Wednesday, February 9, 2011

Kepahitan

Ayat bacaan: Ibrani 12:15
====================
"Jagalah supaya jangan ada seorangpun menjauhkan diri dari kasih karunia Allah, agar jangan tumbuh akar yang pahit yang menimbulkan KERUSUHAN dan yang MENCEMARKAN banyak orang."

kepahitanKemarin saya sempat merasa tidak enak badan. Tidak saja badan yang terasa sama sekali tidak nyaman karena meriang dan kulit terasa jauh lebih sensitif, tetapi makanan pun rasanya seperti pahit. Sensasi pahit di lidah memang menjadi sesuatu yang biasanya menyertai kita ketika kita sedang flu atau demam. Disaat seperti itu, saya merasakan bahwa pahit itu memang tidak enak. Makanan yang manis pun bisa dianggap pahit oleh lidah, sehingga nafsu makan bisa tambah terganggu. Dan pikiran saya pun tertuju kepada kepahitan yang ada di dalam hati sebagian orang. Jika pahit di lidah saja sudah tidak enak, bagaimana jika kepahitan itu menyeruak dari dalam hati kita dan menutupi segalanya dalam hidup? Efeknya bukan saja merugikan kita, tetapi juga bisa berdampak lebih jauh kepada orang-orang disekitar kita secara luas.

Kepahitan bisa timbul dari banyak hal. Bisa berakibat dari pengalaman masa kecil mendapat perlakuan buruk dari orang tua, saudara atau keluarga, dari pasangan hidup, bisa lewat kekecewaan yang kita peroleh dari orang lain atau bahkan merasa kecewa kepada Tuhan, bisa jadi karena perlakuan-perlakuan tidak adil yang dialami dalam waktu yang lama, kenyataan yang tidak sesuai harapan dan sebagainya. Seperti halnya rasa pahit di lidah kita pada waktu sakit, kepahitan yang tumbuh di dalam diri kita pun bisa membuat segalanya menjadi tidak nyaman. Kita jadi sulit bertumbuh baik dalam kehidupan di dunia maupun secara rohani, dan bukan itu saja, kesehatan kita pun bisa terganggu apabila kita terus membiarkan kepahitan ini tumbuh subur, berakar di dalam diri kita. Kita cenderung menanti agar pihak yang mengecewakan kita untuk meminta maaf, tetapi pada kenyataannya hal itu tidaklah semudah membalik telapak tangan. Sementara kepahitan berakar dan menjalar terus, bukan mereka yang terganggu, tetapi justru kita terus semakin menyiksa dan merugikan diri kita.

Tanyakan kepada tokoh-tokoh Alkitab yang pernah merasakan kepahitan. Ayub misalnya, ia sempat merasakan kepahitan karena merasa diperlakukan tidak adil oleh Tuhan. "Semuanya itu sama saja, itulah sebabnya aku berkata: yang tidak bersalah dan yang bersalah kedua-duanya dibinasakan-Nya.Bila cemeti-Nya membunuh dengan tiba-tiba, Ia mengolok-olok keputusasaan orang yang tidak bersalah.Bumi telah diserahkan ke dalam tangan orang fasik, dan mata para hakimnya telah ditutup-Nya; kalau bukan oleh Dia, oleh siapa lagi?" (Ayub 9:22-24) Terdengar sinis bukan? Kita tahu bahwa apa yang dialami Ayub memang tidaklah ringan, sehingga kepahitan yang timbul di dalam hatinya membuatnya mengeluarkan kata bernada sinis kepada Tuhan. Atau lihatlah kata-kata Ayub lainnya:"Allah menyerahkan aku kepada orang lalim, dan menjatuhkan aku ke dalam tangan orang fasik. Aku hidup dengan tenteram, tetapi Ia menggelisahkan aku, aku ditangkap-Nya pada tengkukku, lalu dibanting-Nya, dan aku ditegakkan-Nya menjadi sasaran-Nya." (16:11-12). Dalam masa yang berbeda, Naomi pun merasakan kepahitan karena kehilangan suami dan anak-anaknya ketika masih di rantau orang. "Janganlah sebutkan aku Naomi; sebutkanlah aku Mara, sebab Yang Mahakuasa telah melakukan banyak yang pahit kepadaku.Dengan tangan yang penuh aku pergi, tetapi dengan tangan yang kosong TUHAN memulangkan aku. Mengapakah kamu menyebutkan aku Naomi, karena TUHAN telah naik saksi menentang aku dan Yang Mahakuasa telah mendatangkan malapetaka kepadaku." (Rut 1:21-22). Demikianlah kepahitan bisa mempengaruhi diri kita sehingga tidak ada lagi sukacita dan harapan yang tersisa.

