkan untuk berjalan-jalan di sebuah padang yang dipenuhi dengan perhiasan yang indah; dan ia diperkenankan untuk mengambil satu, tetapi hanya satu yang boleh ia simpan.
Ia diperbolehkan untuk berjalan melalui padang itu hanya untuk SEKALI saja. Dan ia hanya dapat berjalan maju dan tidak boleh mundur lagi (demikian juga dengan kehidupan).
Saat ia memulai perjalanan-nya, ia melihat berlian, rubi, permata dan safir yang bersinar di bawah sinar matahari. Ia juga melihat mutiara sebesar buah ceri. Di mana pun ia melihat, ia melihat perhiasan bersinar dengan indahnya. Namun, ia berpikir bahwa ia tidak seharusnya memilih terlalu cepat karena tentunya mereka [perhiasan tersebut] akan makin bersinar dan besar.
Tetapi, sambil ia meneruskan perjalanan, keindahan perhiasan itu semakin memudar. Mereka [perhiasan itu] juga tampak semakin mengecil. Jadi, ia menunda pilihannya. Ia mengharapkan sesuatu yang lebih besar. Setelah beberapa saat, ia sudah mendekati ujung daripada padang itu. Namun, sekarang yang tampak hanyalah kaca-kaca murahan dan tidak berharga untuk dimiliki. Jadi, ia tidak memilih satu pun. Sebelum ia mengetahuinya, sang puteri keluar dari Padang Perhiasan, dan ia belum memilih satu pun [!] Dan, saat itu semuanya sudah terlambat.
Kehidupan bisa menjadi seperti kisah legenda di atas bagi para penunda. Besok, dan besok. Namun, besok mungkin tidak akan pernah datang. Seekor burung di tangan sebenarnya lebih berharga daripada dua ekor burung di semak-semak.
Diambil dari: "Saya akan melakukannya... BESOK!", Karya: Jerry & Kirsti Newcombe
Saturday, November 27, 2010
From RHO-ers: Tergerak, Lalu Bergerak
From: D. Adhi Surya
Ayat Bacaan: Keluaran 35:21a
-------------------------------
“Sesudah itu datanglah setiap orang yang tergerak hatinya, setiap orang yang terdorong jiwanya, membawa persembahan khusus kepada TUHAN. . .”
Prinsip utama dari persembahan yang sejati adalah lahir dari kerelaan untuk memberikan yang terbaik bagi Tuhan dan si pemberi persembahan tidak ingin menonjolkan nama-nya melalui persembahan tersebut (baca: Matius 6:3-4 – “[J]ika engkau memberi sedekah, janganlah diketahui tangan kirimu apa yang diperbuat oleh tangan kananmu. Hendaklah sedekahmu itu diberikan dengan tersembunyi, maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu.”). Persembahan yang sejati bukan lahir dari keterpaksaan, bukan juga lahir dari motif terselubung, dan yang lebih penting bukan lahir dari keangkuhan.
Dulu ketika saya masih kuliah, saya suka menyisihkan uang jajan mingguan untuk saya berikan kepada orang-orang yang tidak mampu. Setiap akhir bulan, uang jajan mingguan yang saya sudah sisihkan saya masukkan ke dalam amplop, lalu di dalam amplop itu saya juga masukkan traktat Kristen + waktu itu saya juga masukkan foto Tuhan Yesus - Konsep yang ada di benak saya pada waktu itu sederhana; saya hanya ingin bisa jadi perpanjangan tangan Tuhan buat orang lain yang membutuhkan, tetapi saya juga ingin orang yang menerima bantuan dari saya itu mengetahui bahwa bantuan itu datang-nya dari Tuhan Yesus bukan dari saya, tetapi kebetulan “orang suruhan” (messenger) yang Tuhan Yesus pilih ialah saya.
Bagaimana saya melakukannya? Saya melakukannya dengan cara memilih acak (random choosing) “target” yang akan saya berikan amplop setiap bulannya. Jadi, setiap pulang kuliah saya dalam hati berdoa kepada Tuhan sambil mengendarai motor, saya bilang sama Tuhan: “Tuhan, tunjukkanlah siapa orang yang Engkau ingin agar dia menerima amplop ini, bimbing aku ya Tuhan.” Demikian doa saya dalam hati.
Nah, biasanya nanti Tuhan condongkan hati saya kepada orang tertentu setelah saya berdoa. Jika dorongan itu makin kuat, maka saya segera menepi lalu men-stop motor saya, dan kemudian saya memanggil orang tersebut – orang itu bisa seorang tukang parkir, seorang tukang sapu jalanan, anak kecil yang sedang mengamen, orang lansia yang sedang terhuyung-huyung berjalan kaki di sore hari, atau ibu-ibu tua yang sedang menenteng bawaannya, dll. – setelah saya memanggil orang tersebut, saya lalu mengatakan demikian kepadanya: “Pak / Bu, ini amplop buat Bapak / Ibu. Di dalamnya ada uang ala kadarnya, silahkan Bapak / Ibu pakai untuk keperluan Bapak / Ibu. Ini dari Tuhan Yesus buat Bapak / Ibu. Terima ya, Tuhan Yesus mengasihi Bapak / Ibu.” Lalu saya tutup dengan senyum simpul dan kemudian saya langsung tancap gas dan perlahan-lahan saya melihat orang itu lewat kaca spion. Ada yang menunjukkan ekspresi bingung, ada yang ekspresinya senang, ada yang ekspresinya kaget, ada yang gabungan dari bingung, senang dan kaget. Tetapi tahukah Anda siapakah orang yang paling senang? Orang yang paling bahagia adalah saya! Bahagia rasanya bisa jadi perpanjangan tangan kasih Tuhan buat orang lain yang saya tidak kenal sama sekali. Sungguh benar apa yang Yesus katakan, “Adalah lebih berbahagia memberi dari pada menerima.” (Kisah Rasul 20:35)
Saya yakin, demikian juga orang-orang yang hatinya tergerak dan yang jiwanya terdorong untuk membawa persembahan khusus bagi Tuhan, yang dicatat di kitab Keluaran, pasti mereka sangat berbahagia! Mereka dengan rela dan sukacita datang membawa “anting-anting hidung”, “anting-anting telinga”, “cincin meterai”, dan “kerongsang” (kalung), serta “segala macam barang emas” ke hadapan Tuhan (Keluaran 35:22). Mereka tergerak – di ayat 21 – lalu mereka bergerak – di ayat 22.
Tetapi melihat kondisi umat Tuhan pada jaman ini sangat disayangkan. Ketika manusia semakin matrelialistis, maka manusia pun semakin dingin untuk memberi bagi orang lain atau bagi pekerjaan Tuhan. Pusat utama mereka bukan lagi apa yang menyenangkan hati Tuhan, melainkan apa yang menyenangkan dan memanjakan hati mereka. Mereka lupa bahwa segala kekayaan mereka datang-nya adalah dari Tuhan. Salomo – seorang raja Israel yang terkaya di sepanjang sejarah para raja-raja Israel – pernah berkata, “Berkat TUHANlah yang menjadikan kaya, susah payah tidak akan menambahinya.” (Amsal 10:22)
Kiranya Tuhan membuat hati kita “tergerak” (bentuk pasif) dan kemudian tangan ini “bergerak” (bentuk aktif) meresponi panggilan Tuhan untuk menjadi perpanjangan tangan kasih-Nya bagi sesama dan bagi pekerjaan-Nya di dunia ini. Amin.
Ayat Bacaan: Keluaran 35:21a
-------------------------------
“Sesudah itu datanglah setiap orang yang tergerak hatinya, setiap orang yang terdorong jiwanya, membawa persembahan khusus kepada TUHAN. . .”
Prinsip utama dari persembahan yang sejati adalah lahir dari kerelaan untuk memberikan yang terbaik bagi Tuhan dan si pemberi persembahan tidak ingin menonjolkan nama-nya melalui persembahan tersebut (baca: Matius 6:3-4 – “[J]ika engkau memberi sedekah, janganlah diketahui tangan kirimu apa yang diperbuat oleh tangan kananmu. Hendaklah sedekahmu itu diberikan dengan tersembunyi, maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu.”). Persembahan yang sejati bukan lahir dari keterpaksaan, bukan juga lahir dari motif terselubung, dan yang lebih penting bukan lahir dari keangkuhan.
Dulu ketika saya masih kuliah, saya suka menyisihkan uang jajan mingguan untuk saya berikan kepada orang-orang yang tidak mampu. Setiap akhir bulan, uang jajan mingguan yang saya sudah sisihkan saya masukkan ke dalam amplop, lalu di dalam amplop itu saya juga masukkan traktat Kristen + waktu itu saya juga masukkan foto Tuhan Yesus - Konsep yang ada di benak saya pada waktu itu sederhana; saya hanya ingin bisa jadi perpanjangan tangan Tuhan buat orang lain yang membutuhkan, tetapi saya juga ingin orang yang menerima bantuan dari saya itu mengetahui bahwa bantuan itu datang-nya dari Tuhan Yesus bukan dari saya, tetapi kebetulan “orang suruhan” (messenger) yang Tuhan Yesus pilih ialah saya.
Bagaimana saya melakukannya? Saya melakukannya dengan cara memilih acak (random choosing) “target” yang akan saya berikan amplop setiap bulannya. Jadi, setiap pulang kuliah saya dalam hati berdoa kepada Tuhan sambil mengendarai motor, saya bilang sama Tuhan: “Tuhan, tunjukkanlah siapa orang yang Engkau ingin agar dia menerima amplop ini, bimbing aku ya Tuhan.” Demikian doa saya dalam hati.
Nah, biasanya nanti Tuhan condongkan hati saya kepada orang tertentu setelah saya berdoa. Jika dorongan itu makin kuat, maka saya segera menepi lalu men-stop motor saya, dan kemudian saya memanggil orang tersebut – orang itu bisa seorang tukang parkir, seorang tukang sapu jalanan, anak kecil yang sedang mengamen, orang lansia yang sedang terhuyung-huyung berjalan kaki di sore hari, atau ibu-ibu tua yang sedang menenteng bawaannya, dll. – setelah saya memanggil orang tersebut, saya lalu mengatakan demikian kepadanya: “Pak / Bu, ini amplop buat Bapak / Ibu. Di dalamnya ada uang ala kadarnya, silahkan Bapak / Ibu pakai untuk keperluan Bapak / Ibu. Ini dari Tuhan Yesus buat Bapak / Ibu. Terima ya, Tuhan Yesus mengasihi Bapak / Ibu.” Lalu saya tutup dengan senyum simpul dan kemudian saya langsung tancap gas dan perlahan-lahan saya melihat orang itu lewat kaca spion. Ada yang menunjukkan ekspresi bingung, ada yang ekspresinya senang, ada yang ekspresinya kaget, ada yang gabungan dari bingung, senang dan kaget. Tetapi tahukah Anda siapakah orang yang paling senang? Orang yang paling bahagia adalah saya! Bahagia rasanya bisa jadi perpanjangan tangan kasih Tuhan buat orang lain yang saya tidak kenal sama sekali. Sungguh benar apa yang Yesus katakan, “Adalah lebih berbahagia memberi dari pada menerima.” (Kisah Rasul 20:35)
Saya yakin, demikian juga orang-orang yang hatinya tergerak dan yang jiwanya terdorong untuk membawa persembahan khusus bagi Tuhan, yang dicatat di kitab Keluaran, pasti mereka sangat berbahagia! Mereka dengan rela dan sukacita datang membawa “anting-anting hidung”, “anting-anting telinga”, “cincin meterai”, dan “kerongsang” (kalung), serta “segala macam barang emas” ke hadapan Tuhan (Keluaran 35:22). Mereka tergerak – di ayat 21 – lalu mereka bergerak – di ayat 22.
Tetapi melihat kondisi umat Tuhan pada jaman ini sangat disayangkan. Ketika manusia semakin matrelialistis, maka manusia pun semakin dingin untuk memberi bagi orang lain atau bagi pekerjaan Tuhan. Pusat utama mereka bukan lagi apa yang menyenangkan hati Tuhan, melainkan apa yang menyenangkan dan memanjakan hati mereka. Mereka lupa bahwa segala kekayaan mereka datang-nya adalah dari Tuhan. Salomo – seorang raja Israel yang terkaya di sepanjang sejarah para raja-raja Israel – pernah berkata, “Berkat TUHANlah yang menjadikan kaya, susah payah tidak akan menambahinya.” (Amsal 10:22)
Kiranya Tuhan membuat hati kita “tergerak” (bentuk pasif) dan kemudian tangan ini “bergerak” (bentuk aktif) meresponi panggilan Tuhan untuk menjadi perpanjangan tangan kasih-Nya bagi sesama dan bagi pekerjaan-Nya di dunia ini. Amin.
Friday, November 26, 2010
From RHO-ers: Tutup Pendamaian
From: D. Adhi Surya
Ayat Bacaan: Keluaran 37:9
-------------------------------
“Kerub-kerub itu mengembangkan kedua sayapnya ke atas, sayap-sayapnya menudungi tutup pendamaian itu dan mukanya menghadap kepada masing-masing; kepada tutup pendamaian itulah menghadap muka kerub-kerub itu.”
Tutup Pendamaian adalah elemen yang sangat penting dari Tabut Perjanjian bangsa Israel. Sebab dari Tutup Pendamaian inilah Allah pernah berjanji kepada Musa bahwa Ia akan berbicara dari atas tutup peti – yakni Tutup Pendamaian – di antara kedua kerub. “Dan disanalah Aku (YHWH) akan bertemu dengan engkau dan dari atas tutup pendamaian itu, dari antara kedua kerub yang di atas tabut hukum itu, Aku (YHWH) akan berbicara dengan engkau tentang segala sesuatu yang akan Kuperintahkan kepadamu untuk disampaikan kepada orang Israel.” (Keluaran 25:22)
Dengan sangat jelas dan spesifik Allah mengatakan kepada Musa D-I-M-A-N-A Diri-Nya dapat ditemui dan didengar suara-Nya. Itulah sebab proses pembuatan Tabut Perjanjian – yang di atasnya ditutup dengan Tutup Pendamaian – dicatat oleh Alkitab dengan begitu detail dan spesifik, seperti yang Allah perintahkan kepada Musa bagaimana Tabut itu harus dibuat. Bahkan, dengan sangat jelas dan spesifik pula Allah telah menunjuk siapa yang harus membuat Tabut Perjanjian itu, yakni Bezaleel (lihat: Keluaran 36:1)
Dibalik Tutup Pendamaian itu terdapat 3 (tiga) buah benda yang sangat penting. Ketiga benda itu adalah pertama, Dua Loh Batu yang bertuliskan Sepuluh Hukum Allah (lihat: Keluaran 34), kedua, Buli-buli yang berisi Manna, dan ketiga, Tongkat Harun yang bertunas serta berbunga dan berbuah (lihat: Ibrani 9:4; Keluaran 16:32-33; Bilangan 17:8). Ketiga benda ini merupakan simbol dari Kristus yang digenapi-Nya di dalam Perjanjian Baru.
Pertama, “Dua Loh Batu” – Dua Loh Batu yang bertuliskan Sepuluh Hukum Allah ini merupakan simbol yang mengingatkan kita kepada Tuhan Yesus Kristus yang adalah Firman Hidup itu. Firman Hidup yang menyatakan Allah kepada dunia ini (lihat: Yohanes 1:18).
Kedua, “Manna” – Manna (Roti) yaitu makanan yang khusus diberikan oleh Tuhan untuk bangsa Israel ketika mereka masih berada di perantauan. Manna merupakan simbol akan Diri Yesus Kristus yang adalah “Roti Hidup” (lihat: Yohanes 6:35, 48, 51).
Dan ketiga, “Tongkat Harun” – Tongkat Harun yang bertunas, berbunga serta berbuah adalah simbol yang menunjuk kepada Yesus Kristus yang dapat memberikan “tunas” hidup yang kekal bagi setiap orang yang percaya kepada-Nya (lihat: Yohanes 11:25-26).
Apa yang Yesus kerjakan di dalam kehidupan-Nya selama 33 ½ tahun adalah menggenapi simbol atau perlambangan di atas. Ia – Kristus – menjadikan Diri-Nya “Tutup Pendamaian” bagi kita semua. Sehingga lewat Yesus Kristus – Sang Tutup Pendamaian itu – kita yang percaya kepada Kristus dapat bertemu dan berbicara kepada Allah secara langsung dan tanpa perantara Imam Besar lagi.
Membayangkan ribet-nya orang-orang yang hidup di jaman Perjanjian Lama (PL) jika ingin bertemu dan berbicara dengan Allah, membuat hati saya bergetar penuh syukur karena lewat kematian dan kebangkitan Yesus Kristus, saya – dan Anda – tidak perlu lagi melalui ke-ribet-an “tata cara” PL untuk dapat bertemu dan berbicara kepada Allah.
Tetapi sungguh miris dan nyeri rasanya ketika merenungi kehidupan orang-orang yang hidup pasca Perjanjian Baru yang justru tidak menghargai waktu untuk boleh bertemu dan berbicara kepada Allah melalui Yesus Kristus di dalam doa. Jika orang-orang PL hanya bisa bertemu dan berbicara kepada Allah setahun sekali, dan itupun hanya seorang Imam Besar saja yang boleh masuk, maka kita yang sekarang hidup justru tidak menghargai akses langsung tanpa hambatan dan birokrasi untuk bertemu dan berbicara dengan Allah lewat Yesus Kristus di dalam doa. Kita malas berdoa, kita enggan berkomunikasi dengan Allah, kita ogah-ogahan ketika menaikkan doa syafaat, dan bahkan kita terkadang lupa untuk sekedar doa syukur untuk makanan “hari ini” yang kita terima.
Kiranya renungan sederhana ini bisa membuat hati kita tergugah dan membangkitkan kerinduan yang hangat untuk mau bertemu dan berbicara kepada Allah melalui Yesus Kristus di dalam doa.
Ayat Bacaan: Keluaran 37:9
-------------------------------
“Kerub-kerub itu mengembangkan kedua sayapnya ke atas, sayap-sayapnya menudungi tutup pendamaian itu dan mukanya menghadap kepada masing-masing; kepada tutup pendamaian itulah menghadap muka kerub-kerub itu.”
Tutup Pendamaian adalah elemen yang sangat penting dari Tabut Perjanjian bangsa Israel. Sebab dari Tutup Pendamaian inilah Allah pernah berjanji kepada Musa bahwa Ia akan berbicara dari atas tutup peti – yakni Tutup Pendamaian – di antara kedua kerub. “Dan disanalah Aku (YHWH) akan bertemu dengan engkau dan dari atas tutup pendamaian itu, dari antara kedua kerub yang di atas tabut hukum itu, Aku (YHWH) akan berbicara dengan engkau tentang segala sesuatu yang akan Kuperintahkan kepadamu untuk disampaikan kepada orang Israel.” (Keluaran 25:22)
Dengan sangat jelas dan spesifik Allah mengatakan kepada Musa D-I-M-A-N-A Diri-Nya dapat ditemui dan didengar suara-Nya. Itulah sebab proses pembuatan Tabut Perjanjian – yang di atasnya ditutup dengan Tutup Pendamaian – dicatat oleh Alkitab dengan begitu detail dan spesifik, seperti yang Allah perintahkan kepada Musa bagaimana Tabut itu harus dibuat. Bahkan, dengan sangat jelas dan spesifik pula Allah telah menunjuk siapa yang harus membuat Tabut Perjanjian itu, yakni Bezaleel (lihat: Keluaran 36:1)
Dibalik Tutup Pendamaian itu terdapat 3 (tiga) buah benda yang sangat penting. Ketiga benda itu adalah pertama, Dua Loh Batu yang bertuliskan Sepuluh Hukum Allah (lihat: Keluaran 34), kedua, Buli-buli yang berisi Manna, dan ketiga, Tongkat Harun yang bertunas serta berbunga dan berbuah (lihat: Ibrani 9:4; Keluaran 16:32-33; Bilangan 17:8). Ketiga benda ini merupakan simbol dari Kristus yang digenapi-Nya di dalam Perjanjian Baru.
Pertama, “Dua Loh Batu” – Dua Loh Batu yang bertuliskan Sepuluh Hukum Allah ini merupakan simbol yang mengingatkan kita kepada Tuhan Yesus Kristus yang adalah Firman Hidup itu. Firman Hidup yang menyatakan Allah kepada dunia ini (lihat: Yohanes 1:18).
Kedua, “Manna” – Manna (Roti) yaitu makanan yang khusus diberikan oleh Tuhan untuk bangsa Israel ketika mereka masih berada di perantauan. Manna merupakan simbol akan Diri Yesus Kristus yang adalah “Roti Hidup” (lihat: Yohanes 6:35, 48, 51).
Dan ketiga, “Tongkat Harun” – Tongkat Harun yang bertunas, berbunga serta berbuah adalah simbol yang menunjuk kepada Yesus Kristus yang dapat memberikan “tunas” hidup yang kekal bagi setiap orang yang percaya kepada-Nya (lihat: Yohanes 11:25-26).
Apa yang Yesus kerjakan di dalam kehidupan-Nya selama 33 ½ tahun adalah menggenapi simbol atau perlambangan di atas. Ia – Kristus – menjadikan Diri-Nya “Tutup Pendamaian” bagi kita semua. Sehingga lewat Yesus Kristus – Sang Tutup Pendamaian itu – kita yang percaya kepada Kristus dapat bertemu dan berbicara kepada Allah secara langsung dan tanpa perantara Imam Besar lagi.
Membayangkan ribet-nya orang-orang yang hidup di jaman Perjanjian Lama (PL) jika ingin bertemu dan berbicara dengan Allah, membuat hati saya bergetar penuh syukur karena lewat kematian dan kebangkitan Yesus Kristus, saya – dan Anda – tidak perlu lagi melalui ke-ribet-an “tata cara” PL untuk dapat bertemu dan berbicara kepada Allah.
Tetapi sungguh miris dan nyeri rasanya ketika merenungi kehidupan orang-orang yang hidup pasca Perjanjian Baru yang justru tidak menghargai waktu untuk boleh bertemu dan berbicara kepada Allah melalui Yesus Kristus di dalam doa. Jika orang-orang PL hanya bisa bertemu dan berbicara kepada Allah setahun sekali, dan itupun hanya seorang Imam Besar saja yang boleh masuk, maka kita yang sekarang hidup justru tidak menghargai akses langsung tanpa hambatan dan birokrasi untuk bertemu dan berbicara dengan Allah lewat Yesus Kristus di dalam doa. Kita malas berdoa, kita enggan berkomunikasi dengan Allah, kita ogah-ogahan ketika menaikkan doa syafaat, dan bahkan kita terkadang lupa untuk sekedar doa syukur untuk makanan “hari ini” yang kita terima.
Kiranya renungan sederhana ini bisa membuat hati kita tergugah dan membangkitkan kerinduan yang hangat untuk mau bertemu dan berbicara kepada Allah melalui Yesus Kristus di dalam doa.
Thursday, November 25, 2010
Making Excuses (3): Kisah Daud
Ayat bacaan: 2 Samuel 12:13a
========================
"Lalu berkatalah Daud kepada Natan: "Aku sudah berdosa kepada TUHAN."
Drama penyangkalan kesalahan dalam berbagai versi kerap kita saksikan di televisi. Para koruptor, pelaku penipuan dan berbagai tindak kejahatan sudah begitu mahir berkelit dengan berbagai cara, menyampaikan alasan demi alasan mulai dari yang masuk akal hingga yang berbau fantasi bahkan mistis sekalipun agar terhindar dari hukuman. Memang sulit bagi manusia untuk berbesar hati mengakui kesalahan tanpa mengeluarkan alasan sama sekali, dan itu sudah terjadi sejak dahulu, bahkan sejak kali pertama kejatuhan manusia dalam dosa. Kalaupun minta maaf, alasan masih tetap dikemukakan, setidaknya untuk mengurangi tanggungan konsekuensi yang akan ditimpakan atas kesalahan. Ada banyak pasangan suami istri yang terus saling menyalahkan, dan hal itu tidak akan pernah membawa perubahan positif, sebaliknya akan mengarahkan keduanya ke jurang kehancuran. Dari pengalaman saya sendiri, mengakui kesalahan secara tulus dan jujur tanpa alasan akan jauh lebih baik, meski mungkin ada konsekuensi yang harus kita tanggung akibat kesalahan itu. Apakah itu mengakui kesalahan terhadap orang lain, atau kepada Tuhan, permintaan maaf yang tulus tanpa akan lebih cepat selesai ketimbang terus membela diri lewat berbagai alasan yang akan membuat masalah semakin berlarut-larut dan mengakibatkan hilangnya kepercayaan orang kepada kita.
Dua renungan terdahulu berisi tentang contoh tokoh-tokoh Alkitab yang terus berdalih dengan berbagai alasan untuk menutupi kesalahan mereka. Dan kita pun sudah melihat apa akibatnya jika orang menolak untuk mengakui kesalahan dengan terus menciptakan alasan. Adam dan Hawa melakukannya, demikian pula Saul. Hari ini mari kita lihat seorang tokoh yang memilih untuk mengakui dengan jantan segala kesalahannya, yaitu Daud.
