Friday, April 1, 2011

Paku dan Lubang yang Ditinggalkan

Ayat bacaan: Amsal 29:22
===================
"Si pemarah menimbulkan pertengkaran, dan orang yang lekas gusar, banyak pelanggarannya."

amarah, lukaKegiatan memaku dinding bisa jadi salah satu kegiatan yang gampang-gampang susah, apalagi jika memang kita bukan ahli pertukangan. Saya pernah dengan semangat ingin memajang foto-foto keluarga di dinding ruang tamu, membayangkan semua akan terpajang dengan rapi dan urutannya sudah saya atur di benak saya. Namun ketika mulai memakukan paku ke dinding, rupanya posisi paku sering meleset beberapa milimeter ato centimeter dari yang seharusnya. Kalau sudah salah posisi, saya terpaksa cabut kembali dan memakukkannya lagi di posisi yang pas. Namun saya menyadari satu hal, bahwa walaupun lubang yang posisinya salah beberapa centimeter tadi akan tertutup dengan pigura fotonya, tapi lubang tersebut sudah terlanjur ada disitu, membuat bekas di tembok. Kita bisa menutupnya dengan kapur tembok, dicat kembali hingga tak berbekas, tapi sebenarnya lubang itu tetap ada. Sekecil apapun paku akan tetap meninggalkan bekas atau lubang di dinding.

Sadarkah kita kalau sebuah kemarahan yang mungkin hanya meledak sekali waktu dari kita pun bisa meninggalkan "lubang" yang tidak bisa tertutup hingga waktu yang lama? Ketika diliputi kemarahan kita tanpa sadar mengeluarkan kata-kata yang bisa menghujam hati orang lain seperti ditancap paku. Mungkin itu cuma akibat emosi sesaat dan karena hanya sesaat dalam waktu singkat kita pun sudah melupakannya, namun dampaknya bisa meninggalkan bekas bagi korban hingga waktu yang lama. Seringkali luka-luka seperti ini menjadi penghalang bagi mereka untuk maju dan sangat sulit untuk dibereskan. Saya mengenal beberapa orang yang mengalami hal ini. Ada beberapa yang bahkan saya kenal betul sehingga saya bisa melihat bagaimana mereka bertumbuh hingga hari ini. Disebabkan oleh sesuatu yang membuat mereka sakit hati di masa lalu, mereka lalu mendapatkan banyak masalah dalam kehidupan mereka. Tidak percaya diri, sulit mempercayai orang lain, menutup atau memproteksi diri secara berlebihan, ada pula yang langsung gemetar ketika berhadapan dengan orang yang belum ia kenal. Kita mungkin hanya kelepasan karena emosi sehingga melempar kata-kata kasar secara spontan, tetapi seperti halnya dinding, kita meninggalkan bekas yang bisa jadi cukup dalam di hati orang lain dan melukai mereka untuk waktu yang lama, bahkan bisa berdampak negatif seumur hidup mereka. Ada dua teman saya bahkan tidak lagi percaya kepada Tuhan karena beberapa kata-kata buruk ibunya terlanjur melukai mereka cukup dalam. Mereka bisa menyebutkan berbagai kata yang pernah terlontar dari mulut ibunya meski pada saat itu mereka masih sangat kecil. Mungkin sang ibu sendiri sudah tidak ingat lagi, tetapi kehancuran yang ditimbulkan ternyata sudah cukup parah bagi anaknya.  

Kemarahan bisa membawa begitu banyak dampak baik bagi diri sendiri maupun terhadap orang lain. Itulah sebabnya Alkitab berulang kali menganjurkan kita untuk bisa mengontrol emosi. Firman Tuhan berkata: "Si pemarah menimbulkan pertengkaran, dan orang yang lekas gusar, banyak pelanggarannya." (Amsal 29:22). Seorang yang gampang marah, kata Firman Tuhan, akan membuat banyak pelanggaran. Apakah itu lewat kata-kata, membanting sesuatu, melempar atau kekerasan secara fisik dan lain-lain, semua itu kelak akan kita sesali, dimana sebagian besar diantaranya kerap sudah sangat sulit untuk bisa diperbaiki. Berapa banyak orang tua yang kalap kemudian tanpa sadar membunuh anaknya? Atau sebaliknya anak yang gelap mata membunuh orang tuanya karena tidak cepat meredam kemarahan? Atau antara suami dan istri, antar teman, majikan dan pekerja dan lain-lain? Kalaupun tidak sampai sefatal membunuh, berbagai akibat yang timbul dari emosi yang tidak terkendali itu pun sudah meninggalkan bekas yang susah untuk dihapus.

