Thursday, March 31, 2011

Menyesal

Ayat bacaan: Amsal 3:21
=====================
"Hai anakku, janganlah pertimbangan dan kebijaksanaan itu menjauh dari matamu, peliharalah itu,"

menyesalMalam ini saya teringat ketika melamar pekerjaan sebagai pengajar. Setelah melewati rangkaian penyaringan, saya akhirnya sampai pada proses terakhir dan langsung berhadapan dengan pimpinan. Dia memberi berbagai pertanyaan secara lisan, dan sebuah pertanyaan terakhir darinya berbunyi: "Apa yang paling anda sesali dari masa lalu anda?" Dalam perjalanan hidup kita selama ini, mungkin ada banyak hal yang kita sesali. Mulai dari sesuatu yang sederhana sampai sesuatu yang bisa jadi cukup fatal hingga mempengaruhi diri kita hari ini. Kenyataannya ada banyak orang terus terperangkap di bawah bayang-bayang masa lalu mereka dan tidak kunjung bisa maju menatap hari depannya. Ada peribahasa yang menggambarkan hal ini yaitu nasi sudah menjadi bubur. Bubur tidak bisa diolah lagi menjadi nasi, menggambarkan sesuatu yang sudah terlanjur terjadi dan tidak bisa diulang kembali lagi. Bagi saya sendiri pertanyaan itu sempat membuat saya merenung. Saya bukanlah orang yang sempurna, dalam artian tidak pernah berbuat salah. Saya justru melakukan begitu banyak kesalahan di masa lalu. Lewat anugerahNya akhirnya Tuhan memberikan saya kesempatan untuk bertobat dan berbalik dari jalan-jalan saya yang buruk. Saya tidak bisa mengulangi masa lalu saya, tetapi saya bisa memperbaikinya untuk ke depan. Saya bersyukur bahwa Tuhan membukakan pintu kesempatan dan tidak mengambil nyawa saya di saat saya masih bergelimang dosa di waktu lalu. Ada banyak kecerobohan dan kebodohan yang saya lakukan sebelum bertobat dan saya tahu apa akibatnya. Oleh karena itulah saya harus benar-benar memperhatikan setiap langkah yang saya ambil hari ini agar jangan sampai semua itu terulang kembali. Saya tidak mau menambah daftar penyesalan setelah Tuhan menjadikan saya sebagai ciptaan baru, the whole new person in Christ.

Ada pepatah mengatakan "penyesalan selalu datang terlambat". Bukankah ini menjadi bagian hidup semua orang? Menyesal tidak belajar dengan baik sehingga gagal dalam ujian, menyesal mengucapkan kata-kata buruk sehingga menyakiti orang untuk waktu yang cukup lama, menyesal sudah meninggalkan pekerjaan, menyesal atas pengambilan keputusan-keputusan yang keliru dan bentuk-bentuk penyesalan lainnya. Bersyukurlah bila kita masih diberi kesempatan untuk bertobat hari ini sehingga kita tidak perlu menyesal karena terlanjur kehilangan anugerah keselamatan seperti yang dialami oleh orang kaya dalam kisah Lazarus. (Lukas 16:19-31). Tapi ingatlah bahwa penyesalan tinggal penyesalan. Kita tidak bisa mengulang masa lalu. Ada yang baik, ada yang buruk, dan untuk yang buruk inilah penyesalan itu hadir pada suatu ketika, dan seringkali kita tidak bisa berbuat apa-apa lagi selain menanggung konsekuensi sebagai akibat dari kesalahan itu. Konsekuensi mau tidak mau tetap harus kita hadapi meski Tuhan sudah mengampuni kita. Tanyakan Daud, maka ia pasti akan bercerita panjang lebar mengenai hal ini.

Jika demikian, ada yang harus kita lakukan agar kita berhenti melakukan hal-hal yang akan mendatangkan penyesalan di kemudian hari. Ayat bacaan hari ini memberikan tips agar kita terhindar darinya, "Hai anakku, janganlah pertimbangan dan kebijaksanaan itu menjauh dari matamu, peliharalah itu" (Amsal 3:21). Betapa pentingnya ayat ini dalam mencegah kita terjatuh ke dalam keputusan-keputusan hidup yang bisa mengarah kepada penyesalan. Pertimbangan dan kebijaksanaan, keduanya harus senantiasa menjadi fokus bagi kita dalam mengambil keputusan baik yang sederhana apalagi yang penting. Jangan terburu-buru, jangan asal-asalan, tetapi pikirkanlah semua dengan matang dengan pertimbangan dan kebijaksanaan. Berdoalah dan mintalah hikmat dari Tuhan untuk memampukan kita mengambil jalan-jalan yang benar dalam pengambilan keputusan. Salomo menggambarkan bagaimana indahnya apabila kita melakukan ini dalam hidup kita. "maka itu akan menjadi kehidupan bagi jiwamu, dan perhiasan bagi lehermu. Maka engkau akan berjalan di jalanmu dengan aman, dan kakimu tidak akan terantuk. Jikalau engkau berbaring, engkau tidak akan terkejut, tetapi engkau akan berbaring dan tidur nyenyak.Janganlah takut kepada kekejutan yang tiba-tiba, atau kepada kebinasaan orang fasik, bila itu datang." (ay 22-25). Dengan kata lain Salomo berkata, apabila kita mempergunakan pertimbangan dan kebijaksanaan dalam mengambil keputusan, maka hidup kita akan terpelihara indah dan menyenangkan, kita akan berjalan dengan aman tanpa harus tersandung, kita akan terbebas dari rasa cemas dan bisa tidur nyenyak dan kita tidak perlu takut akan bencana yang bisa menyerang tiba-tiba. Mempergunakan hikmat untuk pertimbangan dan kebijaksanaan artinya mengijinkan Tuhan sendiri untuk menjaga kita agar tidak terperosok dalam jebakan. "Karena Tuhanlah yang akan menjadi sandaranmu, dan akan menghindarkan kakimu dari jerat." (ay 26).

Apabila ada kesalahan-kesalahan yang sempat terjadi di waktu lalu dimana konsekuensinya masih kita rasakan hingga hari ini, jangan biarkan hal tersebut membuat langkah kita tersendat untuk maju. Sesungguhnya Tuhan sudah memberikan sebuah hidup baru yang bisa kita isi dengan lebih baik dari sebelumnya. Jangan pernah biarkan diri kita terbelenggu oleh kesalahan masa lalu, tetapi tataplah ke depan, dimana sesuatu yang indah sudah menanti kita. Rasul Paulus misalnya. Dia bukanlah orang yang baik sebelum bertobat. Masa lalunya kelam. Tetapi setelah bertobat ia tahu bahwa harus melupakan masa lalunya dan memandang ke depan. Dia berkata: "Saudara-saudara, aku sendiri tidak menganggap, bahwa aku telah menangkapnya, tetapi ini yang kulakukan: aku melupakan apa yang telah di belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku, dan berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan sorgawi dari Allah dalam Kristus Yesus." (Filipi 3:13-14). Jika tidak bisa dilupakan, pakailah semua itu sebagai pembelajaran agar kita bisa lebih baik lagi kedepannya. Konsekuensi mungkin masih harus kita tanggung, tetapi jangan biarkan hal itu merintangi kita untuk meraih mahkota kehidupan dan keselamatan yang telah dianugerahkan Tuhan bagi kita. Hari ini marilah kita memperhatikan betul untuk mempergunakan pertimbangan dan kebijaksanaan dengan sebaik-baiknya sebelum memutuskan sesuatu sehingga kita tidak perlu terjatuh dalam penyesalan tak berujung di kemudian hari. Let's all be wise!

Sesal kemudian tidak berguna, maka bersikaplah bijak dalam mengambil keputusan

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Wednesday, March 30, 2011

Lampu Kuning

Ayat bacaan: Yohanes 13:35
====================
"Dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-murid-Ku, yaitu jikalau kamu saling mengasihi."

lampu kuningLampu jalan terdiri atas tiga lampu, merah, kuning dan hijau. Kita akan tahu harus berhenti ketika lampu berwarna merah, bisa mulai bersiap-siap untuk jalan lagi atau mulai berhenti ketika lampu kuning menyala, dan segera melanjutkan perjalanan di saat lampu berwarna hijau. Warna kuning ini pun sering dipakai orang sebagai kiasan bahwa kita sudah harus hati-hati. Seperti teman saya hari ini berkata bahwa kesehatannya sudah seperti lampu kuning, karena hasil check upnya ternyata kurang baik. Lampu kuning menunjukkan bahwa kita harus mulai memperhatikan sesuatu yang mulai mengarah kepada hal yang bisa berpotensi merugikan kita. Dalam keimanan puh seperti itu. Mengaku percaya dan beriman kepada Kristus itu mudah. Tetapi seberapa jauh kebenaran pengakuan itu? Kenyataannya ada banyak orang yang dengan mudah mengaku sebagai murid Yesus, bangga memakai atribut-atribut Kekristenan dalam kehidupan sehari-hari, namun sebenarnya iman mereka sudah mulai berada dalam lampu kuning, yang artinya harus segera dibenahi sebelum terjatuh kepada berbagai tindakan yang tidak berkenan bagi Tuhan. Begitu banyaknya pengaruh dari lingkungan, media dan lain-lain bisa mulai mempengaruhi pikiran kita, dan itu akan berpengaruh kepada keyakinan lalu berdampak melemahkan iman kita. Masalahnya seringkali orang tidak menyadari bahwa iman mereka sebenarnya mulai melemah. Mereka berpikir bahwa mereka baik-baik saja, tetapi pada kenyataannya tanpa disadari mereka mulai masuk ke area lampu kuning yang jika tidak cepat diatasi bisa berdampak pada hilangnya kesempatan untuk menerima mahkota kehidupan yang akan membawanya masuk ke dalam keselamatan. Pertanyaannya, adakah ciri-ciri atau tanda-tanda yang bisa kita pakai untuk mengetahui dimana tingkat iman kita saat ini?

Tentu saja ada. Kita bisa mengukur posisi iman kita saat ini salah satunya dari sejauh mana kepekaan kita terhadap hal-hal yang dialami orang lain. Atau dengan kata lain, sejauh mana kasih berperan dalam menentukan reaksi kita terhadap situasi sesama kita pada saat ini. Mengapa bisa demikian? Sebab Yesus sendiri berkata: "Dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-murid-Ku, yaitu jikalau kamu saling mengasihi." (Yohanes 13:35). Orang bisa mengenal iman kita lewat tindakan dan perbuatan kita. Dan Yesus menekankan pentingnya kasih yang mengacu kepada kepekaan dan reaksi kita terhadap orang lain. Itulah yang bisa menunjukkan seperti apa kondisi iman kita hari ini. Saya akan ambil beberapa contoh. Jika ada orang di dekat kita yang membutuhkan pertolongan, apa yang akan menjadi reaksi kita? Apakah kita akan segera membantu mereka sesuai kemampuan kita? Apakah kita merasa kasihan tetapi tidak melakukan apa-apa? Atau kita malah sama sekali tidak peduli. Itu akan menunjukkan sejauh mana kasih Allah masih berkuasa dalam diri kita, seperti apa kondisi iman kita saat ini. Penjabaran kasih dalam 1 Korintus 13:4-7 menunjukkan dengan jelas bahwa hubungan antara kasih dan kepekaan terhadap penderitaan orang lain sangatlah berhubungan, deeply related, dan itu adalah sesuatu yang tidak bisa ditawar-tawar. Perintah dari Yesus jelas. "Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi." (ay 34).

Sebuah kepekaan atas kasih bukan hanya berbicara secara sempit mengenai reaksi kita terhadap penderitaan orang lain. Apa yang timbul dalam hati kita ketika melihat orang lain memperoleh kenikmatan atau berkat, itupun bisa menunjukkan sejauh mana kasih berkuasa atas diri kita. Apa yang kita pikirkan ketika melihat tetangga kita membeli mobil baru? perabotan baru? Apa reaksi kita melihat orang lain diberkati itu akan mencerminkan kondisi iman kita saat ini. Ketika melihat teman sekerja mendapat promosi, dan kita tidak, apa yang timbul di pikiran kita? Apakah kita mengucap syukur dan turut bergembira atas keberhasilan orang lain, atau kita bersungut-sungut, bergosip di belakang atau malah menyebarkan fitnah karena iri hati? Apakah kita memandang rendah orang lain, atau bahkan membenci dengan berbagai alasan yang kita anggap sebagai kewajaran atau pembenaran ketika mereka berseberangan atau tidak sepaham dengan kita? Hal ini pun penting untuk kita pikirkan dan bisa menjadi ciri-ciri apakah kita masih di jalur yang benar atau mulai kehilangan nilai-nilai luhur yang terkandung dalam kasih. Mengapa? Karena Firman Tuhan jelas mengatakan: "Bersukacitalah dengan orang yang bersukacita, dan menangislah dengan orang yang menangis!" (Roma 12:15). Dengan demikian jelaslah bahwa tanggapan kita terhadap kebahagiaan orang lain pun akan sangat menunjukkan siapa kita saat ini.