Daud memang seorang tokoh besar dalam Alkitab, tetapi dia tetap manusia biasa seperti kita, yang tidak luput dari kekhilafan. Daud terkenal dengan kedekatan atau keakrabannya dengan Tuhan, namun pada suatu waktu ia terjatuh dalam kesalahan besar. Diawali perzinahan dengan Batsyeba, Daud semakin jauh terperosok dalam dosa dengan melanjutkan kesalahannya mengatur kematian Uria, suami Batsyeba agar tewas dalam peperangan. Kisah ini bisa kita baca dengan lengkap dalam 2 Samuel 11. Kesalahan yang tidak main-main, itu jelas. Lalu nabi Natan pun datang menegurnya. Tidak seperti Saul yang terus membuat alasan, Daud mengambil keputusan yang tepat. Daud dengan jujur mengakui kesalahannya secara terbuka. "Lalu berkatalah Daud kepada Natan: "Aku sudah berdosa kepada TUHAN." (2 Samuel 12:13a). Lihat tidak ada pembelaan diri sama sekali dari Daud. Dia tidak mengajukan alasan apapun dan mengakui semuanya secara jujur seraya memohon ampun pada Tuhan. Daud tahu bahwa ia sudah mengecewakan Tuhan dan siap menanggung konsekuensi akibat dosa yang ia lakukan. Konsekuensi tetap jatuh atas Daud, namun itu tetap jauh lebih baik karena kerendahan hatinya untuk mengakui semua kesalahan kemudian berbuah pengampunan. "Dan Natan berkata kepada Daud: "TUHAN telah menjauhkan dosamu itu: engkau tidak akan mati." (ay 13b). Kita bisa melihat ratapan Daud yang berisi pengakuan dosanya ini dalam Mazmur 51:1-19. Dari rangkaian ayat-ayat ini kita bisa melihat bagaimana Daud memohon ampun dan mengakui dosanya tanpa membuat alasan apapun sama sekali. "Sebab aku sendiri sadar akan pelanggaranku, aku senantiasa bergumul dengan dosaku. Terhadap Engkau, terhadap Engkau sajalah aku telah berdosa dan melakukan apa yang Kauanggap jahat, supaya ternyata Engkau adil dalam putusan-Mu, bersih dalam penghukuman-Mu." (ay 5-6). Daud bukan manusia super yang sempurna. Dia sama seperti kita yang bisa terperosok dalam lumpur dosa. Apa yang membedakan adalah sikap hatinya yang mau mengakui segala kesalahannya dan siap untuk menerima hukuman dengan besar hati. Sebuah keputusan yang baik, karena kelak dalam Perjanjian Baru dikatakan "Sebab Daud melakukan kehendak Allah pada zamannya.." (Kisah Para Rasul 13:36).
Daripada terus berlindung dibalik alasan, jauh lebih baik untuk mengakui kesalahan secara terbuka dan meminta maaf dengan tulus. Meski kita bisa menipu manusia dengan alasan-alasan kita, tetapi kita tidak akan pernah bisa membohongi Tuhan. Melanggar perintah Tuhan berakibat dosa, namun "Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan." (1 Yohanes 1:9). Yesus juga berkata "Jika ya, hendaklah kamu katakan: ya, jika tidak, hendaklah kamu katakan: tidak. Apa yang lebih dari pada itu berasal dari si jahat." (Matius 5:37). Jika memang salah, akuilah dan terimalah konsekuensi dengan ikhlas. Tidak mudah memang, karena kita harus bisa mengalahkan ego, harga diri, wibawa dan lain-lain terlebih dahulu untuk sanggup melakukan itu. Daud adalah seorang raja, tetapi ia mampu melakukannya, dan kita bisa melihat hasilnya yang jauh berbeda dengan Saul, raja sebelum Daud yang mengambil keputusan yang salah dengan mengajukan alasan-alasan sebagai pembenaran. Hari ini marilah kita memiliki kerendahan hati untuk mau meminta maaf atas kesalahan yang kita perbuat tanpa mengambil alasan.
Alasan yang kita buat mungkin bisa menipu manusia, tetapi tidak akan pernah mampu memperdaya Tuhan
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
========================
"Lalu berkatalah Daud kepada Natan: "Aku sudah berdosa kepada TUHAN."
Drama penyangkalan kesalahan dalam berbagai versi kerap kita saksikan di televisi. Para koruptor, pelaku penipuan dan berbagai tindak kejahatan sudah begitu mahir berkelit dengan berbagai cara, menyampaikan alasan demi alasan mulai dari yang masuk akal hingga yang berbau fantasi bahkan mistis sekalipun agar terhindar dari hukuman. Memang sulit bagi manusia untuk berbesar hati mengakui kesalahan tanpa mengeluarkan alasan sama sekali, dan itu sudah terjadi sejak dahulu, bahkan sejak kali pertama kejatuhan manusia dalam dosa. Kalaupun minta maaf, alasan masih tetap dikemukakan, setidaknya untuk mengurangi tanggungan konsekuensi yang akan ditimpakan atas kesalahan. Ada banyak pasangan suami istri yang terus saling menyalahkan, dan hal itu tidak akan pernah membawa perubahan positif, sebaliknya akan mengarahkan keduanya ke jurang kehancuran. Dari pengalaman saya sendiri, mengakui kesalahan secara tulus dan jujur tanpa alasan akan jauh lebih baik, meski mungkin ada konsekuensi yang harus kita tanggung akibat kesalahan itu. Apakah itu mengakui kesalahan terhadap orang lain, atau kepada Tuhan, permintaan maaf yang tulus tanpa akan lebih cepat selesai ketimbang terus membela diri lewat berbagai alasan yang akan membuat masalah semakin berlarut-larut dan mengakibatkan hilangnya kepercayaan orang kepada kita.
Dua renungan terdahulu berisi tentang contoh tokoh-tokoh Alkitab yang terus berdalih dengan berbagai alasan untuk menutupi kesalahan mereka. Dan kita pun sudah melihat apa akibatnya jika orang menolak untuk mengakui kesalahan dengan terus menciptakan alasan. Adam dan Hawa melakukannya, demikian pula Saul. Hari ini mari kita lihat seorang tokoh yang memilih untuk mengakui dengan jantan segala kesalahannya, yaitu Daud.
Daud memang seorang tokoh besar dalam Alkitab, tetapi dia tetap manusia biasa seperti kita, yang tidak luput dari kekhilafan. Daud terkenal dengan kedekatan atau keakrabannya dengan Tuhan, namun pada suatu waktu ia terjatuh dalam kesalahan besar. Diawali perzinahan dengan Batsyeba, Daud semakin jauh terperosok dalam dosa dengan melanjutkan kesalahannya mengatur kematian Uria, suami Batsyeba agar tewas dalam peperangan. Kisah ini bisa kita baca dengan lengkap dalam 2 Samuel 11. Kesalahan yang tidak main-main, itu jelas. Lalu nabi Natan pun datang menegurnya. Tidak seperti Saul yang terus membuat alasan, Daud mengambil keputusan yang tepat. Daud dengan jujur mengakui kesalahannya secara terbuka. "Lalu berkatalah Daud kepada Natan: "Aku sudah berdosa kepada TUHAN." (2 Samuel 12:13a). Lihat tidak ada pembelaan diri sama sekali dari Daud. Dia tidak mengajukan alasan apapun dan mengakui semuanya secara jujur seraya memohon ampun pada Tuhan. Daud tahu bahwa ia sudah mengecewakan Tuhan dan siap menanggung konsekuensi akibat dosa yang ia lakukan. Konsekuensi tetap jatuh atas Daud, namun itu tetap jauh lebih baik karena kerendahan hatinya untuk mengakui semua kesalahan kemudian berbuah pengampunan. "Dan Natan berkata kepada Daud: "TUHAN telah menjauhkan dosamu itu: engkau tidak akan mati." (ay 13b). Kita bisa melihat ratapan Daud yang berisi pengakuan dosanya ini dalam Mazmur 51:1-19. Dari rangkaian ayat-ayat ini kita bisa melihat bagaimana Daud memohon ampun dan mengakui dosanya tanpa membuat alasan apapun sama sekali. "Sebab aku sendiri sadar akan pelanggaranku, aku senantiasa bergumul dengan dosaku. Terhadap Engkau, terhadap Engkau sajalah aku telah berdosa dan melakukan apa yang Kauanggap jahat, supaya ternyata Engkau adil dalam putusan-Mu, bersih dalam penghukuman-Mu." (ay 5-6). Daud bukan manusia super yang sempurna. Dia sama seperti kita yang bisa terperosok dalam lumpur dosa. Apa yang membedakan adalah sikap hatinya yang mau mengakui segala kesalahannya dan siap untuk menerima hukuman dengan besar hati. Sebuah keputusan yang baik, karena kelak dalam Perjanjian Baru dikatakan "Sebab Daud melakukan kehendak Allah pada zamannya.." (Kisah Para Rasul 13:36).
Daripada terus berlindung dibalik alasan, jauh lebih baik untuk mengakui kesalahan secara terbuka dan meminta maaf dengan tulus. Meski kita bisa menipu manusia dengan alasan-alasan kita, tetapi kita tidak akan pernah bisa membohongi Tuhan. Melanggar perintah Tuhan berakibat dosa, namun "Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan." (1 Yohanes 1:9). Yesus juga berkata "Jika ya, hendaklah kamu katakan: ya, jika tidak, hendaklah kamu katakan: tidak. Apa yang lebih dari pada itu berasal dari si jahat." (Matius 5:37). Jika memang salah, akuilah dan terimalah konsekuensi dengan ikhlas. Tidak mudah memang, karena kita harus bisa mengalahkan ego, harga diri, wibawa dan lain-lain terlebih dahulu untuk sanggup melakukan itu. Daud adalah seorang raja, tetapi ia mampu melakukannya, dan kita bisa melihat hasilnya yang jauh berbeda dengan Saul, raja sebelum Daud yang mengambil keputusan yang salah dengan mengajukan alasan-alasan sebagai pembenaran. Hari ini marilah kita memiliki kerendahan hati untuk mau meminta maaf atas kesalahan yang kita perbuat tanpa mengambil alasan.
Alasan yang kita buat mungkin bisa menipu manusia, tetapi tidak akan pernah mampu memperdaya Tuhan
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Wednesday, November 24, 2010
Making Excuses (2): Kisah Saul
Ayat bacaan: 1 Samuel 15:24
=====================
"Berkatalah Saul kepada Samuel: "Aku telah berdosa, sebab telah kulangkahi titah TUHAN dan perkataanmu; tetapi aku takut kepada rakyat, karena itu aku mengabulkan permintaan mereka."
Apa yang ada di benak kebanyakan orang ketika terlambat? Rata-rata akan segera memutar otak untuk mencari alasan yang paling masuk akal. Jalanan macet, kehabisan bensin, ban pecah, mogok, dan banyak lagi alasan-alasan lainnya akan segera dijadikan alternatif untuk dipilih. Seandainya ada sekolah khusus di bidang membuat alasan, mungkin kita sudah bisa mendapatkan gelar setara doktor atau bahkan profesor. Betapa kreatifnya otak kita dalam merancang alasan. Jika berselisih dengan seseorang pun sama saja. Ketimbang menyampaikan maaf dengan tulus, kita akan lebih suka mengeluarkan jurus "sebab-akibat". "Saya terpaksa harus berbuat itu karena kamu begini, begitu.." dan sebagainya. Padahal kalau kita pikir baik-baik, semua keputusan ada di tangan kita. Kita cenderung untuk mencari alasan ketika bersalah, bahkan ketika kita sedang meminta maaf pun seringkali alasan-alasan ini masih juga tercetus keluar dari bibir kita. Setidaknya untuk mengurangi konsekuensi yang harus kita tanggung akibat kesalahan kita syukur-syukur jika bisa melepaskan kita sepenuhnya.
Kemarin kita sudah melihat bahwa sikap seperti ini sudah terjadi pada awal kejatuhan manusia dalam dosa. Sikap Adam dan Hawa yang ketahuan melanggar larangan Tuhan dengan memakan buah dari pohon pengetahuan akan baik dan buruk tidak mereka sikapi dengan jantan atau dewasa. Bukannya meminta maaf dengan tulus tetapi malah saling melempar kesalahan dan mencari alasan agar tidak dipersalahkan. Di awal terpuruknya manusia ke dalam dosa buat kali pertama, kecenderungan mencari alasan ini sudah terjadi, mendahului berbagai dosa-dosa lainnya yang akan muncul kelak setelahnya. Hari ini mari kita lihat sebuah contoh lain dalam mencari alasan lewat pribadi Saul.
Saul memulai segala sesuatu dengan sangat indah. Ia dikatakan sebagai orang yang elok rupanya dan bertubuh tinggi (1 Samuel 9:2). Ia juga dikatakan sebagai pribadi yang rendah hati (ay 20-21), penuh Roh Allah seperti halnya nabi (10:10-13). Tetapi awal yang indah itu ternyata tidak mampu ia pertahankan. Mulai dari 1 Samuel pasal 13 kita melihat tanda kejatuhan Saul. Kegemilangannya tidak diikuti dengan ketaatan dan kesetiaan pada Tuhan. Ia mulai kehilangan kesabaran, ia mulai dilanda ketakutan akan kehilangan jabatan sebagai raja dan berbagai kekhawatiran lainnya. Bukannya menyerahkan pada Tuhan, tetapi ia justru meminta petunjuk dari arwah karena gentar menghadapi bangsa Filistin dan takut tidak didukung lagi oleh bangsanya. (13:11-12).
Pada 1 Samuel 15 kita bisa melihat bagaimana Saul kembali membangkang terhadap Tuhan. Pada saat itu Saul diperintahkan untuk menumpas orang Amalek secara total, termasuk ternak-ternak yang mereka miliki. (ay 3). Tapi apa yang dilakukan Saul? "Tetapi Saul dan rakyat itu menyelamatkan Agag dan kambing domba dan lembu-lembu yang terbaik dan tambun, pula anak domba dan segala yang berharga: tidak mau mereka menumpas semuanya itu. Tetapi segala hewan yang tidak berharga dan yang buruk, itulah yang ditumpas mereka." (ay 9). Saul dan rakyatnya tidak menuruti perintah Tuhan. Mereka menyimpan ternak-ternak yang gemuk dan hanya menghabisi yang berada dalam kondisi buruk. Mereka merasa sayang jika membuang kesempatan untuk bisa menjadi makmur lewat ternak-ternak hasil rampasan itu. Dan akibatnya marahlah Tuhan. Tuhan bankah mengatakan "Aku menyesal, karena Aku telah menjadikan Saul raja, sebab ia telah berbalik dari pada Aku dan tidak melaksanakan firman-Ku." (ay 11). Ketika teguran Allah disampaikan lewat Samuel, apa reaksi Saul? Saul segera bikin berbagai macam alasan. "Jawab Saul: "Semuanya itu dibawa dari pada orang Amalek, sebab rakyat menyelamatkan kambing domba dan lembu-lembu yang terbaik dengan maksud untuk mempersembahkan korban kepada TUHAN, Allahmu; tetapi selebihnya telah kami tumpas." (ay 15). "Bukan membangkang, tapi justru kami sengaja menyimpannya untuk dipersembahkan kepada Tuhan kok.." begitu kira-kira pembelaan diri Saul. Alasan itu kembali ia ulangi pada ayat berikutnya. "Tetapi rakyat mengambil dari jarahan itu kambing domba dan lembu-lembu yang terbaik dari yang dikhususkan untuk ditumpas itu, untuk mempersembahkan korban kepada TUHAN, Allahmu, di Gilgal." (ay 21). Ketika Samuel terus mencecarnya hingga ia tidak bisa berkelit lagi, ia pun mengeluarkan alasan berikutnya. "Berkatalah Saul kepada Samuel: "Aku telah berdosa, sebab telah kulangkahi titah TUHAN dan perkataanmu; tetapi aku takut kepada rakyat, karena itu aku mengabulkan permintaan mereka." (ay 24). Kali ini Saul berdalih bahwa ia terpaksa melanggar karena takut kepada rakyat yang dipimpinnya. Saul memberikan berbagai alasan untuk memberi pembenaran atas pelanggarannya. Semua ini adalah pilihan yang keliru. Manusia mungkin bisa ditipu dengan alasan, tetapi kita tidak akan pernah bisa mengelabui Tuhan karena Tuhan jelas tahu segala-galanya. Tidak ada satupun yang tersembunyi bagi Tuhan. Kita bisa melihat akibatnya, karena segala awal gemilang yang ada pada Saul harus berakhir dengan kejatuhan dan kebinasaan.
Sesungguhnya tidak ada satupun hal yang tersembunyi bagi Tuhan. Mungkin kita bisa memperdaya manusia lewat alasan-alasan yang kita ciptakan, tetapi itu tidak akan pernah mampu memperdaya Tuhan. Pada saatnya kelak kita harus mempertanggungjawabkan segala-galanya di hadapan tahta Tuhan, termasuk pula berbagai alasan yang mungkin kita anggap biasa-biasa saja atau bukan apa-apa dibanding dosa-dosa lainnya yang menurut kita lebih serius. Dari contoh Saul kita bisa melihat bahwa terus bikin alasan bisa membuat kita kehilangan kepercayaan dari Tuhan. Pilihan ada pada kita. Apakah kita mau mengaku dengan jujur dan bertanggung jawab atas kesalahan kita, lalu mau bersikap dewasa dengan menanggung konsekuensinya atau kita memilih untuk terus membela diri dengan berbagai alasan lalu kehilangan kepercayaan Tuhan. Besok kita akan melihat sosok lain yang memilih untuk mengakui secara jantan seluruh kesalahannya dan bagaimana Tuhan memandang hal itu.
Jangan rusak permintaan maaf kita dengan berbagai alasan
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
=====================
"Berkatalah Saul kepada Samuel: "Aku telah berdosa, sebab telah kulangkahi titah TUHAN dan perkataanmu; tetapi aku takut kepada rakyat, karena itu aku mengabulkan permintaan mereka."
Apa yang ada di benak kebanyakan orang ketika terlambat? Rata-rata akan segera memutar otak untuk mencari alasan yang paling masuk akal. Jalanan macet, kehabisan bensin, ban pecah, mogok, dan banyak lagi alasan-alasan lainnya akan segera dijadikan alternatif untuk dipilih. Seandainya ada sekolah khusus di bidang membuat alasan, mungkin kita sudah bisa mendapatkan gelar setara doktor atau bahkan profesor. Betapa kreatifnya otak kita dalam merancang alasan. Jika berselisih dengan seseorang pun sama saja. Ketimbang menyampaikan maaf dengan tulus, kita akan lebih suka mengeluarkan jurus "sebab-akibat". "Saya terpaksa harus berbuat itu karena kamu begini, begitu.." dan sebagainya. Padahal kalau kita pikir baik-baik, semua keputusan ada di tangan kita. Kita cenderung untuk mencari alasan ketika bersalah, bahkan ketika kita sedang meminta maaf pun seringkali alasan-alasan ini masih juga tercetus keluar dari bibir kita. Setidaknya untuk mengurangi konsekuensi yang harus kita tanggung akibat kesalahan kita syukur-syukur jika bisa melepaskan kita sepenuhnya.
Kemarin kita sudah melihat bahwa sikap seperti ini sudah terjadi pada awal kejatuhan manusia dalam dosa. Sikap Adam dan Hawa yang ketahuan melanggar larangan Tuhan dengan memakan buah dari pohon pengetahuan akan baik dan buruk tidak mereka sikapi dengan jantan atau dewasa. Bukannya meminta maaf dengan tulus tetapi malah saling melempar kesalahan dan mencari alasan agar tidak dipersalahkan. Di awal terpuruknya manusia ke dalam dosa buat kali pertama, kecenderungan mencari alasan ini sudah terjadi, mendahului berbagai dosa-dosa lainnya yang akan muncul kelak setelahnya. Hari ini mari kita lihat sebuah contoh lain dalam mencari alasan lewat pribadi Saul.
Saul memulai segala sesuatu dengan sangat indah. Ia dikatakan sebagai orang yang elok rupanya dan bertubuh tinggi (1 Samuel 9:2). Ia juga dikatakan sebagai pribadi yang rendah hati (ay 20-21), penuh Roh Allah seperti halnya nabi (10:10-13). Tetapi awal yang indah itu ternyata tidak mampu ia pertahankan. Mulai dari 1 Samuel pasal 13 kita melihat tanda kejatuhan Saul. Kegemilangannya tidak diikuti dengan ketaatan dan kesetiaan pada Tuhan. Ia mulai kehilangan kesabaran, ia mulai dilanda ketakutan akan kehilangan jabatan sebagai raja dan berbagai kekhawatiran lainnya. Bukannya menyerahkan pada Tuhan, tetapi ia justru meminta petunjuk dari arwah karena gentar menghadapi bangsa Filistin dan takut tidak didukung lagi oleh bangsanya. (13:11-12).
Pada 1 Samuel 15 kita bisa melihat bagaimana Saul kembali membangkang terhadap Tuhan. Pada saat itu Saul diperintahkan untuk menumpas orang Amalek secara total, termasuk ternak-ternak yang mereka miliki. (ay 3). Tapi apa yang dilakukan Saul? "Tetapi Saul dan rakyat itu menyelamatkan Agag dan kambing domba dan lembu-lembu yang terbaik dan tambun, pula anak domba dan segala yang berharga: tidak mau mereka menumpas semuanya itu. Tetapi segala hewan yang tidak berharga dan yang buruk, itulah yang ditumpas mereka." (ay 9). Saul dan rakyatnya tidak menuruti perintah Tuhan. Mereka menyimpan ternak-ternak yang gemuk dan hanya menghabisi yang berada dalam kondisi buruk. Mereka merasa sayang jika membuang kesempatan untuk bisa menjadi makmur lewat ternak-ternak hasil rampasan itu. Dan akibatnya marahlah Tuhan. Tuhan bankah mengatakan "Aku menyesal, karena Aku telah menjadikan Saul raja, sebab ia telah berbalik dari pada Aku dan tidak melaksanakan firman-Ku." (ay 11). Ketika teguran Allah disampaikan lewat Samuel, apa reaksi Saul? Saul segera bikin berbagai macam alasan. "Jawab Saul: "Semuanya itu dibawa dari pada orang Amalek, sebab rakyat menyelamatkan kambing domba dan lembu-lembu yang terbaik dengan maksud untuk mempersembahkan korban kepada TUHAN, Allahmu; tetapi selebihnya telah kami tumpas." (ay 15). "Bukan membangkang, tapi justru kami sengaja menyimpannya untuk dipersembahkan kepada Tuhan kok.." begitu kira-kira pembelaan diri Saul. Alasan itu kembali ia ulangi pada ayat berikutnya. "Tetapi rakyat mengambil dari jarahan itu kambing domba dan lembu-lembu yang terbaik dari yang dikhususkan untuk ditumpas itu, untuk mempersembahkan korban kepada TUHAN, Allahmu, di Gilgal." (ay 21). Ketika Samuel terus mencecarnya hingga ia tidak bisa berkelit lagi, ia pun mengeluarkan alasan berikutnya. "Berkatalah Saul kepada Samuel: "Aku telah berdosa, sebab telah kulangkahi titah TUHAN dan perkataanmu; tetapi aku takut kepada rakyat, karena itu aku mengabulkan permintaan mereka." (ay 24). Kali ini Saul berdalih bahwa ia terpaksa melanggar karena takut kepada rakyat yang dipimpinnya. Saul memberikan berbagai alasan untuk memberi pembenaran atas pelanggarannya. Semua ini adalah pilihan yang keliru. Manusia mungkin bisa ditipu dengan alasan, tetapi kita tidak akan pernah bisa mengelabui Tuhan karena Tuhan jelas tahu segala-galanya. Tidak ada satupun yang tersembunyi bagi Tuhan. Kita bisa melihat akibatnya, karena segala awal gemilang yang ada pada Saul harus berakhir dengan kejatuhan dan kebinasaan.
Sesungguhnya tidak ada satupun hal yang tersembunyi bagi Tuhan. Mungkin kita bisa memperdaya manusia lewat alasan-alasan yang kita ciptakan, tetapi itu tidak akan pernah mampu memperdaya Tuhan. Pada saatnya kelak kita harus mempertanggungjawabkan segala-galanya di hadapan tahta Tuhan, termasuk pula berbagai alasan yang mungkin kita anggap biasa-biasa saja atau bukan apa-apa dibanding dosa-dosa lainnya yang menurut kita lebih serius. Dari contoh Saul kita bisa melihat bahwa terus bikin alasan bisa membuat kita kehilangan kepercayaan dari Tuhan. Pilihan ada pada kita. Apakah kita mau mengaku dengan jujur dan bertanggung jawab atas kesalahan kita, lalu mau bersikap dewasa dengan menanggung konsekuensinya atau kita memilih untuk terus membela diri dengan berbagai alasan lalu kehilangan kepercayaan Tuhan. Besok kita akan melihat sosok lain yang memilih untuk mengakui secara jantan seluruh kesalahannya dan bagaimana Tuhan memandang hal itu.
Jangan rusak permintaan maaf kita dengan berbagai alasan
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Tuesday, November 23, 2010
Making Excuses (1 ): Kisah Adam dan Hawa
Ayat bacaan: Kejadian 3:13
====================
"Kemudian berfirmanlah TUHAN Allah kepada perempuan itu: "Apakah yang telah kauperbuat ini?" Jawab perempuan itu: "Ular itu yang memperdayakan aku, maka kumakan."