Sejalan dengan ayat bacaan hari ini, Daud mengatakan: "Berhentilah marah dan tinggalkanlah panas hati itu, jangan marah, itu hanya membawa kepada kejahatan." (Mazmur 37:8). Ada kalanya memang kita bisa merasa kesal dan kemudian marah. Sebagai manusia yang memiliki perasaan memang kita tidak bisa menghindar dari kekesalan atau kemarahan akibat banyak hal atau ditimbulkan oleh perilaku orang lain yang menyinggung kita. Apa yang bisa kita lakukan adalah sesegera mungkin meredamnya. Emosi seringkali berawal ringan namun bertambah parah jika kita diamkan. Dan apabila sudah parah, emosi itu akan menjadi sulit untuk kita redam. Disanalah akhirnya berbagai kejahatan mengintai dan siap menerkam kita. Berbagai tindakan bodoh pun bisa muncul tanpa terkendali karena kita sudah gelap mata dikuasai oleh emosi. Oleh karena itu kita harus bisa cepat meredam kemarahan kita sebelum terlambat, sebelum kita melakukan atau mengatakan hal-hal yang bisa melukai orang lain bahkan berdampak buruk bagi diri kita sendiri.

Yakobus mengingatkan kita agar menjadi orang yang sabar dan tidak lekas marah. "Hai saudara-saudara yang kukasihi, ingatlah hal ini: setiap orang hendaklah cepat untuk mendengar, tetapi lambat untuk berkata-kata, dan juga lambat untuk marah." (Yakobus 1:19). Kita diminta untuk mendengar dulu baik-baik dan tidak cepat menyela apalagi jika belum apa-apa sudah langsung marah. Mengapa demikian? Ayat selanjutnya berkata jelas: "sebab amarah manusia tidak mengerjakan kebenaran di hadapan Allah." (ay 20). Lebih lanjut lewat Paulus kita juga bisa menemukan peringatan agar kita membuang jauh-jauh kemarahan dari diri kita. "Segala kepahitan, kegeraman, kemarahan, pertikaian dan fitnah hendaklah dibuang dari antara kamu, demikian pula segala kejahatan." (Efesus 4:31). Apa yang dianjurkan bagi kita adalah sebaliknya, "Tetapi hendaklah kamu ramah seorang terhadap yang lain, penuh kasih mesra dan saling mengampuni, sebagaimana Allah di dalam Kristus telah mengampuni kamu." (ay 32).

Jika anda merasa kesal dan mulai marah, segeralah redam kemarahan itu sebelum kemarahan itu menguasai diri anda. "Apabila kamu menjadi marah, janganlah kamu berbuat dosa: janganlah matahari terbenam, sebelum padam amarahmu dan janganlah beri kesempatan kepada Iblis." (Efesus 4:26-27). Lihatlah bahwa dibalik kemarahan yang terus meningkat naik kita sebenarnya membuka ruang seluas-luasnya kepada iblis untuk berpesta pora menghancurkan kita. Petrus berkata: "Sadarlah dan berjaga-jagalah! Lawanmu, si Iblis, berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya." (1 Petrus 5:8). Perhatikan bahwa iblis hanya bisa berjalan berkeliling mengaum mencari mangsa. Dia tidak akan pernah bisa menembus kita kecuali kita sendiri yang membuka celah untuk itu. Alkitab menyatakan bahwa orang yang membiarkan dirinya gampang meledak dalam amarah adalah orang bodoh: "Terhormatlah seseorang, jika ia menjauhi perbantahan, tetapi setiap orang bodoh membiarkan amarahnya meledak." (Amsal 20:3), atau lihatlah dalam kitab Pengkotbah: "Janganlah lekas-lekas marah dalam hati, karena amarah menetap dalam dada orang bodoh." (Pengkotbah 7:9). Dan ada banyak kejahatan yang mengintai disana. semakin lama kita membiarkan diri kita marah, maka semakin banyak pula kesempatan iblis untuk menghancurkan kita dengan berbagai bentuk kejahatan. Adalah relatif jauh lebih mudah untuk meredam emosi ketika masih baru, tetapi sangatlah sulit ketika emosi itu sudah terlanjur menguasai diri kita. Sekali lagi, ingatlah bahwa paku yang ditancapkan ke dinding meski kecil sekalipun akan tetap meninggalkan lubang atau bekas disana. Dan paku-paku itu bisa berterbangan keluar dari kemarahan kita dan melukai hati banyak orang. Berhentilah melukai orang lain terutama orang yang kita kasihi seperti orang tua, anak, suami/istri dan lain -lain hanya karena kita tidak bisa mengendalikan emosi kita. Kuasai diri segera ketika marah, sehingga kita tidak sampai melukai orang lain hanya karena kita tidak bisa menahan emosi.

Emosi sesaat bisa membawa bekas luka di hati orang sepanjang hidupnya

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

No comments:

Menjadi Anggur Yang Baik (1)

 Ayat bacaan: Yohanes 2:9 ===================== "Setelah pemimpin pesta itu mengecap air, yang telah menjadi anggur itu--dan ia tidak t...