Firman Tuhan berkata: "Kita telah mengenal dan telah percaya akan kasih Allah kepada kita. Allah adalah kasih, dan barangsiapa tetap berada di dalam kasih, ia tetap berada di dalam Allah dan Allah di dalam dia." (1 Yohanes 4:16). Kasih bukan sekedar atribut Allah, tetapi Allah adalah kasih itu sendiri. Dan jika kita berada dalam kasih, maka itu artinya kita berada di dalam Allah dan Allah di dalam kita. Kata "berada" dalam bahasa Inggrisnya disebut dengan "dwell", yang artinya to live as a resident, to reside, tinggal diam, menetap dan bukan hanya singgah. Kita berada di dalam Allah dan Allah di dalam kita, itu menunjukkan sebuah persatuan yang kuat. Kasih dari Allah adalah sebuah kasih yang sempurna, seperti halnya yang ditunjukkan Kristus pula dengan keteladananNya. Artinya, jika Allah dan kita bersatu, saling tinggal diam di dalam diri masing-masing, maka kasih yang sempurna itu seharusnya pun mengalir keluar untuk menjangkau orang lain, baik melalui belas kasih terhadap yang menderita maupun ucapan syukur dan turut bergembira kepada yang sedang senang. Bagaimana mungkin kita mengaku beriman memiliki Allah di dalam kita tetapi kita tidak peka sama sekali terhadap tangisan orang lain? Dan ayat berikut pun menegaskan betul hal itu. "Barangsiapa mempunyai harta duniawi dan melihat saudaranya menderita kekurangan tetapi menutup pintu hatinya terhadap saudaranya itu, bagaimanakah kasih Allah dapat tetap di dalam dirinya?" (1 Yohanes 3:17).

Alkitab berkata: "Bertolong-tolonganlah menanggung bebanmu! Demikianlah kamu memenuhi hukum Kristus." (Galatia 6:2). Bantulah orang lain sejauh kemampuan kita, kasihilah orang lain tanpa memandang status, latar belakangnya atau kepercayaannya. Jangan bersikap eksklusif, karena kasih Allah yang sempurna itu sesungguhnya mengalir tanpa batas, tanpa sekat, sebagaimana halnya Tuhan mengasihi semua manusia ciptaanNya tanpa terkecuali. Ingatlah bahwa "Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih." (1 Yohanes 4:8). Bergembiralah bersama yang bergembira, dan pekalah terhadap penderitaan orang lain. Sejauh mana reaksi kita dalam menyikapi itu akan menunjukkan seberapa tinggi iman kita hari ini. Mari kita periksa diri kita. Jika kita ternyata berada pada lampu kuning, benahilah segera hubungan kita dengan Tuhan melalui persekutuan yang manis dan intim. Mari kita kembalikan posisi iman kita pada jalurnya dan nyatakanlah senantiasa kasih lewat kepekaan dan ucapan syukur.

Reaksi kita terhadap orang lain akan menunjukkan seperti apa iman kita

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Tuesday, March 29, 2011

Perabot Emas dan Perak

Ayat bacaan: 2 Timotius 2:20
=====================
"Dalam rumah yang besar bukan hanya terdapat perabot dari emas dan perak, melainkan juga dari kayu dan tanah; yang pertama dipakai untuk maksud yang mulia dan yang terakhir untuk maksud yang kurang mulia."

perabotan emasEntah bagaimana sendok nasi di rumah saya tiba-tiba lenyap tanpa jejak. Karenanya saya pun mencari sendok baru di supermarket bersama istri saya kemarin. Ada banyak pilihan, dan harganya pun berbeda-beda. Sendok dari kayu berharga sangat murah, dari plastik ada yang murah dan ada yang mahal, sedangkan dari logam lebih mahal lagi. Semakin bagus kualitas logamnya, semakin mahal pula harganya. Yang dari perak pun harganya selangit, apalagi jika ada yang terbuat dari emas. Harga tergantung dari bahan dan kualitasnya, itu sudah menjadi sesuatu yang wajar tentunya. Tidak hanya sendok, tetapi dalam berbagai perkakas, alat, perabot dan benda-benda lain pun hal yang sama berlaku pula.

Jika kita mengaplikasikan hal di atas terhadap kualitas hidup kita, dimana kita saat ini berada? Apa yang diinginkan Tuhan pada kita? Apakah Tuhan memang menginginkan kita untuk memperoleh kemuliaan masuk dalam KerajaanNya atau hanya sekedar lolos dari lubang jarum saja atau cukup menjadi pelengkap penderita? Apakah Tuhan rindu kita memperoleh mahkota kehidupan atau cukup hadiah hiburan saja? Tuhan jelas tidak menginginkan kita berkualitas pas-pasan. Tuhan siap mengangkat kita menjadi kepala dan bukan ekor, Dia siap membawa kita untuk tetap naik dan bukan turun, seperti bunyi FirmanNya dalam Ulangan 28:13. Mengacu pada ilustrasi di atas, sudahkah kita menyadari bahwa kita Dia kehendaki untuk menjadi perabot emas dan perak, bukan sekedar kayu dan tanah saja?

Dalam suratnya kepada Timotius, Paulus menyinggung hal ini secara khusus. "Dalam rumah yang besar bukan hanya terdapat perabot dari emas dan perak, melainkan juga dari kayu dan tanah; yang pertama dipakai untuk maksud yang mulia dan yang terakhir untuk maksud yang kurang mulia." (2 Timotius 2:20). Dalam Kerajaan akan terdapat perabot-perabot mulai dari emas, perak sampai kayu dan tanah liat. Tergantung takdir? Sama sekali tidak. Tuhan ingin kita semua untuk bisa menjadi perabot dari emas dan perak! Jika demikian bukan tergantung Tuhan, tetapi semuanya tergantung kita sendiri untuk menentukan kita untuk menjadi jenis yang mana. Tuhan ingin kita menjadi emas dan perak, tetapi jika kita tidak serius menanggapinya kita bisa berakhir sebagai kayu atau tanah. Masih mending jika kayunya bagus sehingga bisa dibuat menjadi perabot yang baik, atau tanah yang berkualitas sehingga masih bisa dibentuk menjadi pot, bagaimana jika kita berakhir menjadi kayu yang lapuk atau tanah yang tidak bisa diapa-apakan, sehingga kita hanya akan dibuang ke perapian?

Lantas bagaimana caranya? Untunglah ketika Paulus menyinggung mengenai kiasan tentang perabot ini dia juga membeberkan caranya. Perhatikan ayat selanjutnya: "Jika seorang menyucikan dirinya dari hal-hal yang jahat, ia akan menjadi perabot rumah untuk maksud yang mulia, ia dikuduskan, dipandang layak untuk dipakai tuannya dan disediakan untuk setiap pekerjaan yang mulia." (ay 21). Ini berhubungan dengan ayat sebelumnya: "Setiap orang yang menyebut nama Tuhan hendaklah meninggalkan kejahatan." (ay 19). Menyucikan diri dari kejahatan, itulah yang akan membuat kita bisa menjadi perabot-perabot dari emas dan perak berkualitas tinggi. Hidup suci, hidup kudus, itu harus terus kita lakukan agar kita layak dipakai untuk setiap pekerjaan mulia. Dalam ayat-ayat selanjutnya kita bisa mendapat penjabaran lebih lanjut dari Paulus akan hal ini. "Sebab itu jauhilah nafsu orang muda, kejarlah keadilan, kesetiaan, kasih dan damai bersama-sama dengan mereka yang berseru kepada Tuhan dengan hati yang murni. Hindarilah soal-soal yang dicari-cari, yang bodoh dan tidak layak. Engkau tahu bahwa soal-soal itu menimbulkan pertengkaran." (ay 22-23). Jangan mengejar nafsu orang muda tetapi kejarlah keadilan, kesetiaan, kasih dan damai. Jangan mencari masalah karena itu tidak ada gunanya alias sia-sia, dan bersekutulah dengan saudara-saudara seiman. Selanjutnya kita juga diingatkan agar jangan bertengkar tetapi jadilah ramah dan sabar (ay 24), lemah lembut kepada orang-orang yang sulit agar hati mereka bisa terpanggil untuk mengenal kebenaran. (ay 25). Menyucikan diri, itulah intinya yang artinya sama dengan mematikan semua kedagingan yang masih melekat mengotori diri kita. Dalam surat Kolose kita bisa membaca: "Karena itu matikanlah dalam dirimu segala sesuatu yang duniawi, yaitu percabulan, kenajisan, hawa nafsu, nafsu jahat dan juga keserakahan, yang sama dengan penyembahan berhala, semuanya itu mendatangkan murka Allah (atas orang-orang durhaka)". (Kolose 3:5-6). Lalu, "Tetapi sekarang, buanglah semuanya ini, yaitu marah, geram, kejahatan, fitnah dan kata-kata kotor yang keluar dari mulutmu. Jangan lagi kamu saling mendustai, karena kamu telah menanggalkan manusia lama serta kelakuannya, dan telah mengenakan manusia baru yang terus-menerus diperbaharui untuk memperoleh pengetahuan yang benar menurut gambar Khaliknya." (ay 8-10). Semua ini dikatakan berlaku kepada siapapun. (ay 11). Apabila terasa sulit, jangan lupa bahwa kita punya Roh Kudus di dalam diri kita yang akan dengan senang hati membantu proses penyucian diri ini. Ingatlah bahwa Roh Kudus tinggal di dalam orang-orang percaya (Roma 8:11) dan akan terus bekerja untuk menyucikan kita. (Roma 15:16).

Ada banyak di antara orang percaya yang sudah merasa puas untuk menjadi perabot dari kayu dan tanah. Mereka tidak mencukupi syarat untuk menjadi perabot emas dan perak. Tidak cukup setia, tidak mau memisahkan diri dari berbagai pengaruh yang membawa kecemaran, tidak mau berpaling dari keduniawian untuk berjalan berdampingan dengan Tuhan. Tuhan tidak menghendaki kita untuk berakhir seperti itu. Tuhan siap memakai kita untuk maksud mulia, tetapi kita harus terlebih dahulu menyucikan diri kita. Itulah yang sesungguhnya menjadi panggilan Tuhan buat kita semua, dan seperti itulah kita seharusnya. Jangan berhenti, ijinkanlah Roh Kudus untuk terus bekerja atas diri kita sehingga kita bisa menjadi perabot bernilai tinggi terbuat dari logam mulia.

Jangan berhenti pada kayu dan tanah, tetapi tingkatkan terus hingga menjadi emas dan perak

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Monday, March 28, 2011

Salah Pergaulan

Ayat bacaan: 1 Korintus 15:33
=====================
"Janganlah kamu sesat: Pergaulan yang buruk merusakkan kebiasaan yang baik."

salah pergaulanAdik saya baru saja dikagetkan dengan munculnya kembali seorang temannya yang sudah 8 tahun hilang. Orang tuanya sudah melaporkan ke polisi 8 tahun yang lalu, tetapi tidak ada kabar berita tentang dia sama sekali. Mereka menduga bahwa anaknya terlibat masalah, sudah dibunuh dan mayatnya dibuang entah kemana. Mereka sudah merelakan, semua teman-temannya pun demikian. Bayangkan betapa kagetnya adik saya ketika temannya itu tiba-tiba muncul di depan pintu rumah. Ia masih hidup, meskipun wajahnya terlihat jauh lebih tua dari usianya, dan di tangannya ada bekas luka bacokan dan sebagainya. Pecahan mesiu pun masih ada yang tertanam di wajahnya. Apa yang terjadi sehingga ia hilang? Dia belum mau menceritakan apa-apa, kecuali mengakui bahwa dia salah bergaul pada waktu itu lalu masuk ke dalam lingkungan yang jahat, sampai akhirnya terpaksa hilang untuk sekian lama. Saya mengenalnya betul. Dahulu saya tahu ia orang baik-baik. Lihatlah bagaimana orang baik-baik bisa menjadi seperti itu akibat lingkungan pergaulan yang salah. 8 tahun terbuang sia-sia dengan bekas luka di sekujur tubuh. Puji Tuhan, Tuhan masih pelihara dia dan masih memberinya kesempatan untuk bertobat. Saya tidak bisa membayangkan seandainya apa yang diduga orang tua dan teman-temannya itu benar. Alangkah sia-sianya hidup yang dimulai dengan baik apabila harus berakhir tragis seperti itu.

Bahaya pergaulan yang salah bukan saja milik teman adik saya itu. Ada banyak orang yang memulai segalanya dengan baik lalu terjerumus ke dalam dosa karena tidak berhati-hati dalam memilih teman. Dalam contoh ekstrim bergaul dengan penjahat bisa mengakibatkan kesalahan fatal seperti yang ia alami. Tetapi ada banyak contoh-contoh lain yang mungkin tidak se-ekstrim itu. Bergaul dengan teman yang suka mabuk-mabukan misalnya, menjadi sesat karena jatuh cinta kepada orang yang salah, terjebak pada bujuk rayu teman-teman, terpaksa melakukan sesuatu yang buruk karena takut disingkirkan dari pergaulan dan sebagainya, ini semua terjadi di sekitar kita, bahkan mungkin kita pun pernah atau masih mengalaminya. Kita mungkin berpikir bahwa sedikit-sedikit melakukan hal buruk tidak apa-apa, tetapi bagaimana jika hal itu kemudian membawa resiko fatal lalu kita tidak lagi punya kesempatan untuk kembali? Disamping itu, ada banyak pula ajaran-ajaran yang seolah mengacu kepada Firman Tuhan tetapi ternyata setelah dikaji baik-baik malah sangat bertentangan dengan FirmanNya? Dunia menawarkan begitu banyak hal yang bisa dengan cepat membuat kita tergiur. Alkitab mengatakan bahwa "dunia ini sedang lenyap dengan keinginannya..." (1 Yohanes 2:17). Setiap saat kita bisa bersinggungan dengan orang-orang yang sesat, saling menyesatkan dan disesatkan. Jika tidak hati-hati, kita bisa dengan cepat menjadi sesat dan ketika sadar situasinya sudah sangat sulit bahkan bisa jadi sudah terlambat untuk diperbaiki. Adalah sangat penting bagi kita untuk menjaga betul pergaulan kita agar apa yang sudah kita bangun dengan susah payah tidak berakhir sia-sia dalam waktu singkat hanya karena terjebak dalam pergaulan yang salah.