Seberapa besar kita mampu berbesar hati mengakui kesalahan kita? Banyak orang sulit melakukan itu. Meski dalam keadaan terdesak dan jelas-jelas salah sekalipun kebanyakan orang akan tetap berusaha mencari alasan, syukur-syukur bisa menjadi pembenaran, atau setidaknya mengurangi beban kesalahan. Betapa kreatifnya orang ketika menciptakan berbagai alasan dalam pikirannya. Mulai dari alasan klasik seperti kurang sehat, mobil mogok, macet hingga yang jauh lebih kreatif dari itu. Tidakkah anda pernah heran melihat anak-anak kecil saja sudah seperti terlatih untuk mencari alasan dan berbohong padahal tidak ada yang mengajarkan mereka untuk itu? Mungkin kita pun pernah atau masih melakukannya hingga hari ini atau pada waktu-waktu tertentu. Mengakui kesalahan secara tulus tanpa alasan tidaklah gampang, karena kita harus melawan ego, harga diri, wibawa dan lain-lain, bahkan juga harus siap menerima konsekuensi akibat kesalahan kita. Berat memang, dan hal itu sudah ditunjukkan sejak jaman dahulu kala, bahkan pada saat pertama kali manusia jatuh ke dalam dosa.
Ketika Hawa tergiur dengan buah dari pohon pengetahuan tentang baik dan jahat yang terletak di tengah-tengah taman Eden dan kemudian melanggar larangan Allah, di saat itulah kejatuhan manusia ke dalam dosa yang konsekuensinya masih kita rasakan hingga hari ini. Memang benar, adalah ular yang mempengaruhi Hawa untuk memakan buah dari pohon itu, tetapi keputusan apakah mau menuruti Tuhan atau ular ada di tangan Hawa. Hawa memutuskan untuk mendengar ular, dan seterusnya berbagi kepada Adam. Lagi-lagi keputusan ada di tangan Adam apakah ia mau mematuhi Tuhan atau melanggarnya dengan mengikuti kesalahan Hawa. Adam memilih untuk menuruti Hawa. Maka jatuhlah manusia ke dalam dosa untuk pertama kali. Tuhan pun marah menegur Adam. Apa jawaban Adam? "Manusia itu menjawab: "Perempuan yang Kautempatkan di sisiku, dialah yang memberi dari buah pohon itu kepadaku, maka kumakan." (Kejadian 3:12). Bukan meminta maaf, tetapi dengan segera melemparkan kesalahan kepada Hawa. Lantas Tuhan pun menegur Hawa. Tetapi apa jawab Hawa? "Jawab perempuan itu: "Ular itu yang memperdayakan aku, maka kumakan." (ay 13b). Lihatlah estafet melempar kesalahan yang terjadi pada waktu itu. Dan marahlah Tuhan. Tidak saja ular yang dihukum berat, tetapi Adam dan Hawa pun dijatuhi hukuman berat. Wanita berusah payah mengandung penuh kesakitan, sementara pria harus bersusah payah banting tulang dalam mencari nafkah seumur hidupnya. Semua ini berawal dari pelanggaran terhadap larangan Tuhan dan keengganan untuk mengakui kesalahan secara tulus. Kapan manusia mulai belajar untuk mencari alasan? Dari kisah awal kejatuhan manusia ini kita bisa melihat asal mulanya, yaitu sejak dosa mulai menguasai manusia.
Apa yang dilakukan Adam dan Hawa pada saat perbuatan keliru mereka diketahui Tuhan sungguh berakibat fatal. Dari sanalah dosa kemudian menyeruak masuk menguasai hidup manusia dari masa ke masa hingga hari ini. Adalah kasih Tuhan yang luar biasa besar bagi kita yang akhirnya menyelesaikannya lewat Yesus Kristus. "Demikian pula Kristus hanya satu kali saja mengorbankan diri-Nya untuk menanggung dosa banyak orang. Sesudah itu Ia akan menyatakan diri-Nya sekali lagi tanpa menanggung dosa untuk menganugerahkan keselamatan kepada mereka, yang menantikan Dia." (Ibrani 9:28). Tanpa Yesus niscaya manusia akan terus bergelimang dosa dan kehilangan peluangnya akan keselamatan kekal. Puji Tuhan dan bersyukurlah untuk itu. Saya akan memberikan sebuah contoh lagi besok mengenai "making excuses" atau mencari alasan atas sebuah kesalahan yang dilakukan.
Belajarlah mengakui kesalahan dengan tulus tanpa mencari alasan sebagai pembenaran
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
====================
"Kemudian berfirmanlah TUHAN Allah kepada perempuan itu: "Apakah yang telah kauperbuat ini?" Jawab perempuan itu: "Ular itu yang memperdayakan aku, maka kumakan."
Seberapa besar kita mampu berbesar hati mengakui kesalahan kita? Banyak orang sulit melakukan itu. Meski dalam keadaan terdesak dan jelas-jelas salah sekalipun kebanyakan orang akan tetap berusaha mencari alasan, syukur-syukur bisa menjadi pembenaran, atau setidaknya mengurangi beban kesalahan. Betapa kreatifnya orang ketika menciptakan berbagai alasan dalam pikirannya. Mulai dari alasan klasik seperti kurang sehat, mobil mogok, macet hingga yang jauh lebih kreatif dari itu. Tidakkah anda pernah heran melihat anak-anak kecil saja sudah seperti terlatih untuk mencari alasan dan berbohong padahal tidak ada yang mengajarkan mereka untuk itu? Mungkin kita pun pernah atau masih melakukannya hingga hari ini atau pada waktu-waktu tertentu. Mengakui kesalahan secara tulus tanpa alasan tidaklah gampang, karena kita harus melawan ego, harga diri, wibawa dan lain-lain, bahkan juga harus siap menerima konsekuensi akibat kesalahan kita. Berat memang, dan hal itu sudah ditunjukkan sejak jaman dahulu kala, bahkan pada saat pertama kali manusia jatuh ke dalam dosa.
Ketika Hawa tergiur dengan buah dari pohon pengetahuan tentang baik dan jahat yang terletak di tengah-tengah taman Eden dan kemudian melanggar larangan Allah, di saat itulah kejatuhan manusia ke dalam dosa yang konsekuensinya masih kita rasakan hingga hari ini. Memang benar, adalah ular yang mempengaruhi Hawa untuk memakan buah dari pohon itu, tetapi keputusan apakah mau menuruti Tuhan atau ular ada di tangan Hawa. Hawa memutuskan untuk mendengar ular, dan seterusnya berbagi kepada Adam. Lagi-lagi keputusan ada di tangan Adam apakah ia mau mematuhi Tuhan atau melanggarnya dengan mengikuti kesalahan Hawa. Adam memilih untuk menuruti Hawa. Maka jatuhlah manusia ke dalam dosa untuk pertama kali. Tuhan pun marah menegur Adam. Apa jawaban Adam? "Manusia itu menjawab: "Perempuan yang Kautempatkan di sisiku, dialah yang memberi dari buah pohon itu kepadaku, maka kumakan." (Kejadian 3:12). Bukan meminta maaf, tetapi dengan segera melemparkan kesalahan kepada Hawa. Lantas Tuhan pun menegur Hawa. Tetapi apa jawab Hawa? "Jawab perempuan itu: "Ular itu yang memperdayakan aku, maka kumakan." (ay 13b). Lihatlah estafet melempar kesalahan yang terjadi pada waktu itu. Dan marahlah Tuhan. Tidak saja ular yang dihukum berat, tetapi Adam dan Hawa pun dijatuhi hukuman berat. Wanita berusah payah mengandung penuh kesakitan, sementara pria harus bersusah payah banting tulang dalam mencari nafkah seumur hidupnya. Semua ini berawal dari pelanggaran terhadap larangan Tuhan dan keengganan untuk mengakui kesalahan secara tulus. Kapan manusia mulai belajar untuk mencari alasan? Dari kisah awal kejatuhan manusia ini kita bisa melihat asal mulanya, yaitu sejak dosa mulai menguasai manusia.
Apa yang dilakukan Adam dan Hawa pada saat perbuatan keliru mereka diketahui Tuhan sungguh berakibat fatal. Dari sanalah dosa kemudian menyeruak masuk menguasai hidup manusia dari masa ke masa hingga hari ini. Adalah kasih Tuhan yang luar biasa besar bagi kita yang akhirnya menyelesaikannya lewat Yesus Kristus. "Demikian pula Kristus hanya satu kali saja mengorbankan diri-Nya untuk menanggung dosa banyak orang. Sesudah itu Ia akan menyatakan diri-Nya sekali lagi tanpa menanggung dosa untuk menganugerahkan keselamatan kepada mereka, yang menantikan Dia." (Ibrani 9:28). Tanpa Yesus niscaya manusia akan terus bergelimang dosa dan kehilangan peluangnya akan keselamatan kekal. Puji Tuhan dan bersyukurlah untuk itu. Saya akan memberikan sebuah contoh lagi besok mengenai "making excuses" atau mencari alasan atas sebuah kesalahan yang dilakukan.
Belajarlah mengakui kesalahan dengan tulus tanpa mencari alasan sebagai pembenaran
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Monday, November 22, 2010
Kemurahan Hati
Ayat bacaan: Lukas 6:36
==================
"Hendaklah kamu murah hati, sama seperti Bapamu adalah murah hati."
Kapan waktu yang paling tepat untuk mulai bermurah hati? Banyak orang yang menganggap dirinya belum sanggup untuk memberi karena masih merasa miskin. "Nantilah kalau saya sudah kaya." kata teman saya dengan ringan ketika melihat seorang peminta-minta. Di sisi lain ada orang yang rajin memberi, tetapi mereka memberi karena mengharapkan sebuah balasan. Apakah agar proyeknya "gol", demi suatu keperluan, karena menginginkan sesuatu, agar menang, terpilih dan lain-lain. Ada banyak motivasi di balik memberi, dan apa yang saya sebutkan di atas bukanlah hal memberi yang didasari oleh kemurahan hati. Itu adalah pemberian yang didasarkan pada sebuah tujuan untuk memperoleh sesuatu sebagai balasan atas apa yang dikeluarkan.
Alkitab banyak berbicara mengenai keikhlasan untuk memberi yang didasarkan kepada kemurahan hati, baik lewat firman-firman Tuhan maupun contoh-contoh dari berbagai tokoh. Coba lihat janda miskin di Sarfat dalam Perjanjian Lama yang memberi Elia makan dalam kekurangannya. Pada saat itu Elia tiba di Sarfat yang tengah mengalami kemarau panjang. Ia bertemu dengan seorang janda miskin. Ketika Elia meminta roti kepada sang janda, "perempuan itu menjawab: "Demi TUHAN, Allahmu, yang hidup, sesungguhnya tidak ada roti padaku sedikitpun, kecuali segenggam tepung dalam tempayan dan sedikit minyak dalam buli-buli. Dan sekarang aku sedang mengumpulkan dua tiga potong kayu api, kemudian aku mau pulang dan mengolahnya bagiku dan bagi anakku, dan setelah kami memakannya, maka kami akan mati." (1 Raja Raja 17:12). Lihat bagaimana beratnya kehidupan ibu janda ini. Ia cuma punya segenggam tepung dan sedikit minyak serta dua tiga potong kayu api. Itupun masih harus dibagi dua dengan anaknya. Tetapi kemudian kita melihat bagaimana persediaan terakhirnya yang sangat sedikit itu rela ia berikan kepada Elia. Ia membuat roti untuk Elia dan membiarkan Elia menghabiskannya.
Dalam Perjanjian Baru kita melihat kisah janda lainnya di Bait Allah yang diamati Yesus ketika memberikan persembahan. Tidak seperti orang-orang kaya yang mungkin memasukkan amplop besar, janda miskin ini memasukkan dua peser saja ke dalam peti. Tetapi hal itu mendapat perhatian dari Yesus, "Lalu Ia berkata: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya janda miskin ini memberi lebih banyak dari pada semua orang itu." (Lukas 21:3). Mengapa bisa demikian? "Sebab mereka semua memberi persembahannya dari kelimpahannya, tetapi janda ini memberi dari kekurangannya, bahkan ia memberi seluruh nafkahnya." (ay 4). Janda ini rela memberi dalam kekurangannya, bahkan semua uang yang ia miliki ia berikan dengan sukarela. Dua janda dalam dua masa yang berbeda, sama-sama miskin, sama-sama menderita, sama-sama berkekurangan, tetapi keduanya sama-sama memiliki hati yang luar biasa untuk memberi.
Namanya kemurahan hati, artinya kemurahan jelas merupakan sikap hati. Karena merupakan sebuah sikap hati, artinya itu tidak tergantung dari berapa jumlah harta yang kita miliki. Ketika kemurahan mewarnai sikap hati kita, kita akan rela memberi dengan sukacita tanpa peduli apapun keadaan kita saat ini. Mengapa kita harus memiliki sikap kemurahan ini? Karena Allah yang kita sembah adalah Bapa yang murah hati. Hal ini ditegaskan Yesus sendiri yang bisa kita baca di dalam Alkitab. "Hendaklah kamu murah hati, sama seperti Bapamu adalah murah hati." (Lukas 6:36). Murah hati adalah bagian dari kasih (1 Korintus 13:4). Dan kasih jelas merupakan sesuatu yang mutlak untuk dimiliki oleh orang-orang percaya. Kita harus malu ketika mengaku anak Tuhan tetapi tidak memiliki kasih, dimana salah satu bentuknya adalah keengganan atau beratnya dalam memberi. Tepat seperti apa yang dikatakan Yohanes, "Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih" (1 Yohanes 4:8). God is love. Mengaku mengenal Allah artinya kita mengenal kasih. Dan bagaimana kita berani mengaku mengerti akan artinya kasih apabila kita merasa rugi untuk memberi kepada mereka yang hidup berkekurangan?
Tuhan adalah kasih, dan Tuhan itu murah hati. Dia selalu memberi segala sesuatu yang terbaik bagi kita, bahkan anakNya yang tunggal pun Dia relakan untuk menebus kita semua dari jurang kebinasaan menuju keselamatan yang kekal. Lihatlah bagaimana sikap hati Allah sendiri sebagai Giver atau Pemberi. Hal seperti inilah yang harus mewarnai sikap hati kita sebagai orang percaya.
Dua janda yang saya angkat menjadi contoh hari ini hendaknya mampu memberikan keteladanan nyata dalam hal memberi. Adakah yang harus ditunggu agar mampu memberi? Sesungguhnya tidak. Kita tetap bisa memberi dalam kekurangan dan keterbatasan kita, kita bisa melakukannya dengan penuh sukacita apabila sikap kemurahan tumbuh subur dalam hati kita. Tidak perlu berpikir terlalu jauh untuk memberi berjuta-juta kepada orang lain yang kelaparan, tapi sudahkah kita melakukan sesuatu bagi orang disekitar kita meski nilainya sedikit? Atau sudahkah kita memberikan waktu, perhatian, kasih sayang kepada keluarga kita sendiri? Sudahkah kita berada dengan mereka di saat mereka butuh kehadiran kita? Itupun termasuk dalam kategori memberi. Kalau begitu, kapan kita sebaiknya mulai memberi? Mengapa tidak sekarang juga?
Memberi seharusnya merupakan sikap hati orang percaya karena Bapa pun murah hati
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
==================
"Hendaklah kamu murah hati, sama seperti Bapamu adalah murah hati."
Kapan waktu yang paling tepat untuk mulai bermurah hati? Banyak orang yang menganggap dirinya belum sanggup untuk memberi karena masih merasa miskin. "Nantilah kalau saya sudah kaya." kata teman saya dengan ringan ketika melihat seorang peminta-minta. Di sisi lain ada orang yang rajin memberi, tetapi mereka memberi karena mengharapkan sebuah balasan. Apakah agar proyeknya "gol", demi suatu keperluan, karena menginginkan sesuatu, agar menang, terpilih dan lain-lain. Ada banyak motivasi di balik memberi, dan apa yang saya sebutkan di atas bukanlah hal memberi yang didasari oleh kemurahan hati. Itu adalah pemberian yang didasarkan pada sebuah tujuan untuk memperoleh sesuatu sebagai balasan atas apa yang dikeluarkan.
Alkitab banyak berbicara mengenai keikhlasan untuk memberi yang didasarkan kepada kemurahan hati, baik lewat firman-firman Tuhan maupun contoh-contoh dari berbagai tokoh. Coba lihat janda miskin di Sarfat dalam Perjanjian Lama yang memberi Elia makan dalam kekurangannya. Pada saat itu Elia tiba di Sarfat yang tengah mengalami kemarau panjang. Ia bertemu dengan seorang janda miskin. Ketika Elia meminta roti kepada sang janda, "perempuan itu menjawab: "Demi TUHAN, Allahmu, yang hidup, sesungguhnya tidak ada roti padaku sedikitpun, kecuali segenggam tepung dalam tempayan dan sedikit minyak dalam buli-buli. Dan sekarang aku sedang mengumpulkan dua tiga potong kayu api, kemudian aku mau pulang dan mengolahnya bagiku dan bagi anakku, dan setelah kami memakannya, maka kami akan mati." (1 Raja Raja 17:12). Lihat bagaimana beratnya kehidupan ibu janda ini. Ia cuma punya segenggam tepung dan sedikit minyak serta dua tiga potong kayu api. Itupun masih harus dibagi dua dengan anaknya. Tetapi kemudian kita melihat bagaimana persediaan terakhirnya yang sangat sedikit itu rela ia berikan kepada Elia. Ia membuat roti untuk Elia dan membiarkan Elia menghabiskannya.
Dalam Perjanjian Baru kita melihat kisah janda lainnya di Bait Allah yang diamati Yesus ketika memberikan persembahan. Tidak seperti orang-orang kaya yang mungkin memasukkan amplop besar, janda miskin ini memasukkan dua peser saja ke dalam peti. Tetapi hal itu mendapat perhatian dari Yesus, "Lalu Ia berkata: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya janda miskin ini memberi lebih banyak dari pada semua orang itu." (Lukas 21:3). Mengapa bisa demikian? "Sebab mereka semua memberi persembahannya dari kelimpahannya, tetapi janda ini memberi dari kekurangannya, bahkan ia memberi seluruh nafkahnya." (ay 4). Janda ini rela memberi dalam kekurangannya, bahkan semua uang yang ia miliki ia berikan dengan sukarela. Dua janda dalam dua masa yang berbeda, sama-sama miskin, sama-sama menderita, sama-sama berkekurangan, tetapi keduanya sama-sama memiliki hati yang luar biasa untuk memberi.
Namanya kemurahan hati, artinya kemurahan jelas merupakan sikap hati. Karena merupakan sebuah sikap hati, artinya itu tidak tergantung dari berapa jumlah harta yang kita miliki. Ketika kemurahan mewarnai sikap hati kita, kita akan rela memberi dengan sukacita tanpa peduli apapun keadaan kita saat ini. Mengapa kita harus memiliki sikap kemurahan ini? Karena Allah yang kita sembah adalah Bapa yang murah hati. Hal ini ditegaskan Yesus sendiri yang bisa kita baca di dalam Alkitab. "Hendaklah kamu murah hati, sama seperti Bapamu adalah murah hati." (Lukas 6:36). Murah hati adalah bagian dari kasih (1 Korintus 13:4). Dan kasih jelas merupakan sesuatu yang mutlak untuk dimiliki oleh orang-orang percaya. Kita harus malu ketika mengaku anak Tuhan tetapi tidak memiliki kasih, dimana salah satu bentuknya adalah keengganan atau beratnya dalam memberi. Tepat seperti apa yang dikatakan Yohanes, "Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih" (1 Yohanes 4:8). God is love. Mengaku mengenal Allah artinya kita mengenal kasih. Dan bagaimana kita berani mengaku mengerti akan artinya kasih apabila kita merasa rugi untuk memberi kepada mereka yang hidup berkekurangan?
Tuhan adalah kasih, dan Tuhan itu murah hati. Dia selalu memberi segala sesuatu yang terbaik bagi kita, bahkan anakNya yang tunggal pun Dia relakan untuk menebus kita semua dari jurang kebinasaan menuju keselamatan yang kekal. Lihatlah bagaimana sikap hati Allah sendiri sebagai Giver atau Pemberi. Hal seperti inilah yang harus mewarnai sikap hati kita sebagai orang percaya.
Dua janda yang saya angkat menjadi contoh hari ini hendaknya mampu memberikan keteladanan nyata dalam hal memberi. Adakah yang harus ditunggu agar mampu memberi? Sesungguhnya tidak. Kita tetap bisa memberi dalam kekurangan dan keterbatasan kita, kita bisa melakukannya dengan penuh sukacita apabila sikap kemurahan tumbuh subur dalam hati kita. Tidak perlu berpikir terlalu jauh untuk memberi berjuta-juta kepada orang lain yang kelaparan, tapi sudahkah kita melakukan sesuatu bagi orang disekitar kita meski nilainya sedikit? Atau sudahkah kita memberikan waktu, perhatian, kasih sayang kepada keluarga kita sendiri? Sudahkah kita berada dengan mereka di saat mereka butuh kehadiran kita? Itupun termasuk dalam kategori memberi. Kalau begitu, kapan kita sebaiknya mulai memberi? Mengapa tidak sekarang juga?
Memberi seharusnya merupakan sikap hati orang percaya karena Bapa pun murah hati
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Sunday, November 21, 2010
Berjalan Dalam Rencana Tuhan
Ayat bacaan: Yeremia 29:11
====================
"Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan."
Dua anjing, dua sifat yang bertolak belakang. Saya selalu merasa lucu melihat keduanya. Yang satu begitu penakut. Jika hujan turun ia pun akan bersembunyi dikolong meja dan takut untuk keluar. Bukan air yang ia takutkan, tetapi bunyi guruh atau kilat. Dia memang sensitif terhadap bunyi-bunyian yang keras. Jika bunyi guruh saja takut, apalagi petasan. Setiap menjelang perayaan hari besar kami pun repot karenanya. Sementara anjing yang satu lagi justru sebaliknya. Tidak sedikitpun punya rasa takut. Pintu terbuka sedikit ia akan segera lari keluar. Dia tidak menyadari sama sekali bahwa berbagai bahaya mengintainya apabila ia berada diluar pengawasan. Kedua sifat ini bertolak belakang, tetapi keduanya tidak baik. Yang satu ketakutan berlebihan, yang satu berani berlebihan. Apa yang baik adalah berada ditengah-tengah. Tidak takut tetapi tidak pula nekad. Tetapi ingatlah bahwa itu hanya bisa kita lakukan dengan nyaman jika kita mengetahui rencana Tuhan dalam hidup kita.
Ada banyak orang yang belum mengetahui apa yang menjadi rencana Tuhan dalam hidup mereka. Akibatnya kerap mereka melakukan keputusan-keputusan yang keliru, tergesa-gesa dalam melangkah dan akibatnya merugikan. Di sisi lain ada banyak pula yang tidak kunjung berani mengambil keputusan apapun karena selalu dicekam rasa takut. Mengetahui rencana Tuhan akan membuat kita bisa melangkah dengan berani dan penuh keyakinan selama disertai dengan iman yang teguh.
Apa yang direncanakan Tuhan pada kita? Segala sesuatu yang indah, penuh harapan. Lihatlah ayat berikut ini berbicara sangat jelas akan hal tersebut. "Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan." (Yeremia 29:11) Lihatlah apa yang disediakan Tuhan sesungguhnya begitu luar biasa indahnya. It even contains a promise of better future. Betapa sayangnya apabila kita melewatkan rancangan yang terbaik ini dalam perjalanan hidup kita.
Bagaimana agar kita bisa mengetahui rancangan Tuhan terhadap kita? Mari kita lihat ayat selanjutnya. "Dan apabila kamu berseru dan datang untuk berdoa kepada-Ku, maka Aku akan mendengarkan kamu." (ay 12). Berdoalah, dan mintalah kepada Tuhan untuk menunjukkan apa yang menjadi rencanaNya bagi kita. Tuhan akan selalu mendengarkan kita, itu janji Tuhan. Lalu selanjutnya "apabila kamu mencari Aku, kamu akan menemukan Aku; apabila kamu menanyakan Aku dengan segenap hati, Aku akan memberi kamu menemukan Aku, demikianlah firman TUHAN." (ay 13-14a). Tuhan tidak pernah mau menjauhkan diri dari kita. Dia akan selalu terbuka untuk ditemui, kapan saja, dimana saja. Apa yang bisa membuat Tuhan memalingkan muka dari kita adalah kejahatan dan dosa-dosa yang kita lakukan. (Yesaya 59:2). Jika kita sudah membereskan semua ganjalan itu maka Tuhan pun akan kembali bisa kita temukan. Kita bisa setiap saat bertanya kepadaNya apa yang menjadi rencanaNya bagi kita, apa yang harus kita lakukan, dan meminta hikmat untuk menerangi akal pikiran kita untuk bisa mengetahui rancanganNya.
Selanjutnya mari kita lihat ayat berikut ini: "Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah." (Roma 8:28) Allah akan selalu turut bekerja dalam segala sesuatu yang mendatangkan kebaikan bagi kita, orang-orang yang mengasihi Dia, yang berjalan sesuai dengan rencana Allah. Itu sebuah janji akan penyertaanNya dalam penggenapan rencana Tuhan dalam hidup kita. Ketika kita sudah mengetahui apa yang menjadi rencanaNya, kita bisa melakukan yang terbaik untuk itu, dan selalu mempersembahkan ucapan syukur kita. Disanalah kita tidak lagi perlu takut menghadapi rintangan apapun. Mengapa harus takut? Bukankah kita seturut rencanaNya dan berjalan melintasi itu bersama dengan Tuhan? Dan disanalah kita akan mengalami hal-hal yang luar biasa yang telah Dia sediakan sejak semula. We can experience the impossible, we can have the unthinkable, simply because we are walking as He has planned. We can go boldly with Him without fear no matter what lies ahead.