Kepahitan tidak boleh kita biarkan bercokol dalam diri kita. Jika kita membiarkan rasa pahit itu tumbuh subur dalam diri kita, maka buah-buah yang kita hasilkan pun akan pahit pula. Dalam Wahyu terdapat ayat yang berbunyi: "Nama bintang itu ialah Apsintus. Dan sepertiga dari semua air menjadi apsintus, dan banyak orang mati karena air itu, sebab sudah menjadi pahit." (Wahyu 8:11). Perhatikanlah bahwa sebuah kepahitan tidak saja merusak diri kita, tetapi bisa pula berdampak negatif kepada orang lain. Firman Tuhan berkata "Jagalah supaya jangan ada seorangpun menjauhkan diri dari kasih karunia Allah, agar jangan tumbuh akar yang pahit yang menimbulkan KERUSUHAN dan yang MENCEMARKAN banyak orang." (Ibrani 12:15). Seperti halnya pohon mendapat suplai makanannya dari akar, jika akarnya pahit maka pohon pun akan tercemar dan menghasilkan buah-buah yang pahit pula. Itulah sebabnya sangat penting bagi kita untuk menjaga diri kita agar tidak membiarkan kepahitan itu berakar dalam hidup kita, karena bukan saja diri kita yang terkena getahnya, tetapi dampak negatifnya pun bisa dirasakan orang-orang terdekat kita pula.

Ayat dalam Ibrani di atas memberikan solusinya, yang ternyata bukan tergantung dari orang, tetapi justru tergantung dari keputusan kita sendiri. Solusinya ada pada keputusan kita apakah kita mau semakin mendekatkan diri pada kasih karunia Allah atau membiarkan diri kita terus menjauh dan membiarkan rasa pahit itu menyebar merusak diri kita lebih dan lebih lagi. Kasih karunia Allah akan memberi perbedaan dan membuat kita mampu memberikan pengampunan kepada orang-orang yang telah menyakiti kita. Dengan demikian kita pun bisa terhindar dari kepahitan yang bisa mencemarkan diri kita sendiri dan orang lain. Ketika menggambarkan dosa lidah, Yakobus berkata "Adakah sumber memancarkan air tawar dan air pahit dari mata air yang sama?"(Yakobus 3:11). Yakobus mengingatkan bahwa apa yang pahit dan tawar tidak akan pernah bisa keluar dari sumber yang sama. Apa yang menjadi sumber kehidupan? Dalam Amsal 4:23 kita mengetahui bahwa semua itu bersumber dari hati. Hati haruslah dijaga dan terus diisi dengan firman Tuhan yang hidup. Kesejukan hati akan membuat kita lebih mampu merasakan kasih karunia Allah. Kepahitan bukanlah tergantung dari orang lain tetapi akan sangat tergantung dari diri kita sendiri. Segala ketidak adilan atau kekecewaan boleh saja muncul dalam diri kita, tetapi atasilah itu dengan tetap berada dekat dengan kasih karunia Allah. Itulah yang akan membebaskan kita dari kepahitan meski tidak satupun situasi di dunia ini memihak kita.

Kepahitan bukan saja membuat kita sulit bertumbuh tetapi juga akan merugikan orang lain

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

No comments:

Menjadi Anggur Yang Baik (1)

 Ayat bacaan: Yohanes 2:9 ===================== "Setelah pemimpin pesta itu mengecap air, yang telah menjadi anggur itu--dan ia tidak t...