Paulus menyerukan kepada kita agar kita berhati-hati menyikapi pergaulan. "Janganlah kamu sesat: Pergaulan yang buruk merusakkan kebiasaan yang baik." (1 Korintus 15:33). Apa yang disampaikan Paulus mengacu kepada sebuah situasi ketika sebuah ajaran yang tidak mempercayai kebangkitan Kristus beredar di kalangan jemaat Korintus. Mereka dengan gencar berusaha mempengaruhi jemaat sehingga banyak di antara mereka yang kemudian terpengaruh. Paulus pun mengingatkan dengan tegas agar mereka tidak terjebak dalam pengajaran yang salah itu. Mereka harus memperhatikan betul pergaulan mereka agar jangan sampai segala yang baik yang telah mereka capai kemudian hancur berantakan. Pesan ini secara luas masih berlaku hingga hari ini, ketika penyesatan bisa hadir dimana-mana dengan begitu mudahnya. Perkembangan teknologi membuat media semakin banyak, dan dari segala sisi kita bisa dipengaruhi oleh ajakan atau ajaran sesat yang seringkali hadir dengan kemasan menarik yang sepintas bisa saja terlihat baik dan benar. Jika dahulu pesan Paulus itu merupakan sesuatu yang penting, apalagi hari ini.

Kita memang tidak boleh bersifat eksklusif, menutup diri dari orang lain yang tidak sepaham atau seiman, apalagi menganggap orang itu najis atau tidak tahir (haram). Dengan jelas Firman Tuhan melarang kita untuk menjauhi orang lain dengan menganggap mereka seperti itu dalam Kisah Para Rasul 10:28. Tetapi ingat pula bahwa kita harus berhati-hati agar jangan sampai kita yang terjebak mengikuti arus, malah kita yang ikut-ikutan rusak. Tugas kita untuk menjadi terang mengharuskan kita untuk bisa membuka diri seluas-luasnya dengan berbagai pihak. Bersikap eksklusif dengan menutup diri akan sama artinya dengan meletakkan lampu dibawah gantang, sehingga terang tidak akan bisa bercahaya menerangi apa-apa. (Bacalah Matius 5:14-16). Tetapi ingat pula bahwa sebuah terang seharusnya mampu mengalahkan kegelapan. Gelap tidak akan pernah mampu melawan terang. Segelap gulita apapun, jika cahaya masuk kesana maka kegelapan akan sirna. Jika kita yang kalah dan kemudian meredup bahkan menjadi gelap, bukankah itu hal yang ironis dan sangat disayangkan? Kita memang harus membuka diri kepada semua orang, jangan hanya bergaul secara sempit saja, tetapi penting pula bagi kita untuk menjaga diri kita supaya tetap bisa berfungsi sebagai terang dan tidak malah ikut masuk ke dalam kegelapan yang menyesatkan.

Kita diingatkan untuk mewaspadai segala godaan dan tawaran yang bisa dibawa oleh lingkungan pergaulan kita. Firman Tuhan berkata "Ujilah segala sesuatu dan peganglah yang baik." (1 Tesalonika 5:21). Kita harus senantiasa menguji segala sesuatu apakah sesuai dengan Firman Tuhan atau tidak. Berhati-hatilah karena jebakan bisa masuk dari manapun. Mulai dari sesuatu yang terlihat menggiurkan atau nikmat hingga ajaran-ajaran yang dipoles dalam kemasan yang terlihat baik namun di dalamnya mengandung banyak hal yang bertentangan dengan Firman Tuhan. Itulah sebabnya kita harus terus rajin membaca Firman Tuhan agar kita tidak gampang terbujuk karena kekurang tahuan kita. Kita hidup di jaman dimana "..orang jahat dan penipu akan bertambah jahat, mereka menyesatkan dan disesatkan." (2 Timotius 3:13). Oleh karena itulah kita diingatkan: "Tetapi hendaklah engkau tetap berpegang pada kebenaran yang telah engkau terima dan engkau yakini, dengan selalu mengingat orang yang telah mengajarkannya kepadamu." (ay 14). Tetaplah berpegang pada kebenaran Firman Tuhan dalam melangkah. Bergaul tidak salah, tetapi kita harus bisa kritis terhadap pendapat atau ajakan teman-teman. Jagalah diri kita agar jangan sampai terpengaruh kepada sesuatu yang menyesatkan. Pegang prinsip kebenaran baik-baik dan jangan gadaikan demi solidaritas, demi status, demi pertemanan, ingin terlihat hebat dan sebagainya. Pergunakanlah terang Kristus dan jadilah terang yang menyinari kegelapan, bukan menjadi terang yang lemah sehingga gampang diredupkan.

Buka pintu persahabatan seluas-luasnya tetapi berhati-hatilah didalamnya

Follow us on twitter: http//twitter.com/dailyrho

Sunday, March 27, 2011

Gadget Modern : Positif atau Negatif?

Ayat bacaan: Roma 12:10
====================
"Hendaklah kamu saling mengasihi sebagai saudara dan saling mendahului dalam memberi hormat."

keliru menggunakan gadgetSeorang teman baru saja menumpahkan unek-uneknya kepada saya. Ia merasa kesal setelah selesai rapat informal di sebuah cafe bersama empat orang temannya. Mereka sudah berjanji untuk bertemu, dan untuk menghormati teman-temannya, maka ia pun mengganti telepon selular nya pada posisi silent. Tetapi ternyata keempat temannya tidak berpikir untuk melakukan hal yang sama. Mereka semua sibuk dengan Blackberry masing-masing, tenggelam dalam dunianya sendiri. Teman saya itu pun kemudian hanya diam melihat keempatnya sama sekali tidak peduli akan kehadiran satu sama lain, dan hanya menjawab seadanya ketika ditanya karena sedang sibuk bermain dengan blackberrynya. "Secara fisik mereka hadir, tetapi hati, perhatian dan pikiran mereka sama sekali tidak berada di sana. Bahkan sampai janji temu selesai." Kata teman saya itu dengan kesal. Gadget terus berkembang pesat dengan fitur-fitur yang semakin luas. Orang bisa saling terhubungkan secara instan meski berada di tempat yang berjauhan. Berbagai provider dan produsen pun saling berlomba-lomba untuk merangsang pembeli dengan berbagai fasilitas seperti facebook, twitter, chatting dan lain-lain dengan harga yang termurah, kalau bisa malah gratis. Semua fasilitas ini dibuat untuk mempermudah kita berhubungan. Di satu sisi semua itu memberi kemudahan akses bagi kita, tetapi di sisi lain berbagai kemudahan itu ternyata membuat kita tidak lagi tertarik untuk bersosialisasi dengan orang-orang di sekitar kita secara langsung. Semakin canggih gadget yang digunakan, semakin jauh pula penggunanya tersedot ke dalamnya. Mereka bertualang di dunia mereka masing-masing, sehingga meski tubuh mereka berada di tempat, tetapi hati, pikiran dan perhatian mereka berada dalam sebuah kotak kecil dengan dunia tersendiri. Betapa seringnya saya melihat suami istri atau yang sedang berpacaran tidak lagi saling ngobrol ketika berada di rumah makan atau cafe. Mereka sibuk dengan gadget masing-masing, tidak peduli lagi dengan orang yang pada saat itu ada bersama mereka. Pada kesempatan lain seorang teman lain mengeluh bahwa pasangannya seolah berubah menjadi orang yang tidak ia kenal. "Bangun pagi ia langsung sibuk bermain blackberry nya dan tidak lagi mau diganggu oleh apapun. Hampir sepanjang hari ia terus seperti itu." keluhnya. Ini mungkin dialami pula oleh banyak pasangan atau persahabatan. Kita dekat dengan yang jauh, tetapi menjadi jauh dengan yang dekat. Sungguh ironis.

Apakah gadget-gadget modern, muktahir dengan fitur hebat dan kemampuan tinggi seperti Blackberry serta produk-produk lain yang mirip, iPad, laptop, netbook, dan sebagainya yang harus disalahkan? Apakah teknologi internet yang banyak dipergunakan untuk hal-hal jahat harus menjadi tertuduh? Saya rasa tidak. Teknologi yang semakin maju memang akan terus membawa banyak perubahan terhadap kemudahan dalam segala hal. Semua itu pada dasarnya dibuat untuk maksud yang baik. Tetapi baik dan tidaknya benda-benda itu akan sangat tergantung kepada penggunanya. Nuklir bisa sangat bermanfaat dalam kehidupan, tetapi bisa pula menjadi alat penghancur luar biasa ketika berada di tangan yang salah. Blackberry diciptakan dengan segala fitur yang seharusnya bisa membantu kita dalam bekerja, berinteraksi, membantu ketika mencari sebuah alamat dan sebagainya, tetapi bisa pula membuat orang ketagihan dan pindah ke dunianya sendiri terlepas dari raganya ketika tidak dipergunakan secara tepat. Teman saya di atas juga memakai Blackberry, tetapi ia tahu kapan harus mengaktifkan dan me-non aktif kan pada saatnya. Internet bisa dipakai untuk memberkati orang lain, saya sendiri menyampaikan Firman Tuhan selama tiga tahun lebih lewat media internet, tetapi bisa pula dipakai untuk hal-hal yang buruk seperti pornografi, provokasi, penipuan dan sebagainya. Saya sering mengatakan bahwa dengan internet kita bisa memperoleh begitu banyak hal, mulai dari resep membuat cabe giling sampai bagaimana membuat bom nuklir. Semua tergantung kepada penggunanya. Singkatnya, kemajuan teknologi bisa dipakai untuk memuliakan Tuhan dan membuat kita lebih mudah untuk berbagi cerita dan kasih kepada orang lain, tetapi bisa pula dipakai untuk membangun tembok-tembok tinggi yang akan memisahkan kita dari teman, saudara dan keluarga termasuk pula dari Tuhan. Sekali lagi, semua tergantung penggunanya.

Tidak ada yang salah dengan memiliki gadget modern. Saya sama sekali tidak mengkritik atau menyalahkan pemiliknya apalagi gadgetnya. Tetapi penggunaannya haruslah diperhatikan untuk maksud-maksud baik dan tujuan yang tepat. Porsinya pun harus tepat pula. Tidak berlebihan, tidak pula disia-siakan dan hanya dipakai untuk sekedar gaya saja. Yang pasti, jangan sampai berbagai gadget itu membuat hubungan kita terputus dengan dunia nyata dan tidak lagi mempedulikan teman-teman kita, dan terutama jangan sampai itu malah menjauhkan kita dari Tuhan. Firman Tuhan mengatakan: "Hendaklah kamu saling mengasihi sebagai saudara dan saling mendahului dalam memberi hormat." (Roma 12:10). Ini kehendak Tuhan untuk kita lakukan. Tetapi bagaimana kita bisa mengasihi dan memberi hormat jika kita bahkan tidak peduli terhadap orang-orang yang berada disekitar kita? Dari etiket, sopan santun dan tata krama, bersikap tidak mengacuhkan orang yang sedang berbicara atau berada dekat dengan kita itu sudah salah. Dan dari Firman Tuhan pun sikap seperti itu sama sekali tidak mencerminkan apa yang diinginkan Tuhan untuk dilakukan anak-anakNya. Sebuah sikap hormat di dalamnya terdapat kesopanan dan etiket. Bagaimana mau dikatakan hormat kalau kita acuh tak acuh kepada orang yang berbicara kepada kita dan hanya sibuk dengan diri sendiri?

Seringkali kita sulit untuk mengabaikan berbagai hawa nafsu dan keinginan daging kita. Kita tahu bahwa melakukan sesuatu itu tidak baik, tetapi kita dikalahkan oleh keinginan daging kita sehingga akhirnya kita menyerah. Dan itulah yang kerap membuat kita terjebak pada penggunaan yang salah terhadap berbagai fasilitas dan benda yang kita miliki. Keinginan-keinginan daging membuat kita memanfaatkannya secara berlebihan sehingga malah berakibat negatif bagi kita dan orang lain. Paulus mengingatkan sesuatu yang sangat penting untuk kita ingat: "Barangsiapa menjadi milik Kristus Yesus, ia telah menyalibkan daging dengan segala hawa nafsu dan keinginannya." (Galatia 5:24). Dan kita tahu apa saja yang timbul dari keinginan daging seperti yang disebutkan dalam ayat 19-21. Disana jelas digambarkan bahwa perbuatan-perbuatan daging bukan cuma sesuatu yang berat seperti percabulan, penyembahan berhala, sihir, mabuk-mabukan dan sebagainya, tetapi juga menyangkut soal hawa nafsu terhadap benda-benda, kepentingan diri sendiri dan juga menjadi lahan subur timbulnya roh pemecah. Selain itu, memiliki dan mengijinkan kasih Allah mengalir dalam hidup kita pun akan mampu menjauhkan kita dari berbagai perbuatan-perbuatan yang tidak sopan. "Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain..." dan sebagainya. (1 Korintus 13:4-7).

Gadget modern bisa mempermudah kita dalam bekerja, bersosialisasi, dalam berbagai aspek kehidupan termasuk pula dalam melayani, dan tidak ada yang salah dengan mengikuti perkembangan jaman lewat gadget dan fasilitas yang semakin maju. Tetapi kita harus memperhatikan betul penggunaannya. Apakah kita memuliakan Tuhan dengan melakukan hal-hal yang baik dan bermanfaat dengan semua kemudahan yang ada, atau sebaliknya kita malah menutup diri dari lingkungan bahkan menjauh dari Tuhan. Firman Tuhan mengatakan dengan tegas, "Beginilah firman TUHAN: "Terkutuklah orang yang mengandalkan manusia, yang mengandalkan kekuatannya sendiri, dan yang hatinya menjauh dari pada TUHAN!" (Yeremia 17:5). Di tangan yang tepat, gadget-gadget itu bisa membuat kita semakin dekat dengan orang lain dan semakin dekat pula dengan Tuhan, dipermudah dalam menjalankan misi kita di muka bumi ini untuk mewartakan Injil, membawa kedamaian dan keselamatan bagi orang lain, dan memberkati mereka dengan apa yang kita mampu lakukan. Mari perhatikan betul penggunaan fasilitas dan kemudahan seiring perkembangan teknologi agar kita tidak terjerumus kepada sesuatu yang buruk.

Perkembangan teknologi seharusnya memberi manfaat positif, bukan membuat kita mengucilkan diri dari orang lain dan Tuhan


Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Saturday, March 26, 2011

Merek

Ayat bacaan: Keluaran 20:7
====================
"Jangan menyebut nama TUHAN, Allahmu, dengan sembarangan, sebab TUHAN akan memandang bersalah orang yang menyebut nama-Nya dengan sembarangan."

merekMemakai benda-benda bermerek merupakan impian banyak orang. Tidak jarang orang rela mengeluarkan biaya mahal demi memiliki sesuatu dengan merek terkenal. Jika tidak sanggup yang asli, maka yang palsu dengan kualitas yang tidak jauh pun menjadi pilihan, sepanjang mereknya ada dan bisa terlihat menyerupai asli. Sepatu, tas, baju, celana, parfum, dan aksesori lainnya, merek-merek terkenal akan selalu menghiasi dan menggoda kita untuk bisa memilikinya. Meski tidak banyak barang yang tidak bermerek terkenal yang memiliki kualitas tidak jauh atau bahkan hampir sama, tetapi kebanyakan orang akan cenderung memilih sesuatu yang bermerek. Sedemikian pentingnya merek bagi manusia, itulah sebabnya ada begitu banyak benda-benda palsu yang beredar di pasaran baik dengan mempergunakan merek terkenal maupun yang selintas terlihat sama dengan merubah satu atau dua huruf.

Tidak saja pada aksesoris, tetapi dalam kerohanian pun manusia suka mempergunakan atribut-atribut tertentu yang dengan langsung menunjukkan kepercayaan mereka. Baik seperti yang dianjurkan oleh kepercayaan masing-masing, atau didasari atas rasa bangga, atribut-atribut keagamaan yang dipakai sedikit banyak akan menggambarkan kepercayaan yang dianut oleh pemakainya. Bagi kita pun demikian. Ada begitu banyak kalung salib dengan corak indah beragam, stiker mulai dari yang serius sampai yang unik dan lucu, kaos-kaos dengan desain tertentu dan sebagainya, semua itu tersedia dan tidak sulit untuk kita peroleh. Kita pun bangga memakainya. Tetapi apakah kita tahu bahwa Tuhan tidak ingin kita hanya merasa bangga tetapi tidak menunjukkan atribut yang benar sebagai anakNya lewat perbuatan kita sehari-hari. Kenyataannya ada banyak orang yang mempergunakan atribut atau simbol keagamaan tetapi justru melakukan tindakan yang tidak terpuji. Melakukan kekerasan mengatasnamakan Tuhan misalnya, perbuatan tidak terpuji seperti itu bukan saja mempermalukan pelakunya tetapi juga Tuhan bahkan bisa membawa pengenalan yang salah terhadap kepercayaan tertentu yang sama sekali tidak kita inginkan. Tetapi perilaku-perilaku buruk bukanlah harus selalu berbicara mengenai hal-hal yang "berat" seperti itu. Bagaimana jika kita memakai kaos beratribut Kristen tetapi kita malah ugal-ugalan di jalan? Bagaimana ketika kita mengumpat sambil memakai kalung salib di leher, atau mobil dengan stiker bertuliskan sesuatu yang bernafaskan kekristenan tetapi tidak mematuhi peraturan lalu lintas dan menghormati sesama pengemudi di jalan raya? Sadarkah kita bahwa ketika kita berjalan dengan atribut-atribut tersebut, kita sesungguhnya sedang membawa nama Yesus kemanapun kita pergi? Baik atau tidak namaNya dikenal orang, benar atau tidak pemahaman orang tentang Dia, itu akan sangat tergantung dari gerak langkah kita, sikap, tindakan dan perbuatan kita sehari-hari ditengah masyarakat.

Firman Tuhan dengan jelas berkata: "Jangan menyebut nama TUHAN, Allahmu, dengan sembarangan, sebab TUHAN akan memandang bersalah orang yang menyebut nama-Nya dengan sembarangan." (Keluaran 20:7, Ulangan 5:11). Ini adalah satu dari 10 Perintah Allah atau dikenal juga dengan Ten Commandments yang sudah sangat kita kenal. Menyebut nama Tuhan bukan saja harus berupa keluarnya suara-suara kita lewat perkataan, tetapi bisa pula tampil lewat atribut yang kita pergunakan. Kita harus memperlakukan Tuhan dengan penuh hormat dan takut, dan sikap kita ketika menyandang namaNya akan menunjukkan seberapa besar hormat dan takut kita kepadaNya. Selain itu, mari kita baca ayat dalam Efesus 6:15 berikut: "kakimu berkasutkan kerelaan untuk memberitakan Injil damai sejahtera." Bersepatukan kerelaan untuk memberitakan Injil damai sejahtera, ini menunjukkan juga bahwa ketika kita memakai atribut Kekristenan, Tuhan pun ingin kita memberitakan Injil yang membawa damai sejahtera dan keselamatan. Jika Tuhan ingin seperti itu, bukankah kita berlaku jauh sebaliknya ketika kita menunjukkan perbuatan-perbuatan yang tidak terpuji?

Lebih dari segala atribut yang kita kenakan, bentuk-bentuk mengasihi yang kita keluarkan dalam kehidupan kita akan menunjukkan siapa jati diri kita sebenarnya. Yesus berkata: "Dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-murid-Ku, yaitu jikalau kamu saling mengasihi." (Yohanes 13:35). Memakai atribut yang bergambarkan kekristenan tetapi melakukan tindakan-tindakan yang tidak terpuji akan memberi pemahaman yang salah terhadap Tuhan, mempermalukanNya dan tentu saja hal itu akan dipandang sebagai sebuah kesalahan di mata Tuhan. Lalu jangan lupa bahwa Firman Tuhan juga berkata ".."Setiap orang yang menyebut nama Tuhan hendaklah meninggalkan kejahatan." (2 Timotius 2:19). Kemanapun kita melangkah, seharusnya kita ingat bahwa kita sedang membawa Kabar Sukacita kepada orang lain. Apakah itu lewat kata-kata, sikap, bahasa tubuh kita, perbuatan dan sebagainya, kita haruslah bisa menunjukkan sikap yang benar sebagai murid Yesus. Itu akan memberi kesaksian tersendiri kepada orang lain, dan lewat itu kita bisa memuliakan Tuhan dan dengan sendirinya bisa memberitakan Kabar Keselamatan yang akan jauh lebih bermakna ketimbang sekedar perkataan saja. Paulus mengingatkan kita: "Karena telah ternyata, bahwa kamu adalah surat Kristus, yang ditulis oleh pelayanan kami, ditulis bukan dengan tinta, tetapi dengan Roh dari Allah yang hidup, bukan pada loh-loh batu, melainkan pada loh-loh daging, yaitu di dalam hati manusia." (2 Korintus 3:3). Marilah kita menjadi orang-orang yang berkualitas penuh dengan nilai-nilai luhur berdasarkan kasih seperti yang diinginkan Tuhan, sehingga orang bisa mengenalNya secara benar lewat diri kita.

Tunjukkan nilai-nilai kebenaran dalam setiap langkah kita sehari-hari

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Friday, March 25, 2011

Memberi = Menyatakan Kasih

Ayat bacaan: 1 Yohanes 3:17
=====================
"Barangsiapa mempunyai harta duniawi dan melihat saudaranya menderita kekurangan tetapi menutup pintu hatinya terhadap saudaranya itu, bagaimanakah kasih Allah dapat tetap di dalam dirinya?"

memberi, menyatakan kasihPernahkah anda memperhatikan bagaimana kita mengatakan "thank you" dalam bahasa Indonesia? Ya, kita mengatakannya dengan "terima kasih". Hari ini saya mencoba merenungkan benar kata ini. Saya tidak mendalami ilmu bahasa, sehingga saya tidak tahu dari mana asal kata "terima kasih" itu kita peroleh. Tetapi sesungguhnya ini adalah kata yang sangat tepat dalam merespon sebuah pemberian, yang sesuai dengan Firman Tuhan. Terima kasih sepertinya menunjukkan ungkapan apresiasi dengan menerima kasih yang berasal dari orang lain. Dan jawaban "kembali" itu menunjukkan penghargaan kembali kepada orang yang menyatakan terima kasih. Disini kita bisa melihat kasih yang saling berbagi diantara yang memberi dan yang menerima. Seandainya hal ini terjadi pada semua manusia di muka bumi ini, bayangkan betapa indahnya kehidupan semua manusia. Tidak ada perang, tidak ada kekerasan, tidak ada iri hati, egoisme dan sebagainya. Only love and nothing but love. Alangkah indahnya dunia yang seperti itu.

Ayat bacaan kita hari ini diambil dari kitab 1 Yohanes yang berbunyi: "Barangsiapa mempunyai harta duniawi dan melihat saudaranya menderita kekurangan tetapi menutup pintu hatinya terhadap saudaranya itu, bagaimanakah kasih Allah dapat tetap di dalam dirinya?" (1 Yohanes 3:17). Memberi, itu jauh lebih bernilai ketimbang menerima. Firman Tuhan mengatakannya dengan: "...sebab Ia sendiri telah mengatakan: Adalah lebih berbahagia memberi dari pada menerima." (Kisah Para Rasul 20:35). Dunia justru menunjukkan sebaliknya. Menerima sebanyak-banyaknya, memberi sesedikit mungkin. Atau memberi jika ada agenda dibaliknya, atau dalam peribahasa dikatakan "Ada udang dibalik batu." Dunia terus mempertontonkan hal itu secara terang-terangan. Para pejabat mendadak berubah menjadi sinterklas dengan membagi-bagikan sembako, kaos atau "amplop" ketika mereka sedang bertarung untuk mendapatkan sebuah kedudukan, kemudian tiba-tiba berubah lupa dan tidak peduli ketika mereka sudah memperolehnya. Berbagai bingkisan bisa menumpuk ketika seseorang berada di atas, lalu tidak ada lagi yang ingat ketika mereka sudah turun dari singgasananya. Orang bisa berubah ramah ketika ada perlu, kemudian tidak menoleh lagi setelahnya. Hal-hal seperti ini bukanlah pemandangan langka lagi di sekitar kita hari ini. Di sisi lain, ada banyak pula orang yang tidak berbelas kasih untuk membantu orang lain, bahkan temannya sendiri meski mereka sebenarnya sanggup untuk itu. Takut tidak dikembalikan, curiga alasan bohong, tidak mau repot dan sebagainya kerap menjadi alasan dalam hal ini.

Dari Firman Tuhan lewat Yohanes kita bisa membaca bahwa semua itu bukanlah gaya hidup anak-anakNya seperti yang dikehendaki Tuhan. Apa yang diinginkan Tuhan adalah kerelaan hati lewat belas kasihan yang digerakkan oleh satu hal, yaitu kasih. Perhatikanlah, bukankah segala sesuatu yang kita beri dengan kerelaan hati, yang bermanfaat bagi orang dan tidak bertentangan dengan Firman Tuhan sesungguhnya memiliki satu pesan yang sama yang bersifat universal, yaitu kasih? Kekuatan kasih itu sungguh besar. Begitu besarnya, adalah kasih yang satu-satunya mampu menggerakkan Tuhan untuk mengorbankan AnakNya yang tunggal sekalipun demi menyelamatkan kita seperti yang bisa kita baca dalam ayat emas Yohanes 3:16. Kembali kepada ayat bacaan hari ini, kita bisa melihat inti dari sebuah belas kasih sesungguhnya berasal dari kasih Allah yang terdapat dalam diri kita. Jika kita menutup mata terhadap penderitaan saudara-saudara kita, sementara ada sesuatu yang bisa kita berikan untuk meringankan beban mereka, itu artinya kita tidak memiliki kasih. Dan bagaimana mungkin kita bisa mengaku bahwa kita mengenal Allah dan memiliki kasihNya dalam diri kita? Sebab Firman Tuhan juga berkata: "Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih." (1 Yohanes 4:8).

Ayat sebelum ayat bacaan hari ini berbunyi demikian: "Demikianlah kita ketahui kasih Kristus, yaitu bahwa Ia telah menyerahkan nyawa-Nya untuk kita; jadi kitapun wajib menyerahkan nyawa kita untuk saudara-saudara kita." (1 Yohanes 3:16). Seperti halnya Kristus mengasihi kita, Dia rela menyerahkan nyawaNya sekalipun bagi kita. Karena itu kita pun dikatakan wajib melakukan hal yang sama. Ini berkaitan dengan pesan Yesus: "Inilah perintah-Ku, yaitu supaya kamu saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihi kamu. Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya. Kamu adalah sahabat-Ku, jikalau kamu berbuat apa yang Kuperintahkan kepadamu." (Yohanes 15:12-14). Kita diminta untuk mengasihi seperti halnya Kristus mengasihi kita. Jika Dia rela menyerahkan nyawaNya sendiri demi kita, seperti yang telah dilakukanNya, maka artinya kita pun harus siap melakukan hal yang sama pula. Jika besaran kasih yang sesungguhnya sampai sedemikian tinggi, mengapa untuk sekedar menolong meringankan beban saudara-saudara kita saja kita masih sulit? Seringkali sebuah pemberian kita konotasikan dengan uang, benda atau harta dalam jumlah besar, dan kita mungkin merasa belum cukup untuk bisa melakukannya. Padahal pemberian itu tidaklah harus berupa sesuatu yang mahal. Pemberian bisa dalam wujud banyak hal. Meluangkan waktu bagi mereka, menjadi sahabat yang mau mendengar keluh kesah mereka, memberi perhatian dan kepedulian, being there when they need us, bahkan sebuah senyuman tulus sekalipun, itu bisa menjadi sesuatu yang sangat berharga bagi yang berbeban berat. Itupun merupakan sebuah pemberian yang sama sekali tidak membutuhkan uang.

Intinya adalah memiliki kepekaan terhadap penderitaan saudara-saudara kita dan melihat apa yang bisa kita berikan kepada mereka atas dasar kasih, itulah yang menunjukkan seberapa besar kasih Allah itu ada dalam diri kita, dan sejauh mana kita menghargai kasih yang telah Dia alirkan kepada kita. Setiap pemberian haruslah berdasarkan kasih, itu kata Firman Tuhan yang harus kita ingat baik-baik. Bukan atas dasar pamrih, maksud-maksud tersembunyi dan sebagainya. Dan ingat pula bahwa setiap orang yang mengasihi seharusnya memiliki kerelaan pula untuk memberi. Karenanya Yohanes pun menghimbau: "Anak-anakku, marilah kita mengasihi bukan dengan perkataan atau dengan lidah, tetapi dengan perbuatan dan dalam kebenaran." (1 Yohanes 3:18). Jangan cuma terbatas dengan ucapan saja, tetapi aplikasikanlah secara nyata lewat perbuatan-perbuatan dalam kebenaran. Sudahkah kita memberikan sesuatu bagi saudara-saudara yang kita kasihi hari ini? Tanpa itu, kita tidak berhak mengaku bahwa kita memiliki kasih Allah dalam diri kita.

Memberi artinya menyatakan kasih kepada saudara-saudara kita

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Thursday, March 24, 2011

Menjadi Teladan

Ayat bacaan: 1 Korintus 4:16
====================
"Sebab itu aku menasihatkan kamu: turutilah teladanku!"

teladanMenasihati orang itu mudah, tapi tidaklah mudah untuk menjadi teladan. Ketika mengajari kita hanya perlu membagikan nilai-nilai kebenaran lewat perkataan, namun dalam menerapkan keteladanan kita harus mengadopsi langsung seluruh nilai-nilai  yang kita ajarkan untuk tampil secara langsung dalam perbuatan kita. Menjadi teladan itu jauh lebih berat dibanding menjadi guru. Itulah sebabnya tidak semua guru mampu menjadi teladan, sementara orang-orang yang mampu menunjukkan nilai-nilai kebenaran dalam hidupnya akan mampu memberi pengajaran tersendiri meski tanpa mengucapkan kata-kata sekalipun. Kita melihat ada anak-anak orang yang seharusnya jadi panutan justru menunjukkan sikap yang bertolak belakang. Tidak tertutup kemungkinan pula anak seorang pendeta malah sama sekali tidak mencerminkan keberadaannya sebagai anak hamba Tuhan. Dahulu ketika SMA anak yang terbandel di sekolah saya adalah anak dari kepala sekolah itu sendiri. Meskipun ada banyak faktor yang bisa menyebabkan orang untuk menjadi jahat, namun sedikit banyak peran dan keteladanan orang tua akan mempengaruhi sikap anak-anaknya. Orang tua yang terlalu sibuk bekerja mungkin dengan mudah memarahi anak-anaknya ketika bersalah, tetapi mereka kurang atau tidak sama sekali memberi keteladanan lewat perbuatan mereka. Tidak jarang pula orang tua justru melakukan apa yang mereka larang terhadap anak-anaknya. Akibatnya apa yang mereka ajarkan tidak akan bermakna dalam hidup anak-anaknya.

Kepada jemaat Korintus, Paulus mengingatkan demikian: "Sebab itu aku menasihatkan kamu: turutilah teladanku!" (1 Korintus 4:16). Kalimat ini singkat, tetapi sesungguhnya tidaklah ringan. Bagaimana mungkin Paulus berani berkata seperti itu apabila ia tidak atau belum mencontohkan apapun? Tapi kita mengenal siapa Paulus. Ia mengalami perubahan hidup 180 derajat dalam waktu relatif singkat. Dari seorang pembunuh dan penyiksa orang percaya, ia berubah menjadi orang yang sangat radikal dan berani dalam menyebarkan Injil keselamatan. Ia mengabdikan seluruh sisa hidupnya untuk pergi ke berbagai pelosok dalam menjalankan misinya bahkan sampai ke Asia kecil. Tidak ada pesawat waktu itu yang mampu mengantar orang dalam waktu singkat, tidak ada pula sarana internet, teleconference dan sebagainya yang bisa mempermudah kita dalam berhubungan dengan orang lain di belahan dunia yang berbeda. Bisa kita bayangkan bagaimana beratnya perjuangan Paulus. Cobalah letakkan diri kita pada posisinya, rasanya kita akan stres, depresi dan labil diterpa kelelahan dan tekanan dalam menghadapi hari demi hari. Pertanyaannya, bagaimana mungkin seorang yang tadinya begitu jahat kemudian bisa berubah total seperti itu? Paulus bertobat lewat perjumpaan dengan Yesus sendiri seperti yang bisa kita baca dalam Kisah Para Rasul 9. Yesus memang menjanjikan kita menjadi ciptaan baru dengan menerima dan percaya kepadaNya. (2 Korintus 5:17). Tetapi kita tetap bisa memilih apakah kita mau benar-benar menghayati transformasi yang telah diberikan kepada kita atau tetap hidup dalam sifat-sifat buruk di masa lalu. Hidup tetap penuh dengan pilihan-pilihan. Paulus bisa saja tetap berlaku seperti sebelumnya meski ia sudah mengalami sendiri perjumpaan dengan Kristus, tetapi untunglah dia tidak memilih untuk melakukan hal tersebut. Ia benar-benar menghayati kemerdekaan yang diperolehnya dengan penuh rasa syukur dan mempergunakan seluruh sisa hidupnya secara penuh untuk Tuhan. Dalam menjalankan misinya Paulus mengalami banyak hal yang mungkin akan mudah membuat kita kecewa apabila berada di posisinya. Tetapi tidak demikian dengan Paulus. Lihatlah apa yang ia katakan: "Sampai pada saat ini kami lapar, haus, telanjang, dipukul dan hidup mengembara, kami melakukan pekerjaan tangan yang berat. Kalau kami dimaki, kami memberkati; kalau kami dianiaya, kami sabar; kalau kami difitnah, kami tetap menjawab dengan ramah." (1 Korintus 4:11-13a). Kita bisa melihat sendiri bagaimana karakter, sikap Paulus dalam menghadapi berbagai hambatan dalam pelayanannya. Apa yang ia ajarkan semuanya telah dan terus ia lakukan sendiri dalam kehidupannya. Karenanya pantaslah jika Paulus berani menjadikan dirinya sebagai teladan atau role model.

Dalam masa hidupNya yang singkat di muka bumi ini, Yesus pun menunjukkan hal yang sama. Segala yang Dia ajarkan telah Dia contohkan secara langsung pula. Lihatlah sebuah contoh dari perkataan Yesus sendiri ketika ia mengingatkan kita untuk merendahkan diri kita menjadi pelayan dan hamba dalam Matius 20:26-27. Yesus berkata: "sama seperti Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang." (ay 28). Apa yang diajarkan Yesus telah Dia contohkan pula secara nyata. Ketika Yesus berkata "Inilah perintah-Ku, yaitu supaya kamu saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihi kamu." (Yohanes 15:12), kita pun lalu bisa melihat sebesar apa kasihNya kepada kita. Yesus mengasihi kita sebegitu rupa sehingga Dia rela memberikan nyawaNya untuk menebus kita semua. "Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya." (ay 13). Yesus membuktikannya secara langsung lewat karya penebusanNya.

Jauh lebih mudah untuk menegur dan menasihati orang ketimbang menjadi teladan, karena sikap kita haruslah sesuai dengan perkataan yang kita ajarkan. Ini gambaran kehidupan yang berintegritas, sesuatu yang sudah semakin langka untuk ditemukan hari ini. Tetapi Tuhan menghendaki kita semua agar tidak berhenti hanya dengan memberi nasihat, teguran atau pengajaran saja, melainkan menjadi teladan dengan memiliki karakter, gaya hidup, sikap, tingkahlaku dan perbuatan yang sesuai dengan nilai-nilai kebenaran yang kita katakan. Alkitab mengatakan :"Dan jadikanlah dirimu sendiri suatu teladan dalam berbuat baik. Hendaklah engkau jujur dan bersungguh-sungguh dalam pengajaranmu" (Titus 2:7) Kita dituntut untuk bisa menjadi teladan di muka bumi ini. Sesungguhnya itu jauh lebih bermakna ketimbang hanya menyampaikan ajaran-ajaran lewat perkataan kosong. Sebagai orang tua, abang, kakak, dan teman kita harus sampai kepada sebuah tingkatan untuk menjadi contoh teladan. Tetapi tugas menjadi teladan pun bukan hanya menjadi keharusan untuk orang-orang tua saja. Sejak muda pun kita sudah bisa, dan sangat dianjurkan untuk bisa menjadi teladan bahkan bagi orang-orang yang lebih tua sekalipun. Firman Tuhan berkata: "Jangan seorangpun menganggap engkau rendah karena engkau muda. Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu." (1 Timotius 4:12).

Yesus menginginkan kita untuk menjadi orang-orang yang mampu bercahaya di depan orang lain. "Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga." (Matius 5:16) Itu tidak akan pernah bisa kita lakukan apabila kita tidak memiliki sikap yang pantas sebagai seorang teladan. Menjaga kehidupan, perbuatan, tingkah laku dan sikap kita sesuai dengan Firman Tuhan merupakan jalan satu-satunya agar kita bisa menjadi terang yang bercahaya bagi orang lain dan bukan menjadi batu sandungan. Seperti apa karakter yang kita tunjukkan hari ini? Apakah sudah menyerupai karakter Kristus yang penuh kasih terhadap semua orang tanpa terkecuali atau kita masih hidup egois, eksklusif, pilih kasih, kasar, membeda-bedakan orang bahkan masih melakukan banyak hal yang jahat? Sadarilah bahwa cara hidup kita akan selalu diperhatikan oleh orang lain. Anak-anak kita akan melihat sejauh mana kita melakukan hal-hal yang kita nasihati kepada mereka, teman-teman akan  terutama oleh Tuhan sendiri. Menjadi teladan adalah sebuah keharusan, marilah kita terus melatih diri kita untuk menjadi teladan seperti yang dikehendaki Tuhan atas anak-anakNya.

Keteladanan mengandung unsur praktek nyata yang jauh lebih bermakna ketimbang sekedar teori saja

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Wednesday, March 23, 2011

Blueprint

Ayat bacaan: Yudas 1:24
===================
"Bagi Dia, yang berkuasa menjaga supaya jangan kamu tersandung dan yang membawa kamu dengan tak bernoda dan penuh kegembiraan di hadapan kemuliaan-Nya"

blueprintBagi orang-orang yang bekerja di bidang konstruksi atau arsitektur tentu mengenal apa yang disebut dengan blueprint atau dalam bahasa Indonesia sering pula disebut dengan cetak biru. Dalam sebuah blueprint biasanya tercetak sebuah kerangka bangunan secara terperinci atau detail. Dengan singkat kita bisa mengatakan bahwa dalam blueprint tercetak gambaran sebuah bangunan dalam bentuk kertas yang akan sangat membantu para kontraktor untuk membangun bentuk jadinya. Dalam kerangka yang lebih luas blueprint juga dipakai untuk menyatakan kerangka kerja secara detail sebagai landasan dalam membuat kebijakan-kebijakan jangka panjang, termasuk di dalamnya penetapan tujuan, sasaran, strategi dan sebagainya. Betapa sulitnya bangunan dibangun tanpa adanya blueprint, begitu pula sulitnya menetapkan tujuan jangka panjang tanpa itu.

Dalam membuat setiap manusia, Tuhan pun sesungguhnya sudah memiliki blueprint-blueprint tersendiri buat kita masing-masing. Dia telah menetapkan apa yang menjadi rencanaNya bagi kita jauh sebelum kita dibentuk seperti apa yang Dia katakan pada Yeremia. "Sebelum Aku membentuk engkau dalam rahim ibumu, Aku telah mengenal engkau, dan sebelum engkau keluar dari kandungan, Aku telah menguduskan engkau, Aku telah menetapkan engkau menjadi nabi bagi bangsa-bangsa." (Yeremia 1:5). Sebuah proses pembentukan itu tidaklah mudah untuk dilalui. Tetapi dari surat Yudas, kita bisa belajar bahwa Tuhan Yesus dengan setia siap untuk membimbing kita agar tidak tersandung dan jatuh dalam proses itu, hingga kita bisa mencapai akhir yang penuh kegembiraan di hadapan kemuliaanNya. "Bagi Dia, yang berkuasa menjaga supaya jangan kamu tersandung dan yang membawa kamu dengan tak bernoda dan penuh kegembiraan di hadapan kemuliaan-Nya" (Yudas 1:24). Kita punya alkitab berisi firman Tuhan sebagai pedoman, kita punya Roh Kudus sebagai pembimbing, kita punya Gembala yang baik dalam diri Yesus Kristus, dan kita punya Allah yang punya rancangan penuh damai sejahtera bagi kita. Jika kita taat dan selalu menjaga kerohanian kita untuk tunduk pada kehendak Tuhan, roh kita pun akan selalu dipimpin langsung oleh Roh Allah. Firman Tuhan berkata: "Jikalau kita hidup oleh Roh, baiklah hidup kita juga dipimpin oleh Roh" (Galatia 5:25). Sebaliknya, jika orang lebih mendasarkan hidup pada keduniawian, mereka akan lebih memilih rancangannya sendiri, hidup tidak sesuai dengan rencana Allah dengan mengandalkan kekuatan sendiri. Hidup yang dipimpin oleh Roh tentu akan jauh bedanya daripada hidup yang kita pilih sendiri. Blueprint Tuhan jelas yang terbaik, dan Roh Allah siap memimpin kita untuk menggenapi blueprint yang telah ditetapkan itu sejak semula.

Yudas mengajak kita untuk tumbuh dalam iman, berdoa dalam Roh Kudus dan tetap memelihara diri kita dalam kasih Allah agar kita bisa berjalan sesuai rencana Allah dengan sukses. "Akan tetapi kamu, saudara-saudaraku yang kekasih, bangunlah dirimu sendiri di atas dasar imanmu yang paling suci dan berdoalah dalam Roh Kudus. Peliharalah dirimu demikian dalam kasih Allah sambil menantikan rahmat Tuhan kita, Yesus Kristus, untuk hidup yang kekal." (Yudas 1:20-21). Ingatlah bahwa proses ini bukanlah proses satu arah. Dalam penggenapan blueprint itu kita harus tetap menunjukkan belas kasihan pada orang lain dan menyelamatkan mereka dari bahaya keruntuhan rohani. "Tunjukkanlah belas kasihan kepada mereka yang ragu-ragu,selamatkanlah mereka dengan jalan merampas mereka dari api. Tetapi tunjukkanlah belas kasihan yang disertai ketakutan kepada orang-orang lain juga, dan bencilah pakaian mereka yang dicemarkan oleh keinginan-keinginan dosa." (Yudas 1:22-23).

Apa yang Tuhan rencanakan bagi kita sebagai cetak biru adalah rancangan penuh damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kita semua hari depan yang penuh harapan. (Yeremia 29:11). Betapa baiknya Tuhan yang telah menyatakan akan terus membimbing kita dalam perjalanan agar tidak terpeleset jatuh dan menjauh dari rencanaNya. Suatu hari nanti, proses tersebut akan berakhir. Sesuai cetak biru Tuhan, kegemilangan akan menjadi bagian kita dalam proses hidup di dunia, dan kemudian tersedia pula kehidupan kekal yang penuh kegembiraan di hadapan kemuliaanNya bagi kita semua. Kita seringkali merasa paling tahu mengenai apa yang terbaik buat kita, tetapi tidakkah kita sadar bahwa diatas pengetahuan kita, tentu saja Sang Pencipta kitalah yang paling tahu? Jika demikian, mengapa kita tidak mengikuti apa yang menjadi rencanaNya untuk bisa berhasil sampai ke garis akhir? Blueprint sudah ditetapkan buat kita sejak awal. Sekarang semua tergantung kita apakah kita mau mengikutinya atau memilih untuk menjalani blueprint kita sendiri. Satu hal yang pasti, Tuhan siap untuk menuntun kita dalam penggenapan segala rencanNya. Mana yang kita pilih?

Blueprint bagi kita sudah dipersiapkan Tuhan dan Dia siap menuntun kita dalam penggenapannya

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Tuesday, March 22, 2011

Mengetahui Potensi Diri

 Ayat bacaan: Kisah Para Rasul 3:6
=======================
"Tetapi Petrus berkata: "Emas dan perak tidak ada padaku, tetapi apa yang kupunyai, kuberikan kepadamu: Demi nama Yesus Kristus, orang Nazaret itu, berjalanlah!"

mengetahui potensi diriSudah menjadi sifat manusia untuk selalu melihat apa yang tidak dipunyai ketimbang memperhatikan betul-betul apa yang ada pada mereka untuk diolah semaksimal mungkin. Manusia cenderung sulit merasa puas dan terus saja menginginkan lebih dan lebih lagi. Ada peribahasa mengatakan "rumput tetangga lebih hijau lebih hijau dari rumput sendiri" yang menggamarkan sifat manusia yang selalu merasa kurang, tidak pernah puas. Banyak orang yang terus mencari dan mencari tanpa pernah mengetahui apa sebenarnya potensi yang mereka miliki. Jika tidak hati-hati kita bisa terjebak pada rasa iri hati, dan Alkitab berkata "Sebab di mana ada iri hati dan mementingkan diri sendiri di situ ada kekacauan dan segala macam perbuatan jahat." (Yakobus 3:16). Kejahatan-kejahatan dan dosa mengintip siap memangsa disana. Jika untuk hidup sendiri saja kita sudah sulit merasa puas dan tidak mengetahui potensi kita sama sekali, apalagi dalam hal melayani atau menolong orang lain. Betapa seringnya kita merasa tidak mampu atau belum cukup mampu, dan jika itu dipelihara kita tidak akan pernah merasa mampu karena akan terus melirik apa yang dimiliki oleh orang lain. Mengetahui potensi diri sungguh penting baik untuk kemajuan diri kita sendiri maupun dalam mengulurkan tangan membantu orang lain.

Kita bisa belajar mengenai hal ini dari kitab Kisah Para Rasul pasal 3:1-10. Disana dikisahkan mengenai Petrus menyembuhkan orang lumpuh tepat didepan pintu masuk Bait Allah. Pada saat itu Petrus dan Yohanes tengah menuju ke Bait allah menjelang waktu berdoa. Di luar Bait Allah ada seorang laki-laki yang lumpuh sejak lahir. Ia selalu diletakkan disana untuk mengemis kepada orang-orang yang hendak masuk ke Bait Allah. Melihat Petrus dan Yohanes, ia pun seperti biasa meminta sedekah. Apa yang ia minta adalah sedekah seperti halnya pengemis yang kita temui setiap hari dijalan-jalan. Menariknya, Petrus menanggapi si pengemis lumpuh dengan sesuatu yang berbeda. "Tetapi Petrus berkata: "Emas dan perak tidak ada padaku, tetapi apa yang kupunyai, kuberikan kepadamu: Demi nama Yesus Kristus, orang Nazaret itu, berjalanlah!" (Kisah Para Rasul 3:6). Langsung pada saat itu juga orang lumpuh itu diangkat naik oleh Petrus dan mukjizat terjadi. "Seketika itu juga kuatlah kaki dan mata kaki orang itu." (ay 7b). Betapa senangnya hati orang lumpuh itu. Ia pun segera menikmati sesuatu yang sudah lama ia rindukan. Ia terus berjalan kesana kemari, melompat-lompat, bahkan ikut masuk ke dalam Bait Allah sambil terus memuji Tuhan. Dan hal itu pun menjadi kesaksian bagi semua orang yang melihat kejadian pada saat itu. (ay 9-10).

Ada banyak hal yang bisa kita ambil dari kisah ini. Tapi hari ini mari kita melihatnya dari salah satu sisi mengenai pengenalan akan apa yang kita miliki. Lihatlah jawaban Petrus. "Emas dan perak tidak ada padaku, tetapi apa yang kupunyai, kuberikan kepadamu.." Petrus tahu pasti apa yang ia miliki, dan ia tidak perlu mengeluh terhadap apa yang tidak ia punyai. Ia memakai apa yang ada padanya untuk memberkati orang lain, dan itu jauh lebih indah daripada sekedar harta seperti yang diminta orang lumpuh tersebut. Bukan hanya sekedar uang sedekah, tetapi mukjizat kesembuhan hadir dari apa yang dimiliki Petrus, yaitu iman akan Kristus yang memiliki kuasa untuk melakukan hal-hal yang mustahil sekalipun di mata manusia. Perikop ini berbicara tentang tiga hal penting yang saling berhubungan:
1. Kepekaan terhadap sesama
2. Pengenalan apa yang ada dan tidak ada pada kita
3. Mempergunakan apa yang ada pada kita untuk memberkati sesama
Petrus peduli terhadap penderitaan si orang yang sudah lumpuh sejak lahir. Orang lumpuh itu merasa hanya bisa bertahan hidup mengharapkan sedekah dari orang lain, tetapi Petrus mengalirkan kasih Tuhan kepadanya dengan memberi mukjizat kesembuhan. Tidak memiliki harta, emas dan perak bukanlah kendala sama sekali buat Petrus. Ia tidak memakai itu untuk menjadi alasan tidak sanggup membantu orang lain. Ia peka terhadap penderitaan orang lain, ia mengetahui betul apa yang ada padanya, dan ia pergunakan itu untuk memberkati orang lain dan pada saat yang sama membawa kemuliaan bagi Tuhan.

Kemarin kita sudah melihat bagaimana Tabita alias Dorkas melakukan hal yang sama, yaitu mempergunakan kemampuan dan talenta yang ada pada dirinya untuk berbuat baik menolong orang lain. (Kisah Para Rasul 9: 36-43). Hari ini kita melihat sikap yang sama dari Petrus dan Yohanes. Dalam berbuat baik kita tidak perlu berfokus pada apa yang tidak kita miliki yang bisa menghambat kita untuk melakukan sesuatu bagi mereka. Kesalahan fokus pandangan ini akan membuat kita tidak menyadari apa yang ada pada kita dan karenanya kehilangan kesempatan untuk menolong orang lain. Dan Firman Tuhan tegas berkata: "Jadi jika seorang tahu bagaimana ia harus berbuat baik, tetapi ia tidak melakukannya, ia berdosa." (Yakobus 4:17). Karenanya sangatlah penting bagi kita untuk mengetahui potensi diri kita, apa yang kita punya dan memakainya untuk memberkati orang lain.

Alkitab juga mengingatkan kita: "Janganlah kita jemu-jemu berbuat baik, karena apabila sudah datang waktunya, kita akan menuai, jika kita tidak menjadi lemah." (Galatia 6:9). Kita harus terus melakukan perbuatan-perbuatan baik yang bisa memuliakan Allah dengan tidak jemu-jemu. Ada atau tidak apresiasi manusia bukan masalah, karena sesuatu yang dengan tulus kita lakukan demi namaNya akan selalu berharga di mataNya. Dalam kisah Yesus memberi makan lebih lima ribu orang lewat lima roti dan dua ikan kita menemukan sebuah pesan penting akan hal ini. Ketika para murid fokus kepada apa yang tidak mereka miliki, yaitu makanan yang cukup untuk mengenyangkan ribuan orang, Yesus berkata: "Cobalah periksa!" (Markus 6:38). Pesan yang sama hadir bagi kita hari ini. Sudahkah kita mengetahui apa potensi yang ada pada kita, dan sudahkah kita memuliakan Tuhan lewat itu?  We tend to  look for things we dont have rather than realizing our own potential. Padahal Tuhan sudah menyediakan segalanya secara cukup bagi kita untuk bisa berhasil dan bisa memberkati orang lain sekaligus memberi kemuliaan bagi namaNya. Ada banyak orang disekitar kita yang terabaikan, tertolak, tersisih dan tersingkir, mereka butuh pertolongan, dan kita bisa menyatakan kasih Kristus kepada mereka dengan apa yang kita miliki. Kita tidak perlu sibuk mencari apa yang tidak kita miliki hingga melupakan apa yang ada pada kita. Periksalah apa yang ada pada kita dan pergunakanlah. Tuhan bisa memakai segala sesuatu yang terlihat sederhana atau kecil sekalipun dari kita secara luar biasa. Semua tergantung dari kita, apakah kita sudah mengetahui potensi kita dengan baik, sudah mengolahnya dan mempergunakannya untuk kebaikan kita serta orang lain atau belum.

Mengetahui potensi diri sendiri akan membawa kita mampu melakukan hal-hal yang ajaib

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Monday, March 21, 2011

Tabita (2)

Ayat bacaan: Kisah Para Rasul 9:36
==========================
"Lida dekat dengan Yope. Ketika murid-murid mendengar, bahwa Petrus ada di Lida, mereka menyuruh dua orang kepadanya dengan permintaan: "Segeralah datang ke tempat kami."

tabita, dorkasAda begitu banyak alasan yang bisa mencegah kita untuk menjadi berkat bagi orang lain meski hati kita mungkin sudah tergerak merasa kasihan dan ingin bisa membantu. Ada beberapa teman yang selalu berkata ia ingin kaya terlebih dahulu untuk bisa membantu orang lain. Masalahnya, harus sampai seberapa kaya kita terlebih dahulu baru bisa membantu orang lain? Dan banyak pula diantara kita yang berpikir kalau membantu itu perlu biaya dan pengorbanan besar, sementara yang sederhana atau kecil itu tidak akan banyak bermanfaat. Tidak jarang pula yang merasa kalau sumbangsih atau sedekah kecil lewat harta atau perbuatan itu tidak akan terlalu bernilai di mata Tuhan. Ini adalah anggapan yang salah. Sekecil apapun yang kita berikan atau perbuat, selama itu tulus, Tuhan akan memandangnya sebagai sesuatu yang sangat berarti. Bukan hanya Tuhan, tetapi manusia pun juga demikian. Seringkali pertolongan terbaik yang bisa kita berikan justru hanya dengan meluangkan waktu kita untuk mendengar keluh kesah orang lain. Itu tidak perlu biaya apa-apa. Atau bahkan secercah senyuman pun bisa memberkati orang lain.

Mari kita lanjutkan kisah mengenai seorang janda murid Yesus bernama Tabita atau Dorkas yang tinggal di sebuah kota kecil yang tidak terkenal di pinggir laut. Kemarin kita sudah melihat bagaimana Tabita memberkati orang lain lewat talentanya, melakukan panggilannya dengan tindakan nyata lewat membuatkan baju dan jubah untuk para janda miskin di kotanya. Tabita bukanlah siapa-siapa. Ia bukan seperti Paulus dan para murid yang terus berkotbah dari satu kota ke kota yang lain menghadapi berbagai resiko yang mengancam nyawa mereka setiap saat. Tabita hanya melakukan apa yang bisa ia lakukan. Ia punya talenta menjahit, dan ia mempergunakan itu untuk menyatakan kasih dan memberkati sesama. Dan itu besar nilainya di mata Tuhan. Apa yang ia perbuat dicatat dalam Alkitab yang hingga hari ini kisahnya masih bisa kita baca. Tabita dikenal sebagai murid perempuan yang banyak sekali berbuat baik dan memberi sedekah. (Kisah Para Rasul 9:36).

Pada suatu ketika Tabita sakit, lalu ia pun meninggal. Jenazahnya sudah dimandikan dan jasadnya dibaringkan di ruang atas. Lalu terdengarlah kabar bahwa Petrus sedang berada tidak jauh dari kota itu. Dan inilah yang terjadi selanjutnya: "Lida dekat dengan Yope. Ketika murid-murid mendengar, bahwa Petrus ada di Lida, mereka menyuruh dua orang kepadanya dengan permintaan: "Segeralah datang ke tempat kami." (ayat 38). Orang-orang yang mencintai Tabita segera berangkat menuju Lida dan bergegas menemui Petrus untuk memintanya datang. Mendengar kabar itu, Petrus pun segera bergegas berangkat ke Yope. "Maka berkemaslah Petrus dan berangkat bersama-sama dengan mereka. Setelah sampai di sana, ia dibawa ke ruang atas dan semua janda datang berdiri dekatnya dan sambil menangis mereka menunjukkan kepadanya semua baju dan pakaian, yang dibuat Dorkas waktu ia masih hidup." (ay 39). Lihatlah betapa mereka semua kehilangan sosok Tabita yang baik hati. Dan mukjizat pun terjadi. "Tetapi Petrus menyuruh mereka semua keluar, lalu ia berlutut dan berdoa. Kemudian ia berpaling ke mayat itu dan berkata: "Tabita, bangkitlah!" Lalu Tabita membuka matanya dan ketika melihat Petrus, ia bangun lalu duduk. Petrus memegang tangannya dan membantu dia berdiri. Kemudian ia memanggil orang-orang kudus beserta janda-janda, lalu menunjukkan kepada mereka, bahwa perempuan itu hidup." (ay 40-41). Tabita dibangkitkan! Dan lewat mukjizat tersebut banyaklah orang-orang yang kemudian menjadi percaya kepada Yesus.(ay 42).

Dari kelanjutan kisah Tabita ini kita bisa melihat bahwa perbuatan sederhana pun bisa menjadi berkat tersendiri bagi orang lain dan juga sangat dihargai oleh Tuhan. Seandainya Tabita bukan orang yang baik dan peduli, maukah orang repot-repot pergi ke kota lain untuk memanggil Petrus? Rasanya tidak. Kenyataannya Tabita begitu dicintai oleh orang-orang di kotanya sehingga mereka tidak mau kehilangan dia. Lalu lihat pula bagaimana kemudian mukjizat Tuhan turun atasnya dengan kembali dibangkitkan dari kematian. Bukan itu saja, ia pun membawa jiwa-jiwa baru untuk diselamatkan. Semua ini berawal dari kebaikan hati Tabita yang merepresentasikan kebaikan hati Tuhan lewat apa yang bisa ia perbuat kepada sesama. Apa yang dilakukan Tabita sangatlah sederhana. Dia punya kemampuan menjahit, dan dia memakai itu untuk memberkati secara nyata. Dan lihatlah bahwa itu sangat bernilai baik bagi manusia maupun bagi Tuhan.

Firman Tuhan mengajarkan kita untuk tidak menahan-nahan kebaikan. "Janganlah menahan kebaikan dari pada orang-orang yang berhak menerimanya, padahal engkau mampu melakukannya." (Amsal 3:27). Kebaikan tidak selalu memerlukan biaya atau tenaga besar, hal-hal yang sederhana dan kecil pun bisa sangat berarti. Tuhan sendiri tidak mementingkan besar kecilnya, melainkan ketulusan dan keikhlasan kita dalam memberi, sebab "Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati." (1 Samuel 16:7). Jangan berpikir terlalu jauh untuk memberi yang besar jika kita belum mampu untuk itu, kita hanya diminta untuk memberi sesuai kemampuan kita. Tetapi di sisi lain, ingat pula bahwa apa yang kita tabur, itu pula yang akan kita tuai. (Galatia 6:7) Kita tidak perlu takut berkekurangan jika tergerak membantu orang lain, karena Tuhan tidak akan menutup matanya dari setiap perbuatan yang kita lakukan dalam namaNya. Ketika kasih di dalam diri kita menggerakkan kita untuk berbuat sesuatu bagi orang lain, jangan tolak dan jangan tunda. Bergeraklah segera dengan melakukan perbuatan nyata sesuai kesanggupan kita. Kemudian renungkan baik-baik ayat berikut: "Ia akan membalas setiap orang menurut perbuatannya, yaitu hidup kekal kepada mereka yang dengan tekun berbuat baik, mencari kemuliaan, kehormatan dan ketidakbinasaan, tetapi murka dan geram kepada mereka yang mencari kepentingan sendiri, yang tidak taat kepada kebenaran, melainkan taat kepada kelaliman." (Roma 2:6-8). Tuhan akan memberi ganjaran sesuai perbuatan kita.

Lewat Tabita kita bisa belajar bahwa kita tidak perlu mengeluhkan apa yang tidak kita punyai, tetapi kita bisa mempergunakan apapun yang ada pada kita untuk memberkati sesama dan memuliakan Tuhan. Tuhan tidak memandang besar kecilnya pemberian kita, tetapi Tuhan melihat hati kita, apa yang mendasari kita untuk melakukannya. Lewat perbuatan-perbuatan baik yang kita lakukan, kita bisa memberikan kesaksian tersendiri tentang kebaikan Tuhan dan bisa membawa banyak orang untuk mengenal pribadi Kristus yang sebenarnya. Ketika Yesus sendiri memberi keteladanan sejak masa kecilnya dimana Alkitab mencatat "Dan Yesus makin bertambah besar dan bertambah hikmat-Nya dan besar-Nya, dan makin dikasihi oleh Allah dan manusia." (Lukas 2:52), kita pun bisa berbuat seperti itu dengan menunjukkan kebaikan kita dalam kasih yang ada dalam diri kita. Betapa indahnya janji Tuhan kepada orang-orang yang menyenangkan hatiNya dan berkenan di hadapanNya. "Sebab TUHAN Allah adalah matahari dan perisai; kasih dan kemuliaan Ia berikan; Ia tidak menahan kebaikan dari orang yang hidup tidak bercela." (Mazmur 84:11). Adalah keharusan bagi kita untuk menolong orang yang kesusahan tanpa memandang latar belakang mereka. Dan kita bisa mencontoh Tabita yang dengan senang hati memberikan apa yang bisa ia lakukan untuk memberkati sesamanya. Manusia saja menghargai itu, apalagi Tuhan. Dia tidak akan menahan-nahan atau menunda-nunda curahan berkatNya kepada anak-anakNya yang melakukan kehendakNya dan menjadi teladan Kerajaan Allah di muka bumi ini. Periksalah apa yang bisa anda berikan, dan temukan panggilan anda. Lalu buatlah tindakan nyata yang mampu mengalirkan berkat kepada sesama dan memuliakan Tuhan di dalamnya. Seperti halnya Tabita, Tuhan pun akan mencatat kita dengan penuh sukacita di dalam hatiNya.

Bagikan berkat sesuai kemampuan, talenta dan panggilan yang kita miliki

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Sunday, March 20, 2011

Tabita (1)

Ayat bacaan: Kisah Para Rasul 9:36
========================
"Di Yope ada seorang murid perempuan bernama Tabita--dalam bahasa Yunani Dorkas. Perempuan itu banyak sekali berbuat baik dan memberi sedekah."

tabita, dorkasSeringkali orang berpikir terlalu jauh untuk berbuat baik. Ada banyak orang yang tahu panggilan Tuhan untuk membantu sesama yang membutuhkan, ada banyak orang yang ingin bisa berbuat baik kepada orang lain, merasa kasihan melihat penderitaan orang lain, namun tetap merasa belum mampu untuk berbuat apapun. Sebagai manusia kita kerap merasa kekurangan, sangat susah merasa cukup, sementara kebutuhan-kebutuhan terus saja bertambah seiring banyaknya hal-hal yang ditawarkan dunia yang rasanya harus kita miliki. Apalagi setelah melihat teman, saudara atau tetangga memiliki gadget-gadget jenis baru, kita pun rasanya harus memiliki sebelum dicap ketinggalan jaman. Hal-hal seperti itu terus menghambat kita untuk berbuat sesuatu, dan kita tidak tertarik untuk melakukan sesuatu yang kecil sekalipun karena merasa bahwa itu tidaklah berarti apa-apa. Padahal pandangan Tuhan sama sekali tidak seperti itu. Sekecil apapun yang kita perbuat karena belas kasih dan tanpa pamrih, itu akan dihargai sangat besar oleh Tuhan. Janda miskin yang memberi hanya dua peser seperti sebagaimana tertulis dalam Markus 12:41-44 bisa menunjukkan bagaimana besarnya penghargaan Tuhan terhadap sesuatu yang sangat kecil bahkan mungkin tidak berharga di mata manusia. Tetapi hari ini mari kita lihat satu contoh lain mengenai seorang janda bernama Tabita atau Dorkas.

Kitab Kisah Para Rasul pasal 9 menceritakan sebuah kisah nyata singkat mengenai kehidupan dan mukjizat yang dialami seorang janda yang hidup di kota kecil di tepi laut. Namanya Tabita, atau dalam bahasa Yunani disebut Dorkas. Lihatlah bagaimana namanya diperkenalkan dalam kitab tersebut. "Di Yope ada seorang murid perempuan bernama Tabita--dalam bahasa Yunani Dorkas. Perempuan itu banyak sekali berbuat baik dan memberi sedekah." (Kisah Para Rasul 9:36). Yope bukanlah kota besar yang terkenal pada masa itu. Disana hidup seorang janda yang tidak melayani Tuhan dengan berkotbah di mimbar. Dia mungkin tidak sanggup untuk itu, dan mungkin juga itu bukan panggilannya. Tetapi lihatlah bagaimana ia "berkotbah" dan memberi kesaksian lewat perbuatan baiknya. Dalam ayat 40 kita bisa melihat bagaimana caranya memberi sedekah, yaitu dengan membuatkan baju dan pakaian untuk para janda miskin di kota Yope. Di sebuah kota kecil yang tidak terkenal, ada seorang wanita janda bernama Tabita atau Dorkas, yang bersinar lewat perbuatan-perbuatan baik dan sedekahnya. Alkitab mencatat itu dengan jelas, itu artinya Tuhan mengetahui dan berkenan dengan apa yang ia perbuat.

Tabita atau Dorkas bukanlah siapa-siapa. Dia bukan orang yang berada di depan untuk mewartakan Injil dari satu tempat ke tempat yang lain lengkap dengan segala resikonya. Dia bukan orang seperti Paulus, Barnabas dan sebagainya yang terus bergerak untuk berkotbah dalam mewartakan kabar gembira ke berbagai pelosok dunia. Tidak, ia hanyalah seorang janda bersahaja yang hidup di kota kecil yang mungkin hanya tahu menjahit. Tapi jelas Tuhan memandangnya dan menghargai betul bagaimana Tabita mempergunakan talenta yang ia miliki untuk memberkati orang lain. Kecil atau besar, itu relatif. Tabita pun mungkin tidak berpikir sampai sebegitu jauh. Ia hanya menjalankan panggilannya untuk membantu orang lain yang susah yang kebetulan ada disekitarnya. Ia tidak berpikir muluk-muluk, ia hanya melakukan apa yang bisa ia lakukan. Tapi perhatikanlah bahwa Tabita tidak berhenti hanya sebatas pada wacana atau rasa kasihan saja, tetapi bergerak untuk melakukan tindakan nyata dalam menolong orang lain. Alkitab memang tidak mencatat apakah Tabita termasuk orang kaya atau tidak, tapi itu bukanlah hal yang penting. Apa yang penting adalah bagaimana ia terjun langsung secara nyata untuk mengalirkan kasih Tuhan kepada orang lain, memberkati orang lain dengan apa yang ia miliki dan apa yang mampu ia perbuat, dan dengan itu ia sudah memberi kesaksian tersendiri sebagai orang percaya, sebagai murid Kristus. Di sebuah kota kecil, out of nowhere, ada seorang murid Kristus yang berhati mulia, dan Alkitab mencatatnya dengan tinta emas.

Tidaklah kebetulan bahwa kita ditempatkan di sebuah lokasi dimana kita berada saat ini. Tidak semua dari kita tinggal di kota besar, diantara teman-teman mungkin ada yang tinggal di kota kecil, di desa, pedalaman atau mungkin hutan, baik karena pekerjaan, sejak lahir atau sedang melayani di sana. Dari Tabita kita bisa belajar bahwa di kota sekecil apapun, meski tidak terkenal sekalipun dengan segala keterbatasan tempat itu dan keterbatasan kemampuan kita, ingatlah bahwa segala sesuatu yang kita perbuat, biar sesederhana apapun, itu akan tetap berharga sangat tinggi bagi Tuhan ketika kita melakukan itu semua dengan ketulusan tanpa mengharap imbalan dan dengan tujuan untuk memuliakan Tuhan dengan memberkati orang lain. Yesus sendiri mengatakan: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku." (Matius 25:40) Lihatlah bahwa Yesus tidak mengatakan segala hal besar, pertolongan besar, sumbangan besar, bantuan besar, mewah dan mahal, tetapi Yesus mengatakan "segala sesuatu". Itu termasuk perbuatan-perbuatan kecil yang mungkin dipandang sebelah mata oleh dunia, tetapi jika kita melakukan itu bagi Tuhan, maka itu akan sangat berharga di mataNya. Tabita menyadari panggilannya dan mau terjun langsung untuk menyatakan kasih dengan perbuatan nyata. Dia tidak mengeluh terhadap apa yang tidak ia miliki, ia memilih untuk mempergunakan talenta yang ia punya untuk melakukan itu, dan Tuhan sangatlah berkenan kepadanya. Untuk melayani Tuhan dan melakukan pekerjaanNya kita tidak selalu harus berkotbah, tetapi setiap tindakan nyata kita yang kecil sekalipun bisa sangat berharga dimataNya. Firman Tuhan berkata: "Hendaklah masing-masing memberikan menurut kerelaan hatinya, jangan dengan sedih hati atau karena paksaan, sebab Allah mengasihi orang yang memberi dengan sukacita." (2 Korintus 9:7). Marilah kita pandang sekitar kita, adakah orang yang ditempatkan Tuhan untuk bertemu dengan kita hari ini? Dimanapun anda berada, apapun yang anda punyai saat ini, besar atau kecil, semua itu bisa dipakai untuk memberi kemuliaan bagi Tuhan.

Berkatilah orang lain dimanapun kita berada

Follow us on twitter:http://twitter.com/dailyrho

Saturday, March 19, 2011

Seimbang (2)

 (sambungan)

Dari seorang Paulus yang sibuk dalam pelayanan kita mendapat pesan yang tegas mengenai keharusan untuk bekerja dan tidak malas. "Sebab, juga waktu kami berada di antara kamu, kami memberi peringatan ini kepada kamu: jika seorang tidak mau bekerja, janganlah ia makan." (2 Tesalonika 3:10). Ada banyak orang yang lupa bahwa untuk menuai berkat Tuhan kita tidak boleh berpangku tangan dan terus malas-malasan, menunggu berkat jatuh dari langit tanpa kita melakukan apapun. Mereka hanya terus meminta dengan berdoa, tetapi tidak berbuat apa-apa sama sekali. Ketika berkat tidak kunjung tiba, mereka malah berani menyalahkan Tuhan. Padahal kemalasan merekalah yang sesungguhnya menghambat tercurahnya berkat Tuhan itu atas diri mereka. Perhatikanlah janji berkat dalam Ulangan 28:1-14 yang banyak menggambarkan bahwa Tuhan memberkati kita lewat usaha yang kita lakukan. "Diberkatilah engkau di kota dan diberkatilah engkau di ladang. Diberkatilah buah kandunganmu, hasil bumimu dan hasil ternakmu, yakni anak lembu sapimu dan kandungan kambing dombamu. Diberkatilah bakulmu dan tempat adonanmu..." (ay 3-5) dan seterusnya. Kemalasan akan mendatangkan kemiskinan, dan itu sudah dikatakan sejak dahulu dalam Amsal 6:9-11.

Di sisi lain terus bekerja tanpa memperhatikan keluarga, kesehatan dan kerohanian pun akan menyebabkan datangnya kegagalan dalam hidup kita. Sebuah pepatah latin mengingatkan kita akan pentingnya menyeimbangkan bekerja dan berdoa yang sudah sangat kita kenal, Ora et Labora. Yesus sudah menunjukkan pentingnya untuk meluangkan waktu bersaat teduh, menikmati keintiman hubungan dengan Tuhan meski di tengah kesibukan menjalani rutinitas, deadline-deadline dan target-target dalam pekerjaan. Keluarga pun tidak boleh diabaikan. Dari kisah Imam Eli kita bisa melihat bagaimana figur seorang ayah yang hanya sibuk melayani orang lain tapi tidak mempedulikan keluarga terutama anak-anaknya membuat sebuah keluarga menjadi hancur berantakan. 1 Samuel 2:11-26 menggambarkan dengan jelas bagaimana anak-anak Imam Eli, seorang imam  yang terpandang bertumbuh lebih mirip preman ketimbang memiliki kualitas selayaknya anak imam.

Lalu berolahraga, itu pun merupakan hal yang sangat penting untuk kita perhatikan. Lihatlah ayat berikut: "Latihan badani terbatas gunanya, tetapi ibadah itu berguna dalam segala hal, karena mengandung janji, baik untuk hidup ini maupun untuk hidup yang akan datang." (1 Timotius 4:8). Latihan badani, kata Paulus, itu berguna. Olahraga itu penting. Tetapi ibadah berguna dalam segala hal, karena mengandung janji bukan saja dalam hidup yang sekarang kita jalani tetapi juga kepada kehidupan yang akan datang. Ayat ini merangkum pentingnya menjaga kesehatan kita sekaligus mengingatkan agar kita tekun melatih diri secara teratur untuk beribadah setiap hari. Betapa seringnya kita terlalu sibuk kepada pekerjaan dan hal-hal lain yang menyita waktu lalu melupakan pentingnya menjaga kebugaran. Padahal firman Tuhan berkata: "Atau tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah bait Roh Kudus yang diam di dalam kamu, Roh Kudus yang kamu peroleh dari Allah, --dan bahwa kamu bukan milik kamu sendiri?" (1 Korintus 6:19). Jika demikian, tidak ada alasan bagi kita untuk tidak menjaga kondisi tubuh kita agar tetap prima, karena kita harus mempertanggungjawabkan pula pada suatu saat nanti kepada Pemiliknya. Dan ayat selanjutnya mengingatkan kita: "Sebab kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar: Karena itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu!" (ay 20).

Perhatikanlah bahwa hidup kita memerlukan keseimbangan dalam banyak hal untuk bisa maksimal dalam menjalankan panggilan Tuhan dan memenuhi rencanaNya bagi kita. Tidak mempedulikan tugas kita dalam mewartakan Injil dan menjadi kesaksian bagi orang lain pun menunjukkan sebuah kehidupan yang berat sebelah pula. Jangan lupa bahwa kepada kita semua telah diberikan sebuah Amanat Agung yang harus kita jalankan selama berada di muka bumi ini. Bekerja itu penting, melayani pekerjaan Tuhan pun merupakan hal yang seharusnya tidak kita abaikan. Satu hal lain yang tidak kalah penting adalah menjaga integritas, memberi keteladanan sesuai dengan apa yang kita ajarkan, menjadi contoh dan memberi keteladanan dengan melakukan sendiri apa yang kita katakan. "Dan jadikanlah dirimu sendiri suatu teladan dalam berbuat baik." (Titus 2:7). Ketika kita mengajar anak-anak atau orang lain, perhatikan baik apakah cara hidup kita sudah sesuai dengan apa yang kita ajarkan atau tidak. Karena firman Tuhan mengatakan "Haruslah juga engkau mengikatkannya sebagai tanda pada tanganmu dan haruslah itu menjadi lambang di dahimu, dan haruslah engkau menuliskannya pada tiang pintu rumahmu dan pada pintu gerbangmu." (Ulangan 6:8-9).

Tidaklah mudah untuk menjalani hidup seperti kehendak Tuhan. Ada banyak hal yang harus kita lakukan, dan kita harus mampu menemukan keseimbangan yang tepat dari semuanya. Mengambil waktu-waktu teratur untuk bersekutu dengan Tuhan, bekerja secara normal, mempertahankan hidup sebaik-baiknya, menjaga keharmonisan keluarga, membimbing anak-anak untuk tumbuh dengan rasa takut atau hormat akan Tuhan, melayani dan menjaga kesehatan semua harus dijalankan secara seimbang. Konsepnya mungkin terlihat rumit, namun seperti halnya belajar naik sepeda, itu bukanlah sesuatu yang tidak mungkin bisa kita capai. Ada proses yang harus kita tempuh untuk dapat menemukan titik keseimbangan dari semuanya, dengan keseriusan dan kesungguhan kita akan bisa mendapatkannya. Jika kita bisa mempelajari keseimbangan dalam hal berlatih naik sepeda, mengapa tidak untuk hidup?

Tanpa keseimbangan sulit bagi kita untuk menjalani kehidupan secara maksimal

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Friday, March 18, 2011

Seimbang (1)

Ayat bacaan: Markus 1:35
==================
"Pagi-pagi benar, waktu hari masih gelap, Ia bangun dan pergi ke luar. Ia pergi ke tempat yang sunyi dan berdoa di sana."

Hari ini saya memperhatikan anak kecil yang sedang diajari naik sepeda oleh ayahnya. Beberapa kali ia hampir terjatuh karena ia masih oleng ke kiri dan ke kanan dalam latihannya. Dilepas sebentar saja oleh ayahnya ia pun goyah dan tersendat-sendat karena kakinya segera menjejak tanah agar jangan terjatuh. Agar bisa mengendarai sepeda roda dua jelas dibutuhkan keseimbangan karena tanpa itu tentu saja kita tidak akan pernah bisa berjalan jauh dengan mengendarai sepeda. Kelak ketika si anak belajar mengendarai sepeda motor, pelajaran mengenai keseimbangan ini pun pasti masih ia perlukan. Dalam hidup ini kita pun membutuhkan keseimbangan. Kita tidak bisa hanya melakukan satu hal saja seumur hidup kita dan berharap kita akan berhasil. Menetapkan fokus jelas perlu, namun keseimbangan pun harus kita anggap penting. Sama seperti belajar naik sepeda, hidup yang berat sebelah tanpa keseimbangan pun akan oleng dan mudah jatuh.

Ada orang yang terus bekerja siang dan malam tanpa henti. Tuntutan pekerjaan dan deadline-deadline atau mengejar target membuat kita kadang-kadang seperti robot yang terus bekerja dan menomor duakan hal-hal lainnya. Keluarga terbengkalai, anak-anak tidak lagi mengenal ayahnya dengan cukup karena jarang bertemu, tubuh menjadi lemah dan gampang ambruk karena jarang berolahraga dan kurang istirahat,  serta menjadi semakin jauh dari Tuhan karena jarang berdoa dan bersekutu dekat dengan Tuhan. Ini sering terjadi pada orang-orang yang terus mengabdikan diri habis-habisan pada pekerjaannya, yang biasanya juga dikenal dengan workaholic. Di satu sisi ia menunjukkan kinerja yang baik dari sisi pekerjaan, tetapi keluarga, kerohanian dan kesehatan menjadi tidak terjaga dan gampang goyah. Ini baru satu contoh dari orang-orang yang habis-habisan bekerja dan melupakan hal lainnya. Ada orang yang hanya berdoa saja tetapi tidak mau bekerja, ada yang terus tidur, ada pula yang mengisi hari-harinya hanya dengan fitness, jogging dan sejenisnya. Berat sebelah, itu akan membawa hasil yang tidak maksimal atau bahkan tidak baik, baik buat diri sendiri maupun buat orang-orang yang berada di sekitar kita. Ketidakseimbangan bisa membuat masalah dalam kehidupan secara luas.

Yesus sibuk bekerja tak kenal lelah selama masa pelayananNya di dunia. Dia tahu betul sejak awal bahwa waktuNya tidaklah banyak, sementara pekerjaan yang harus diselesaikan sesuai yang dikehendaki Bapa sungguh sangat banyak. Dia harus menyampaikan isi hati Tuhan kepada banyak orang, Dia melakukan mukjizat, kesembuhan dan menjamah banyak orang dan sebagainya. Kita mendapati bahwa Yesus pun mengalami kelelahan yang tercatat di dalam Alkitab. Tapi lihatlah bahwa meski demikian Yesus tahu bahwa Dia harus tetap menyediakan waktu secara khusus untuk berbicara kepada Bapa meski beban tugasNya banyak dan berat. Mari kita lihat sebuah bagian singkat dalam Injil Markus yang menggambarkan hal ini. "Pagi-pagi benar, waktu hari masih gelap, Ia bangun dan pergi ke luar. Ia pergi ke tempat yang sunyi dan berdoa di sana." (Markus 1:35). Yesus memulai harinya pagi-pagi benar, menyepi dari orang banyak dan menikmati saat-saat teduh untuk bersekutu dengan Bapa. Yesus tahu bahwa Dia memerlukan hal itu agar bisa kuat melakukan semua pelayananNya setiap hari. Melihat Yesus tidak ada di tempat, Simon dan murid-murid lain pun bergegas mencari Yesus. "waktu menemukan Dia mereka berkata: "Semua orang mencari Engkau." (ay 37). simon melupakan pentingnya mengambil waktu secara khusus untuk bersekutu dengan Tuhan dan lebih terfokus kepada pelayanan. Dan lihatlah bagaimana reaksi Yesus setelah Dia meluangkan waktu secara khusus dengan Bapa. "Jawab-Nya: "Marilah kita pergi ke tempat lain, ke kota-kota yang berdekatan, supaya di sana juga Aku memberitakan Injil, karena untuk itu Aku telah datang." (ay 38). Dan Yesus pun kemudian berangkat ke seluruh Galilea ,memberitakan Injil, mengusir roh-roh jahat dan melakukan berbagai pelayanan lainnya. (ay 39). Dari bagian yang singkat ini kita bisa melihat bagaimana Yesus tahu membagi waktu dan menjalani hidup dengan seimbang.

Kita bisa melihat contoh lain dari Paulus. Kurang sibuk apa Paulus dalam melayani? Ia terus bergerak tanpa takut meski resiko yang ia hadapi sungguh berat dan mengancam nyawanya. Tapi lihatlah bahwa Paulus pun melakukannya dengan seimbang. Selain bekerja ia rajin berdoa bahkan tetap mau bekerja. "Kamu sendiri tahu, bahwa dengan tanganku sendiri aku telah bekerja untuk memenuhi keperluanku dan keperluan kawan-kawan seperjalananku." (Kisah Para Rasul 20:34). Beberapa kali pula Paulus mengambil contoh lewat olahraga seperti dalam 2 Timotius 2:5, 1 Timotius 4:8, 1 Korintus 9:24-26 dan sebagainya. Sedikit banyak kita bisa melihat bahwa Paulus tahu pentingnya berolah raga, dan sangat mungkin pula ia termasuk orang yang rajin menjaga kondisi tubuhnya dengan olah raga. Disamping itu kita pun melihat bagaimana kepedulian Paulus terhadap rekan-rekan sepelayanannya dan orang-orang yang dilayaninya pada setiap kota yang ia kunjungi. Berbagai surat-suratnya ia tulis dengan tangan sendiri penuh dengan ajaran dan nasihat. Bahkan beberapa kali kita melihat nama-nama yang ia tulis secara khusus, yang menunjukkan perhatiannya yang mendalam kepada kerabat, keluarga atau saudara-saudaranya.

(bersambung)

Menjadi Anggur Yang Baik (1)

 Ayat bacaan: Yohanes 2:9 ===================== "Setelah pemimpin pesta itu mengecap air, yang telah menjadi anggur itu--dan ia tidak t...