Kepada setiap anak-anakNya Tuhan sudah menyediakan rancangan damai sejahtera yang sangat indah lengkap dengan hari depan yang penuh harapan. Adalah penting bagi kita untuk menangkap apa yang menjadi rencanaNya, dan berjalanlah di dalamnya. Tuailah semua yang dirancangkan Tuhan pada diri anda dan jadilah orang yang sukses. Menjadi kepala dan bukan ekor, tetap naik dan bukan turun. (Ulangan 28:13). Ketika anda melakukan hal ini, anda akan mengalami kemenangan demi kemenangan, bahkan yang tidak terpikirkan sebelumnya oleh anda sekalipun. Apapun yang menjadi bagian anda, lakukanlah dengan sungguh-sungguh. Anda tidak akan perlu diliputi rasa takut lagi meski ketika berhadapan dengan kesulitan sebesar apapun. Sudahkah anda menemukan rencanaNya dalam hidup anda? Find His will, and walk with Him towards it.
Menemukan rencana Tuhan dan berjalan seturut itu akan membuat kita mampu berjalan tanpa rasa takut
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
====================
"Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan."
Dua anjing, dua sifat yang bertolak belakang. Saya selalu merasa lucu melihat keduanya. Yang satu begitu penakut. Jika hujan turun ia pun akan bersembunyi dikolong meja dan takut untuk keluar. Bukan air yang ia takutkan, tetapi bunyi guruh atau kilat. Dia memang sensitif terhadap bunyi-bunyian yang keras. Jika bunyi guruh saja takut, apalagi petasan. Setiap menjelang perayaan hari besar kami pun repot karenanya. Sementara anjing yang satu lagi justru sebaliknya. Tidak sedikitpun punya rasa takut. Pintu terbuka sedikit ia akan segera lari keluar. Dia tidak menyadari sama sekali bahwa berbagai bahaya mengintainya apabila ia berada diluar pengawasan. Kedua sifat ini bertolak belakang, tetapi keduanya tidak baik. Yang satu ketakutan berlebihan, yang satu berani berlebihan. Apa yang baik adalah berada ditengah-tengah. Tidak takut tetapi tidak pula nekad. Tetapi ingatlah bahwa itu hanya bisa kita lakukan dengan nyaman jika kita mengetahui rencana Tuhan dalam hidup kita.
Ada banyak orang yang belum mengetahui apa yang menjadi rencana Tuhan dalam hidup mereka. Akibatnya kerap mereka melakukan keputusan-keputusan yang keliru, tergesa-gesa dalam melangkah dan akibatnya merugikan. Di sisi lain ada banyak pula yang tidak kunjung berani mengambil keputusan apapun karena selalu dicekam rasa takut. Mengetahui rencana Tuhan akan membuat kita bisa melangkah dengan berani dan penuh keyakinan selama disertai dengan iman yang teguh.
Apa yang direncanakan Tuhan pada kita? Segala sesuatu yang indah, penuh harapan. Lihatlah ayat berikut ini berbicara sangat jelas akan hal tersebut. "Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan." (Yeremia 29:11) Lihatlah apa yang disediakan Tuhan sesungguhnya begitu luar biasa indahnya. It even contains a promise of better future. Betapa sayangnya apabila kita melewatkan rancangan yang terbaik ini dalam perjalanan hidup kita.
Bagaimana agar kita bisa mengetahui rancangan Tuhan terhadap kita? Mari kita lihat ayat selanjutnya. "Dan apabila kamu berseru dan datang untuk berdoa kepada-Ku, maka Aku akan mendengarkan kamu." (ay 12). Berdoalah, dan mintalah kepada Tuhan untuk menunjukkan apa yang menjadi rencanaNya bagi kita. Tuhan akan selalu mendengarkan kita, itu janji Tuhan. Lalu selanjutnya "apabila kamu mencari Aku, kamu akan menemukan Aku; apabila kamu menanyakan Aku dengan segenap hati, Aku akan memberi kamu menemukan Aku, demikianlah firman TUHAN." (ay 13-14a). Tuhan tidak pernah mau menjauhkan diri dari kita. Dia akan selalu terbuka untuk ditemui, kapan saja, dimana saja. Apa yang bisa membuat Tuhan memalingkan muka dari kita adalah kejahatan dan dosa-dosa yang kita lakukan. (Yesaya 59:2). Jika kita sudah membereskan semua ganjalan itu maka Tuhan pun akan kembali bisa kita temukan. Kita bisa setiap saat bertanya kepadaNya apa yang menjadi rencanaNya bagi kita, apa yang harus kita lakukan, dan meminta hikmat untuk menerangi akal pikiran kita untuk bisa mengetahui rancanganNya.
Selanjutnya mari kita lihat ayat berikut ini: "Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah." (Roma 8:28) Allah akan selalu turut bekerja dalam segala sesuatu yang mendatangkan kebaikan bagi kita, orang-orang yang mengasihi Dia, yang berjalan sesuai dengan rencana Allah. Itu sebuah janji akan penyertaanNya dalam penggenapan rencana Tuhan dalam hidup kita. Ketika kita sudah mengetahui apa yang menjadi rencanaNya, kita bisa melakukan yang terbaik untuk itu, dan selalu mempersembahkan ucapan syukur kita. Disanalah kita tidak lagi perlu takut menghadapi rintangan apapun. Mengapa harus takut? Bukankah kita seturut rencanaNya dan berjalan melintasi itu bersama dengan Tuhan? Dan disanalah kita akan mengalami hal-hal yang luar biasa yang telah Dia sediakan sejak semula. We can experience the impossible, we can have the unthinkable, simply because we are walking as He has planned. We can go boldly with Him without fear no matter what lies ahead.
Kepada setiap anak-anakNya Tuhan sudah menyediakan rancangan damai sejahtera yang sangat indah lengkap dengan hari depan yang penuh harapan. Adalah penting bagi kita untuk menangkap apa yang menjadi rencanaNya, dan berjalanlah di dalamnya. Tuailah semua yang dirancangkan Tuhan pada diri anda dan jadilah orang yang sukses. Menjadi kepala dan bukan ekor, tetap naik dan bukan turun. (Ulangan 28:13). Ketika anda melakukan hal ini, anda akan mengalami kemenangan demi kemenangan, bahkan yang tidak terpikirkan sebelumnya oleh anda sekalipun. Apapun yang menjadi bagian anda, lakukanlah dengan sungguh-sungguh. Anda tidak akan perlu diliputi rasa takut lagi meski ketika berhadapan dengan kesulitan sebesar apapun. Sudahkah anda menemukan rencanaNya dalam hidup anda? Find His will, and walk with Him towards it.
Menemukan rencana Tuhan dan berjalan seturut itu akan membuat kita mampu berjalan tanpa rasa takut
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Saturday, November 20, 2010
Mata Air bagi Jiwa
Ayat bacaan: Yohanes 4:14
===================
"tetapi barangsiapa minum air yang akan Kuberikan kepadanya, ia tidak akan haus untuk selama-lamanya. Sebaliknya air yang akan Kuberikan kepadanya, akan menjadi mata air di dalam dirinya, yang terus-menerus memancar sampai kepada hidup yang kekal."
Tidak terasa sudah lebih setahun kami tinggal di rumah milik sendiri. Jika dahulu di rumah kontrak kami memakai aliran air dari Perusahaan Air Minum (PAM), maka di rumah yang sekarang kami mendapatkan suplai air dari mata air. Mata air ini disalurkan pada beberapa tempat penampungan, dan kemudian dialirkan masuk ke rumah-rumah di kompleks melalui pipa. Dengan cara seperti itulah kami mendapatkan air untuk dipergunakan sehari-hari. Beberapa kali saya mengamati tempat penampungan air yang letaknya tidak jauh dari rumah. Dari pengamatan saya, saya melihat bahwa aliran airnya sama sekali tidak tergantung pada keadaan cuaca. Jika hari hujan lebat banjir mungkin saja bisa melanda, tetapi mata air itu akan tetap tidak mengalami perubahan. Sebaliknya ketika musim kemarau ternyata alirannya tetap tidak berkurang. Tetap bisa diandalkan, tetap mengalir sama dan tidak berhenti.
Bayangkan jika "air" seperti ini mengalir dalam kehidupan keras yang kita hadapi di dunia ini. Banyak orang menggantungkan kebahagiaannya dari lingkungan di sekitar mereka secara lahiriah. Jika hidup sedang baik-baik saja tanpa masalah, mereka pun akan merasa bahagia. Sebaliknya ketika ada masalah menimpa, hubungan yang putus, kesulitan-kesulitan yang tidak terduga dan sebagainya, maka kebahagiaan pun seketika hilang dari mereka. Kita pun mungkin pernah mengalaminya. Betapa kebahagiaan itu terasa sangat rapuh, sedikit goncangan akan segera meluluh lantakkan semuanya dan menempatkan kita ke dalam kesedihan atau keputus asaan. Hal seperti ini sebenarnya tidak perlu terjadi apabila kita memperoleh suplai dari "mata air" yang sesungguhnya. Sebuah mata air yang akan selalu mengalir tanpa henti, tidak pernah berakhir, selalu bisa diandalkan dalam kondisi atau situasi apapun.
Sebuah percakapan antara Yesus dengan seorang perempuan Samaria di pinggir sumur dalam Yohanes 4 menjelaskan mengenai tersedianya mata air seperti ini dari Tuhan bagi kita. Wanita ini tampaknya tidak mengenal siapa Sosok yang berdiri dihadapannya. Dan Yesus pun berkata "Barangsiapa minum air ini, ia akan haus lagi, tetapi barangsiapa minum air yang akan Kuberikan kepadanya, ia tidak akan haus untuk selama-lamanya. Sebaliknya air yang akan Kuberikan kepadanya, akan menjadi mata air di dalam dirinya, yang terus-menerus memancar sampai kepada hidup yang kekal." (Yohanes 4:13-14). Air dari sumur bisa melegakan haus dan menyegarkan, tetapi nantinya kita akan kembali haus. Kebahagiaan memang bisa diperoleh lewat pemenuhan kebutuhan-kebutuhan secara lahiriah atau ketika berada dalam keadaan tanpa masalah, tetapi ketika kita diguncangkan oleh masalah, maka kebahagiaan yang tergantung pada keadaan diri kita dan sekitar kita ini akan segera sirna. Yesus menyatakan dengan jelas kemana kita seharusnya bergantung. Yesus menyediakan sebuah mata air bagi jiwa yang akan terus menerus memancar hingga hidup yang kekal. Di dalam Kristus-lah terdapat sumber mata air yang seperti ini, yang Dia sediakan bagi semua orang yang percaya kepadaNya. "Barangsiapa percaya kepada-Ku, seperti yang dikatakan oleh Kitab Suci: Dari dalam hatinya akan mengalir aliran-aliran air hidup." (7:38).
Kehidupan di dunia ini tidaklah mudah. setiap saat berbagai keadaan sulit bisa menerpa kita tanpa disangka-sangka, bahkan di saat kita tengah berada dalam keadaan yang paling tenang sekalipun. Oleh karena itulah sangat riskan bagi kita jika mengandalkan apa yang ada di dunia ini untuk menggantungkan kebahagiaan kita. Jika diibaratkan mata air yang saya pergunakan di rumah saat ini, tentu sangat riskan apabila mata air yang mengalir itu tergantung pada kondisi cuaca bukan? Ketika musim kemarau berkepanjangan bisa-bisa saya dan istri repot hidup tanpa air mengalir sedikitpun. Dalam kehidupan kita pun demikian. Tuhan secara jelas telah menyatakan bahwa Dia menyediakan sebuah mata air yang tanpa henti akan terus memancar, mengalir masuk ke dalam hati kita dengan aliran-aliran air hidup yang akan terus berlangsung hingga kehidupan kekal nanti. Ketika mata air seperti ini yang kita andalkan, maka kita akan bisa mengalami keadaan bahagia tak terguncangkan meski kita mungkin sedang berada dalam kesulitan sekalipun. Air hidup yang disediakan oleh Tuhan memungkinkan itu, sebuah janji yang mampu memberikan kesegaran bagi hati dan jiwa kita tanpa terpengaruh keadaan yang tengah kita alami atau situasi/kondisi yang tengah terjadi di sekitar kita.
Yesus berkata: "Damai sejahtera Kutinggalkan bagimu. Damai sejahtera-Ku Kuberikan kepadamu, dan apa yang Kuberikan tidak seperti yang diberikan oleh dunia kepadamu. Janganlah gelisah dan gentar hatimu." (Yohanes 14:27). Ini adalah sesuatu yang hanya tersedia dalam Kristus, yang Dia sediakan bagi semua orang yang percaya kepadanya. Dan Daud berkata "Sebab pada-Mu ada sumber hayat, di dalam terang-Mu kami melihat terang." (Mazmur 36:10). Dan bagi orang-orang yang berlindung dalam naungan sayap Tuhan, "mereka mengenyangkan dirinya dengan lemak di rumah-Mu; Engkau memberi mereka minum dari sungai kesenangan-Mu." (ay 9).
Apakah anda masih menggantungkan kebahagiaan anda terhadap kondisi yang anda hadapi di dunia ini? Sudahkah anda datang kepada mata air yang tidak pernah habis itu, yaitu Kristus? Adakah kita terus datang kepadaNya setiap hari dan sudah mendapatkan aliran-aliran air hidup itu dalam hati kita melalui Dia? Kondisi di dunia tidak akan pernah pasti, dan menggantungkan nilai kebahagiaan kita terhadap dunia akan membuatnya berada dalam kondisi yang tidak pasti pula. Rapuh, mudah goyah bahkan gampang rubuh. Lewat Yesus kita bisa memperoleh mata air yang akan mengalir selamanya. Kebahagiaan tidak lagi menjadi hal yang rapuh, dan tidak akan pernah lagi tergantung situasi atau kondisi yang kita alami. Datanglah padaNya dan rasakanlah aliran-aliran air hidup mengalir dalam hati dan jiwa anda.
Air hidup yang mengalir tanpa akhir hingga hidup yang kekal disediakan bagi orang-orang yang percaya kepadaNya
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
===================
"tetapi barangsiapa minum air yang akan Kuberikan kepadanya, ia tidak akan haus untuk selama-lamanya. Sebaliknya air yang akan Kuberikan kepadanya, akan menjadi mata air di dalam dirinya, yang terus-menerus memancar sampai kepada hidup yang kekal."
Tidak terasa sudah lebih setahun kami tinggal di rumah milik sendiri. Jika dahulu di rumah kontrak kami memakai aliran air dari Perusahaan Air Minum (PAM), maka di rumah yang sekarang kami mendapatkan suplai air dari mata air. Mata air ini disalurkan pada beberapa tempat penampungan, dan kemudian dialirkan masuk ke rumah-rumah di kompleks melalui pipa. Dengan cara seperti itulah kami mendapatkan air untuk dipergunakan sehari-hari. Beberapa kali saya mengamati tempat penampungan air yang letaknya tidak jauh dari rumah. Dari pengamatan saya, saya melihat bahwa aliran airnya sama sekali tidak tergantung pada keadaan cuaca. Jika hari hujan lebat banjir mungkin saja bisa melanda, tetapi mata air itu akan tetap tidak mengalami perubahan. Sebaliknya ketika musim kemarau ternyata alirannya tetap tidak berkurang. Tetap bisa diandalkan, tetap mengalir sama dan tidak berhenti.
Bayangkan jika "air" seperti ini mengalir dalam kehidupan keras yang kita hadapi di dunia ini. Banyak orang menggantungkan kebahagiaannya dari lingkungan di sekitar mereka secara lahiriah. Jika hidup sedang baik-baik saja tanpa masalah, mereka pun akan merasa bahagia. Sebaliknya ketika ada masalah menimpa, hubungan yang putus, kesulitan-kesulitan yang tidak terduga dan sebagainya, maka kebahagiaan pun seketika hilang dari mereka. Kita pun mungkin pernah mengalaminya. Betapa kebahagiaan itu terasa sangat rapuh, sedikit goncangan akan segera meluluh lantakkan semuanya dan menempatkan kita ke dalam kesedihan atau keputus asaan. Hal seperti ini sebenarnya tidak perlu terjadi apabila kita memperoleh suplai dari "mata air" yang sesungguhnya. Sebuah mata air yang akan selalu mengalir tanpa henti, tidak pernah berakhir, selalu bisa diandalkan dalam kondisi atau situasi apapun.
Sebuah percakapan antara Yesus dengan seorang perempuan Samaria di pinggir sumur dalam Yohanes 4 menjelaskan mengenai tersedianya mata air seperti ini dari Tuhan bagi kita. Wanita ini tampaknya tidak mengenal siapa Sosok yang berdiri dihadapannya. Dan Yesus pun berkata "Barangsiapa minum air ini, ia akan haus lagi, tetapi barangsiapa minum air yang akan Kuberikan kepadanya, ia tidak akan haus untuk selama-lamanya. Sebaliknya air yang akan Kuberikan kepadanya, akan menjadi mata air di dalam dirinya, yang terus-menerus memancar sampai kepada hidup yang kekal." (Yohanes 4:13-14). Air dari sumur bisa melegakan haus dan menyegarkan, tetapi nantinya kita akan kembali haus. Kebahagiaan memang bisa diperoleh lewat pemenuhan kebutuhan-kebutuhan secara lahiriah atau ketika berada dalam keadaan tanpa masalah, tetapi ketika kita diguncangkan oleh masalah, maka kebahagiaan yang tergantung pada keadaan diri kita dan sekitar kita ini akan segera sirna. Yesus menyatakan dengan jelas kemana kita seharusnya bergantung. Yesus menyediakan sebuah mata air bagi jiwa yang akan terus menerus memancar hingga hidup yang kekal. Di dalam Kristus-lah terdapat sumber mata air yang seperti ini, yang Dia sediakan bagi semua orang yang percaya kepadaNya. "Barangsiapa percaya kepada-Ku, seperti yang dikatakan oleh Kitab Suci: Dari dalam hatinya akan mengalir aliran-aliran air hidup." (7:38).
Kehidupan di dunia ini tidaklah mudah. setiap saat berbagai keadaan sulit bisa menerpa kita tanpa disangka-sangka, bahkan di saat kita tengah berada dalam keadaan yang paling tenang sekalipun. Oleh karena itulah sangat riskan bagi kita jika mengandalkan apa yang ada di dunia ini untuk menggantungkan kebahagiaan kita. Jika diibaratkan mata air yang saya pergunakan di rumah saat ini, tentu sangat riskan apabila mata air yang mengalir itu tergantung pada kondisi cuaca bukan? Ketika musim kemarau berkepanjangan bisa-bisa saya dan istri repot hidup tanpa air mengalir sedikitpun. Dalam kehidupan kita pun demikian. Tuhan secara jelas telah menyatakan bahwa Dia menyediakan sebuah mata air yang tanpa henti akan terus memancar, mengalir masuk ke dalam hati kita dengan aliran-aliran air hidup yang akan terus berlangsung hingga kehidupan kekal nanti. Ketika mata air seperti ini yang kita andalkan, maka kita akan bisa mengalami keadaan bahagia tak terguncangkan meski kita mungkin sedang berada dalam kesulitan sekalipun. Air hidup yang disediakan oleh Tuhan memungkinkan itu, sebuah janji yang mampu memberikan kesegaran bagi hati dan jiwa kita tanpa terpengaruh keadaan yang tengah kita alami atau situasi/kondisi yang tengah terjadi di sekitar kita.
Yesus berkata: "Damai sejahtera Kutinggalkan bagimu. Damai sejahtera-Ku Kuberikan kepadamu, dan apa yang Kuberikan tidak seperti yang diberikan oleh dunia kepadamu. Janganlah gelisah dan gentar hatimu." (Yohanes 14:27). Ini adalah sesuatu yang hanya tersedia dalam Kristus, yang Dia sediakan bagi semua orang yang percaya kepadanya. Dan Daud berkata "Sebab pada-Mu ada sumber hayat, di dalam terang-Mu kami melihat terang." (Mazmur 36:10). Dan bagi orang-orang yang berlindung dalam naungan sayap Tuhan, "mereka mengenyangkan dirinya dengan lemak di rumah-Mu; Engkau memberi mereka minum dari sungai kesenangan-Mu." (ay 9).
Apakah anda masih menggantungkan kebahagiaan anda terhadap kondisi yang anda hadapi di dunia ini? Sudahkah anda datang kepada mata air yang tidak pernah habis itu, yaitu Kristus? Adakah kita terus datang kepadaNya setiap hari dan sudah mendapatkan aliran-aliran air hidup itu dalam hati kita melalui Dia? Kondisi di dunia tidak akan pernah pasti, dan menggantungkan nilai kebahagiaan kita terhadap dunia akan membuatnya berada dalam kondisi yang tidak pasti pula. Rapuh, mudah goyah bahkan gampang rubuh. Lewat Yesus kita bisa memperoleh mata air yang akan mengalir selamanya. Kebahagiaan tidak lagi menjadi hal yang rapuh, dan tidak akan pernah lagi tergantung situasi atau kondisi yang kita alami. Datanglah padaNya dan rasakanlah aliran-aliran air hidup mengalir dalam hati dan jiwa anda.
Air hidup yang mengalir tanpa akhir hingga hidup yang kekal disediakan bagi orang-orang yang percaya kepadaNya
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Friday, November 19, 2010
JadilahTeladan
Ayat bacaan: Titus 2:7
================
"Dan jadikanlah dirimu sendiri suatu teladan dalam berbuat baik."
Manusia seringkali menunjukkan perbedaan nyata antara teori dan praktek. Mari kita ambil sebuah contoh. Secara teori kita tahu bahwa kita tidak boleh melanggar peraturan lalu lintas. Tetapi berapa banyak di antara kita yang akan tetap berhenti di lampu merah ketika jalanan sangat sepi di malam hari? Pimpinan akan mudah menjatuhkan peringatan bahkan hukuman terhadap bawahannya yang terlambat, tetapi mereka sendiri kerap mempertontonkan ketidakdisplinan mereka dalam hal kehadiran. Begitu pula orang tua. Banyak yang mengajarkan dan melarang anaknya untuk berbuat ini dan itu sementara mereka dengan santai melanggarnya di depan anak-anak mereka. Dalam kehidupan manusia ada perbedaan yang sangat nyata antara apa yang diajarkan dengan apa yang dilakukan. Dan hal seperti itu tidak akan bisa membawa hasil yang signifikan.
Kepada setiap kita pun telah disematkan tugas mulia untuk mewartakan Injil ke seluruh dunia, menjadikan seluruh bangsa sebagai muridNya. (Matius 28:19-20), menjadi saksi Kristus dimanapun kita berada, bahkan sampai ke ujung bumi. (Kisah Para Rasul 1:8). Tetapi bagaimana mungkin kita bisa menjalankan tugas ini hanya dengan menyampaikan teori saja? Meski kita terus menyampaikan firman Tuhan sampai berbusa sekalipun jika tidak dibarengi dengan keteladanan nyata dari sikap hidup kita, semua itu tidak akan membawa hasil apa-apa. Yesus mengajak kita semua untuk menjadi terang dan garam dunia. (Matius 5:13-16). Garam tidak akan berfungsi apa-apa jika tidak dipakai secara langsung. Cobalah letakkan garam dalam botol, adakah fungsi garam disana? Tidak ada sama sekali. Begitu pula dengan terang. Lampu tidak akan bisa menerangi ruangan jika tidak dinyalakan, atau cobalah taruh lampu di bawah sebuah tempurung, maka lampu itu pun tidak akan bermanfaat sama sekali. Keteladanan lewat sikap dan perbuatan kita merupakan hal yang mutlak untuk kita perhatikan apabila kita ingin menjadi agen-agen Tuhan yang baik di dunia ini.
Setting up an example, itu adalah hal yang sangat penting dalam kehidupan kita di muka bumi ini. Dalam Titus 2 kita melihat serangkaian nasihat yang menggambarkan kewajiban kita, orang tua, pemuda dan hamba dalam kehidupan. Pertama, kita diminta untuk memberitakan apa yang sesuai dengan ajaran yang sehat. (Titus 2:1). Pria dewasa diminta untuk "hidup sederhana, terhormat, bijaksana, sehat dalam iman, dalam kasih dan dalam ketekunan." (ay 2). Sementara wanita dewasa "hendaklah mereka hidup sebagai orang-orang beribadah, jangan memfitnah, jangan menjadi hamba anggur, tetapi cakap mengajarkan hal-hal yang baik dan dengan demikian mendidik perempuan-perempuan muda mengasihi suami dan anak-anaknya, hidup bijaksana dan suci, rajin mengatur rumah tangganya, baik hati dan taat kepada suaminya, agar Firman Allah jangan dihujat orang." (ay 3-5). Anak-anak muda diminta agar mampu "menguasai diri dalam segala hal". (ay 6). Semua pesan ini menunjukkan perintah untuk memberikan keteladanan secara nyata. Itulah yang akan mampu membuat ajaran yang sehat bisa diterima oleh orang lain secara baik dan membuahkan perubahan. "dan jadikanlah dirimu sendiri suatu teladan dalam berbuat baik." (ay 7).
Keteladanan juga disinggung jauh sebelumnya dalam kitab Ulangan untuk dilakukan oleh para orang tua. Ketika pesan "haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun" (Ulangan 6:7) diberikan, setelahnya ditambahkan pula keharusan untuk mengaplikasikan itu ke dalam kehidupan sehari-hari yang mampu memberikan teladan. "Haruslah juga engkau mengikatkannya sebagai tanda pada tanganmu dan haruslah itu menjadi lambang di dahimu, dan haruslah engkau menuliskannya pada tiang pintu rumahmu dan pada pintu gerbangmu." (ay 8-9). Ini adalah hal yang harus mengikuti setiap kehidupan anak-anak Tuhan. Kita tidak akan pernah cukup menyampaikan saja, tetapi terlebih pula harus mampu menunjukkan secara langsung melalui keteladanan lewat kehidupan kita.
Banyak yang mengira bahwa mewartakan kabar keselamatan haruslah berupa kotbah panjang lebar. Tetapi sebenarnya ketika kita bisa menunjukkan perbuatan-perbuatan baik yang sesuai dengan firman Tuhan setiap hari saja, itu sudah lebih dari cukup untuk bisa memperkenalkan pribadi Kristus kepada orang lain yang akan mampu membawa sebuah perubahan besar dalam lingkungan di mana kita berada. Ada banyak orang yang mengaku anak Tuhan tetapi sama sekali tidak menunjukkan itu dalam perilaku dan perbuatan sehari-hari. Bukannya kesaksian yang datang, malah mereka menjadi batu sandungan. Tuhan ingin kita menjadi teladan dalam perbuatan baik. Kita harus menunjukkan bahwa kita mampu. Ingatlah bahwa tindakan yang kita lakukan akan membawa dampak, apakah itu baik atau buruk, dan itu tergantung dari tindakan seperti apa yang kita lakukan. Mari hari ini kita menjadi anak-anak Allah yang mampu menjadi teladan, khususnya dalam menyatakan kasih dan perbuatan baik bagi orang-orang di sekitar kita.
Menjadi teladan dalam berbuat baik adalah keharusan bagi anak-anak Tuhan
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
================
"Dan jadikanlah dirimu sendiri suatu teladan dalam berbuat baik."
Manusia seringkali menunjukkan perbedaan nyata antara teori dan praktek. Mari kita ambil sebuah contoh. Secara teori kita tahu bahwa kita tidak boleh melanggar peraturan lalu lintas. Tetapi berapa banyak di antara kita yang akan tetap berhenti di lampu merah ketika jalanan sangat sepi di malam hari? Pimpinan akan mudah menjatuhkan peringatan bahkan hukuman terhadap bawahannya yang terlambat, tetapi mereka sendiri kerap mempertontonkan ketidakdisplinan mereka dalam hal kehadiran. Begitu pula orang tua. Banyak yang mengajarkan dan melarang anaknya untuk berbuat ini dan itu sementara mereka dengan santai melanggarnya di depan anak-anak mereka. Dalam kehidupan manusia ada perbedaan yang sangat nyata antara apa yang diajarkan dengan apa yang dilakukan. Dan hal seperti itu tidak akan bisa membawa hasil yang signifikan.
Kepada setiap kita pun telah disematkan tugas mulia untuk mewartakan Injil ke seluruh dunia, menjadikan seluruh bangsa sebagai muridNya. (Matius 28:19-20), menjadi saksi Kristus dimanapun kita berada, bahkan sampai ke ujung bumi. (Kisah Para Rasul 1:8). Tetapi bagaimana mungkin kita bisa menjalankan tugas ini hanya dengan menyampaikan teori saja? Meski kita terus menyampaikan firman Tuhan sampai berbusa sekalipun jika tidak dibarengi dengan keteladanan nyata dari sikap hidup kita, semua itu tidak akan membawa hasil apa-apa. Yesus mengajak kita semua untuk menjadi terang dan garam dunia. (Matius 5:13-16). Garam tidak akan berfungsi apa-apa jika tidak dipakai secara langsung. Cobalah letakkan garam dalam botol, adakah fungsi garam disana? Tidak ada sama sekali. Begitu pula dengan terang. Lampu tidak akan bisa menerangi ruangan jika tidak dinyalakan, atau cobalah taruh lampu di bawah sebuah tempurung, maka lampu itu pun tidak akan bermanfaat sama sekali. Keteladanan lewat sikap dan perbuatan kita merupakan hal yang mutlak untuk kita perhatikan apabila kita ingin menjadi agen-agen Tuhan yang baik di dunia ini.
Setting up an example, itu adalah hal yang sangat penting dalam kehidupan kita di muka bumi ini. Dalam Titus 2 kita melihat serangkaian nasihat yang menggambarkan kewajiban kita, orang tua, pemuda dan hamba dalam kehidupan. Pertama, kita diminta untuk memberitakan apa yang sesuai dengan ajaran yang sehat. (Titus 2:1). Pria dewasa diminta untuk "hidup sederhana, terhormat, bijaksana, sehat dalam iman, dalam kasih dan dalam ketekunan." (ay 2). Sementara wanita dewasa "hendaklah mereka hidup sebagai orang-orang beribadah, jangan memfitnah, jangan menjadi hamba anggur, tetapi cakap mengajarkan hal-hal yang baik dan dengan demikian mendidik perempuan-perempuan muda mengasihi suami dan anak-anaknya, hidup bijaksana dan suci, rajin mengatur rumah tangganya, baik hati dan taat kepada suaminya, agar Firman Allah jangan dihujat orang." (ay 3-5). Anak-anak muda diminta agar mampu "menguasai diri dalam segala hal". (ay 6). Semua pesan ini menunjukkan perintah untuk memberikan keteladanan secara nyata. Itulah yang akan mampu membuat ajaran yang sehat bisa diterima oleh orang lain secara baik dan membuahkan perubahan. "dan jadikanlah dirimu sendiri suatu teladan dalam berbuat baik." (ay 7).
Keteladanan juga disinggung jauh sebelumnya dalam kitab Ulangan untuk dilakukan oleh para orang tua. Ketika pesan "haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun" (Ulangan 6:7) diberikan, setelahnya ditambahkan pula keharusan untuk mengaplikasikan itu ke dalam kehidupan sehari-hari yang mampu memberikan teladan. "Haruslah juga engkau mengikatkannya sebagai tanda pada tanganmu dan haruslah itu menjadi lambang di dahimu, dan haruslah engkau menuliskannya pada tiang pintu rumahmu dan pada pintu gerbangmu." (ay 8-9). Ini adalah hal yang harus mengikuti setiap kehidupan anak-anak Tuhan. Kita tidak akan pernah cukup menyampaikan saja, tetapi terlebih pula harus mampu menunjukkan secara langsung melalui keteladanan lewat kehidupan kita.
Banyak yang mengira bahwa mewartakan kabar keselamatan haruslah berupa kotbah panjang lebar. Tetapi sebenarnya ketika kita bisa menunjukkan perbuatan-perbuatan baik yang sesuai dengan firman Tuhan setiap hari saja, itu sudah lebih dari cukup untuk bisa memperkenalkan pribadi Kristus kepada orang lain yang akan mampu membawa sebuah perubahan besar dalam lingkungan di mana kita berada. Ada banyak orang yang mengaku anak Tuhan tetapi sama sekali tidak menunjukkan itu dalam perilaku dan perbuatan sehari-hari. Bukannya kesaksian yang datang, malah mereka menjadi batu sandungan. Tuhan ingin kita menjadi teladan dalam perbuatan baik. Kita harus menunjukkan bahwa kita mampu. Ingatlah bahwa tindakan yang kita lakukan akan membawa dampak, apakah itu baik atau buruk, dan itu tergantung dari tindakan seperti apa yang kita lakukan. Mari hari ini kita menjadi anak-anak Allah yang mampu menjadi teladan, khususnya dalam menyatakan kasih dan perbuatan baik bagi orang-orang di sekitar kita.
Menjadi teladan dalam berbuat baik adalah keharusan bagi anak-anak Tuhan
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Thursday, November 18, 2010
Tuhan di atas Panggung Jazz
Ayat bacaan: Ulangan 28:5
===================
"Diberkatilah bakulmu dan tempat adonanmu."
Sebuah kesaksian menarik diberikan oleh seorang teman yang berprofesi sebagai musisi jazz. Ia baru saja kembali dari pendidikan di luar negeri. Belum lama kembali ke Indonesia ia ternyata dengan cepat mendapatkan banyak kesempatan, sehingga kurang dari setahun ia sudah tampil di berbagai event yang cukup bergengsi. Ketika tampil belum lama ini pada sebuah pentas, ia pun mengalami sebuah kejadian yang luar biasa. Ia beserta bandnya sudah berlatih selama sebulan penuh. Mereka sudah tahu apa yang harus mereka mainkan di atas panggung. Tetapi pada saat tampil, entah kenapa semuanya berubah. Ia sempat heran pada mulanya. Tadinya dalam latihan dimulai dengan piano, tiba-tiba di atas panggung drum yang mulai sementara piano diam. Tak pelak hal ini sempat membuatnya nervous. Ia pun berdoa dengan singkat dan memutuskan untuk menyerahkan semuanya ke dalam tangan Tuhan selagi terus bermain. Lantas apa yang terjadi? Ia tertawa dan berkata bahwa apa yang terjadi itu ternyata jauh lebih baik ketimbang apa yang mereka putuskan di saat latihan. "Hasilnya sungguh luar biasa", katanya, dan "saya merasakan kehadiran Tuhan yang sungguh kuat di atas panggung itu." lanjutnya. Apa yang mereka tampilkan akhirnya berbeda dengan apa yang mereka persiapkan, dan hasilnya ternyata jauh lebih baik. "That's my testimony, all glory be to God." katanya seraya menutup ceritanya.
Bisakah anda membayangkan bahwa Tuhan pun ternyata hadir dan bisa campur tangan di atas sebuah panggung musik jazz? Mungkin kita bisa berkata, bagaimana mungkin? But then again, why not? Siapa bilang Tuhan hanya terbatas pada tempat-tempat tertentu dan tidak bisa berada pada tempat yang mungkin saja kita anggap bukan tempat di mana Tuhan biasa hadir. Lihatlah dalam kesaksian teman musisi di atas bagaimana Tuhan "mengintervensi" sebuah pertunjukan ketika Dia diijinkan untuk berkarya di atas penampilan mereka. Dan lihat pula apa yang terjadi. Hasil yang lebih baik dari apa yang kita anggap terbaik, itu semua Tuhan sanggup sediakan dengan begitu sempurna. Dia adalah Maestro terbesar dalam segala hal, termasuk dalam urusan musik.
Tuhan menjanjikan serangkaian berkat dalam kitab Ulangan pasal 28 ayat 1-14. Salah satu janji berkat itu berbunyi: "Diberkatilah bakulmu dan tempat adonanmu." (Ulangan 28:5). Bakul dan tempat adonan berbicara mengenai sumber mata pencaharian kita alias pekerjaan kita. Tuhan senang menurunkan berkatNya bukan secara instan, meski Dia lebih dari sanggup untuk melakukan itu, melainkan lewat berkat yang Dia curahkan dalam pekerjaan atau profesi kita. Dalam hal teman saya di atas, apa yang menjadi "bakul dan tempat adonan"nya adalah dunia musik, panggung dan rekaman. Dan Tuhan memberkati pekerjaannya sebagai pemusik dengan luar biasa. Karirnya yang meningkat dengan pesat sudah merupakan berkat yang sungguh besar, dan itu pun masih ditambah lagi dengan keajaiban Tuhan mengubah komposisi permainan yang menuai hasil jauh lebih sempurna. Janji berkat yang secara intensitas meninggi dalam Ulangan 28:1-14 itu jelas berlaku bagi semua orang tanpa terkecuali. Tetapi jangan lupa bahwa ada syarat yang harus kita lakukan agar kita bisa menuai janji Tuhan itu. "Jika engkau baik-baik mendengarkan suara TUHAN, Allahmu, dan melakukan dengan setia segala perintah-Nya yang kusampaikan kepadamu pada hari ini." (ay 1). Jika sang musisi itu bisa menuai janji Tuhan, mengapa tidak bagi kita?
Satu hal lagi yang patut untuk dicatat adalah penyerahan dirinya secara total kepada Tuhan. Di saat genting sekalipun ia tidak tenggelam dalam kekhawatiran dan masih bisa dengan tenang menyerahkan seluruh penampilannya ke dalam tangan Tuhan. Dengan kata lain, ia memilih untuk mengandalkan Tuhan, dan itu sungguh merupakan pilihan yang tepat. Firman Tuhan berkata: "Diberkatilah orang yang mengandalkan TUHAN, yang menaruh harapannya pada TUHAN!" (Yeremia 17:7). Kita bisa saja merasa tahu apa yang terbaik bagi kita atau untuk kita lakukan, tetapi Tuhan sebagai Pencipta kita jelas lebih tahu. Menyerahkan ke dalam tanganNya, memilih untuk mengandalkan Tuhan akan mengarahkan kita untuk mengalami pencapaian-pencapaian besar hingga berbagai bentuk mukjizat dalam apapun yang kita lakukan.
Apapun yang anda jalani sebagai profesi baik tinggi maupun rendah, selama tidak bertentangan dengan firman Tuhan, semua itu sanggup Dia berkati secara berlimpah. Di tangan Tuhan usaha sekecil apapun bisa berbuah secara luar biasa. Kuncinya adalah mendengarkan baik-baik suara Tuhan dan melakukannya. Disamping itu jangan lupakan pula bahwa kita bisa mendapatkan yang terbaik ketika kita mengandalkan dan menaruh harapan kita pada Tuhan. Mengapa? Sekali lagi, sebab Tuhanlah satu-satunya yang mengetahui apa yang terbaik untuk kita. MukjizatNya bisa turun kapan saja, dimana saja, dalam bentuk apa saja yang Dia inginkan. Kita pun bisa terkaget-kaget jika ini terjadi, karena "..seperti ada tertulis: "Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia: semua yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia." (1 Korintus 2:9). Teman saya sudah mengalami mukjizat yang tidak terpikirkan sebelumnya di atas panggungnya. Kini giliran kita pula untuk mengalami mukjizat Tuhan di atas "panggung" kita masing-masing. Glory be to God!
Tuhan bisa berkarya secara luar biasa dengan tidak disangka-sangka, bahkan di atas pentas jazz sekalipun
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
===================
"Diberkatilah bakulmu dan tempat adonanmu."
Sebuah kesaksian menarik diberikan oleh seorang teman yang berprofesi sebagai musisi jazz. Ia baru saja kembali dari pendidikan di luar negeri. Belum lama kembali ke Indonesia ia ternyata dengan cepat mendapatkan banyak kesempatan, sehingga kurang dari setahun ia sudah tampil di berbagai event yang cukup bergengsi. Ketika tampil belum lama ini pada sebuah pentas, ia pun mengalami sebuah kejadian yang luar biasa. Ia beserta bandnya sudah berlatih selama sebulan penuh. Mereka sudah tahu apa yang harus mereka mainkan di atas panggung. Tetapi pada saat tampil, entah kenapa semuanya berubah. Ia sempat heran pada mulanya. Tadinya dalam latihan dimulai dengan piano, tiba-tiba di atas panggung drum yang mulai sementara piano diam. Tak pelak hal ini sempat membuatnya nervous. Ia pun berdoa dengan singkat dan memutuskan untuk menyerahkan semuanya ke dalam tangan Tuhan selagi terus bermain. Lantas apa yang terjadi? Ia tertawa dan berkata bahwa apa yang terjadi itu ternyata jauh lebih baik ketimbang apa yang mereka putuskan di saat latihan. "Hasilnya sungguh luar biasa", katanya, dan "saya merasakan kehadiran Tuhan yang sungguh kuat di atas panggung itu." lanjutnya. Apa yang mereka tampilkan akhirnya berbeda dengan apa yang mereka persiapkan, dan hasilnya ternyata jauh lebih baik. "That's my testimony, all glory be to God." katanya seraya menutup ceritanya.
Bisakah anda membayangkan bahwa Tuhan pun ternyata hadir dan bisa campur tangan di atas sebuah panggung musik jazz? Mungkin kita bisa berkata, bagaimana mungkin? But then again, why not? Siapa bilang Tuhan hanya terbatas pada tempat-tempat tertentu dan tidak bisa berada pada tempat yang mungkin saja kita anggap bukan tempat di mana Tuhan biasa hadir. Lihatlah dalam kesaksian teman musisi di atas bagaimana Tuhan "mengintervensi" sebuah pertunjukan ketika Dia diijinkan untuk berkarya di atas penampilan mereka. Dan lihat pula apa yang terjadi. Hasil yang lebih baik dari apa yang kita anggap terbaik, itu semua Tuhan sanggup sediakan dengan begitu sempurna. Dia adalah Maestro terbesar dalam segala hal, termasuk dalam urusan musik.
Tuhan menjanjikan serangkaian berkat dalam kitab Ulangan pasal 28 ayat 1-14. Salah satu janji berkat itu berbunyi: "Diberkatilah bakulmu dan tempat adonanmu." (Ulangan 28:5). Bakul dan tempat adonan berbicara mengenai sumber mata pencaharian kita alias pekerjaan kita. Tuhan senang menurunkan berkatNya bukan secara instan, meski Dia lebih dari sanggup untuk melakukan itu, melainkan lewat berkat yang Dia curahkan dalam pekerjaan atau profesi kita. Dalam hal teman saya di atas, apa yang menjadi "bakul dan tempat adonan"nya adalah dunia musik, panggung dan rekaman. Dan Tuhan memberkati pekerjaannya sebagai pemusik dengan luar biasa. Karirnya yang meningkat dengan pesat sudah merupakan berkat yang sungguh besar, dan itu pun masih ditambah lagi dengan keajaiban Tuhan mengubah komposisi permainan yang menuai hasil jauh lebih sempurna. Janji berkat yang secara intensitas meninggi dalam Ulangan 28:1-14 itu jelas berlaku bagi semua orang tanpa terkecuali. Tetapi jangan lupa bahwa ada syarat yang harus kita lakukan agar kita bisa menuai janji Tuhan itu. "Jika engkau baik-baik mendengarkan suara TUHAN, Allahmu, dan melakukan dengan setia segala perintah-Nya yang kusampaikan kepadamu pada hari ini." (ay 1). Jika sang musisi itu bisa menuai janji Tuhan, mengapa tidak bagi kita?
Satu hal lagi yang patut untuk dicatat adalah penyerahan dirinya secara total kepada Tuhan. Di saat genting sekalipun ia tidak tenggelam dalam kekhawatiran dan masih bisa dengan tenang menyerahkan seluruh penampilannya ke dalam tangan Tuhan. Dengan kata lain, ia memilih untuk mengandalkan Tuhan, dan itu sungguh merupakan pilihan yang tepat. Firman Tuhan berkata: "Diberkatilah orang yang mengandalkan TUHAN, yang menaruh harapannya pada TUHAN!" (Yeremia 17:7). Kita bisa saja merasa tahu apa yang terbaik bagi kita atau untuk kita lakukan, tetapi Tuhan sebagai Pencipta kita jelas lebih tahu. Menyerahkan ke dalam tanganNya, memilih untuk mengandalkan Tuhan akan mengarahkan kita untuk mengalami pencapaian-pencapaian besar hingga berbagai bentuk mukjizat dalam apapun yang kita lakukan.
Apapun yang anda jalani sebagai profesi baik tinggi maupun rendah, selama tidak bertentangan dengan firman Tuhan, semua itu sanggup Dia berkati secara berlimpah. Di tangan Tuhan usaha sekecil apapun bisa berbuah secara luar biasa. Kuncinya adalah mendengarkan baik-baik suara Tuhan dan melakukannya. Disamping itu jangan lupakan pula bahwa kita bisa mendapatkan yang terbaik ketika kita mengandalkan dan menaruh harapan kita pada Tuhan. Mengapa? Sekali lagi, sebab Tuhanlah satu-satunya yang mengetahui apa yang terbaik untuk kita. MukjizatNya bisa turun kapan saja, dimana saja, dalam bentuk apa saja yang Dia inginkan. Kita pun bisa terkaget-kaget jika ini terjadi, karena "..seperti ada tertulis: "Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia: semua yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia." (1 Korintus 2:9). Teman saya sudah mengalami mukjizat yang tidak terpikirkan sebelumnya di atas panggungnya. Kini giliran kita pula untuk mengalami mukjizat Tuhan di atas "panggung" kita masing-masing. Glory be to God!
Tuhan bisa berkarya secara luar biasa dengan tidak disangka-sangka, bahkan di atas pentas jazz sekalipun
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Wednesday, November 17, 2010
Figur Ayah
Ayat bacaan: Efesus 6:4
=================
"Fathers, do not irritate and provoke your children to anger [do not exasperate them to resentment], but rear them [tenderly] in the training and discipline and the counsel and admonition of the Lord."
Seorang pendeta bercerita dalam konseling-konseling yang ia lakukan ia menemukan sebuah kesimpulan bahwa rata-rata dari mereka yang bermasalah ternyata berawal dari kehilangan figur ayah dalam hidup mereka. Itulah akar permasalahan yang paling sering ia temukan. Akarnya satu, yaitu kehilangan figur ayah, namun outputnya bisa timbul dalam bentuk masalah yang berbeda-beda. Ada yang bermasalah dengan kepribadian seperti menjadi tertutup, suka menyendiri atau menjadi orang yang selalu haus perhatian, mencari kebahagiaan lewat obat-obatan terlarang, terlibat pergaulan yang salah bahkan ada pula yang terjebak dalam seks bebas karena mereka selalu haus akan kasih sayang. Ada yang kemudian menjadi orang yang bersifat kejam dan banyak lagi bentuk-bentuk deviasi atau penyimpangan yang kemudian terbentuk pada diri seseorang bermula dari ketidakadaan figur seorang ayah dalam masa lalu mereka.
Ada banyak ayah yang dengan mudah menyerahkan tanggung jawab mengurus anak kepada ibu. Mengapa tidak, saya kan bekerja dari pagi sampai malam, sementara istri hanya diam di rumah? Wajar dong kalau saya tidak lagi punya waktu dan berminat untuk mengurusi perihal anak? Itu alasan yang sudah sangat umum dikemukakan oleh banyak ayah. Yang lebih memprihatinkan, ada banyak pula diantara para ibu yang juga melemparkan tanggung jawab ini kepada orang lain, baby sitter atau pembantu misalnya, karena mereka tidak mau repot. Jika hilang figur ayah saja sudah berat, apalagi hilang dua-duanya. Hal seperti ini jelas akan mengganggu pertumbuhan kepribadian mereka yang dapat berakibat fatal bagi masa depan anak-anak.
Kembali mengenai figur ayah, Alkitab berulang kali menyatakan pentingnya bagi seorang ayah untuk berperan aktif secara langsung dalam pertumbuhan anaknya sejak kecil hingga beranjak dewasa. Meski peran ibu tidak terbantahkan sangat penting, figur ayah pun tidaklah kalah pentingnya. Bagaimana jika kita sebagai ayah sudah terlalu capai bekerja? Itu tidak cukup sebagai alasan, karena biar bagaimanapun kita masih harus bertanggung jawab terhadap masa depan anak-anak yang dianugerahkan Tuhan kepada kita. Bayangkan jika kita menjadi ayah-ayah yang kaku, kasar, tidak mau tahu terhadap mereka, terlalu keras bahkan ringan tangan, apa akibatnya nanti nasib anak-anak kita?
Firman Tuhan yang saya angkat menjadi ayat bacaan hari ini berbicara keras memperingatkan para ayah agar jangan melupakan tugas mereka terhadap anak-anaknya. "Dan kamu, bapa-bapa, janganlah bangkitkan amarah di dalam hati anak-anakmu, tetapi didiklah mereka di dalam ajaran dan nasihat Tuhan." (Efesus 6:4). Dalam bahasa Inggris (Amplified) dikatakan, "Fathers, do not irritate and provoke your children to anger [do not exasperate them to resentment], but rear them [tenderly] in the training and discipline and the counsel and admonition of the Lord." Wahai para ayah, berhentilah memprovokasi anak-anak dengan sikap yang keras dan kasar. Jangan membuat anak-anak menjadi malas bertemu dengan anda. Jangan sampai mendengar suara mobil anda saja mereka sudah menggigil ketakutan dan berlari masuk ke kamar. Apa yang seharusnya dilakukan para ayah? Dalam ayat ini dikatakan seorang ayah seharusnya memperlakukan anaknya dengan lembut, sedemikian rupa sehingga anda bisa mendidik mereka baik dalam hal etika, sopan santun, disiplin dan terlebih dalam pengenalan akan Tuhan. Itu yang seharusnya menjadi tugas ayah, tidak peduli seberat apapun kita bekerja untuk mencari nafkah.
Kembali dalam surat lainnya kita menemukan peringatan untuk ayah. Dalam surat Kolose dikatakan demikian: "Hai bapa-bapa, janganlah sakiti hati anakmu, supaya jangan tawar hatinya." (Kolose 3:21). Dalam bahasa Inggrisnya dikatakan "Fathers, do not provoke or irritate or fret your children [do not be hard on them or harass them], lest they become discouraged and sullen and morose and feel inferior and frustrated. [Do not break their spirit.]". Kali ini Paulus menyinggung soal tawar hati yang bisa dimiliki oleh anak-anak melalui figur ayah yang tidak dijalankan dengan baik. Tawar hati ketika dijabarkan sesuai versi Inggrisnya menjadi kehilangan kepercayaan diri, murung, pahit, rendah diri, patah semangat bahkan frustasi. Berawal dari berbagai perasaan negatif ini mereka bisa timbul menjadi pribadi-pribadi yang bermasalah. Tentu tidak ada satupun orang tua yang ingin hal ini terjadi bukan? Oleh karena itu, kita sebagai para ayah baik yang sudah memiliki anak atau yang kelak menjadi ayah harus memperhatikan hal ini.
Anak-anak butuh dikenalkan kepada firman Tuhan sejak dini. Hanya menyerahkan kepada para guru sekolah minggu atau pendidikan formal tidaklah cukup, sebab firman Tuhan secara jelas menyatakan sebagai orang tua "haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun." (Ulangan 6:7). Lebih daripada itu orang tua pun harus pula menjadi teladan terhadap ketaatan akan firman Tuhan yang kita ajarkan. (ay 9-10). Anak-anak akan selalu mencontoh bagaimana sikap orang tuanya, oleh karena itulah kita juga harus benar-benar memperhatikan cara hidup kita disamping mengajarkannya berulang-ulang kepada mereka.
Intensitas anak bermasalah yang semakin tinggi menunjukkan berkurangnya ayah yang berfungsi sebagaimana mestinya di masa kini. Marilah kita sebagai ayah-ayah Kristiani mampu bersikap sesuai anjuran firman Tuhan. Adalah penting bagi kita untuk memulainya sejak dini agar kelak kita bisa bangga dan bahagia melihat mereka semua berhasil di bidangnya masing-masing. Attention fathers, are you ready?
Jadilah ayah teladan yang dekat dengan anak-anaknya
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
=================
"Fathers, do not irritate and provoke your children to anger [do not exasperate them to resentment], but rear them [tenderly] in the training and discipline and the counsel and admonition of the Lord."
Seorang pendeta bercerita dalam konseling-konseling yang ia lakukan ia menemukan sebuah kesimpulan bahwa rata-rata dari mereka yang bermasalah ternyata berawal dari kehilangan figur ayah dalam hidup mereka. Itulah akar permasalahan yang paling sering ia temukan. Akarnya satu, yaitu kehilangan figur ayah, namun outputnya bisa timbul dalam bentuk masalah yang berbeda-beda. Ada yang bermasalah dengan kepribadian seperti menjadi tertutup, suka menyendiri atau menjadi orang yang selalu haus perhatian, mencari kebahagiaan lewat obat-obatan terlarang, terlibat pergaulan yang salah bahkan ada pula yang terjebak dalam seks bebas karena mereka selalu haus akan kasih sayang. Ada yang kemudian menjadi orang yang bersifat kejam dan banyak lagi bentuk-bentuk deviasi atau penyimpangan yang kemudian terbentuk pada diri seseorang bermula dari ketidakadaan figur seorang ayah dalam masa lalu mereka.
Ada banyak ayah yang dengan mudah menyerahkan tanggung jawab mengurus anak kepada ibu. Mengapa tidak, saya kan bekerja dari pagi sampai malam, sementara istri hanya diam di rumah? Wajar dong kalau saya tidak lagi punya waktu dan berminat untuk mengurusi perihal anak? Itu alasan yang sudah sangat umum dikemukakan oleh banyak ayah. Yang lebih memprihatinkan, ada banyak pula diantara para ibu yang juga melemparkan tanggung jawab ini kepada orang lain, baby sitter atau pembantu misalnya, karena mereka tidak mau repot. Jika hilang figur ayah saja sudah berat, apalagi hilang dua-duanya. Hal seperti ini jelas akan mengganggu pertumbuhan kepribadian mereka yang dapat berakibat fatal bagi masa depan anak-anak.
Kembali mengenai figur ayah, Alkitab berulang kali menyatakan pentingnya bagi seorang ayah untuk berperan aktif secara langsung dalam pertumbuhan anaknya sejak kecil hingga beranjak dewasa. Meski peran ibu tidak terbantahkan sangat penting, figur ayah pun tidaklah kalah pentingnya. Bagaimana jika kita sebagai ayah sudah terlalu capai bekerja? Itu tidak cukup sebagai alasan, karena biar bagaimanapun kita masih harus bertanggung jawab terhadap masa depan anak-anak yang dianugerahkan Tuhan kepada kita. Bayangkan jika kita menjadi ayah-ayah yang kaku, kasar, tidak mau tahu terhadap mereka, terlalu keras bahkan ringan tangan, apa akibatnya nanti nasib anak-anak kita?
Firman Tuhan yang saya angkat menjadi ayat bacaan hari ini berbicara keras memperingatkan para ayah agar jangan melupakan tugas mereka terhadap anak-anaknya. "Dan kamu, bapa-bapa, janganlah bangkitkan amarah di dalam hati anak-anakmu, tetapi didiklah mereka di dalam ajaran dan nasihat Tuhan." (Efesus 6:4). Dalam bahasa Inggris (Amplified) dikatakan, "Fathers, do not irritate and provoke your children to anger [do not exasperate them to resentment], but rear them [tenderly] in the training and discipline and the counsel and admonition of the Lord." Wahai para ayah, berhentilah memprovokasi anak-anak dengan sikap yang keras dan kasar. Jangan membuat anak-anak menjadi malas bertemu dengan anda. Jangan sampai mendengar suara mobil anda saja mereka sudah menggigil ketakutan dan berlari masuk ke kamar. Apa yang seharusnya dilakukan para ayah? Dalam ayat ini dikatakan seorang ayah seharusnya memperlakukan anaknya dengan lembut, sedemikian rupa sehingga anda bisa mendidik mereka baik dalam hal etika, sopan santun, disiplin dan terlebih dalam pengenalan akan Tuhan. Itu yang seharusnya menjadi tugas ayah, tidak peduli seberat apapun kita bekerja untuk mencari nafkah.
Kembali dalam surat lainnya kita menemukan peringatan untuk ayah. Dalam surat Kolose dikatakan demikian: "Hai bapa-bapa, janganlah sakiti hati anakmu, supaya jangan tawar hatinya." (Kolose 3:21). Dalam bahasa Inggrisnya dikatakan "Fathers, do not provoke or irritate or fret your children [do not be hard on them or harass them], lest they become discouraged and sullen and morose and feel inferior and frustrated. [Do not break their spirit.]". Kali ini Paulus menyinggung soal tawar hati yang bisa dimiliki oleh anak-anak melalui figur ayah yang tidak dijalankan dengan baik. Tawar hati ketika dijabarkan sesuai versi Inggrisnya menjadi kehilangan kepercayaan diri, murung, pahit, rendah diri, patah semangat bahkan frustasi. Berawal dari berbagai perasaan negatif ini mereka bisa timbul menjadi pribadi-pribadi yang bermasalah. Tentu tidak ada satupun orang tua yang ingin hal ini terjadi bukan? Oleh karena itu, kita sebagai para ayah baik yang sudah memiliki anak atau yang kelak menjadi ayah harus memperhatikan hal ini.
Anak-anak butuh dikenalkan kepada firman Tuhan sejak dini. Hanya menyerahkan kepada para guru sekolah minggu atau pendidikan formal tidaklah cukup, sebab firman Tuhan secara jelas menyatakan sebagai orang tua "haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun." (Ulangan 6:7). Lebih daripada itu orang tua pun harus pula menjadi teladan terhadap ketaatan akan firman Tuhan yang kita ajarkan. (ay 9-10). Anak-anak akan selalu mencontoh bagaimana sikap orang tuanya, oleh karena itulah kita juga harus benar-benar memperhatikan cara hidup kita disamping mengajarkannya berulang-ulang kepada mereka.
Intensitas anak bermasalah yang semakin tinggi menunjukkan berkurangnya ayah yang berfungsi sebagaimana mestinya di masa kini. Marilah kita sebagai ayah-ayah Kristiani mampu bersikap sesuai anjuran firman Tuhan. Adalah penting bagi kita untuk memulainya sejak dini agar kelak kita bisa bangga dan bahagia melihat mereka semua berhasil di bidangnya masing-masing. Attention fathers, are you ready?
Jadilah ayah teladan yang dekat dengan anak-anaknya
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Tuesday, November 16, 2010
Terus Belajar
Ayat bacaan: Titus 3:14
==================
"Dan biarlah orang-orang kita juga belajar melakukan pekerjaan yang baik untuk dapat memenuhi keperluan hidup yang pokok, supaya hidup mereka jangan tidak berbuah."
Adakah waktu bagi kita untuk berhenti belajar? Dalam mengikuti jenjang pendidikan mungkin saja ada masanya kita selesai dari tahapan formal. Tetapi dalam kehidupan tidak ada alasan sama sekali untuk berhenti belajar. Sejak bayi kita sudah belajar banyak hal. Belajar berjalan, belajar berbicara, lalu mungkin mulai belajar di sekolah dasar, mulai belajar naik sepeda, dan seterusnya. Kita terus belajar untuk menjadi orang yang lebih baik lagi baik dari orang tua, guru, dari keteladanan orang-orang lain, buku dan sebagainya. Sebagai seorang dosen sekalipun saya harus terus belajar, terutama dalam mengikuti perkembangan ilmu yang saya ajarkan. Tanpa terus melakukan update terhadap hal-hal yang baru maka yang saya ajarkan cepat atau lambat akan menjadi usang dan tidak lagi aplikatif terhadap kondisi terbaru saat ini. Saya tidak perlu jauh-jauh untuk mencari model mengenai semangat tidak pernah berhenti belajar ini, karena ayah saya sendiri masih mengambil kuliah tambahan di bidang berbeda di usianya yang sudah lebih setengah abad lebih satu dasawarsa yang lalu. Ia sudah berprofesi sebagai dokter sejak awal tahun 70 an, tetapi masih juga mengambil pendidikan di bidang hukum di usia tuanya untuk menunjang apa yang sudah ia geluti sejak awal. Semangat untuk tidak pernah berhenti belajar adalah cerminan dari orang yang dinamis, yang selalu ingin menjadi lebih baik lagi dari hari ke hari.
Alkitab berulang kali pula memberi anjuran agar kita jangan pernah berhenti belajar, baik dalam menjalani kehidupan di dunia maupun dalam hal rohani. Titus berpesan "Dan biarlah orang-orang kita juga belajar melakukan pekerjaan yang baik untuk dapat memenuhi keperluan hidup yang pokok, supaya hidup mereka jangan tidak berbuah." (Titus 3:14). Untuk bisa lebih baik lagi melakukan pekerjaan-pekerjaan yang baik pun kita harus senantiasa belajar. Dan Titus mengatakan itu akan menghasilkan buah-buah yang manis dalam kehidupan kita. Berhenti belajar artinya berhenti berbuah. Jika diibaratkan sebuah pohon, apa yang akan dilakukan ketika pohon tidak lagi berbuah? Mungkin awalnya diberi pupuk dan sebagainya, tetapi jika tidak juga kunjung menghasilkan, maka pohon akan ditebang dan dibuang. Seperti itu pula kita. Dalam segala hal, kita harus senantiasa berusaha menjadi lebih baik, dan itu tidak akan bisa kita peroleh jika kita berhenti belajar.
Tidak ada alasan sama sekali bagi kita untuk berhenti belajar apalagi dengan keuntungan dilahirkan di jaman modern dimana ada banyak sekali sarana yang akan menunjang kemudahan untuk belajar. Dahulu saya sempat harus pergi ke perpustakaan terlebih dahulu untuk belajar tetapi sekarang dengan duduk di rumah kita bisa memanfaatkan internet untuk belajar mengenai apapun. Untuk merenungkan firman Tuhan siang dan malam pun demikian. Jika dahulu kita harus membeli sebuah Alkitab terlebih dahulu, sekarang berbagai aplikasi tersedia dengan sangat mudah dan gratis. Lewat internet kita bisa memperolehnya dengan cepat, bahkan tersedia pula banyak aplikasi untuk handphone jenis apapun. Jadi alangkah sayangnya jika kita yang hidup di jaman modern ini justru bermalas-malasan untuk belajar.
Salomo seorang yang sangat dipenuhi hikmat berkata "baiklah orang bijak mendengar dan menambah ilmu dan baiklah orang yang berpengertian memperoleh bahan pertimbangan." (Amsal 1:5) Seseorang dikatakan bijak salah satunya bisa diukur dari kerinduan mereka untuk tidak menutup telinga melainkan rajin mendengar dan keseriusan mereka untuk terus menambah ilmu. Awal yang sangat baik untuk memulainya adalah dengan menerapkan takut akan Tuhan dalam kehidupan kita. "Takut akan TUHAN adalah permulaan pengetahuan, tetapi orang bodoh menghina hikmat dan didikan." (ay 7). Hanya orang bodohlah yang menghina hikmat dan didikan, sebaliknya orang bijak akan selalu menghargainya dan terus mau mendengar serta terus belajar.
Dalam keadaan ditimpa masalah sekalipun kita seharusnya tidak berhenti belajar. Malah seringkali dalam masalah itu kita justru bisa belajar banyak. Memperoleh pelajaran berharga dan belajar secara langsung bagaimana kita harus menyikapi atau mengatasinya. Kita justru bisa menjadi lebih matang, lebih dewasa atau lebih bijaksana setelah mengalami masa-masa sulit. Dan itu sudah saya alami sendiri berkali-kali. Pemazmur berkata "Bahwa aku tertindas itu baik bagiku, supaya aku belajar ketetapan-ketetapan-Mu." (Mazmur 119:71). Keadaan sulit biasanya akan mampu membuat kita untuk tersadar kembali setelah melenceng sekian jauh dari jalan Tuhan. Ada banyak masa-masa sulit yang pernah saya alami, baik yang ringan maupun yang berat. Ketika mengalaminya tentu sakit, tetapi hari ini saya bersyukur bisa mengalami itu semua, dan bersyukur pula karena pada saat itu saya memilih untuk belajar dari keadaan sulit dan tidak membiarkan diri saya dipenuhi keluh kesah atau berputus asa meratapi hidup.
Belajar adalah sebuah proses yang sangat penting yang tidak boleh berhenti dalam keadaan apapun. Alkitab selalu dan akan terus mendorong kita untuk belajar lebih giat lagi, baik dalam kehidupan di dunia terlebih untuk lebih mengenal Tuhan dan mengetahui kehendak-kehendakNya dalam kehidupan kita. Terus belajar untuk berbuat baik, seperti yang dikatakan oleh Titus dalam ayat bacaan hari ini akan membuat kita bisa belajar lebih banyak lagi mengenai hukum kasih yang menjadi inti dasar Kekristenan. Baik dalam hal intelektual maupun spiritual, kita harus selalu bersedia membuka diri untuk belajar. Belajarlah dari segala hal, bahkan dari anak kecil sekalipun seperti apa yang dikatakan Yesus dalam Matius 18:1-5. Jika ada di antara teman-teman yang merasa lelah untuk belajar dan memutuskan untuk tidak lagi melakukannya, ubahlah segera, karena sesungguhnya hidup akan berhenti jika kita memutuskan untuk berhenti belajar.
Tidak ada batas untuk belajar selama kesempatan masih ada
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
==================
"Dan biarlah orang-orang kita juga belajar melakukan pekerjaan yang baik untuk dapat memenuhi keperluan hidup yang pokok, supaya hidup mereka jangan tidak berbuah."
Adakah waktu bagi kita untuk berhenti belajar? Dalam mengikuti jenjang pendidikan mungkin saja ada masanya kita selesai dari tahapan formal. Tetapi dalam kehidupan tidak ada alasan sama sekali untuk berhenti belajar. Sejak bayi kita sudah belajar banyak hal. Belajar berjalan, belajar berbicara, lalu mungkin mulai belajar di sekolah dasar, mulai belajar naik sepeda, dan seterusnya. Kita terus belajar untuk menjadi orang yang lebih baik lagi baik dari orang tua, guru, dari keteladanan orang-orang lain, buku dan sebagainya. Sebagai seorang dosen sekalipun saya harus terus belajar, terutama dalam mengikuti perkembangan ilmu yang saya ajarkan. Tanpa terus melakukan update terhadap hal-hal yang baru maka yang saya ajarkan cepat atau lambat akan menjadi usang dan tidak lagi aplikatif terhadap kondisi terbaru saat ini. Saya tidak perlu jauh-jauh untuk mencari model mengenai semangat tidak pernah berhenti belajar ini, karena ayah saya sendiri masih mengambil kuliah tambahan di bidang berbeda di usianya yang sudah lebih setengah abad lebih satu dasawarsa yang lalu. Ia sudah berprofesi sebagai dokter sejak awal tahun 70 an, tetapi masih juga mengambil pendidikan di bidang hukum di usia tuanya untuk menunjang apa yang sudah ia geluti sejak awal. Semangat untuk tidak pernah berhenti belajar adalah cerminan dari orang yang dinamis, yang selalu ingin menjadi lebih baik lagi dari hari ke hari.
Alkitab berulang kali pula memberi anjuran agar kita jangan pernah berhenti belajar, baik dalam menjalani kehidupan di dunia maupun dalam hal rohani. Titus berpesan "Dan biarlah orang-orang kita juga belajar melakukan pekerjaan yang baik untuk dapat memenuhi keperluan hidup yang pokok, supaya hidup mereka jangan tidak berbuah." (Titus 3:14). Untuk bisa lebih baik lagi melakukan pekerjaan-pekerjaan yang baik pun kita harus senantiasa belajar. Dan Titus mengatakan itu akan menghasilkan buah-buah yang manis dalam kehidupan kita. Berhenti belajar artinya berhenti berbuah. Jika diibaratkan sebuah pohon, apa yang akan dilakukan ketika pohon tidak lagi berbuah? Mungkin awalnya diberi pupuk dan sebagainya, tetapi jika tidak juga kunjung menghasilkan, maka pohon akan ditebang dan dibuang. Seperti itu pula kita. Dalam segala hal, kita harus senantiasa berusaha menjadi lebih baik, dan itu tidak akan bisa kita peroleh jika kita berhenti belajar.
Tidak ada alasan sama sekali bagi kita untuk berhenti belajar apalagi dengan keuntungan dilahirkan di jaman modern dimana ada banyak sekali sarana yang akan menunjang kemudahan untuk belajar. Dahulu saya sempat harus pergi ke perpustakaan terlebih dahulu untuk belajar tetapi sekarang dengan duduk di rumah kita bisa memanfaatkan internet untuk belajar mengenai apapun. Untuk merenungkan firman Tuhan siang dan malam pun demikian. Jika dahulu kita harus membeli sebuah Alkitab terlebih dahulu, sekarang berbagai aplikasi tersedia dengan sangat mudah dan gratis. Lewat internet kita bisa memperolehnya dengan cepat, bahkan tersedia pula banyak aplikasi untuk handphone jenis apapun. Jadi alangkah sayangnya jika kita yang hidup di jaman modern ini justru bermalas-malasan untuk belajar.
Salomo seorang yang sangat dipenuhi hikmat berkata "baiklah orang bijak mendengar dan menambah ilmu dan baiklah orang yang berpengertian memperoleh bahan pertimbangan." (Amsal 1:5) Seseorang dikatakan bijak salah satunya bisa diukur dari kerinduan mereka untuk tidak menutup telinga melainkan rajin mendengar dan keseriusan mereka untuk terus menambah ilmu. Awal yang sangat baik untuk memulainya adalah dengan menerapkan takut akan Tuhan dalam kehidupan kita. "Takut akan TUHAN adalah permulaan pengetahuan, tetapi orang bodoh menghina hikmat dan didikan." (ay 7). Hanya orang bodohlah yang menghina hikmat dan didikan, sebaliknya orang bijak akan selalu menghargainya dan terus mau mendengar serta terus belajar.
Dalam keadaan ditimpa masalah sekalipun kita seharusnya tidak berhenti belajar. Malah seringkali dalam masalah itu kita justru bisa belajar banyak. Memperoleh pelajaran berharga dan belajar secara langsung bagaimana kita harus menyikapi atau mengatasinya. Kita justru bisa menjadi lebih matang, lebih dewasa atau lebih bijaksana setelah mengalami masa-masa sulit. Dan itu sudah saya alami sendiri berkali-kali. Pemazmur berkata "Bahwa aku tertindas itu baik bagiku, supaya aku belajar ketetapan-ketetapan-Mu." (Mazmur 119:71). Keadaan sulit biasanya akan mampu membuat kita untuk tersadar kembali setelah melenceng sekian jauh dari jalan Tuhan. Ada banyak masa-masa sulit yang pernah saya alami, baik yang ringan maupun yang berat. Ketika mengalaminya tentu sakit, tetapi hari ini saya bersyukur bisa mengalami itu semua, dan bersyukur pula karena pada saat itu saya memilih untuk belajar dari keadaan sulit dan tidak membiarkan diri saya dipenuhi keluh kesah atau berputus asa meratapi hidup.
Belajar adalah sebuah proses yang sangat penting yang tidak boleh berhenti dalam keadaan apapun. Alkitab selalu dan akan terus mendorong kita untuk belajar lebih giat lagi, baik dalam kehidupan di dunia terlebih untuk lebih mengenal Tuhan dan mengetahui kehendak-kehendakNya dalam kehidupan kita. Terus belajar untuk berbuat baik, seperti yang dikatakan oleh Titus dalam ayat bacaan hari ini akan membuat kita bisa belajar lebih banyak lagi mengenai hukum kasih yang menjadi inti dasar Kekristenan. Baik dalam hal intelektual maupun spiritual, kita harus selalu bersedia membuka diri untuk belajar. Belajarlah dari segala hal, bahkan dari anak kecil sekalipun seperti apa yang dikatakan Yesus dalam Matius 18:1-5. Jika ada di antara teman-teman yang merasa lelah untuk belajar dan memutuskan untuk tidak lagi melakukannya, ubahlah segera, karena sesungguhnya hidup akan berhenti jika kita memutuskan untuk berhenti belajar.
Tidak ada batas untuk belajar selama kesempatan masih ada
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Monday, November 15, 2010
Ruang bagi Iblis
Ayat bacaan: Efesus 4:27
=================
"Neither give place to the devil.“ (KJV)
Pernah pada suatu kali saya tiba di Penang pada tengah malam. Saya mengira bahwa saya akan gampang mendapatkan sebuah kamar untuk bermalam, tetapi saya tidak mengantisipasi bahwa hari itu ternyata bertepatan dengan hari libur. Akibatnya sya pun berkeliling dari satu hotel ke hotel yang lain dan jawaban yang saya dapatkan pun sama, semua kamar telah penuh. Untunglah setelah dua jam lebih mencari, saya bisa mendapatkan sebuah kamar di satu motel kecil. Dalam bepergian kita memang harus menyiapkan tempat menginap terlebih dahulu agar kita bisa berlibur atau berkunjung dengan tenang. Selama kita belum menemukannya, tentu seperti pengalaman saya di atas kita akan terus mencari sebuah tempat, kalau bisa senyaman mungkin dengan budget yang terjangkau oleh kita.
Apa yang dilakukan iblis kurang lebih sama. Iblis suka "travelling" dari hati satu manusia ke hati yang lain. Dia akan selalu berusaha mencari tempat yang paling nyaman dalam hati kita untuk kemudian "bertamu" bahkan tinggal di dalamnya. Petrus mengatakan "Sadarlah dan berjaga-jagalah! Lawanmu, si Iblis, berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya." (1 Petrus 5;8). Sebelum memperoleh tempat itu, iblis akan terus berkeliling mencari celah agar bisa menempati sebuah ruang di dalam hati kita, masuk dan berdiam disana, dan jika itu terjadi, maka berbagai bentuk dosa dan kesesatan tinggal masalah waktu saja untuk menghancurkan kita. Dengan mentolerir bentuk-bentuk penyimpangan atau dosa, dengan membiarkan kebiasaan-kebiasaan buruk kita dan menganggapnya hal yang biasa, jangan-jangan kita sudah memberikan sebuah tempat tumpangan yang sangat nyaman dan mewah kepada si jahat. Akibatnya kita pun akan berada dibawah pengaruhnya.
Alkitab dengan tegas berkata agar kita jangan pernah memberikan ruang kepada iblis. Dalam Alkitab tertulis "dan janganlah beri kesempatan kepada Iblis." (Efesus 4:27). Ayat ini dalam versi KJV disebutkan dengan "Neither give place to the devil.“ Atau dalam versi English Amplified dikatakan "Leave no (such) room or foothold for the devil". Jangan berikan ruang atau tempat berpijak kepada iblis. Iblis bisa dengan nyaman tinggal di dalam diri kita dan mengobrak-abrik iman kita hingga berimbas kepada perilaku-perilaku yang tidak terpuji dan sama sekali bertentangan dengan gambaran yang seharusnya kita miliki sebagai anak-anak Tuhan. Tetapi sebaliknya iblis tidak akan bisa berbuat apa-apa jika kita tidak memberi tempat buat dia. Lihatlah dalam 1 Petrus 5:8 di atas dikatakan bahwa iblis hanya bisa berkeliling, mengaum-aum mencari siapa yang bisa ditelannya. Dia tidak akan bisa menembus kita sama sekali apabila kita tidak membiarkannya masuk. Ketika kita membiarkan sifat emosional kita, kepahitan, menuruti hawa nafsu, mendendam kepada orang lain, mudah membenci orang, selalu hidup khawatir dalam segala hal, cepat merasa takut dan hal-hal jelek lainnya, itu sama saja dengan memasang sebuah iklan yang akan sangat menarik buat iblis. Itu akan menjadi sebuah celah yang sangat lebar bagi iblis untuk menancapkan kukunya dalam hidup kita.
Alkitab sudah lama mengingatkan kita agar menjaga hati kita. "Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan." (Amsal 4:23). Dari hatilah kehidupan itu terpancar, dan apa yang ada di dalam hati kita akan tercermin dalam cara hidup kita. Jika Firman Tuhan yang mengisi relung-relung atau ruang-ruang dalam hati kita, maka itu akan dengan jelas terlihat dari sikap dan perilaku kita. Sebaliknya jika iblis yang berdiam di dalamnya, maka itu pun akan nyata dari cara hidup kita. Yang jelas kita harus benar-benar dengan serius menjaga agar tidak ada ruang kosong di dalam hati kita yang bisa menjadi tempat tinggal bagi iblis, apalagi secara langsung menyediakannya dengan memupuk segala bentuk kenegatifan kita atau menyimpan dosa. Kita harus terus mengisi hati kita dengan firman Tuhan. Lihat pesan Tuhan kepada Yosua: "Janganlah engkau lupa memperkatakan kitab Taurat ini, tetapi renungkanlah itu siang dan malam, supaya engkau bertindak hati-hati sesuai dengan segala yang tertulis di dalamnya, sebab dengan demikian perjalananmu akan berhasil dan engkau akan beruntung." (Yosua 1:8). Jika ruang-ruang dalam hati kita diisi dengan firman Tuhan, itu akan memampukan kita untuk bertindak hati-hati. Disana iblis tidak akan bisa masuk, bahkan lebih dari itu dikatakan kita akan berhasil dan beruntung dalam perjalanan hidup kita.
Bagaimana jika iblis sudah terlanjur masuk? Alkitab berkata "..lawanlah Iblis, maka ia akan lari dari padamu!" (Yakobus 4:7). Bagaimana melawannya? Efesus 6:10-20 memberi jawaban lengkap akan hal ini. "Kenakanlah seluruh perlengkapan senjata Allah, supaya kamu dapat bertahan melawan tipu muslihat Iblis... ambillah seluruh perlengkapan senjata Allah, supaya kamu dapat mengadakan perlawanan pada hari yang jahat itu dan tetap berdiri, sesudah kamu menyelesaikan segala sesuatu." (Efesus 6:11,13). Mungkin bukan menyimpan dosa, tetapi hidup dipenuhi kecemasan pun bisa menjadi celah buat iblis untuk masuk. Untuk hal ini Tuhan sudah berpesan "Serahkanlah segala kekuatiranmu kepada-Nya, sebab Ia yang memelihara kamu." (1 Petrus 5:7).
Apapun alasannya, jangan beri sedikitpun ruang bagi iblis untuk berdiam dalam diri kita. Pilihan ada pada kita. Apakah kita mau membiarkan atau mengusirnya. Kita harus memastikan tidak ada dosa, kejahatan, kebencian, kepahitan dan sebagainya agar tidak ada satupun celah yang bisa dimanfaatkan iblis untuk berpijak. Isilah terus dengan firman Tuhan, agar iblis hanya bisa dengan kesal mengaum-aum berkeliling diluar tanpa bisa mendekat sedikitpun pada kita. Sesungguhnya kita adalah bait Allah, dan jika demikian tidak ada tempat bagi iblis sama sekali.
Don't give room to the devil
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
=================
"Neither give place to the devil.“ (KJV)
Pernah pada suatu kali saya tiba di Penang pada tengah malam. Saya mengira bahwa saya akan gampang mendapatkan sebuah kamar untuk bermalam, tetapi saya tidak mengantisipasi bahwa hari itu ternyata bertepatan dengan hari libur. Akibatnya sya pun berkeliling dari satu hotel ke hotel yang lain dan jawaban yang saya dapatkan pun sama, semua kamar telah penuh. Untunglah setelah dua jam lebih mencari, saya bisa mendapatkan sebuah kamar di satu motel kecil. Dalam bepergian kita memang harus menyiapkan tempat menginap terlebih dahulu agar kita bisa berlibur atau berkunjung dengan tenang. Selama kita belum menemukannya, tentu seperti pengalaman saya di atas kita akan terus mencari sebuah tempat, kalau bisa senyaman mungkin dengan budget yang terjangkau oleh kita.
Apa yang dilakukan iblis kurang lebih sama. Iblis suka "travelling" dari hati satu manusia ke hati yang lain. Dia akan selalu berusaha mencari tempat yang paling nyaman dalam hati kita untuk kemudian "bertamu" bahkan tinggal di dalamnya. Petrus mengatakan "Sadarlah dan berjaga-jagalah! Lawanmu, si Iblis, berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya." (1 Petrus 5;8). Sebelum memperoleh tempat itu, iblis akan terus berkeliling mencari celah agar bisa menempati sebuah ruang di dalam hati kita, masuk dan berdiam disana, dan jika itu terjadi, maka berbagai bentuk dosa dan kesesatan tinggal masalah waktu saja untuk menghancurkan kita. Dengan mentolerir bentuk-bentuk penyimpangan atau dosa, dengan membiarkan kebiasaan-kebiasaan buruk kita dan menganggapnya hal yang biasa, jangan-jangan kita sudah memberikan sebuah tempat tumpangan yang sangat nyaman dan mewah kepada si jahat. Akibatnya kita pun akan berada dibawah pengaruhnya.
Alkitab dengan tegas berkata agar kita jangan pernah memberikan ruang kepada iblis. Dalam Alkitab tertulis "dan janganlah beri kesempatan kepada Iblis." (Efesus 4:27). Ayat ini dalam versi KJV disebutkan dengan "Neither give place to the devil.“ Atau dalam versi English Amplified dikatakan "Leave no (such) room or foothold for the devil". Jangan berikan ruang atau tempat berpijak kepada iblis. Iblis bisa dengan nyaman tinggal di dalam diri kita dan mengobrak-abrik iman kita hingga berimbas kepada perilaku-perilaku yang tidak terpuji dan sama sekali bertentangan dengan gambaran yang seharusnya kita miliki sebagai anak-anak Tuhan. Tetapi sebaliknya iblis tidak akan bisa berbuat apa-apa jika kita tidak memberi tempat buat dia. Lihatlah dalam 1 Petrus 5:8 di atas dikatakan bahwa iblis hanya bisa berkeliling, mengaum-aum mencari siapa yang bisa ditelannya. Dia tidak akan bisa menembus kita sama sekali apabila kita tidak membiarkannya masuk. Ketika kita membiarkan sifat emosional kita, kepahitan, menuruti hawa nafsu, mendendam kepada orang lain, mudah membenci orang, selalu hidup khawatir dalam segala hal, cepat merasa takut dan hal-hal jelek lainnya, itu sama saja dengan memasang sebuah iklan yang akan sangat menarik buat iblis. Itu akan menjadi sebuah celah yang sangat lebar bagi iblis untuk menancapkan kukunya dalam hidup kita.
Alkitab sudah lama mengingatkan kita agar menjaga hati kita. "Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan." (Amsal 4:23). Dari hatilah kehidupan itu terpancar, dan apa yang ada di dalam hati kita akan tercermin dalam cara hidup kita. Jika Firman Tuhan yang mengisi relung-relung atau ruang-ruang dalam hati kita, maka itu akan dengan jelas terlihat dari sikap dan perilaku kita. Sebaliknya jika iblis yang berdiam di dalamnya, maka itu pun akan nyata dari cara hidup kita. Yang jelas kita harus benar-benar dengan serius menjaga agar tidak ada ruang kosong di dalam hati kita yang bisa menjadi tempat tinggal bagi iblis, apalagi secara langsung menyediakannya dengan memupuk segala bentuk kenegatifan kita atau menyimpan dosa. Kita harus terus mengisi hati kita dengan firman Tuhan. Lihat pesan Tuhan kepada Yosua: "Janganlah engkau lupa memperkatakan kitab Taurat ini, tetapi renungkanlah itu siang dan malam, supaya engkau bertindak hati-hati sesuai dengan segala yang tertulis di dalamnya, sebab dengan demikian perjalananmu akan berhasil dan engkau akan beruntung." (Yosua 1:8). Jika ruang-ruang dalam hati kita diisi dengan firman Tuhan, itu akan memampukan kita untuk bertindak hati-hati. Disana iblis tidak akan bisa masuk, bahkan lebih dari itu dikatakan kita akan berhasil dan beruntung dalam perjalanan hidup kita.
Bagaimana jika iblis sudah terlanjur masuk? Alkitab berkata "..lawanlah Iblis, maka ia akan lari dari padamu!" (Yakobus 4:7). Bagaimana melawannya? Efesus 6:10-20 memberi jawaban lengkap akan hal ini. "Kenakanlah seluruh perlengkapan senjata Allah, supaya kamu dapat bertahan melawan tipu muslihat Iblis... ambillah seluruh perlengkapan senjata Allah, supaya kamu dapat mengadakan perlawanan pada hari yang jahat itu dan tetap berdiri, sesudah kamu menyelesaikan segala sesuatu." (Efesus 6:11,13). Mungkin bukan menyimpan dosa, tetapi hidup dipenuhi kecemasan pun bisa menjadi celah buat iblis untuk masuk. Untuk hal ini Tuhan sudah berpesan "Serahkanlah segala kekuatiranmu kepada-Nya, sebab Ia yang memelihara kamu." (1 Petrus 5:7).
Apapun alasannya, jangan beri sedikitpun ruang bagi iblis untuk berdiam dalam diri kita. Pilihan ada pada kita. Apakah kita mau membiarkan atau mengusirnya. Kita harus memastikan tidak ada dosa, kejahatan, kebencian, kepahitan dan sebagainya agar tidak ada satupun celah yang bisa dimanfaatkan iblis untuk berpijak. Isilah terus dengan firman Tuhan, agar iblis hanya bisa dengan kesal mengaum-aum berkeliling diluar tanpa bisa mendekat sedikitpun pada kita. Sesungguhnya kita adalah bait Allah, dan jika demikian tidak ada tempat bagi iblis sama sekali.
Don't give room to the devil
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Sunday, November 14, 2010
Jomblo, Siapa Takut?
Ayat bacaan: Filipi 4:6
==================
"Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur."
"Jomblo, siapa takut?" kata teman saya sambil tertawa. Dalam usianya yang sudah tidak lagi muda ia belum juga mendapatkan pasangan hidup. Saya salut kepadanya, karena ia tidak terjebak pada perasaan-perasaan negatif seperti bersedih, depresi, kecewa dan sebagainya. Ia lebih memilih untuk menyikapinya secara positif. "Ada kalanya saya merasa iri melihat pasangan berjalan dengan mesra, tetapi saya tahu bahwa waktu saya akan datang pada suatu saat nanti. Yang penting saya menjaga hidup saya dengan sebaik-baiknya dan terus mensyukuri segala yang Tuhan berikan pada saya." katanya dengan besar hati. Ini sebuah sikap yang sangat terpuji. Ada banyak orang yang bersikap sebaliknya dalam menyikapi kehidupan tanpa pasangan alias jomblo. Pergi ke gereja bukan lagi untuk bersekutu dengan Tuhan bersama saudara-saudari seiman tetapi karena ingin mencari jodoh. Tidak sedikit pula yang kemudian terjebak dalam ketidaksabaran mereka dengan mencari alternatif-alternatif seperti ke dukun dan sebagainya. Ada yang kemudian terburu-buru mencari pasangannya, yang penting dapat, tanpa memikirkan terlebih dahulu baik-baik mengenai keputusan mereka.
Kita tentu tidak ingin hidup sendirian selamanya. Dan Tuhan pun memang sudah menegaskan bahwa manusia itu tidak baik hidup sendirian. God said it's not good. (Kejadian 2:18). Namun kita harus ingat pula bahwa semuanya di muka bumi ini ada waktnya, dan jangan lupa pula bahwa ada orang-orang tertentu yang memang dipanggil untuk hidup selibat seperti yang dikatakan Yesus dalam Matius 19:12. Dan itupun merupakan karunia Tuhan juga. Secara umum manusia diciptakan dan direncanakan untuk berpasang-pasangan. Waktunya mungkin belum tiba, tetapi penting bagi kita untuk mendasarkan segala sesuatu kepada Tuhan, melibatkan Tuhan dalam proses pencarian itu dan tidak tergesa-gesa dalam prosesnya.
Paulus adalah salah satu orang yang mendapat panggilan untuk hidup selibat. Ia berkata "Adalah baik bagi laki-laki, kalau ia tidak kawin..alangkah baiknya, kalau semua orang seperti aku; tetapi setiap orang menerima dari Allah karunianya yang khas, yang seorang karunia ini, yang lain karunia itu. Tetapi kepada orang-orang yang tidak kawin dan kepada janda-janda aku anjurkan, supaya baiklah mereka tinggal dalam keadaan seperti aku." (1 Korintus 7:1,7-8). Menjomblo tetaplah sebuah karunia, dan hal itu dikatakan baik. Tetapi itu bukan berarti bahwa punya pasangan itu buruk. Apa yang penting adalah menjaga diri kita untuk terus taat, bertanggung jawab dan setia dalam pengharapan pada Tuhan apapun status kita hari ini. Jomblo atau tidak, bagaimana sikap kita itulah yang penting.
Bagi yang belum mendapatkan pasangan, apa yang seharusnya dilakukan? Tuhan menegaskan untuk tidak khawatir. Ayat bacaaan hari ini menyampaikan pesan Tuhan untuk menyikapi permasalahan dalam hidup kita, termasuk pula masalah belum menemukan pasangan hidup yang tepat ini. "Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur." (Filipi 4:6). Jangan khawatir tetapi tetaplah berhubungan dengan Tuhan, dan nyatakanlah keinginan itu pada Tuhan melalui doa. Dan jangan lupa pula menyertai doa-doa itu dengan ucapan syukur dan bukan bersungut-sungut. Ini adalah sebuah ayat yang sangat penting untuk diingat dalam menghadapi situasi apapun. Sikap seperti ini haruslah menyertai keputusan anak-anak Tuhan dalam menyikapi permasalahan dalam bentuk seperti apapun. Kembali dalam kitab Roma kita bisa melihat Firman Tuhan yang sama: "Bersukacitalah dalam pengharapan, sabarlah dalam kesesakan, dan bertekunlah dalam doa!" (Roma 12:12). Selanjutnya jangan pula lupa untuk memegang teguh prinsip Firman Tuhan dalam menjalani hidup. Penulis Mazmur menyampaikan hal ini. "Lakukanlah kebajikan kepada hamba-Mu ini, supaya aku hidup, dan aku hendak berpegang pada firman-Mu." (Mazmur 119:17). Tuhan akan selalu melimpahi kebajikan kepada anak-anakNya yang selalu berpegang teguh pada firmanNya. Kita pun diperbolehkan menyampaikan keinginan kita kepada Tuhan dalam doa yang diisi dengan ucapan syukur. Karena itulah bagi yang masih menjomblo anda tidak perlu khawatir meski saat ini mungkin anda belum kunjung menemukan pasangan yang tepat.
Bersabar dan teruslah bertekun dalam doa, tetaplah bersyukur dan penuhi diri anda dengan sukacita sejati yang berasal dari Tuhan. Jangan tergesa-gesa, karena sebuah keputusan yang diambil tergesa-gesa tanpa pertimbangan yang matang hanyalah akan membuahkan salah langkah. (Amsal 19:2). Serahkan semuanya kepada Tuhan, libatkan Dia dalam segala proses yang kita hadapi dalam hidup. Apapun panggilan Tuhan kepada anda, semua itu adalah sebuah karunia dari Tuhan yang harus disikapi dengan penuh rasa syukur. Percayalah bahwa Tuhan mendengar permohonan anda, dan pada saatnya Dia akan membimbing anda dalam menemukan pasangan yang anda tunggu-tunggu.
Libatkan Tuhan dalam menemukan pasangan hidup anda
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
==================
"Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur."
"Jomblo, siapa takut?" kata teman saya sambil tertawa. Dalam usianya yang sudah tidak lagi muda ia belum juga mendapatkan pasangan hidup. Saya salut kepadanya, karena ia tidak terjebak pada perasaan-perasaan negatif seperti bersedih, depresi, kecewa dan sebagainya. Ia lebih memilih untuk menyikapinya secara positif. "Ada kalanya saya merasa iri melihat pasangan berjalan dengan mesra, tetapi saya tahu bahwa waktu saya akan datang pada suatu saat nanti. Yang penting saya menjaga hidup saya dengan sebaik-baiknya dan terus mensyukuri segala yang Tuhan berikan pada saya." katanya dengan besar hati. Ini sebuah sikap yang sangat terpuji. Ada banyak orang yang bersikap sebaliknya dalam menyikapi kehidupan tanpa pasangan alias jomblo. Pergi ke gereja bukan lagi untuk bersekutu dengan Tuhan bersama saudara-saudari seiman tetapi karena ingin mencari jodoh. Tidak sedikit pula yang kemudian terjebak dalam ketidaksabaran mereka dengan mencari alternatif-alternatif seperti ke dukun dan sebagainya. Ada yang kemudian terburu-buru mencari pasangannya, yang penting dapat, tanpa memikirkan terlebih dahulu baik-baik mengenai keputusan mereka.
Kita tentu tidak ingin hidup sendirian selamanya. Dan Tuhan pun memang sudah menegaskan bahwa manusia itu tidak baik hidup sendirian. God said it's not good. (Kejadian 2:18). Namun kita harus ingat pula bahwa semuanya di muka bumi ini ada waktnya, dan jangan lupa pula bahwa ada orang-orang tertentu yang memang dipanggil untuk hidup selibat seperti yang dikatakan Yesus dalam Matius 19:12. Dan itupun merupakan karunia Tuhan juga. Secara umum manusia diciptakan dan direncanakan untuk berpasang-pasangan. Waktunya mungkin belum tiba, tetapi penting bagi kita untuk mendasarkan segala sesuatu kepada Tuhan, melibatkan Tuhan dalam proses pencarian itu dan tidak tergesa-gesa dalam prosesnya.
Paulus adalah salah satu orang yang mendapat panggilan untuk hidup selibat. Ia berkata "Adalah baik bagi laki-laki, kalau ia tidak kawin..alangkah baiknya, kalau semua orang seperti aku; tetapi setiap orang menerima dari Allah karunianya yang khas, yang seorang karunia ini, yang lain karunia itu. Tetapi kepada orang-orang yang tidak kawin dan kepada janda-janda aku anjurkan, supaya baiklah mereka tinggal dalam keadaan seperti aku." (1 Korintus 7:1,7-8). Menjomblo tetaplah sebuah karunia, dan hal itu dikatakan baik. Tetapi itu bukan berarti bahwa punya pasangan itu buruk. Apa yang penting adalah menjaga diri kita untuk terus taat, bertanggung jawab dan setia dalam pengharapan pada Tuhan apapun status kita hari ini. Jomblo atau tidak, bagaimana sikap kita itulah yang penting.
Bagi yang belum mendapatkan pasangan, apa yang seharusnya dilakukan? Tuhan menegaskan untuk tidak khawatir. Ayat bacaaan hari ini menyampaikan pesan Tuhan untuk menyikapi permasalahan dalam hidup kita, termasuk pula masalah belum menemukan pasangan hidup yang tepat ini. "Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur." (Filipi 4:6). Jangan khawatir tetapi tetaplah berhubungan dengan Tuhan, dan nyatakanlah keinginan itu pada Tuhan melalui doa. Dan jangan lupa pula menyertai doa-doa itu dengan ucapan syukur dan bukan bersungut-sungut. Ini adalah sebuah ayat yang sangat penting untuk diingat dalam menghadapi situasi apapun. Sikap seperti ini haruslah menyertai keputusan anak-anak Tuhan dalam menyikapi permasalahan dalam bentuk seperti apapun. Kembali dalam kitab Roma kita bisa melihat Firman Tuhan yang sama: "Bersukacitalah dalam pengharapan, sabarlah dalam kesesakan, dan bertekunlah dalam doa!" (Roma 12:12). Selanjutnya jangan pula lupa untuk memegang teguh prinsip Firman Tuhan dalam menjalani hidup. Penulis Mazmur menyampaikan hal ini. "Lakukanlah kebajikan kepada hamba-Mu ini, supaya aku hidup, dan aku hendak berpegang pada firman-Mu." (Mazmur 119:17). Tuhan akan selalu melimpahi kebajikan kepada anak-anakNya yang selalu berpegang teguh pada firmanNya. Kita pun diperbolehkan menyampaikan keinginan kita kepada Tuhan dalam doa yang diisi dengan ucapan syukur. Karena itulah bagi yang masih menjomblo anda tidak perlu khawatir meski saat ini mungkin anda belum kunjung menemukan pasangan yang tepat.
Bersabar dan teruslah bertekun dalam doa, tetaplah bersyukur dan penuhi diri anda dengan sukacita sejati yang berasal dari Tuhan. Jangan tergesa-gesa, karena sebuah keputusan yang diambil tergesa-gesa tanpa pertimbangan yang matang hanyalah akan membuahkan salah langkah. (Amsal 19:2). Serahkan semuanya kepada Tuhan, libatkan Dia dalam segala proses yang kita hadapi dalam hidup. Apapun panggilan Tuhan kepada anda, semua itu adalah sebuah karunia dari Tuhan yang harus disikapi dengan penuh rasa syukur. Percayalah bahwa Tuhan mendengar permohonan anda, dan pada saatnya Dia akan membimbing anda dalam menemukan pasangan yang anda tunggu-tunggu.
Libatkan Tuhan dalam menemukan pasangan hidup anda
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Saturday, November 13, 2010
Menimba Pelajaran dari Kitab Suci
Ayat bacaan: Roma 15:4
==================
"Sebab segala sesuatu yang ditulis dahulu, telah ditulis untuk menjadi pelajaran bagi kita, supaya kita teguh berpegang pada pengharapan oleh ketekunan dan penghiburan dari Kitab Suci."
Saya pernah bertemu dengan seorang pengusaha sukses yang juga berkecimpung di dunia musik sebagai promotor besar. Ada satu nasihatnya yang selalu saya ingat dan pegang dalam berusaha. Ia berkata, "Ada kalanya kita memang harus rugi terlebih dahulu untuk bisa sukses di masa yang akan datang. Jika kita yakin dengan apa yang kita kerjakan, kerjakanlah, dan lakukan dengan sebaik-baiknya tanpa berpikir terlalu banyak kepada untung dan rugi." Itu adalah sebuah nasihat yang sangat baik, karena kita seringkali terlalu cepat berpikir untuk mencari keuntungan padahal kita belum melakukan yang terbaik sama sekali. Nasihat seperti itu bisa datang dari orang-orang yang lebih tua atau lebih senior, dan itulah yang selalu saya sukai dengan berbicara dengan orang-orang tua. Siapapun atau apapun kerja yang dilakukan, mereka sudah lebih banyak makan asam garam dalam kehidupan di dunia ini. Mereka biasanya lebih tahu bagaimana kerasnya kehidupan, dan selalu ada hal-hal yang bisa saya pelajari atau pedomani dari mereka. Dalam setiap perbincangan dengan mereka saya selalu bisa memetik pelajaran berharga dan menimba pengalaman yang pasti akan sangat berguna untuk menjalani kehidupan.
Jika dari para senior ini kita sudah bisa memetik begitu banyak pelajaran berharga, apalagi dari sebuah "kitab" yang berisikan segala sesuatu yang diilhamkan Tuhan. Alkitab berisi begitu banyak nasehat, cara menjalani kehidupan, solusi dan peringatan-peringatan yang berasal langsung dari Tuhan, dan disana kita juga bisa melihat secara langsung berbagai pengalaman begitu banyak tokoh. Ada yang sukses, ada yang gagal. Dari semua itu kita akan bisa memetik pelajaran serta melihat sendiri apa rahasia kesuksesan mereka, dan disisi lain bagi tokoh-tokoh yang gagal seperti Saul misalnya, kita bisa melihat pula apa yang menjadi sumber kesalahan mereka. Seringkali kita melupakan hal ini. Kita hanya membiarkan Alkitab kita berdebu di rak, padahal di sana terkandung begitu banyak pengalaman hidup ratusan bahkan ribuan tokoh yang akan sangat berharga untuk kita pelajari. Pesan ini sudah disampaikan sejak jaman dahulu oleh Paulus. "Sebab segala sesuatu yang ditulis dahulu, telah ditulis untuk menjadi pelajaran bagi kita, supaya kita teguh berpegang pada pengharapan oleh ketekunan dan penghiburan dari Kitab Suci." (Roma 15:4). Semua itu telah Tuhan sediakan bagi kita, agar kita bisa mendapat pelajaran mengenai bagaimana mengalami kehidupan yang berkemenangan. Kita bisa terhindar dari lekas berputus asa, kita bisa memperoleh penghiburan, dan melatih ketekunan kita dengan pengharapan tanpa henti. Ada begitu banyak contoh dari tokoh yang mengalami jatuh bangun bertahun-tahun seperti Yusuf misalnya, tetapi kita bisa melihat apa yang ia peroleh pada akhirnya. Kita bisa melihat apa rahasianya dan menerapkannya dalam kehidupan kita. Jika pada Yusuf itu bisa tercapai, mengapa tidak bagi kita? Alkitab adalah sebuah surat kasih dari Tuhan yang berisikan segala pedoman penting beserta contoh-contohnya agar kita tidak tersesat dan masuk ke dalam kebinasaan.
Awal dari kitab Mazmur langsung mengarah kepada manfaat dan hasil yang bisa diperoleh dengan berpegang erat kepada firman Tuhan. Daud berkata, "Berbahagialah orang yang..kesukaannya ialah Taurat TUHAN, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam. Ia seperti pohon, yang ditanam di tepi aliran air, yang menghasilkan buahnya pada musimnya, dan yang tidak layu daunnya; apa saja yang diperbuatnya berhasil." (Mazmur 1:1-3). Lihatlah betapa luar biasanya kuasa yang akan menyertai orang-orang yang gemar membaca, merenungkan dan melakukan firman Tuhan. Dalam surat kepada Timotius kita bisa pula melihat manfaatnya yang begitu besar. "Ingatlah juga bahwa dari kecil engkau sudah mengenal Kitab Suci yang dapat memberi hikmat kepadamu dan menuntun engkau kepada keselamatan oleh iman kepada Kristus Yesus." (2 Timotius 3:15). Kitab Suci, atau Alkitab, sanggup memberi hikmat pada kita dan menuntun langkah kita menuju keselamatan dalam iman akan Kristus. Dan Paulus kemudian melanjutkan "Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran." (ay 16).
Alkitab secara lengkap berisikan segala hal yang bisa menuntun kita dalam kebenaran menuju keselamatan. Alkitab merupakan firman Tuhan yang mampu memberikan hikmat pada kita. Dalam Firman Tuhan ada kuasa. Dan semua itu akan luput dari kita apabila kita tidak mau menyediakan waktu untuk mendalami segala janji Tuhan dan peringatan-peringatanNya yang sudah tertulis lengkap di dalam Alkitab. Segala tuntunan dalam perjalanan kehidupan ini agar selamat sampai di tujuan sudah tesedia dalam Alkitab. Semua terpulang kepada diri kita, apakah kita mau mulai untuk membacanya dengan serius dan sungguh-sungguh atau hanya membiarkan Alkitab kita terletak penuh debu di rak. Jangan lewatkan kesempatan berharga untuk mengenal Tuhan secara lebih dalam dan pribadi, mulailah sekarang juga.
Kita bisa belajar dari tokoh-tokoh di dalam Alkitab untuk menjalani kehidupan yang berkemenangan
==================
"Sebab segala sesuatu yang ditulis dahulu, telah ditulis untuk menjadi pelajaran bagi kita, supaya kita teguh berpegang pada pengharapan oleh ketekunan dan penghiburan dari Kitab Suci."
Saya pernah bertemu dengan seorang pengusaha sukses yang juga berkecimpung di dunia musik sebagai promotor besar. Ada satu nasihatnya yang selalu saya ingat dan pegang dalam berusaha. Ia berkata, "Ada kalanya kita memang harus rugi terlebih dahulu untuk bisa sukses di masa yang akan datang. Jika kita yakin dengan apa yang kita kerjakan, kerjakanlah, dan lakukan dengan sebaik-baiknya tanpa berpikir terlalu banyak kepada untung dan rugi." Itu adalah sebuah nasihat yang sangat baik, karena kita seringkali terlalu cepat berpikir untuk mencari keuntungan padahal kita belum melakukan yang terbaik sama sekali. Nasihat seperti itu bisa datang dari orang-orang yang lebih tua atau lebih senior, dan itulah yang selalu saya sukai dengan berbicara dengan orang-orang tua. Siapapun atau apapun kerja yang dilakukan, mereka sudah lebih banyak makan asam garam dalam kehidupan di dunia ini. Mereka biasanya lebih tahu bagaimana kerasnya kehidupan, dan selalu ada hal-hal yang bisa saya pelajari atau pedomani dari mereka. Dalam setiap perbincangan dengan mereka saya selalu bisa memetik pelajaran berharga dan menimba pengalaman yang pasti akan sangat berguna untuk menjalani kehidupan.
Jika dari para senior ini kita sudah bisa memetik begitu banyak pelajaran berharga, apalagi dari sebuah "kitab" yang berisikan segala sesuatu yang diilhamkan Tuhan. Alkitab berisi begitu banyak nasehat, cara menjalani kehidupan, solusi dan peringatan-peringatan yang berasal langsung dari Tuhan, dan disana kita juga bisa melihat secara langsung berbagai pengalaman begitu banyak tokoh. Ada yang sukses, ada yang gagal. Dari semua itu kita akan bisa memetik pelajaran serta melihat sendiri apa rahasia kesuksesan mereka, dan disisi lain bagi tokoh-tokoh yang gagal seperti Saul misalnya, kita bisa melihat pula apa yang menjadi sumber kesalahan mereka. Seringkali kita melupakan hal ini. Kita hanya membiarkan Alkitab kita berdebu di rak, padahal di sana terkandung begitu banyak pengalaman hidup ratusan bahkan ribuan tokoh yang akan sangat berharga untuk kita pelajari. Pesan ini sudah disampaikan sejak jaman dahulu oleh Paulus. "Sebab segala sesuatu yang ditulis dahulu, telah ditulis untuk menjadi pelajaran bagi kita, supaya kita teguh berpegang pada pengharapan oleh ketekunan dan penghiburan dari Kitab Suci." (Roma 15:4). Semua itu telah Tuhan sediakan bagi kita, agar kita bisa mendapat pelajaran mengenai bagaimana mengalami kehidupan yang berkemenangan. Kita bisa terhindar dari lekas berputus asa, kita bisa memperoleh penghiburan, dan melatih ketekunan kita dengan pengharapan tanpa henti. Ada begitu banyak contoh dari tokoh yang mengalami jatuh bangun bertahun-tahun seperti Yusuf misalnya, tetapi kita bisa melihat apa yang ia peroleh pada akhirnya. Kita bisa melihat apa rahasianya dan menerapkannya dalam kehidupan kita. Jika pada Yusuf itu bisa tercapai, mengapa tidak bagi kita? Alkitab adalah sebuah surat kasih dari Tuhan yang berisikan segala pedoman penting beserta contoh-contohnya agar kita tidak tersesat dan masuk ke dalam kebinasaan.
Awal dari kitab Mazmur langsung mengarah kepada manfaat dan hasil yang bisa diperoleh dengan berpegang erat kepada firman Tuhan. Daud berkata, "Berbahagialah orang yang..kesukaannya ialah Taurat TUHAN, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam. Ia seperti pohon, yang ditanam di tepi aliran air, yang menghasilkan buahnya pada musimnya, dan yang tidak layu daunnya; apa saja yang diperbuatnya berhasil." (Mazmur 1:1-3). Lihatlah betapa luar biasanya kuasa yang akan menyertai orang-orang yang gemar membaca, merenungkan dan melakukan firman Tuhan. Dalam surat kepada Timotius kita bisa pula melihat manfaatnya yang begitu besar. "Ingatlah juga bahwa dari kecil engkau sudah mengenal Kitab Suci yang dapat memberi hikmat kepadamu dan menuntun engkau kepada keselamatan oleh iman kepada Kristus Yesus." (2 Timotius 3:15). Kitab Suci, atau Alkitab, sanggup memberi hikmat pada kita dan menuntun langkah kita menuju keselamatan dalam iman akan Kristus. Dan Paulus kemudian melanjutkan "Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran." (ay 16).
Alkitab secara lengkap berisikan segala hal yang bisa menuntun kita dalam kebenaran menuju keselamatan. Alkitab merupakan firman Tuhan yang mampu memberikan hikmat pada kita. Dalam Firman Tuhan ada kuasa. Dan semua itu akan luput dari kita apabila kita tidak mau menyediakan waktu untuk mendalami segala janji Tuhan dan peringatan-peringatanNya yang sudah tertulis lengkap di dalam Alkitab. Segala tuntunan dalam perjalanan kehidupan ini agar selamat sampai di tujuan sudah tesedia dalam Alkitab. Semua terpulang kepada diri kita, apakah kita mau mulai untuk membacanya dengan serius dan sungguh-sungguh atau hanya membiarkan Alkitab kita terletak penuh debu di rak. Jangan lewatkan kesempatan berharga untuk mengenal Tuhan secara lebih dalam dan pribadi, mulailah sekarang juga.
Kita bisa belajar dari tokoh-tokoh di dalam Alkitab untuk menjalani kehidupan yang berkemenangan
Friday, November 12, 2010
Pertolongan Tepat Waktu
Ayat bacaan: Pengkotbah 3:11
=====================
"Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya.."
Kita selalu menantikan turunnya berkat Tuhan dalam pekerjaan kita. Tidak ada orang yang ingin statis, semuanya ingin mengalami peningkatan dalam pencapaian mereka. Tapi seringkali sebuah peningkatan tidak mengarah kepada kehidupan yang lebih santai. Justru peningkatan membuat kita harus bekerja lebih dari biasanya. Lebih keras, lebih lama dan lebih sulit. Itu akan menyertai sebuah peningkatan karir atau usaha kita. Dan masalah baru pun akan muncul disini. Dulu pekerjaan kita mungkin masih rendah, di saat seperti itu kerja relatif ringan dan kita pun meminta Tuhan memberkati kita dengan peningkatan. Tetapi ketika peningkatan hadir, kita menjadi tidak punya cukup waktu untuk melakukan semuanya. Pekerjaan menyita sebagian besar waktu kita. Jangankan untuk keluarga, untuk tidur pun kita sudah sulit mendapatkan waktu yang cukup. Itulah yang saya rasakan akhir-akhir ini. Selama ini saya masih sanggup melakukan pekerjaan redaksional dan mempublikasikannya sendirian, tetapi seiring peningkatan yang terjadi, saya merasa kelabakan karena tidak lagi punya cukup waktu. Istri saya sempat protes karena saya tidak lagi punya waktu untuk dibagikan bersamanya. Saya sempat bingung. Di satu sisi saya harus mensyukuri peningkatan yang terjadi dengan bekerja lebih giat sebaik-baiknya, tapi di sisi lain saya tidak lagi punya waktu luang untuk istri bahkan untuk diri saya sendiri. Saya mengalami kesulitan untuk melakukan semuanya dan memuaskan semua pihak sepenuhnya. Tapi lihatlah bagaimana luar biasanya Tuhan. Dalam keadaan genting seperti itu, tidak disangka-sangka Tuhan memberikan pertolongannya yang ajaib. Out of nowhere, seorang pemuda mendatangi saya dan menyatakan keinginannya untuk bergabung. Apa yang sanggup ia lakukan ternyata tepat seperti apa yang saya butuhkan. Saya tidak tahu bagaimana Tuhan bisa menggiringnya untuk mendatangi saya, tetapi itulah tepatnya yang terjadi. Saat ini bukan hanya satu orang, tetapi Tuhan ternyata menggiring tiga orang sekaligus untuk membantu saya melakukan tugas-tugas yang menumpuk sebagai konsekuensi dari berkat yang Tuhan berikan atas pekerjaan saya. Bayangkan Tuhan memberikan tiga orang dengan kemampuan masing-masing yang tepat seperti apa yang saya butuhkan. Tuhan luar biasa baiknya. Dia tahu batas kemampuan kita, dan ketika kita sudah sampai di penghujung kesanggupan kita, Tuhan pun segera memberikan pertolongannya tanpa disangka-sangka, sebuah pertolongan tepat waktu.
Hal ini menggenapi sebuah ayat yang sudah tidak asing lagi bagi kita. "Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya." (Pengkotbah 3:11). He has made everything beautiful in its time. Apa yang Tuhan akan buat? Segala sesuatu yang indah. Kapan? Tepat pada waktunya. Itu janji Tuhan yang baru saja saya alami dengan sangat ajaib. Sebagai manusia kita tidak bisa melihat apa yang akan terjadi di depan, dalam lanjutan ayat ini dikatakan "Tetapi manusia tidak dapat menyelami pekerjaan yang dilakukan Allah dari awal sampai akhir." Tetapi inginkanlah saya mengatakan ini: Iman yang dengan setia menanti-nantikan Tuhan tidak akan pernah mengecewakan. Keyakinan penuh akan turunnya pertolongan Tuhan tidak akan pernah sia-sia. Pada waktunya, sebuah pertolongan tepat waktu akan turun sebagai pemenuhan janji Allah kepada kita.
Paulus pernah mengalami problema dalam pelayanannya. Apa yang ia lakukan setelah bertobat selalu membawa resiko terhadap keselamatan nyawanya. Bagaikan diberi duri dalam daging, begitulah yang ia rasakan. Maka Paulus pun sempat tiga kali berdoa kepada Tuhan agar utusan iblis itu mundur darinya. Tetapi apa reaksi Tuhan? Ayat berikutnya mengatakan "Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna." Sebab itu terlebih suka aku bermegah atas kelemahanku, supaya kuasa Kristus turun menaungi aku." (2 Korintus 12:9). Kasih karunia Tuhan, sadar atau tidak, akan selalu cukup bagi kita, meski saat ini mungkin kita belum melihatnya. Mengapa? Sebab justru disanalah kita bisa mengalami keajaiban kuasa Tuhan. Ketika kita menghadapi situasi yang sepertinya tidak lagi bisa diatasi, ketika kita sampai pada batas kemampuan kita, disanalah kuasa Tuhan justru menjadi sempurna. Tuhan memang luar biasa baik. Dia memberkati kita untuk mengalami peningkatan, dan ketika kita sampai kepada penghujung dari kesanggupan kita, Dia memberi pertolonganNya yang ajaib, yang tidak terpikirkan secara logika oleh kita, dan itu akan selalu hadir tepat pada waktunya.
Menantikan Tuhan untuk mengulurkan pertolongan tidak akan pernah sia-sia. Dia akan selalu hadir tepat waktu untuk menolong siapapun yang selalu dengan tekun menantikanNya. Pemazmur menuliskan "Semuanya menantikan Engkau, supaya diberikan makanan pada waktunya." (Mazmur 104:27). Dan kepada orang-orang yang menantikan dan menggantungkan harapannya pada Tuhan, inilah yang terjadi "Apabila Engkau memberikannya, mereka memungutnya; apabila Engkau membuka tangan-Mu, mereka kenyang oleh kebaikan." (ay 28). Kenyang oleh kebaikan. Filled with good things. Itu disediakan kepada orang yang menantikan dan menggantungkan harapan pada Tuhan. Dalam kitab Yesaya kita juga bisa melihat apa yang akan diperoleh oleh orang yang menanti-nantikan Tuhan. "tetapi orang-orang yang menanti-nantikan TUHAN mendapat kekuatan baru: mereka seumpama rajawali yang naik terbang dengan kekuatan sayapnya; mereka berlari dan tidak menjadi lesu, mereka berjalan dan tidak menjadi lelah." (Yesaya 40:31). Lihatlah bahwa pertolongan Tuhan sanggup mengatasi segala permasalahan dan keterbatasan kita. Selalu ada pemulihan dan pertolongan dari Tuhan yang akan memberikan kekuatan baru bagi kita. Tuhan tidak akan pernah terlambat dalam mengulurkan tanganNya kepada setiap anakNya yang berpegang teguh dan dengan setia terus menantikanNya.
Apa yang saya alami melalui hadirnya 3 orang yang dikirimkan Tuhan kepada saya sungguh membuat saya bisa bernafas lega. Tidak pernah terpikirkan oleh saya bahwa bakal ada 3 orang dengan kemampuan masing-masing tiba-tiba datang kepada saya dan menjawab dengan tepat permasalahan yang sedang saya alami. Tapi begitulah baiknya Tuhan. Tepat seperti apa yang dijanjikanNya, "Tetapi seperti ada tertulis: "Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia: semua yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia." (1 Korintus 2:9), itulah yang saya alami secara nyata. Yang saya tahu sejak awal adalah tidak akan pernah sia-sia berharap dan menantikanNya. Yang saya tahu hanyalah berusaha melakukan segala sesuatu dengan sebaik-baiknya. Tuhan akan tahu dimana batas kemampuan saya, dan ketika saya sudah sampai pada titik dimana saya tidak sanggup lagi, tepat pada waktunya Dia akan mengulurkan pertolongan. Mungkin ada di antara teman-teman yang saat ini tengah mengalami pergumulan dengan terbatasnya kemampuan anda dalam melakukan sesuatu. Janganlah putus asa. Percayalah kepada Tuhan, terus bertekun menantikanNya, dan pada suatu ketika anda akan kaget melihat bagaimana Tuhan menjawab kebutuhan anda dengan ajaib. Dan itu akan datang tepat pada waktunya.
Tekun menantikan Tuhan tidak akan pernah sia-sia
follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
=====================
"Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya.."
Kita selalu menantikan turunnya berkat Tuhan dalam pekerjaan kita. Tidak ada orang yang ingin statis, semuanya ingin mengalami peningkatan dalam pencapaian mereka. Tapi seringkali sebuah peningkatan tidak mengarah kepada kehidupan yang lebih santai. Justru peningkatan membuat kita harus bekerja lebih dari biasanya. Lebih keras, lebih lama dan lebih sulit. Itu akan menyertai sebuah peningkatan karir atau usaha kita. Dan masalah baru pun akan muncul disini. Dulu pekerjaan kita mungkin masih rendah, di saat seperti itu kerja relatif ringan dan kita pun meminta Tuhan memberkati kita dengan peningkatan. Tetapi ketika peningkatan hadir, kita menjadi tidak punya cukup waktu untuk melakukan semuanya. Pekerjaan menyita sebagian besar waktu kita. Jangankan untuk keluarga, untuk tidur pun kita sudah sulit mendapatkan waktu yang cukup. Itulah yang saya rasakan akhir-akhir ini. Selama ini saya masih sanggup melakukan pekerjaan redaksional dan mempublikasikannya sendirian, tetapi seiring peningkatan yang terjadi, saya merasa kelabakan karena tidak lagi punya cukup waktu. Istri saya sempat protes karena saya tidak lagi punya waktu untuk dibagikan bersamanya. Saya sempat bingung. Di satu sisi saya harus mensyukuri peningkatan yang terjadi dengan bekerja lebih giat sebaik-baiknya, tapi di sisi lain saya tidak lagi punya waktu luang untuk istri bahkan untuk diri saya sendiri. Saya mengalami kesulitan untuk melakukan semuanya dan memuaskan semua pihak sepenuhnya. Tapi lihatlah bagaimana luar biasanya Tuhan. Dalam keadaan genting seperti itu, tidak disangka-sangka Tuhan memberikan pertolongannya yang ajaib. Out of nowhere, seorang pemuda mendatangi saya dan menyatakan keinginannya untuk bergabung. Apa yang sanggup ia lakukan ternyata tepat seperti apa yang saya butuhkan. Saya tidak tahu bagaimana Tuhan bisa menggiringnya untuk mendatangi saya, tetapi itulah tepatnya yang terjadi. Saat ini bukan hanya satu orang, tetapi Tuhan ternyata menggiring tiga orang sekaligus untuk membantu saya melakukan tugas-tugas yang menumpuk sebagai konsekuensi dari berkat yang Tuhan berikan atas pekerjaan saya. Bayangkan Tuhan memberikan tiga orang dengan kemampuan masing-masing yang tepat seperti apa yang saya butuhkan. Tuhan luar biasa baiknya. Dia tahu batas kemampuan kita, dan ketika kita sudah sampai di penghujung kesanggupan kita, Tuhan pun segera memberikan pertolongannya tanpa disangka-sangka, sebuah pertolongan tepat waktu.
Hal ini menggenapi sebuah ayat yang sudah tidak asing lagi bagi kita. "Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya." (Pengkotbah 3:11). He has made everything beautiful in its time. Apa yang Tuhan akan buat? Segala sesuatu yang indah. Kapan? Tepat pada waktunya. Itu janji Tuhan yang baru saja saya alami dengan sangat ajaib. Sebagai manusia kita tidak bisa melihat apa yang akan terjadi di depan, dalam lanjutan ayat ini dikatakan "Tetapi manusia tidak dapat menyelami pekerjaan yang dilakukan Allah dari awal sampai akhir." Tetapi inginkanlah saya mengatakan ini: Iman yang dengan setia menanti-nantikan Tuhan tidak akan pernah mengecewakan. Keyakinan penuh akan turunnya pertolongan Tuhan tidak akan pernah sia-sia. Pada waktunya, sebuah pertolongan tepat waktu akan turun sebagai pemenuhan janji Allah kepada kita.
Paulus pernah mengalami problema dalam pelayanannya. Apa yang ia lakukan setelah bertobat selalu membawa resiko terhadap keselamatan nyawanya. Bagaikan diberi duri dalam daging, begitulah yang ia rasakan. Maka Paulus pun sempat tiga kali berdoa kepada Tuhan agar utusan iblis itu mundur darinya. Tetapi apa reaksi Tuhan? Ayat berikutnya mengatakan "Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna." Sebab itu terlebih suka aku bermegah atas kelemahanku, supaya kuasa Kristus turun menaungi aku." (2 Korintus 12:9). Kasih karunia Tuhan, sadar atau tidak, akan selalu cukup bagi kita, meski saat ini mungkin kita belum melihatnya. Mengapa? Sebab justru disanalah kita bisa mengalami keajaiban kuasa Tuhan. Ketika kita menghadapi situasi yang sepertinya tidak lagi bisa diatasi, ketika kita sampai pada batas kemampuan kita, disanalah kuasa Tuhan justru menjadi sempurna. Tuhan memang luar biasa baik. Dia memberkati kita untuk mengalami peningkatan, dan ketika kita sampai kepada penghujung dari kesanggupan kita, Dia memberi pertolonganNya yang ajaib, yang tidak terpikirkan secara logika oleh kita, dan itu akan selalu hadir tepat pada waktunya.
Menantikan Tuhan untuk mengulurkan pertolongan tidak akan pernah sia-sia. Dia akan selalu hadir tepat waktu untuk menolong siapapun yang selalu dengan tekun menantikanNya. Pemazmur menuliskan "Semuanya menantikan Engkau, supaya diberikan makanan pada waktunya." (Mazmur 104:27). Dan kepada orang-orang yang menantikan dan menggantungkan harapannya pada Tuhan, inilah yang terjadi "Apabila Engkau memberikannya, mereka memungutnya; apabila Engkau membuka tangan-Mu, mereka kenyang oleh kebaikan." (ay 28). Kenyang oleh kebaikan. Filled with good things. Itu disediakan kepada orang yang menantikan dan menggantungkan harapan pada Tuhan. Dalam kitab Yesaya kita juga bisa melihat apa yang akan diperoleh oleh orang yang menanti-nantikan Tuhan. "tetapi orang-orang yang menanti-nantikan TUHAN mendapat kekuatan baru: mereka seumpama rajawali yang naik terbang dengan kekuatan sayapnya; mereka berlari dan tidak menjadi lesu, mereka berjalan dan tidak menjadi lelah." (Yesaya 40:31). Lihatlah bahwa pertolongan Tuhan sanggup mengatasi segala permasalahan dan keterbatasan kita. Selalu ada pemulihan dan pertolongan dari Tuhan yang akan memberikan kekuatan baru bagi kita. Tuhan tidak akan pernah terlambat dalam mengulurkan tanganNya kepada setiap anakNya yang berpegang teguh dan dengan setia terus menantikanNya.
Apa yang saya alami melalui hadirnya 3 orang yang dikirimkan Tuhan kepada saya sungguh membuat saya bisa bernafas lega. Tidak pernah terpikirkan oleh saya bahwa bakal ada 3 orang dengan kemampuan masing-masing tiba-tiba datang kepada saya dan menjawab dengan tepat permasalahan yang sedang saya alami. Tapi begitulah baiknya Tuhan. Tepat seperti apa yang dijanjikanNya, "Tetapi seperti ada tertulis: "Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia: semua yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia." (1 Korintus 2:9), itulah yang saya alami secara nyata. Yang saya tahu sejak awal adalah tidak akan pernah sia-sia berharap dan menantikanNya. Yang saya tahu hanyalah berusaha melakukan segala sesuatu dengan sebaik-baiknya. Tuhan akan tahu dimana batas kemampuan saya, dan ketika saya sudah sampai pada titik dimana saya tidak sanggup lagi, tepat pada waktunya Dia akan mengulurkan pertolongan. Mungkin ada di antara teman-teman yang saat ini tengah mengalami pergumulan dengan terbatasnya kemampuan anda dalam melakukan sesuatu. Janganlah putus asa. Percayalah kepada Tuhan, terus bertekun menantikanNya, dan pada suatu ketika anda akan kaget melihat bagaimana Tuhan menjawab kebutuhan anda dengan ajaib. Dan itu akan datang tepat pada waktunya.
Tekun menantikan Tuhan tidak akan pernah sia-sia
follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Subscribe to:
Posts (Atom)
Menjadi Anggur Yang Baik (1)
Ayat bacaan: Yohanes 2:9 ===================== "Setelah pemimpin pesta itu mengecap air, yang telah menjadi anggur itu--dan ia tidak t...
-
Ayat bacaan: Ibrani 10:24-25 ====================== "Dan marilah kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih ...
-
Ayat bacaan: Ibrani 10:24 ===================== "Dan marilah kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih dan ...
-
Ayat bacaan: Mazmur 23:4 ====================== "Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau...