Ayat bacaan: Keluaran 14:13
=====================
"Tetapi berkatalah Musa kepada bangsa itu: "Janganlah takut, berdirilah tetap dan lihatlah keselamatan dari TUHAN, yang akan diberikan-Nya hari ini kepadamu; sebab orang Mesir yang kamu lihat hari ini, tidak akan kamu lihat lagi untuk selama-lamanya."
Sebuah film yang baru saya tonton menunjukkan adegan dimana tokoh utamanya berlari dari kejaran musuh dan kemudian berhadapan dengan tembok tebal dan tinggi. Ia terjebak di sana, tidak lagi bisa meneruskan pelariannya karena terhalang tembok, sementara mundur pun tidak bisa karena musuh tepat ada di belakangnya. Adegan ini tentu tidak asing lagi bagi kita para penggemar film karena sangat sering kita lihat. Saya pun berpikir bahwa kehidupan kita seringkali berhadapan dengan situasi yang sama. Bagi anda yang sudah pernah mengalami situasi dilematis, pasti tahu bagaimana rasanya. Ada kalanya kita menghadapi jalan yang terlihat buntu di depan sehingga kita tidak bisa maju, tetapi mau mundur pun juga tidak bisa. Mari kita ambil sebuah contoh sederhana. Misalnya anda bekerja di sebuah tempat yang rasanya tidak bersahabat buat anda. Pimpinan yang kasar, teman-teman sekerja yang menjengkelkan, atau gaji yang anda rasa tidak sebanding, tetapi mau keluar dan mencari kerja baru pun tidak mudah. Atau misalnya anda baru saja pindah rumah dan mendapati bahwa lingkungan tempat tinggal anda yang baru itu tidak kondusif. Mungkin tidak aman, atau mungkin juga anda mendapati orang-orang yang sulit disekitar anda sebagai tetangga. Situasi yang bisa membuat anda jengkel dan lelah karena kesal berkepanjangan, tetapi untuk pindah lagi pun bukan hal yang gampang. Situasi-situasi yang seperti "maju kena mundur kena" atau terjepit ini tidaklah mudah untuk dihadapi. Tetapi menarik jika melihat bahwa Alkitab pernah mengilustrasikan hal ini secara gamblang sekaligus memberitahukan jalan keluarnya.
Bangsa Israel pada suatu ketika berhadapan dengan situasi seperti itu, yaitu dalam kisah Laut Teberau terbelah yang terkenal dalam Keluaran 14. Mereka baru saja keluar dari Mesir, tetapi ternyata Firaun tidak rela membiarkan mereka pergi begitu saja. (ay 5). Ia pun kemudian memimpin sendiri enam ratus kereta yang dikendarai prajurit-prajurinya (ay 7). Dalam pelarian mereka terbentur kondisi dimana laut Teberau terbentang di depan mereka. Sementara di belakang ratusan tentara Firaun siap melahap habis mereka semua. Ketakutan dan kepanikan kemudian membuat mereka menyalahkan Musa bahkan mengatakan bahwa lebih baik menjadi budak ketimbang berada dalam situasi terjepit seperti itu. "..mereka berkata kepada Musa: "Apakah karena tidak ada kuburan di Mesir, maka engkau membawa kami untuk mati di padang gurun ini? Apakah yang kauperbuat ini terhadap kami dengan membawa kami keluar dari Mesir? Bukankah ini telah kami katakan kepadamu di Mesir: Janganlah mengganggu kami dan biarlah kami bekerja pada orang Mesir. Sebab lebih baik bagi kami untuk bekerja pada orang Mesir dari pada mati di padang gurun ini." (ay 11-12). Apa jawaban Musa? "Tetapi berkatalah Musa kepada bangsa itu: "Janganlah takut, berdirilah tetap dan lihatlah keselamatan dari TUHAN, yang akan diberikan-Nya hari ini kepadamu; sebab orang Mesir yang kamu lihat hari ini, tidak akan kamu lihat lagi untuk selama-lamanya.". (ay 13). Seperti apa yang tertulis pada ayat bacaan hari ini, Musa mengingatkan mereka akan 3 hal: Jangan takut, berdiri tetap, dan fokus kepada penyertaan Tuhan. Selanjutnya seperti yang kita ketahui, Laut Teberau terbelah sehingga mereka bisa berjalan di tengah-tengah laut di tempat kering. Air menjadi tembok buat mereka (ay 15 - 22). Selanjutnya ketika bala tentara Firaun mengejar hingga ke tengah laut, air pun kembali berbalik ke posisi semula dan menenggelamkan Firaun dan seluruh pasukannya. (ay 26-28). Mereka pun akhirnya selamat sampai ke seberang (ay 30). Kisah Laut Teberau yang fenomenal ini kemudian bisa kita temukan kembali dalam Mazmur 106:7-12 dan Nehemia 9:9-11.
Jangan takut, berdiri tetap dan fokus pada penyertaan Tuhan. Itu menjadi kunci utama agar kita bisa melepaskan diri dari situasi terjepit. Rasa takut tidak akan menolong, bahkan akan semakin melemahkan dan mempersulit keadaan. Berulang kali Firman Tuhan menyatakan "jangan takut" dalam sepanjang Alkitab, itu menunjukkan keperihatinan Tuhan akan sifat manusia yang gampang merasa takut, sekaligus menunjukkan kepedulianNya. Bersama Tuhan yang sangat mengasihi kita, begitu peduli dan berkuasa di atas segalanya, mengapa kita harus takut? Membiarkan rasa takut yang berkepanjangan cepat atau lambat akan membuat iman kita terkikis. Dengan iman yang terkikis kita bisa ambruk, tidak lagi kuat untuk berdiri. Dan lewat jawaban Musa hari ini kepada bangsa Israel yang tengah panik, kita pun mengetahui bahwa dalam menghadapi segala hal sulit, adalah penting bagi kita untuk bisa tetap berdiri dalam iman. Dan kemudian Musa pun mengingatkan agar berhenti fokus terhadap masalah dan mengarahkannya kepada kasih dan penyertaan Tuhan. Pada kisah Laut Teberau diatas kita melihat penyertaan Tuhan yang luar biasa untuk mengeluarkan bangsa Israel dari situasi terjepit. Tuhan kita adalah Allah yang penuh dengan kasih setia dan tidak akan pernah ingkar janji. "Haleluya! Bersyukurlah kepada TUHAN, sebab Ia baik! Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya." (Mazmur 106:1).
Karena itu kita tidak perlu ragu. Tetaplah berdiri teguh dalam iman dalam situasi sesulit apapun. Mari kita jalani hidup walau seberat apapun dengan penyerahan diri dan pengharapan. Jangan takut, jagalah agar iman tetap kokoh dan percayalah pada Tuhan yang masih terus membuat mukjizat yang menyatakan kemuliaanNya hingga hari ini. Jika ada di antara teman-teman yang sedang mengalami situasi dilematis atau terjepit, serahkanlah semuanya ke tangan Tuhan. Sebagaimana Dia menyelamatkan bangsa Israel, demikian pula Dia mampu menyelamatkan kita dari situasi terjepit.
Situasi-situasi sulit adalah lahan subur bagi Tuhan untuk menyatakan kuasaNya
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Thursday, June 30, 2011
Wednesday, June 29, 2011
Mendidik Anak yang Berakhlak Baik
Ayat bacaan: Mazmur 119:9
===================
"Dengan apakah seorang muda mempertahankan kelakuannya bersih? Dengan menjaganya sesuai dengan firman-Mu."
Anak yang berbakti kepada orang tua, jauh dari kejahatan, tahu sopan santun, hidup jujur sejak kecil, serius dalam bekerja dan takut akan Tuhan. Siapa yang tidak ingin mempunyai anak dengan karakter seperti ini? Semua orang tua, siapapun mereka tentu mendambakan anak yang bisa menjadi teladan bagi orang lain. Itulah sebabnya meski orang tuanya mungkin hanya lulusan sekolah tingkat rendah, mereka akan berusaha sedaya upaya mereka untuk menyekolahkan anak setinggi mungkin. Kalau perlu harta benda, sawah atau hewan ternak pun dijual demi masa depan anaknya. Ironisnya ada banyak orang tua yang berpikir bahwa sekolah setinggi mungkin adalah satu-satunya jawaban agar anaknya bisa menjadi orang sukses. Kekayaan secara materi seringkali dijadikan satu-satunya tujuan yang dianggap bisa membawa kebahagiaan. Dan yang juga tidak kalah ironis, ada banyak orang tua yang berpikir bahwa mereka tetap bisa berlaku seenaknya dan dalam waktu yang sama berharap anaknya bisa menjadi anak yang baik. Apa sebenarnya yang bisa membuat seorang anak tumbuh menjadi teladan dalam tingkah lakunya yang bersih?
Firman Tuhan hari ini memberi sebuah jawaban yang sangat sederhana dan singkat. "Dengan apakah seorang muda mempertahankan kelakuannya bersih? Dengan menjaganya sesuai dengan firman-Mu." (Mazmur 119:9). Sekolah setinggi mungkin tentu saja tidak salah, bahkan bagus. Tetapi apalah gunanya segala ilmu tanpa dibarengi dengan sebuah sikap takut akan Tuhan, menjauhi kejahatan dan taat kepada perintah Tuhan? Orang yang pintar tetapi tidak memiliki rasa takut atau hormat akan Tuhan malah bisa berbahaya. Kekayaan pun sudah terbukti tidak menjadi jaminan bahwa seseorang akan berbahagia. Meski ada banyak hal penting yang bisa membuka jalan kesuksesan bagi anak-anak kita, perhatikanlah bahwa Alkitab sudah berkata ada hal yang jauh lebih penting, dan itu adalah dengan menjaga anak untuk bertumbuh sesuai dengan, atau senantiasa dalam Firman Tuhan.
Alkitab memberikan sebuah contoh yang bisa menjadi pelajaran bagi kita, yaitu Timotius. Timotius adalah seorang anak muda yang diberi kepercayaan besar oleh Paulus sejak masa mudanya. Paulus tentu melihat kualitas dalam diri anak muda bernama Timotius ini. Dan itu bukanlah sembarangan. Bagaimana Timotius bisa bertumbuh menjadi seorang pemuda berakhlak baik seperti itu? Alkitab mencatat bahwa semua itu merupakan hasil didikan turun temurun dari neneknya. "Sebab aku teringat akan imanmu yang tulus ikhlas, yaitu iman yang pertama-tama hidup di dalam nenekmu Lois dan di dalam ibumu Eunike dan yang aku yakin hidup juga di dalam dirimu." (2 Timotius 1:5). Neneknya merupakan orang beriman yang membesarkan ibunya dengan sangat baik, lalu iman yang teguh itu pun turun kepada Timotius. Bayangkan apabila sang nenek tidak menjadi teladan dan tidak mengajarkan hidup benar kepada sang ibu, Timotius pun tentu bukan seperti sosok yang dikenal orang percaya hingga hari ini. Tongkat estafet iman turun temurun dalam bentuk pengajaran untuk hidup benar hingga sampai kepada Timotius yang sudah bersinar sejak masa mudanya. Ini bisa menjadi sebuah contoh bahwa orang muda yang dibimbing sejak semula dengan Firman Tuhan akan tumbuh menjadi pribadi-pribadi yang bersih hidupnya, yang tentu saja akan berbeda dari kebanyakan pemuda seusianya, dan itu tepat seperti apa yang dikatakan dalam ayat bacaan hari ini yang diambil dalam kitab Mazmur.
Paulus berpesan kepada Timotius: "Jangan seorangpun menganggap engkau rendah karena engkau muda. Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu." (1 Timotius 4:12). Ini sebuah pesan penting yang sesungguhnya baik untuk diindahkan oleh anak-anak muda seperti kita. Ternyata sejak muda pun kita sudah diminta untuk bisa menjadi teladan, baik dalam perkataan, tingkah laku, kasih, kesetiaan dan kesucian. Firman Tuhan, kata ayat Mazmur di atas, adalah jawaban agar kita bisa menjadi sosok seperti yang diinginkan Tuhan itu. Menjadi teladan merupakan keharusan bagi orang-orang percaya sejak masih muda hingga memasuki masa tua. Orang tua tetap harus menjadi teladan, agar ia bisa mewariskan iman yang takut akan Tuhan kepada anak-anak mereka. Dari Lois ke Eunike kemudian ke Timotius, itu sudah terbukti, kepada kita pun sama. Perhatikanlah ayat berikut: "Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan, haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun.Haruslah juga engkau mengikatkannya sebagai tanda pada tanganmu dan haruslah itu menjadi lambang di dahimu, dan haruslah engkau menuliskannya pada tiang pintu rumahmu dan pada pintu gerbangmu." (Ulangan 6:6-9). Rangkaian ayat tersebut dengan jelas menyatakan bahwa orang tua harus mampu mengajarkan anak-anak mereka secara kontinu, terus menerus, berkesinambungan, tetapi itu belumlah cukup tanpa menjadi teladan pula terhadap apa yang diajarkan. Artinya, selain cakap mengajar, orang tua pun harus mampu menjadi contoh teladan bagi anak-anaknya. Dalam surat Efesus, Paulus pun menyerukan hal yang sama. "Dan kamu, bapa-bapa, janganlah bangkitkan amarah di dalam hati anak-anakmu, tetapi didiklah mereka di dalam ajaran dan nasihat Tuhan." (Efesus 6:4).
Memiliki anak yang berakhlak baik, hidup bersih, takut akan Tuhan adalah dambaan setiap orang tua. Masalahnya, apakah kita sebagai orang tua sudah memiliki wawasan yang benar dalam mendidik mereka? Apakah kita sudah memberi perhatian yang cukup kepada mereka ketika mereka dalam pertumbuhan? Bukan hanya kebutuhan fisik dan kepintaran yang penting, tetapi terlebih kebutuhan mereka akan Firman Tuhan. Itulah yang akan membuat mereka tetap terjaga dari segala hal negatif di dunia ini, dan itu akan sangat bermanfaat dalam jangka panjang. Jika kita sebagai orang tua melakukan apa yang diingatkan oleh Firman Tuhan hari ini, kelak di kemudian hari kita juga yang akan senang melihat anak-anak kita tumbuh menjadi teladan dalam hal hidup bersih, baik dan benar bagi orang lain, dan alangkah bahagianya jika kita melihat hal tersebut kemudian diwariskan kepada cucu kita. Mencukupi kebutuhan mereka sehari-hari itu penting. Memberi kesempatan mereka untuk menimba ilmu sebanyak-banyaknya itu penting. Tetapi jangan lupakan untuk membesarkan mereka dalam Firman Tuhan, karena itulah yang terutama akan menjaga mereka dari hal-hal buruk yang tidak kita inginkan. Itu akan menjadi sebuah warisan yang sangat berharga bagi mereka.
Lebih dari segalanya, didiklah anak-anak sejak dini dalam Firman Tuhan
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
===================
"Dengan apakah seorang muda mempertahankan kelakuannya bersih? Dengan menjaganya sesuai dengan firman-Mu."
Anak yang berbakti kepada orang tua, jauh dari kejahatan, tahu sopan santun, hidup jujur sejak kecil, serius dalam bekerja dan takut akan Tuhan. Siapa yang tidak ingin mempunyai anak dengan karakter seperti ini? Semua orang tua, siapapun mereka tentu mendambakan anak yang bisa menjadi teladan bagi orang lain. Itulah sebabnya meski orang tuanya mungkin hanya lulusan sekolah tingkat rendah, mereka akan berusaha sedaya upaya mereka untuk menyekolahkan anak setinggi mungkin. Kalau perlu harta benda, sawah atau hewan ternak pun dijual demi masa depan anaknya. Ironisnya ada banyak orang tua yang berpikir bahwa sekolah setinggi mungkin adalah satu-satunya jawaban agar anaknya bisa menjadi orang sukses. Kekayaan secara materi seringkali dijadikan satu-satunya tujuan yang dianggap bisa membawa kebahagiaan. Dan yang juga tidak kalah ironis, ada banyak orang tua yang berpikir bahwa mereka tetap bisa berlaku seenaknya dan dalam waktu yang sama berharap anaknya bisa menjadi anak yang baik. Apa sebenarnya yang bisa membuat seorang anak tumbuh menjadi teladan dalam tingkah lakunya yang bersih?
Firman Tuhan hari ini memberi sebuah jawaban yang sangat sederhana dan singkat. "Dengan apakah seorang muda mempertahankan kelakuannya bersih? Dengan menjaganya sesuai dengan firman-Mu." (Mazmur 119:9). Sekolah setinggi mungkin tentu saja tidak salah, bahkan bagus. Tetapi apalah gunanya segala ilmu tanpa dibarengi dengan sebuah sikap takut akan Tuhan, menjauhi kejahatan dan taat kepada perintah Tuhan? Orang yang pintar tetapi tidak memiliki rasa takut atau hormat akan Tuhan malah bisa berbahaya. Kekayaan pun sudah terbukti tidak menjadi jaminan bahwa seseorang akan berbahagia. Meski ada banyak hal penting yang bisa membuka jalan kesuksesan bagi anak-anak kita, perhatikanlah bahwa Alkitab sudah berkata ada hal yang jauh lebih penting, dan itu adalah dengan menjaga anak untuk bertumbuh sesuai dengan, atau senantiasa dalam Firman Tuhan.
Alkitab memberikan sebuah contoh yang bisa menjadi pelajaran bagi kita, yaitu Timotius. Timotius adalah seorang anak muda yang diberi kepercayaan besar oleh Paulus sejak masa mudanya. Paulus tentu melihat kualitas dalam diri anak muda bernama Timotius ini. Dan itu bukanlah sembarangan. Bagaimana Timotius bisa bertumbuh menjadi seorang pemuda berakhlak baik seperti itu? Alkitab mencatat bahwa semua itu merupakan hasil didikan turun temurun dari neneknya. "Sebab aku teringat akan imanmu yang tulus ikhlas, yaitu iman yang pertama-tama hidup di dalam nenekmu Lois dan di dalam ibumu Eunike dan yang aku yakin hidup juga di dalam dirimu." (2 Timotius 1:5). Neneknya merupakan orang beriman yang membesarkan ibunya dengan sangat baik, lalu iman yang teguh itu pun turun kepada Timotius. Bayangkan apabila sang nenek tidak menjadi teladan dan tidak mengajarkan hidup benar kepada sang ibu, Timotius pun tentu bukan seperti sosok yang dikenal orang percaya hingga hari ini. Tongkat estafet iman turun temurun dalam bentuk pengajaran untuk hidup benar hingga sampai kepada Timotius yang sudah bersinar sejak masa mudanya. Ini bisa menjadi sebuah contoh bahwa orang muda yang dibimbing sejak semula dengan Firman Tuhan akan tumbuh menjadi pribadi-pribadi yang bersih hidupnya, yang tentu saja akan berbeda dari kebanyakan pemuda seusianya, dan itu tepat seperti apa yang dikatakan dalam ayat bacaan hari ini yang diambil dalam kitab Mazmur.
Paulus berpesan kepada Timotius: "Jangan seorangpun menganggap engkau rendah karena engkau muda. Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu." (1 Timotius 4:12). Ini sebuah pesan penting yang sesungguhnya baik untuk diindahkan oleh anak-anak muda seperti kita. Ternyata sejak muda pun kita sudah diminta untuk bisa menjadi teladan, baik dalam perkataan, tingkah laku, kasih, kesetiaan dan kesucian. Firman Tuhan, kata ayat Mazmur di atas, adalah jawaban agar kita bisa menjadi sosok seperti yang diinginkan Tuhan itu. Menjadi teladan merupakan keharusan bagi orang-orang percaya sejak masih muda hingga memasuki masa tua. Orang tua tetap harus menjadi teladan, agar ia bisa mewariskan iman yang takut akan Tuhan kepada anak-anak mereka. Dari Lois ke Eunike kemudian ke Timotius, itu sudah terbukti, kepada kita pun sama. Perhatikanlah ayat berikut: "Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan, haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun.Haruslah juga engkau mengikatkannya sebagai tanda pada tanganmu dan haruslah itu menjadi lambang di dahimu, dan haruslah engkau menuliskannya pada tiang pintu rumahmu dan pada pintu gerbangmu." (Ulangan 6:6-9). Rangkaian ayat tersebut dengan jelas menyatakan bahwa orang tua harus mampu mengajarkan anak-anak mereka secara kontinu, terus menerus, berkesinambungan, tetapi itu belumlah cukup tanpa menjadi teladan pula terhadap apa yang diajarkan. Artinya, selain cakap mengajar, orang tua pun harus mampu menjadi contoh teladan bagi anak-anaknya. Dalam surat Efesus, Paulus pun menyerukan hal yang sama. "Dan kamu, bapa-bapa, janganlah bangkitkan amarah di dalam hati anak-anakmu, tetapi didiklah mereka di dalam ajaran dan nasihat Tuhan." (Efesus 6:4).
Memiliki anak yang berakhlak baik, hidup bersih, takut akan Tuhan adalah dambaan setiap orang tua. Masalahnya, apakah kita sebagai orang tua sudah memiliki wawasan yang benar dalam mendidik mereka? Apakah kita sudah memberi perhatian yang cukup kepada mereka ketika mereka dalam pertumbuhan? Bukan hanya kebutuhan fisik dan kepintaran yang penting, tetapi terlebih kebutuhan mereka akan Firman Tuhan. Itulah yang akan membuat mereka tetap terjaga dari segala hal negatif di dunia ini, dan itu akan sangat bermanfaat dalam jangka panjang. Jika kita sebagai orang tua melakukan apa yang diingatkan oleh Firman Tuhan hari ini, kelak di kemudian hari kita juga yang akan senang melihat anak-anak kita tumbuh menjadi teladan dalam hal hidup bersih, baik dan benar bagi orang lain, dan alangkah bahagianya jika kita melihat hal tersebut kemudian diwariskan kepada cucu kita. Mencukupi kebutuhan mereka sehari-hari itu penting. Memberi kesempatan mereka untuk menimba ilmu sebanyak-banyaknya itu penting. Tetapi jangan lupakan untuk membesarkan mereka dalam Firman Tuhan, karena itulah yang terutama akan menjaga mereka dari hal-hal buruk yang tidak kita inginkan. Itu akan menjadi sebuah warisan yang sangat berharga bagi mereka.
Lebih dari segalanya, didiklah anak-anak sejak dini dalam Firman Tuhan
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Tuesday, June 28, 2011
Gembira dalam Bekerja
Ayat bacaan: Pengkhotbah 3:22
=======================
"Aku melihat bahwa tidak ada yang lebih baik bagi manusia dari pada bergembira dalam pekerjaannya, sebab itu adalah bahagiannya. Karena siapa akan memperlihatkan kepadanya apa yang akan terjadi sesudah dia?"
Terus bergonta-ganti pekerjaan dilakukan oleh banyak orang, termasuk salah seorang yang tinggal tidak jauh dari rumah saya. Ketika sebagian orang kesulitan mencari satu pekerjaan saja, ia terus keluar masuk dari perusahaan yang satu ke yang lain. Ia juga mencoba membuka usaha, mulai dari fotokopi, berjualan pakaian, sepatu dan sebagainya, tetapi lucunya lagi tidak satupun yang bisa membuatnya betah. Seorang teman lainnya juga sama. Ia sudah mempunyai satu anak, sudah menjadi dosen yang mapan, lalu menjadi wartawan juga, tetapi kemudian ia meninggalkan semua itu untuk kembali bersekolah di negara yang rasanya jarang menjadi destinasi banyak pelajar, meninggalkan anak dan karirnya, justru di usianya yang sudah paruh baya. Mengapa mereka demikian? Jawaban keduanya sama: mereka tidak merasa bahagia dengan pekerjaannya. Sementara pengukur bahagia berbeda-beda bagi setiap orang, merekapun memiliki alasan beragam atas ketidak-bahagiaannya. Pendapatannya tidak cukup seperti harapan, bosan, merasa tidak berkembang dan lain-lain, itu bisa menjadi alasan bagi orang untuk tidak bahagia terhadap karir atau usahanya. Sebagian lagi mungkin beranggapan bahwa pekerjaannya terlalu rendah, kurang bonafit atau malah merasa salah profesi. Saya tersenyum melihat seorang tukang bangunan yang bekerja hanya beberapa langkah dari rumah saya. Ia terus tersenyum dalam bekerja, ia sangat ramah dan bersahabat, dan sangat ringan tangan dalam membantu. Apa yang ia katakan pada suatu kali menunjukkan perbedaan pola pikir dan pandangan dari kedua teman saya tadi. "Saya memang cuma tukang bangunan pak, tetapi saya menikmati pekerjaan saya. Badan kotor, tangan kotor, tetapi rumah yang berdiri ini akan menjadi sebuah hasil karya saya yang tetap akan bisa saya banggakan kelak." katanya sambil terus tersenyum. Bagi saya itu mengagumkan, terutama ketika hari-hari ini semakin banyak orang yang sulit untuk bersyukur dan senang terhadap pekerjaannya.
Adalah menarik jika melihat bahwa Pengkotbah sudah menyatakan hal seperti ini lewat perenungan, pengalaman dan kesaksiannya sendiri. "Aku melihat bahwa tidak ada yang lebih baik bagi manusia dari pada bergembira dalam pekerjaannya, sebab itu adalah bahagiannya. Karena siapa akan memperlihatkan kepadanya apa yang akan terjadi sesudah dia?" (Pengkotbah 3:22). Mencintai profesi atau tidak, Pengkotbah menyimpulkan bahwa tidak ada yang lebih baik daripada bergembira dalam pekerjaannya. Mengapa? Karena itu adalah bagian kita masing-masing. Jika kita tidak berbahagia dengan pekerjaan, apa yang bisa kita dapatkan? Berkeluh kesah sepanjang hari? Mengasihani diri berlebihan? Emosi? Terus merasa tidak puas dan kehilangan damai sejahtera? Adakah itu membawa manfaat atau malah membuat etos kerja kita menurun, mengganggu orang lain bahkan mendatangkan penyakit bagi diri kita sendiri? Apakah baik apabila kita sulit bersyukur dan hanya bersungut-sungut tidak pernah merasa puas?
Seperti yang sudah saya singgung kemarin, soal bahagia atau tidak bukanlah tergantung dari kondisi atau situasi yang kita hadapi, melainkan tergantung dari seberapa jauh kita mengijinkan Tuhan untuk ambil bagian dalam hidup kita. Kebahagiaan atau kegembiraan berasal dari Tuhan dan bukan dari keadaan. Amsal mengatakan bahwa "Hati yang gembira membuat muka berseri-seri, tetapi kepedihan hati mematahkan semangat." (Amsal 15:13). Atau lihatlah ayat lain: "Hati yang gembira adalah obat yang manjur, tetapi semangat yang patah mengeringkan tulang." (Amsal 17:22). Bekerja dengan hati yang lapang, hati yang gembira, itu adalah obat yang manjur dan menjaga kita agar tetap memiliki semangat untuk melakukan yang terbaik. Dan rasa syukur kita dalam menikmati anugerah Tuhan akan membuat itu bisa terjadi. Apakah kita menikmati pekerjaan dengan penuh rasa syukur sebagai sebuah berkat dari Tuhan atau kita terus merasa kurang puas, itu tergantung kita. Tuhan sanggup membuat pekerjaan sekecil apapun menjadi emas. Saya tidak berbicara mengenai kekayaan materi saja karena itu sangatlah sempit, tetapi seperti kata buruh bangunan tadi, ia sangat menikmati karya "monumental"nya sebagai hasi kerja keras dan kesungguhannya. Dan ia akan terus membuat karya-karya monumental lainnya yang pasti juga akan sangat ia nikmati.
Kita bisa belajar dari buruh bangunan ini dalam hal memandang sebuah pekerjaan dari sudut pandang yang baik. Buruh tidaklah dibayar besar. Tenaga yang ia keluarkan setiap hari membangun rumah tidak kecil, dan pendapatannya mungkin jauh dibawah orang-orang kantoran yang relatif mengeluarkan tenaga lebih kecil darinya. Tetapi ia tidak berkecil hati, ia tidak merasa rendah. Sebaliknya ia sangat menikmati pekerjaannya dan merasa bahagia dengan itu. Disaat orang berpendapatan lebih besar masih mengeluh, ia bisa berbahagia dan bersyukur. Alangkah indahnya dunia ini apabila kita bisa menikmati pekerjaan yang telah Tuhan anugerahkan kepada kita sebagai berkatNya yang luar biasa.
Mungkin ada saat ini di antara kita yang mulai merasa jenuh dengan pekerjaannya, mungkin ada yang merasa bahwa pekerjaan saat ini tidak cukup baik, namun saya ingin mengingatkan bahwa Tuhan tidak akan pernah kekurangan cara untuk memberkati kita. Yang dituntut dari kita adalah bekerja sungguh-sungguh dengan segenap hati seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia (Kolose 3:23), dan alangkah sulitnya untuk bekerja dengan segenap hati jika kita tidak memiliki hati yang gembira dalam melakukannya. Tinggi rendah pendapatan bukanlah alasan untuk bergembira atau tidak, karena saya sudah menyampaikan langsung bagaimana pandangan dari seorang pekerja yang bagi sebagian orang dianggap rendah, namun ia tetap bahagia dalam melakukan pekerjaannya. Sebaliknya, tidak jarang kita melihat keluarga yang hancur, hidup orang yang jauh dari bahagia, padahal mereka memiliki kekayaan yang besar. Jika demikian, mengapa kita tidak mencoba memberikan setitik cinta pada pekerjaan kita, apapun itu, mengucap syukur atas pekerjaan itu kepada Tuhan, memberikan yang terbaik dari kita, dan melihat bagaimana luar biasanya Tuhan bisa memberkati kita lewat apapun yang kita kerjakan? Mari belajar dari sang buruh bangunan bagaimana agar kita bisa bersyukur dan menikmati pekerjaan kita bersama Tuhan.
Syukuri pekerjaan yang diberikan Tuhan, muliakan Dia didalamnya
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
=======================
"Aku melihat bahwa tidak ada yang lebih baik bagi manusia dari pada bergembira dalam pekerjaannya, sebab itu adalah bahagiannya. Karena siapa akan memperlihatkan kepadanya apa yang akan terjadi sesudah dia?"
Terus bergonta-ganti pekerjaan dilakukan oleh banyak orang, termasuk salah seorang yang tinggal tidak jauh dari rumah saya. Ketika sebagian orang kesulitan mencari satu pekerjaan saja, ia terus keluar masuk dari perusahaan yang satu ke yang lain. Ia juga mencoba membuka usaha, mulai dari fotokopi, berjualan pakaian, sepatu dan sebagainya, tetapi lucunya lagi tidak satupun yang bisa membuatnya betah. Seorang teman lainnya juga sama. Ia sudah mempunyai satu anak, sudah menjadi dosen yang mapan, lalu menjadi wartawan juga, tetapi kemudian ia meninggalkan semua itu untuk kembali bersekolah di negara yang rasanya jarang menjadi destinasi banyak pelajar, meninggalkan anak dan karirnya, justru di usianya yang sudah paruh baya. Mengapa mereka demikian? Jawaban keduanya sama: mereka tidak merasa bahagia dengan pekerjaannya. Sementara pengukur bahagia berbeda-beda bagi setiap orang, merekapun memiliki alasan beragam atas ketidak-bahagiaannya. Pendapatannya tidak cukup seperti harapan, bosan, merasa tidak berkembang dan lain-lain, itu bisa menjadi alasan bagi orang untuk tidak bahagia terhadap karir atau usahanya. Sebagian lagi mungkin beranggapan bahwa pekerjaannya terlalu rendah, kurang bonafit atau malah merasa salah profesi. Saya tersenyum melihat seorang tukang bangunan yang bekerja hanya beberapa langkah dari rumah saya. Ia terus tersenyum dalam bekerja, ia sangat ramah dan bersahabat, dan sangat ringan tangan dalam membantu. Apa yang ia katakan pada suatu kali menunjukkan perbedaan pola pikir dan pandangan dari kedua teman saya tadi. "Saya memang cuma tukang bangunan pak, tetapi saya menikmati pekerjaan saya. Badan kotor, tangan kotor, tetapi rumah yang berdiri ini akan menjadi sebuah hasil karya saya yang tetap akan bisa saya banggakan kelak." katanya sambil terus tersenyum. Bagi saya itu mengagumkan, terutama ketika hari-hari ini semakin banyak orang yang sulit untuk bersyukur dan senang terhadap pekerjaannya.
Adalah menarik jika melihat bahwa Pengkotbah sudah menyatakan hal seperti ini lewat perenungan, pengalaman dan kesaksiannya sendiri. "Aku melihat bahwa tidak ada yang lebih baik bagi manusia dari pada bergembira dalam pekerjaannya, sebab itu adalah bahagiannya. Karena siapa akan memperlihatkan kepadanya apa yang akan terjadi sesudah dia?" (Pengkotbah 3:22). Mencintai profesi atau tidak, Pengkotbah menyimpulkan bahwa tidak ada yang lebih baik daripada bergembira dalam pekerjaannya. Mengapa? Karena itu adalah bagian kita masing-masing. Jika kita tidak berbahagia dengan pekerjaan, apa yang bisa kita dapatkan? Berkeluh kesah sepanjang hari? Mengasihani diri berlebihan? Emosi? Terus merasa tidak puas dan kehilangan damai sejahtera? Adakah itu membawa manfaat atau malah membuat etos kerja kita menurun, mengganggu orang lain bahkan mendatangkan penyakit bagi diri kita sendiri? Apakah baik apabila kita sulit bersyukur dan hanya bersungut-sungut tidak pernah merasa puas?
Seperti yang sudah saya singgung kemarin, soal bahagia atau tidak bukanlah tergantung dari kondisi atau situasi yang kita hadapi, melainkan tergantung dari seberapa jauh kita mengijinkan Tuhan untuk ambil bagian dalam hidup kita. Kebahagiaan atau kegembiraan berasal dari Tuhan dan bukan dari keadaan. Amsal mengatakan bahwa "Hati yang gembira membuat muka berseri-seri, tetapi kepedihan hati mematahkan semangat." (Amsal 15:13). Atau lihatlah ayat lain: "Hati yang gembira adalah obat yang manjur, tetapi semangat yang patah mengeringkan tulang." (Amsal 17:22). Bekerja dengan hati yang lapang, hati yang gembira, itu adalah obat yang manjur dan menjaga kita agar tetap memiliki semangat untuk melakukan yang terbaik. Dan rasa syukur kita dalam menikmati anugerah Tuhan akan membuat itu bisa terjadi. Apakah kita menikmati pekerjaan dengan penuh rasa syukur sebagai sebuah berkat dari Tuhan atau kita terus merasa kurang puas, itu tergantung kita. Tuhan sanggup membuat pekerjaan sekecil apapun menjadi emas. Saya tidak berbicara mengenai kekayaan materi saja karena itu sangatlah sempit, tetapi seperti kata buruh bangunan tadi, ia sangat menikmati karya "monumental"nya sebagai hasi kerja keras dan kesungguhannya. Dan ia akan terus membuat karya-karya monumental lainnya yang pasti juga akan sangat ia nikmati.
Kita bisa belajar dari buruh bangunan ini dalam hal memandang sebuah pekerjaan dari sudut pandang yang baik. Buruh tidaklah dibayar besar. Tenaga yang ia keluarkan setiap hari membangun rumah tidak kecil, dan pendapatannya mungkin jauh dibawah orang-orang kantoran yang relatif mengeluarkan tenaga lebih kecil darinya. Tetapi ia tidak berkecil hati, ia tidak merasa rendah. Sebaliknya ia sangat menikmati pekerjaannya dan merasa bahagia dengan itu. Disaat orang berpendapatan lebih besar masih mengeluh, ia bisa berbahagia dan bersyukur. Alangkah indahnya dunia ini apabila kita bisa menikmati pekerjaan yang telah Tuhan anugerahkan kepada kita sebagai berkatNya yang luar biasa.
Mungkin ada saat ini di antara kita yang mulai merasa jenuh dengan pekerjaannya, mungkin ada yang merasa bahwa pekerjaan saat ini tidak cukup baik, namun saya ingin mengingatkan bahwa Tuhan tidak akan pernah kekurangan cara untuk memberkati kita. Yang dituntut dari kita adalah bekerja sungguh-sungguh dengan segenap hati seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia (Kolose 3:23), dan alangkah sulitnya untuk bekerja dengan segenap hati jika kita tidak memiliki hati yang gembira dalam melakukannya. Tinggi rendah pendapatan bukanlah alasan untuk bergembira atau tidak, karena saya sudah menyampaikan langsung bagaimana pandangan dari seorang pekerja yang bagi sebagian orang dianggap rendah, namun ia tetap bahagia dalam melakukan pekerjaannya. Sebaliknya, tidak jarang kita melihat keluarga yang hancur, hidup orang yang jauh dari bahagia, padahal mereka memiliki kekayaan yang besar. Jika demikian, mengapa kita tidak mencoba memberikan setitik cinta pada pekerjaan kita, apapun itu, mengucap syukur atas pekerjaan itu kepada Tuhan, memberikan yang terbaik dari kita, dan melihat bagaimana luar biasanya Tuhan bisa memberkati kita lewat apapun yang kita kerjakan? Mari belajar dari sang buruh bangunan bagaimana agar kita bisa bersyukur dan menikmati pekerjaan kita bersama Tuhan.
Syukuri pekerjaan yang diberikan Tuhan, muliakan Dia didalamnya
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Monday, June 27, 2011
Tertawalah
Ayat bacaan: Amsal 17:22
===================
"Hati yang gembira adalah obat yang manjur, tetapi semangat yang patah mengeringkan tulang."
Semakin lama orang semakin sulit untuk tertawa. "Mau bagaimana bisa tertawa, kalau hidup sulitnya minta ampun begini?" keluh tetangga saya pada suatu kali sambil menarik nafas. "Jangankan tertawa, bernafas saja sudah berat.." lanjutnya lagi. Tertawa bisa keluar jika kita gembira. Tidak ada orang yang tertawa riand dikala bersedih atau murung bukan? Berbagai penelitian medis sejak lama menyatakan bahwa tertawa itu sehat. Tertawa bisa menjadi obat mujarab untuk menyembuhkan berbagai penyakit. Sebaliknya orang sehat pun lama-lama bisa jatuh sakit jika tidak lagi ada kebahagiaan dan kegembiraan dalam hidupnya. Ada pula penelitian yang menyimpulkan bahwa tertawa bisa memperpanjang usia. Tidak satupun penelitian yang menyimpulkan sebaliknya bahwa tertawa itu berbahaya bagi kesehatan. Kita paham itu, akan tetapi kita seringkali tidak mampu untuk mengatasi berbagai perasaan negatif yang bercokol di dalam kita. It seems impossible for us to overcome it. Ketakutan, kekhawatiran, kekecewaan, kesedihan, penderitaan dan sebagainya, itu akan setiap saat sanggup merampas sukacita dari hidup kita dan dengan sendirinya menahan senyum atau tawa untuk terlukis di wajah kita. Ujung-ujung bibir kita bagaikan digantung benda berat sehingga melengkung ke bawah, tidak bisa lagi ditarik ke atas untuk memunculkan senyum.
Jauh sebelum penelitian-penelitian medis itu dibuat, Alkitab sudah menyatakannya dengan sangat jelas. Dalam Amsal kita bisa menemukan itu yang berasal dari orang yang paling berhikmat di dunia, yaitu Salomo. "Hati yang gembira adalah obat yang manjur, tetapi semangat yang patah mengeringkan tulang." (Amsal 17:22). Hati yang gembira itu obat yang manjur, mujarab. Happy heart is a good medicine, and a cheerful mind works healing. Itu yang tertulis dalam versi bahasa Inggrisnya dengan lebih rinci. Sebaliknya orang yang hatinya murung dikatakan akan mengeringkan tulang, atau mematahkan semangat. Ini sebuah ayat yang mungkin tidak lagi asing bagi kebanyakan dari kita, tetapi sudah sejauh mana kita menjalankannya dalam hidup kita? Atau pertanyaan berikutnya, sudah tahukah kita bagaimana agar hati kita tetap berada dalam kondisi sejuk dan riang?
Kita seringkali keliru menggantungkan letak kegembiraan kita. Kita cenderung menganggap bahwa gembira tidaknya kita tergantung dari situasi, kondisi atau keadaan yang tengah kita alami hari per hari. Hati kita pun akan terus berada dalam situasi tidak menentu dan tidak stabil. Sebentar bisa gembira, sebentar bisa sedih, sebentar bisa penuh dengan amarah dan lain-lain. Tidakkah kita sering bertemu dengan orang yang mood nya benar-benar tidak stabil? Baru saja tertawa ia bisa marah-marah, lalu menangis dan kemudian tertawa lagi. Mungkin kita sendiri pun demikian. Kita menyetir sambil tertawa riang, tiba-tiba ada pengemudi lain yang menyalip dan seketika itu pula kita terpancing emosi. Mendasarkan kepada situasi akan membuat hati kita terus berada dalam kondisi tidak stabil, dan itu tidak akan baik buat hati dan hidup kita. Di sisi lain, kemurungan dan perasaan susah tidak akan membantu atau memberikan apa-apa selain menambah masalah saja. Firman Tuhan sudah mengingatkannya sejak lama: "Siapakah di antara kamu yang karena kekuatirannya dapat menambahkan sehasta saja pada jalan hidupnya?" (Matius 6:27). Kuatir, sedih, murung atau perasaan-perasaan negatif lainnya tidak akan pernah memberi manfaat apapun. Dan apabila kita terus murung, tidaklah heran jika hari-hari yang kita lalui pun terasa buruk semuanya. Lihatlah apa yang ditulis dalam Amsal berikut: "Hari orang berkesusahan buruk semuanya, tetapi orang yang gembira hatinya selalu berpesta." (Amsal 15:15).
Alkitab pun sudah menyatakan sejak awal bahwa sebuah kebahagiaan sejati seyogyanya tidak tergantung dari situasi dan lingkungan sekitar, melainkan sesungguhnya berasal dari Tuhan. Ada banyak sekali ayat yang sebetulnya menyatakan hal itu untuk kita camkan sungguh-sungguh. Salah satunya berbunyi: "Ya, karena Dia hati kita bersukacita, sebab kepada nama-Nya yang kudus kita percaya." (Mazmur 33:21). Sukacita atau kegembiraan yang berasal dari Tuhan pun ternyata mampu menular mempengaruhi orang lain. "Karena TUHAN jiwaku bermegah; biarlah orang-orang yang rendah hati mendengarnya dan bersukacita." (34:3). Kemana dan dimana kita menggantungkan kebahagiaan hati kita akan sangat menentukan seperti apa kita hari ini. Apakah kebahagiaan, keceriaan, keriangan yang terpancar dari dalam diri kita dan tercermin lewat senyum atau tawa lebar yang bisa membawa suasana senang bagi orang-orang disekitar kita, atau justru kehadiran kita membawa kemuraman dan suasana yang sama sekali tidak enak bagi mereka.
Apa yang anda inginkan untuk terlukis di wajah anda hari ini? The face of rage, anger, sadness, or the smiling face full of joy, happiness and laughter? Ketahuilah bahwa itu tidak tergantung dari kondisi yang tengah dialami, melainkan seberapa besar anda mengizinkan Tuhan berperan dalam hidup anda. Kita bisa memilihnya, bukan hanya diam pasrah membiarkan kondisi hati tidak menentu terombang-ambing dalam berbagai perasaan. Kegembiraan sejati ada di dalam hubungan erat kita dengan Tuhan, dan itu akan bisa membuat kita tetap ceria dan tertawa meski situasinya sedang tidak kondusif. Saya akan menutup renungan hari ini dengan sebuah ayat yang mudah-mudahan semakin menguatkan anda: "Aku senantiasa memandang kepada TUHAN; karena Ia berdiri di sebelah kananku, aku tidak goyah. Sebab itu hatiku bersukacita dan jiwaku bersorak-sorak, bahkan tubuhku akan diam dengan tenteram." (Mazmur 16:8-9). Jika demikian, tersenyum dan tertawalah sekarang juga, dan nikmati hidup yang dipenuhi kebahagiaan sejati yang berasal dari Tuhan.
Sulit atau mudahnya tertawa bukan tergantung dari situasi tetapi dari seberapa dekatnya kita dengan Tuhan
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
===================
"Hati yang gembira adalah obat yang manjur, tetapi semangat yang patah mengeringkan tulang."
Semakin lama orang semakin sulit untuk tertawa. "Mau bagaimana bisa tertawa, kalau hidup sulitnya minta ampun begini?" keluh tetangga saya pada suatu kali sambil menarik nafas. "Jangankan tertawa, bernafas saja sudah berat.." lanjutnya lagi. Tertawa bisa keluar jika kita gembira. Tidak ada orang yang tertawa riand dikala bersedih atau murung bukan? Berbagai penelitian medis sejak lama menyatakan bahwa tertawa itu sehat. Tertawa bisa menjadi obat mujarab untuk menyembuhkan berbagai penyakit. Sebaliknya orang sehat pun lama-lama bisa jatuh sakit jika tidak lagi ada kebahagiaan dan kegembiraan dalam hidupnya. Ada pula penelitian yang menyimpulkan bahwa tertawa bisa memperpanjang usia. Tidak satupun penelitian yang menyimpulkan sebaliknya bahwa tertawa itu berbahaya bagi kesehatan. Kita paham itu, akan tetapi kita seringkali tidak mampu untuk mengatasi berbagai perasaan negatif yang bercokol di dalam kita. It seems impossible for us to overcome it. Ketakutan, kekhawatiran, kekecewaan, kesedihan, penderitaan dan sebagainya, itu akan setiap saat sanggup merampas sukacita dari hidup kita dan dengan sendirinya menahan senyum atau tawa untuk terlukis di wajah kita. Ujung-ujung bibir kita bagaikan digantung benda berat sehingga melengkung ke bawah, tidak bisa lagi ditarik ke atas untuk memunculkan senyum.
Jauh sebelum penelitian-penelitian medis itu dibuat, Alkitab sudah menyatakannya dengan sangat jelas. Dalam Amsal kita bisa menemukan itu yang berasal dari orang yang paling berhikmat di dunia, yaitu Salomo. "Hati yang gembira adalah obat yang manjur, tetapi semangat yang patah mengeringkan tulang." (Amsal 17:22). Hati yang gembira itu obat yang manjur, mujarab. Happy heart is a good medicine, and a cheerful mind works healing. Itu yang tertulis dalam versi bahasa Inggrisnya dengan lebih rinci. Sebaliknya orang yang hatinya murung dikatakan akan mengeringkan tulang, atau mematahkan semangat. Ini sebuah ayat yang mungkin tidak lagi asing bagi kebanyakan dari kita, tetapi sudah sejauh mana kita menjalankannya dalam hidup kita? Atau pertanyaan berikutnya, sudah tahukah kita bagaimana agar hati kita tetap berada dalam kondisi sejuk dan riang?
Kita seringkali keliru menggantungkan letak kegembiraan kita. Kita cenderung menganggap bahwa gembira tidaknya kita tergantung dari situasi, kondisi atau keadaan yang tengah kita alami hari per hari. Hati kita pun akan terus berada dalam situasi tidak menentu dan tidak stabil. Sebentar bisa gembira, sebentar bisa sedih, sebentar bisa penuh dengan amarah dan lain-lain. Tidakkah kita sering bertemu dengan orang yang mood nya benar-benar tidak stabil? Baru saja tertawa ia bisa marah-marah, lalu menangis dan kemudian tertawa lagi. Mungkin kita sendiri pun demikian. Kita menyetir sambil tertawa riang, tiba-tiba ada pengemudi lain yang menyalip dan seketika itu pula kita terpancing emosi. Mendasarkan kepada situasi akan membuat hati kita terus berada dalam kondisi tidak stabil, dan itu tidak akan baik buat hati dan hidup kita. Di sisi lain, kemurungan dan perasaan susah tidak akan membantu atau memberikan apa-apa selain menambah masalah saja. Firman Tuhan sudah mengingatkannya sejak lama: "Siapakah di antara kamu yang karena kekuatirannya dapat menambahkan sehasta saja pada jalan hidupnya?" (Matius 6:27). Kuatir, sedih, murung atau perasaan-perasaan negatif lainnya tidak akan pernah memberi manfaat apapun. Dan apabila kita terus murung, tidaklah heran jika hari-hari yang kita lalui pun terasa buruk semuanya. Lihatlah apa yang ditulis dalam Amsal berikut: "Hari orang berkesusahan buruk semuanya, tetapi orang yang gembira hatinya selalu berpesta." (Amsal 15:15).
Alkitab pun sudah menyatakan sejak awal bahwa sebuah kebahagiaan sejati seyogyanya tidak tergantung dari situasi dan lingkungan sekitar, melainkan sesungguhnya berasal dari Tuhan. Ada banyak sekali ayat yang sebetulnya menyatakan hal itu untuk kita camkan sungguh-sungguh. Salah satunya berbunyi: "Ya, karena Dia hati kita bersukacita, sebab kepada nama-Nya yang kudus kita percaya." (Mazmur 33:21). Sukacita atau kegembiraan yang berasal dari Tuhan pun ternyata mampu menular mempengaruhi orang lain. "Karena TUHAN jiwaku bermegah; biarlah orang-orang yang rendah hati mendengarnya dan bersukacita." (34:3). Kemana dan dimana kita menggantungkan kebahagiaan hati kita akan sangat menentukan seperti apa kita hari ini. Apakah kebahagiaan, keceriaan, keriangan yang terpancar dari dalam diri kita dan tercermin lewat senyum atau tawa lebar yang bisa membawa suasana senang bagi orang-orang disekitar kita, atau justru kehadiran kita membawa kemuraman dan suasana yang sama sekali tidak enak bagi mereka.
Apa yang anda inginkan untuk terlukis di wajah anda hari ini? The face of rage, anger, sadness, or the smiling face full of joy, happiness and laughter? Ketahuilah bahwa itu tidak tergantung dari kondisi yang tengah dialami, melainkan seberapa besar anda mengizinkan Tuhan berperan dalam hidup anda. Kita bisa memilihnya, bukan hanya diam pasrah membiarkan kondisi hati tidak menentu terombang-ambing dalam berbagai perasaan. Kegembiraan sejati ada di dalam hubungan erat kita dengan Tuhan, dan itu akan bisa membuat kita tetap ceria dan tertawa meski situasinya sedang tidak kondusif. Saya akan menutup renungan hari ini dengan sebuah ayat yang mudah-mudahan semakin menguatkan anda: "Aku senantiasa memandang kepada TUHAN; karena Ia berdiri di sebelah kananku, aku tidak goyah. Sebab itu hatiku bersukacita dan jiwaku bersorak-sorak, bahkan tubuhku akan diam dengan tenteram." (Mazmur 16:8-9). Jika demikian, tersenyum dan tertawalah sekarang juga, dan nikmati hidup yang dipenuhi kebahagiaan sejati yang berasal dari Tuhan.
Sulit atau mudahnya tertawa bukan tergantung dari situasi tetapi dari seberapa dekatnya kita dengan Tuhan
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Sunday, June 26, 2011
Restore
Ayat bacaan: Mazmur 80:8
=====================
"Restore us again, O God of host; and cause Your face to shine, and we shall be saved!" (English AMP)
Pada suatu kali saya pernah membuang sebuah program yang rasanya tidak lagi saya perlukan dari komputer. Ternyata dalam proses uninstall itu ada sebuah driver penting di dalam komputer saya yang ikut lenyap terbuang bersama program itu. Akibatnya komputer saya pun tidak lagi berfungsi secara normal. Untunglah ada fasilitas restore dalam Windows yang memungkinkan saya untuk mengembalikan settingan komputer seperti keadaan terakhir yang sudah dibackup. Beberapa data terbaru hilang, tetapi setidaknya komputer kembali berjalan dengan lancar. Tidak pernah ada kata aman dalam berselancar di dunia maya dan menggunakan perangkat komputer. Setiap saat ada saja kejadian dimana kita berharap kita bisa kembali ke waktu lampau ketika komputer kita masih berjalan normal. Entah itu virus, spyware atau kesalahan-kesalahan teknis yang mengakibatkan terjadinya system crash pada software kita. Fasilitas restore terbukti sungguh membantu dalam mengatasi situasi-situasi seperti itu. Saya berpikir, alangkah baiknya apabila dalam hidup kita pun tersedia sistem restore seperti ini. Jika kita membuat kesalahan, maka kita cukup kembali kepada masa lalu sebelum kesalahan itu terjadi, turn back the clock and go back to the state when everything was still fine. Seperti halnya perangkat komputer, dalam menjalani kehidupan pun ada kalanya kita mengalami "System crash" akibat satu dan lain hal. Kita tidak bisa mengulang waktu. Sesuatu yang sudah terjadi tidak bisa diulang lagi dengan memundurkan waktu. Dalam hidup ini, kita bisa saja sekali waktu terus menerus dihajar berbagai problema kehidupan. Terkadang begitu intens, silih berganti bahkan diserang kiri kanan sekaligus, sehingga kita pun memerlukan restore sebelum terlanjur ambruk berantakan. Tetapi benarkah kita tidak bisa mengalami restore? Ternyata Alkitab berkata bisa. Tuhan pun ternyata memberikan sebuah restorasi atau pemulihan yang menunjukkan bahwa Dia mengerti benar betapa tidak sempurnanya kita sebagai manusia.
Pemazmur pernah mengalami situasi yang kurang lebih sama. Tekanan demi tekanan menerpa sehingga sebagai manusia biasa ia pun berada dalam situasi yang sulit. Lihatlah bagaimana Pemazmur kemudian berseru: "Ya Allah semesta alam, pulihkanlah kami, buatlah wajah-Mu bersinar, maka kami akan selamat." (Mazmur 80:8). "Restore us again, O God of host; and cause Your face to shine, and we shall be saved!" Demikian bunyinya dalam versi Bahasa Inggris. Pemazmur tahu bahwa Tuhan mampu memulihkan keadaan seperti sedia kala, tidak peduli seberapa sulit situasi yang tengah dihadapi saat ini. Kembali dalam ayat terakhir pada pasal ini kita bisa membaca seruan yang sama: "Ya TUHAN, Allah semesta alam, pulihkanlah kami, buatlah wajah-Mu bersinar, maka kami akan selamat." (ay 20). Seruan "restore" kembali disampaikan karena ia paham betul bahwa Tuhan mampu melakukannya. Dalam beberapa kesempatan lain dalam kitab Mazmur pun kita bisa menemukan hal ini. Misalnya seruan doa agar Tuhan kembali memulihkan kegirangan: "Restore to me the joy of Your salvation and uphold me with a willing spirit" (Mazmur 51:14). Tetapi bukan hanya seruan permohonan saja yang bisa kita lihat, melainkan juga seruan kesaksian setelah mengalaminya. Lihatlah ayat berikut: "Hujan yang melimpah Engkau siramkan, ya Allah; Engkau memulihkan tanah milik-Mu yang gersang" (68:10), dalam bahasa Inggrisnya dikatakan "..You DID restore.." yang artinya sang Penulis sudah mengalami sendiri bagaimana ajaibnya pemulihan Tuhan yang turun atasnya.
Dalam keadaan begitu tertekan, Tuhan mampu memulihkan kita secara penuh dalam seketika. Ada saat-saat dalam hidup kita, dimana masalah yang bertubi-tubi akan terus melemahkan kita. Seperti itulah memang hidup ini. Life without a problem is not a life at all, demikian kata bijak yang pernah saya baca, dan itu memang benar. Kita bisa kapan saja bertemu dengan masalah. Ada kalanya masalah-masalah itu bisa mencabik-cabik kita hingga kita lama-lama kehabisan nafas serta tenaga dalam menghadapinya. Namun lihatlah, Tuhan mampu memulihkan kita! He can restore us! Seperti apa Tuhan memulihkan kita? Lihat ini: "TUHAN adalah gembalaku, takkan kekurangan aku. Ia membaringkan aku di padang yang berumput hijau, Ia membimbing aku ke air yang tenang; Ia menyegarkan jiwaku (He refreshes and restores my life)." (Mazmur 23:1-3a). Itu bisa disediakan Tuhan. Betapa melegakannya jika kita tahu bahwa Tuhan bisa mengangkat kita keluar dari timbunan masalah lalu menempatkan kita di sebuah padang rumput hijau dengan aliran air yang tenang dan sejuk. Bukankah itu yang kita inginkan ketika kita tengah didera pergumulan atau situasi penuh masalah?
Tuhan tahu bagaimana sulitnya kita menjalani hidup, Dia pun tahu bahwa sebagai manusia yang tidak sempurna ada kalanya kita melakukan kesalahan. Salah langkah, salah keputusan, salah bersikap atau kesalahan-kesalahan lainnya. Situasi bisa jadi sudah sulit untuk diperbaiki menurut pikiran kita, atau bahkan rasa-rasanya tidak mungkin lagi. Tetapi ingatlah bahwa Tuhan bisa merestorasi atau memulihkan kita sepenuhnya, mengembalikan kita ke dalam jalur yang benar dengan kuasaNya yang tidak terbatas. Kita harus ingat Alkitab sudah berkata bahwa justru kelemahan-kelemahan itu bisa menjadi lahan subur buat Tuhan untuk menyatakan keajaibanNya. Hal itu pun disadari oleh Paulus, yang berkata: "Sebab jika aku lemah, maka aku kuat." (2 Korintus 12:10). Kita punya Allah yang jauh lebih besar dari masalah. Dia sanggup memulihkan kita seketika. Mungkin bukan masalah kita yang langsung selesai, tapi bukankah kekuatan untuk mampu menghadapi masalah pun sangat kita butuhkan? Datanglah padaNya, biarkan sinarNya menerangi jiwa kita. And then.. you'll be restored!
God can restore you with His shine
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
=====================
"Restore us again, O God of host; and cause Your face to shine, and we shall be saved!" (English AMP)
Pada suatu kali saya pernah membuang sebuah program yang rasanya tidak lagi saya perlukan dari komputer. Ternyata dalam proses uninstall itu ada sebuah driver penting di dalam komputer saya yang ikut lenyap terbuang bersama program itu. Akibatnya komputer saya pun tidak lagi berfungsi secara normal. Untunglah ada fasilitas restore dalam Windows yang memungkinkan saya untuk mengembalikan settingan komputer seperti keadaan terakhir yang sudah dibackup. Beberapa data terbaru hilang, tetapi setidaknya komputer kembali berjalan dengan lancar. Tidak pernah ada kata aman dalam berselancar di dunia maya dan menggunakan perangkat komputer. Setiap saat ada saja kejadian dimana kita berharap kita bisa kembali ke waktu lampau ketika komputer kita masih berjalan normal. Entah itu virus, spyware atau kesalahan-kesalahan teknis yang mengakibatkan terjadinya system crash pada software kita. Fasilitas restore terbukti sungguh membantu dalam mengatasi situasi-situasi seperti itu. Saya berpikir, alangkah baiknya apabila dalam hidup kita pun tersedia sistem restore seperti ini. Jika kita membuat kesalahan, maka kita cukup kembali kepada masa lalu sebelum kesalahan itu terjadi, turn back the clock and go back to the state when everything was still fine. Seperti halnya perangkat komputer, dalam menjalani kehidupan pun ada kalanya kita mengalami "System crash" akibat satu dan lain hal. Kita tidak bisa mengulang waktu. Sesuatu yang sudah terjadi tidak bisa diulang lagi dengan memundurkan waktu. Dalam hidup ini, kita bisa saja sekali waktu terus menerus dihajar berbagai problema kehidupan. Terkadang begitu intens, silih berganti bahkan diserang kiri kanan sekaligus, sehingga kita pun memerlukan restore sebelum terlanjur ambruk berantakan. Tetapi benarkah kita tidak bisa mengalami restore? Ternyata Alkitab berkata bisa. Tuhan pun ternyata memberikan sebuah restorasi atau pemulihan yang menunjukkan bahwa Dia mengerti benar betapa tidak sempurnanya kita sebagai manusia.
Pemazmur pernah mengalami situasi yang kurang lebih sama. Tekanan demi tekanan menerpa sehingga sebagai manusia biasa ia pun berada dalam situasi yang sulit. Lihatlah bagaimana Pemazmur kemudian berseru: "Ya Allah semesta alam, pulihkanlah kami, buatlah wajah-Mu bersinar, maka kami akan selamat." (Mazmur 80:8). "Restore us again, O God of host; and cause Your face to shine, and we shall be saved!" Demikian bunyinya dalam versi Bahasa Inggris. Pemazmur tahu bahwa Tuhan mampu memulihkan keadaan seperti sedia kala, tidak peduli seberapa sulit situasi yang tengah dihadapi saat ini. Kembali dalam ayat terakhir pada pasal ini kita bisa membaca seruan yang sama: "Ya TUHAN, Allah semesta alam, pulihkanlah kami, buatlah wajah-Mu bersinar, maka kami akan selamat." (ay 20). Seruan "restore" kembali disampaikan karena ia paham betul bahwa Tuhan mampu melakukannya. Dalam beberapa kesempatan lain dalam kitab Mazmur pun kita bisa menemukan hal ini. Misalnya seruan doa agar Tuhan kembali memulihkan kegirangan: "Restore to me the joy of Your salvation and uphold me with a willing spirit" (Mazmur 51:14). Tetapi bukan hanya seruan permohonan saja yang bisa kita lihat, melainkan juga seruan kesaksian setelah mengalaminya. Lihatlah ayat berikut: "Hujan yang melimpah Engkau siramkan, ya Allah; Engkau memulihkan tanah milik-Mu yang gersang" (68:10), dalam bahasa Inggrisnya dikatakan "..You DID restore.." yang artinya sang Penulis sudah mengalami sendiri bagaimana ajaibnya pemulihan Tuhan yang turun atasnya.
Dalam keadaan begitu tertekan, Tuhan mampu memulihkan kita secara penuh dalam seketika. Ada saat-saat dalam hidup kita, dimana masalah yang bertubi-tubi akan terus melemahkan kita. Seperti itulah memang hidup ini. Life without a problem is not a life at all, demikian kata bijak yang pernah saya baca, dan itu memang benar. Kita bisa kapan saja bertemu dengan masalah. Ada kalanya masalah-masalah itu bisa mencabik-cabik kita hingga kita lama-lama kehabisan nafas serta tenaga dalam menghadapinya. Namun lihatlah, Tuhan mampu memulihkan kita! He can restore us! Seperti apa Tuhan memulihkan kita? Lihat ini: "TUHAN adalah gembalaku, takkan kekurangan aku. Ia membaringkan aku di padang yang berumput hijau, Ia membimbing aku ke air yang tenang; Ia menyegarkan jiwaku (He refreshes and restores my life)." (Mazmur 23:1-3a). Itu bisa disediakan Tuhan. Betapa melegakannya jika kita tahu bahwa Tuhan bisa mengangkat kita keluar dari timbunan masalah lalu menempatkan kita di sebuah padang rumput hijau dengan aliran air yang tenang dan sejuk. Bukankah itu yang kita inginkan ketika kita tengah didera pergumulan atau situasi penuh masalah?
Tuhan tahu bagaimana sulitnya kita menjalani hidup, Dia pun tahu bahwa sebagai manusia yang tidak sempurna ada kalanya kita melakukan kesalahan. Salah langkah, salah keputusan, salah bersikap atau kesalahan-kesalahan lainnya. Situasi bisa jadi sudah sulit untuk diperbaiki menurut pikiran kita, atau bahkan rasa-rasanya tidak mungkin lagi. Tetapi ingatlah bahwa Tuhan bisa merestorasi atau memulihkan kita sepenuhnya, mengembalikan kita ke dalam jalur yang benar dengan kuasaNya yang tidak terbatas. Kita harus ingat Alkitab sudah berkata bahwa justru kelemahan-kelemahan itu bisa menjadi lahan subur buat Tuhan untuk menyatakan keajaibanNya. Hal itu pun disadari oleh Paulus, yang berkata: "Sebab jika aku lemah, maka aku kuat." (2 Korintus 12:10). Kita punya Allah yang jauh lebih besar dari masalah. Dia sanggup memulihkan kita seketika. Mungkin bukan masalah kita yang langsung selesai, tapi bukankah kekuatan untuk mampu menghadapi masalah pun sangat kita butuhkan? Datanglah padaNya, biarkan sinarNya menerangi jiwa kita. And then.. you'll be restored!
God can restore you with His shine
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Saturday, June 25, 2011
Faktor Keberuntungan
Ayat bacaan: Yosua 1:8
=================
"Janganlah engkau lupa memperkatakan kitab Taurat ini, tetapi renungkanlah itu siang dan malam, supaya engkau bertindak hati-hati sesuai dengan segala yang tertulis di dalamnya, sebab dengan demikian perjalananmu akan berhasil dan engkau akan beruntung."
Seberapa penting faktor keberuntungan dalam hidup kita? Dalam banyak hal, faktor keberuntungan memang bisa membawa perbedaan nyata. Keberuntungan itu datang pada saat yang tidak disangka-sangka dan tidak terduga. Tidak terprediksi dan tidak direcanakan. Menang undian, door prize, lucky draw, misalnya, itu kita sebut dengan keberuntungan. Bisa masuk ke perguruan tinggi padahal waktu ujian rasanya kurang yakin, itu kita sebut juga dengan keberuntungan. Seorang teman bahkan pernah berkata bahwa mendapatkan pasangan yang cantik itu sebagai sebuah keberuntungan, karena ia merasa dirinya seharusnya tidak mungkin bisa mendapatkan jodoh yang cantik seperti itu. Seorang striker bisa menjebol gawang setelah melewati beberapa pemain bertahan dari tengah lapangan dalam pertandingan sepak bola. Orang capai-capai menabung untuk membeli sesuatu, tahu-tahu kita bisa memperolehnya lebih dahulu. Itu pun kita sebut keberuntungan. The luck factor atau faktor keberuntungan setiap orang pun seringkali kita anggap berbeda-beda. Ada yang selalu, ada yang sering, ada yang jarang malah ada yang merasa bahwa ia justru sebaliknya, sial melulu. Orang biasa menganggap bahwa keberuntungan itu adalah sesuatu yang terjadi secara kebetulan, tetapi ternyata Alkitab mengatakan bahwa keberuntungan pun datangnya dari Tuhan. Bagi kita sebuah keberuntungan bisa jadi mengejutkan, tapi itu tetap saja tidak akan pernah terjadi tanpa sepengetahuan Tuhan.
Ketika Yosua menerima tugas maha berat sepeninggal Musa, ia sempat ragu dan gentar. Siapa yang tidak? Menuntun bangsa yang tegar tengkuk, pakar bersungut-sungut dan bandelnya minta ampun seperti Israel bakal sama rasanya dengan bunuh diri. Bayangkan seandainya anda ada di pihak Yosua, tidakkah anda pun merasakan hal yang sama? Tapi Tuhan dengan pasti memilih Yosua. Yosua sudah melalui proses pelatihan yang begitu panjang sejak menjadi abdi Musa di masa mudanya. Ia terus ada bersama Musa dan belajar mengenai kepemimpinan, dan tentunya merasakan langsung bagaimana penyertaan Tuhan terus menerus hadir dalam perjalanan panjang tersebut. Bahkan pada suatu kali ia pun turut serta ketika Musa berhadapan langsung dengan Tuhan, muka dengan muka di dalam kemah. "Dan TUHAN berbicara kepada Musa dengan berhadapan muka seperti seorang berbicara kepada temannya; kemudian kembalilah ia ke perkemahan. Tetapi abdinya, Yosua bin Nun, seorang yang masih muda, tidaklah meninggalkan kemah itu." (Keluaran 33:11). Itu tentu saja bukan sebuah kebetulan, karena Yosua memang sudah dipersiapkan sejak awal oleh Tuhan. Tetapi tetap saja, ketika waktu bagi Yosua untuk memimpin tiba, ia merasa ragu dengan kesanggupannya. Dan Tuhan pun memberi nasihat kepadanya seperti yang bisa kita baca pada awal kitab Yosua, pada pasal 1. Dan disinilah kita kemudian menemukan kata "beruntung" yang ternyata punya kunci untuk kita peroleh. Perhatikan kedua ayat berikut:
"Hanya, kuatkan dan teguhkanlah hatimu dengan sungguh-sungguh, bertindaklah hati-hati sesuai dengan seluruh hukum yang telah diperintahkan kepadamu oleh hamba-Ku Musa; janganlah menyimpang ke kanan atau ke kiri, supaya engkau beruntung, ke manapun engkau pergi." (ay 7)
"Janganlah engkau lupa memperkatakan kitab Taurat ini, tetapi renungkanlah itu siang dan malam, supaya engkau bertindak hati-hati sesuai dengan segala yang tertulis di dalamnya, sebab dengan demikian perjalananmu akan berhasil dan engkau akan beruntung." (ay 8)
Dua kunci diberikan Tuhan agar kita bisa beroleh keberuntungan, itu tertulis jelas pada kedua ayat tersebut. Kunci atau petunjuk itu adalah:
1. Kita harus menguatkan dan meneguhkan hati.
2. Merenungkan, memperkatakan dan melakukan Firman Tuhan
Kedua kunci inilah yang akan mampu membawa keberuntungan dalam hidup kita. Bahkan dalam ayat 8 kita bisa melihat bahwa tidak saja keberuntungan, tetapi keberhasilan pun menjadi bagian kita apabila kita melakukan tepat seperti apa yang diperintahkan Tuhan.
Ada perbedaan nyata antara sebuah keberuntungan dan keberhasilan. Keberhasilan adalah sebuah proses, sesuatu yang bisa kita raih dengan kerja keras, ketekunan dan perjuangan. Sebagai sebuah proses, keberhasilan itu butuh waktu, yang terkadang bisa sangat panjang. Keberhasilan bukanlah sebuah rejeki nomplok yang bisa kita raih dalam sehari saja. Sedang keberuntungan seperti yang saya sebut diatas adalah sesuatu yang datang tidak terduga. Lewat Firman Tuhan hari ini kita pun sadar bahwa keberuntungan bukanlah kebetulan semata, tetapi merupakan hasil dari campur tangan Tuhan setelah kita melakukan perintahNya.
Kata kuatkan dan teguhkan hatimu diulang hingga dua kali mulai dari ayat ke 6 dengan penekanan yang lebih dalam ayat ke 7. Ini menunjukkan betapa pentingnya hal ini untuk kita perhatikan dalam menjalani kehidupan kita. Betapa seringnya kegagalan justru berasal dari permasalahan internal dalam diri kita. Kita terlalu cepat putus asa, menyerah dalam menghadapi masalah. Tuhan tahu itu. Itulah sebabnya Tuhan menganggap penting untuk mengulang pesan ini hingga dua kali. Kemudian kita pun diingatkan agar tidak mengabaikan Firman Tuhan, tetapi haruslah membaca, merenungkan dan mengaplikasikannya. "Bertindaklah hati-hati sesuai dengan seluruh hukum.." kata Tuhan. Itu menyatakan keharusan agar kita tetap melangkah bersama Firman Tuhan. Dalam keadaan apapun, kita wajib berpegang erat pada Firman Tuhan. Yesus juga mengingatkan hal tersebut. "Jikalau kamu tinggal di dalam Aku dan firman-Ku tinggal di dalam kamu, mintalah apa saja yang kamu kehendaki, dan kamu akan menerimanya." (Yohanes 15:7).
Bayangkan sebuah kehidupan yang dipenuhi oleh keberhasilan dan keberuntungan. Bukankah itu akan sangat membantu kita? Bukan salah satu, tetapi keduanya bisa kita peroleh lewat kunci yang telah diberikan Tuhan langsung. Taatlah, lakukanlah sesuai Firman Tuhan, dan tetap kuatkan serta teguhkan hati. Itu akan membawa hidup kita masuk ke dalam sebuah hidup dimana keberhasilan dan keberuntungan bukan lagi sesuatu yang langka untuk kita nikmati.
Keberhasilan dan keberuntungan bisa menjadi milik kita jika tahu kuncinya
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
=================
"Janganlah engkau lupa memperkatakan kitab Taurat ini, tetapi renungkanlah itu siang dan malam, supaya engkau bertindak hati-hati sesuai dengan segala yang tertulis di dalamnya, sebab dengan demikian perjalananmu akan berhasil dan engkau akan beruntung."
Seberapa penting faktor keberuntungan dalam hidup kita? Dalam banyak hal, faktor keberuntungan memang bisa membawa perbedaan nyata. Keberuntungan itu datang pada saat yang tidak disangka-sangka dan tidak terduga. Tidak terprediksi dan tidak direcanakan. Menang undian, door prize, lucky draw, misalnya, itu kita sebut dengan keberuntungan. Bisa masuk ke perguruan tinggi padahal waktu ujian rasanya kurang yakin, itu kita sebut juga dengan keberuntungan. Seorang teman bahkan pernah berkata bahwa mendapatkan pasangan yang cantik itu sebagai sebuah keberuntungan, karena ia merasa dirinya seharusnya tidak mungkin bisa mendapatkan jodoh yang cantik seperti itu. Seorang striker bisa menjebol gawang setelah melewati beberapa pemain bertahan dari tengah lapangan dalam pertandingan sepak bola. Orang capai-capai menabung untuk membeli sesuatu, tahu-tahu kita bisa memperolehnya lebih dahulu. Itu pun kita sebut keberuntungan. The luck factor atau faktor keberuntungan setiap orang pun seringkali kita anggap berbeda-beda. Ada yang selalu, ada yang sering, ada yang jarang malah ada yang merasa bahwa ia justru sebaliknya, sial melulu. Orang biasa menganggap bahwa keberuntungan itu adalah sesuatu yang terjadi secara kebetulan, tetapi ternyata Alkitab mengatakan bahwa keberuntungan pun datangnya dari Tuhan. Bagi kita sebuah keberuntungan bisa jadi mengejutkan, tapi itu tetap saja tidak akan pernah terjadi tanpa sepengetahuan Tuhan.
Ketika Yosua menerima tugas maha berat sepeninggal Musa, ia sempat ragu dan gentar. Siapa yang tidak? Menuntun bangsa yang tegar tengkuk, pakar bersungut-sungut dan bandelnya minta ampun seperti Israel bakal sama rasanya dengan bunuh diri. Bayangkan seandainya anda ada di pihak Yosua, tidakkah anda pun merasakan hal yang sama? Tapi Tuhan dengan pasti memilih Yosua. Yosua sudah melalui proses pelatihan yang begitu panjang sejak menjadi abdi Musa di masa mudanya. Ia terus ada bersama Musa dan belajar mengenai kepemimpinan, dan tentunya merasakan langsung bagaimana penyertaan Tuhan terus menerus hadir dalam perjalanan panjang tersebut. Bahkan pada suatu kali ia pun turut serta ketika Musa berhadapan langsung dengan Tuhan, muka dengan muka di dalam kemah. "Dan TUHAN berbicara kepada Musa dengan berhadapan muka seperti seorang berbicara kepada temannya; kemudian kembalilah ia ke perkemahan. Tetapi abdinya, Yosua bin Nun, seorang yang masih muda, tidaklah meninggalkan kemah itu." (Keluaran 33:11). Itu tentu saja bukan sebuah kebetulan, karena Yosua memang sudah dipersiapkan sejak awal oleh Tuhan. Tetapi tetap saja, ketika waktu bagi Yosua untuk memimpin tiba, ia merasa ragu dengan kesanggupannya. Dan Tuhan pun memberi nasihat kepadanya seperti yang bisa kita baca pada awal kitab Yosua, pada pasal 1. Dan disinilah kita kemudian menemukan kata "beruntung" yang ternyata punya kunci untuk kita peroleh. Perhatikan kedua ayat berikut:
"Hanya, kuatkan dan teguhkanlah hatimu dengan sungguh-sungguh, bertindaklah hati-hati sesuai dengan seluruh hukum yang telah diperintahkan kepadamu oleh hamba-Ku Musa; janganlah menyimpang ke kanan atau ke kiri, supaya engkau beruntung, ke manapun engkau pergi." (ay 7)
"Janganlah engkau lupa memperkatakan kitab Taurat ini, tetapi renungkanlah itu siang dan malam, supaya engkau bertindak hati-hati sesuai dengan segala yang tertulis di dalamnya, sebab dengan demikian perjalananmu akan berhasil dan engkau akan beruntung." (ay 8)
Dua kunci diberikan Tuhan agar kita bisa beroleh keberuntungan, itu tertulis jelas pada kedua ayat tersebut. Kunci atau petunjuk itu adalah:
1. Kita harus menguatkan dan meneguhkan hati.
2. Merenungkan, memperkatakan dan melakukan Firman Tuhan
Kedua kunci inilah yang akan mampu membawa keberuntungan dalam hidup kita. Bahkan dalam ayat 8 kita bisa melihat bahwa tidak saja keberuntungan, tetapi keberhasilan pun menjadi bagian kita apabila kita melakukan tepat seperti apa yang diperintahkan Tuhan.
Ada perbedaan nyata antara sebuah keberuntungan dan keberhasilan. Keberhasilan adalah sebuah proses, sesuatu yang bisa kita raih dengan kerja keras, ketekunan dan perjuangan. Sebagai sebuah proses, keberhasilan itu butuh waktu, yang terkadang bisa sangat panjang. Keberhasilan bukanlah sebuah rejeki nomplok yang bisa kita raih dalam sehari saja. Sedang keberuntungan seperti yang saya sebut diatas adalah sesuatu yang datang tidak terduga. Lewat Firman Tuhan hari ini kita pun sadar bahwa keberuntungan bukanlah kebetulan semata, tetapi merupakan hasil dari campur tangan Tuhan setelah kita melakukan perintahNya.
Kata kuatkan dan teguhkan hatimu diulang hingga dua kali mulai dari ayat ke 6 dengan penekanan yang lebih dalam ayat ke 7. Ini menunjukkan betapa pentingnya hal ini untuk kita perhatikan dalam menjalani kehidupan kita. Betapa seringnya kegagalan justru berasal dari permasalahan internal dalam diri kita. Kita terlalu cepat putus asa, menyerah dalam menghadapi masalah. Tuhan tahu itu. Itulah sebabnya Tuhan menganggap penting untuk mengulang pesan ini hingga dua kali. Kemudian kita pun diingatkan agar tidak mengabaikan Firman Tuhan, tetapi haruslah membaca, merenungkan dan mengaplikasikannya. "Bertindaklah hati-hati sesuai dengan seluruh hukum.." kata Tuhan. Itu menyatakan keharusan agar kita tetap melangkah bersama Firman Tuhan. Dalam keadaan apapun, kita wajib berpegang erat pada Firman Tuhan. Yesus juga mengingatkan hal tersebut. "Jikalau kamu tinggal di dalam Aku dan firman-Ku tinggal di dalam kamu, mintalah apa saja yang kamu kehendaki, dan kamu akan menerimanya." (Yohanes 15:7).
Bayangkan sebuah kehidupan yang dipenuhi oleh keberhasilan dan keberuntungan. Bukankah itu akan sangat membantu kita? Bukan salah satu, tetapi keduanya bisa kita peroleh lewat kunci yang telah diberikan Tuhan langsung. Taatlah, lakukanlah sesuai Firman Tuhan, dan tetap kuatkan serta teguhkan hati. Itu akan membawa hidup kita masuk ke dalam sebuah hidup dimana keberhasilan dan keberuntungan bukan lagi sesuatu yang langka untuk kita nikmati.
Keberhasilan dan keberuntungan bisa menjadi milik kita jika tahu kuncinya
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Friday, June 24, 2011
Teguran Tuhan (2)
Ayat bacaan: Ibrani 12:5-6
===================
"Hai anakku, janganlah anggap enteng didikan Tuhan, dan janganlah putus asa apabila engkau diperingatkan-Nya; karena Tuhan menghajar orang yang dikasihi-Nya, dan Ia menyesah orang yang diakui-Nya sebagai anak."
(sambungan)
Dalam Perjanjian Baru, Penulis Ibrani kembali mengingatkan betapa pentingnya bagi kita untuk menanggapi secara benar ketika teguran Tuhan datang pada kita. Seperti halnya dalam kitab Ayub yang kita baca kemarin, kali ini Penulis Ibrani pun menuliskan panjang lebar akan hal tersebut, terutama dalam menyoroti mengapa dan apa tujuan Tuhan sebenarnya dalam memberi teguran. Ia menulis: "Dan sudah lupakah kamu akan nasihat yang berbicara kepada kamu seperti kepada anak-anak: "Hai anakku, janganlah anggap enteng didikan Tuhan, dan janganlah putus asa apabila engkau diperingatkan-Nya." (Ibrani 12:5). Jangan putus asa, jangan anggap remeh, kata si Penulis. Mengapa? "karena Tuhan menghajar orang yang dikasihi-Nya, dan Ia menyesah orang yang diakui-Nya sebagai anak."(ay 6). Bagi anda yang sudah memiliki anak, tidakkah anda tahu bahwa terkadang teguran bahkan hukuman harus anda jatuhkan kepada anak-anak anda agar mereka tidak mengulangi kesalahan? Bukankah itu baik buat masa depan mereka, meski mungkin hati anda menangis ketika memberi hukuman itu? Tuhan pun demikian. Dia tidak ingin kita menderita dan merasa sakit, tetapi atas kesalahan kita ada kalanya kita harus ditegur dan dihukum, meski hati Tuhan pun menangis ketika melakukannya atas kita. Dibalik itu semua Tuhan punya maksud baik, karena lebih dari apapun Dia menginginkan kita selamat, menjadi ahli warisNya dan hidup bersama-sama denganNya di Surga kelak dalam kebahagaiaan kekal, dimana tidak lagi ada ratap tangis, penderitaan, kesusahan dan sejenisnya.
Kembali kepada Ibrani 12 di atas, mari kita lihat lanjutannya dimana Penulisnya menjelaskan dengan terperinci akan tujuan Tuhan menegur kita.
Penulis Ibrani menyadari bahwa tidaklah enak rasanya ketika kita tengah mengalami ganjaran atas kesalahan kita. Teguran Tuhan bisa terasa menyakitkan. Tetapi pada akhirnya itu bertujuan untuk menghasilkan buah-buah kebenaran yang akan mampu membawa kita ke dalam arah yang benar seperti yang diinginkan Tuhan. Anggaplah kita ini anak-anak yang terkadang tidak bisa berpikir panjang untuk masa depan dan hanya terfokus pada keinginan untuk mendapat kesenangan atau kenikmatan sesaat untuk jangka pendek. Jika kita dibiarkan berada dalam keadaan seperti itu, bukankah nanti kita sendiri juga yang rugi? Tuhan merasa perlu untuk memberi teguran jika kita bersalah agar kita tidak lagi melakukannya kelak. Semua itu bisa merampas apa yang sudah dianugerahkan kepada kita lewat penebusan Kristus. Alangkah besar resikonya apabila Tuhan tidak merasa perlu untuk memperingatkan, menegur atau menghukum dan membiarkan segalanya terjadi sekehendak kita.
Jika Tuhan masih mau repot-repot menegur kita, bersyukurlah untuk itu. Rasanya memang tidak enak, tetapi berikanlah respon yang tepat dengan belajar dari kesalahan, menyadarinya dan bangkit kembali dengan tidak mengulangi lagi kesalahan itu, bukan dengan bersungut-sungut, merasa tersinggung atau mengalami kepahitan. Teguran Tuhan datang justru karena Dia mengasihi kita, memperhatikan kita dan tidak ingin satupun dari kita binasa. Tuhan bisa menegur kita lewat banyak hal. Apakah secara langsung lewat teguran lembut dalam hati, lewat orang lain, lewat Firman Tuhan yang disampaikan atau yang kita dengar hingga lewat hukuman langsung yang membuat kita menderita dalam hidup kita. Apapun itu bentuknya, semua itu bertujuan baik agar kita tidak kehilangan hak kesulungan kita sebagai ahli warisNya, dimana nanti kita berhak menerima segala kebaikan Tuhan selama-lamanya dengan status kita sebagai anak-anakNya sendiri. Ketika kita harus mengalami teguran, sikapilah dengan benar. Bersyukurlah dan belajarlah dari kesalahan itu. Ijinkan Tuhan untuk terus menuntun kita menuju apa yang sudah Dia rencanakan bagi kita.
Teguran Tuhan bukanlah bermaksud menyiksa, tetapi menyelamatkan
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
===================
"Hai anakku, janganlah anggap enteng didikan Tuhan, dan janganlah putus asa apabila engkau diperingatkan-Nya; karena Tuhan menghajar orang yang dikasihi-Nya, dan Ia menyesah orang yang diakui-Nya sebagai anak."
(sambungan)
Dalam Perjanjian Baru, Penulis Ibrani kembali mengingatkan betapa pentingnya bagi kita untuk menanggapi secara benar ketika teguran Tuhan datang pada kita. Seperti halnya dalam kitab Ayub yang kita baca kemarin, kali ini Penulis Ibrani pun menuliskan panjang lebar akan hal tersebut, terutama dalam menyoroti mengapa dan apa tujuan Tuhan sebenarnya dalam memberi teguran. Ia menulis: "Dan sudah lupakah kamu akan nasihat yang berbicara kepada kamu seperti kepada anak-anak: "Hai anakku, janganlah anggap enteng didikan Tuhan, dan janganlah putus asa apabila engkau diperingatkan-Nya." (Ibrani 12:5). Jangan putus asa, jangan anggap remeh, kata si Penulis. Mengapa? "karena Tuhan menghajar orang yang dikasihi-Nya, dan Ia menyesah orang yang diakui-Nya sebagai anak."(ay 6). Bagi anda yang sudah memiliki anak, tidakkah anda tahu bahwa terkadang teguran bahkan hukuman harus anda jatuhkan kepada anak-anak anda agar mereka tidak mengulangi kesalahan? Bukankah itu baik buat masa depan mereka, meski mungkin hati anda menangis ketika memberi hukuman itu? Tuhan pun demikian. Dia tidak ingin kita menderita dan merasa sakit, tetapi atas kesalahan kita ada kalanya kita harus ditegur dan dihukum, meski hati Tuhan pun menangis ketika melakukannya atas kita. Dibalik itu semua Tuhan punya maksud baik, karena lebih dari apapun Dia menginginkan kita selamat, menjadi ahli warisNya dan hidup bersama-sama denganNya di Surga kelak dalam kebahagaiaan kekal, dimana tidak lagi ada ratap tangis, penderitaan, kesusahan dan sejenisnya.
Kembali kepada Ibrani 12 di atas, mari kita lihat lanjutannya dimana Penulisnya menjelaskan dengan terperinci akan tujuan Tuhan menegur kita.
"Jika kamu harus menanggung ganjaran; Allah memperlakukan kamu seperti anak. Di manakah terdapat anak yang tidak dihajar oleh ayahnya? Tetapi, jikalau kamu bebas dari ganjaran, yang harus diderita setiap orang, maka kamu bukanlah anak, tetapi anak-anak gampang.Selanjutnya: dari ayah kita yang sebenarnya kita beroleh ganjaran, dan mereka kita hormati; kalau demikian bukankah kita harus lebih taat kepada Bapa segala roh, supaya kita boleh hidup? Sebab mereka mendidik kita dalam waktu yang pendek sesuai dengan apa yang mereka anggap baik, tetapi Dia menghajar kita untuk kebaikan kita, supaya kita beroleh bagian dalam kekudusan-Nya. Memang tiap-tiap ganjaran pada waktu ia diberikan tidak mendatangkan sukacita, tetapi dukacita. Tetapi kemudian ia menghasilkan buah kebenaran yang memberikan damai kepada mereka yang dilatih olehnya." (ay 7-11)
Penulis Ibrani menyadari bahwa tidaklah enak rasanya ketika kita tengah mengalami ganjaran atas kesalahan kita. Teguran Tuhan bisa terasa menyakitkan. Tetapi pada akhirnya itu bertujuan untuk menghasilkan buah-buah kebenaran yang akan mampu membawa kita ke dalam arah yang benar seperti yang diinginkan Tuhan. Anggaplah kita ini anak-anak yang terkadang tidak bisa berpikir panjang untuk masa depan dan hanya terfokus pada keinginan untuk mendapat kesenangan atau kenikmatan sesaat untuk jangka pendek. Jika kita dibiarkan berada dalam keadaan seperti itu, bukankah nanti kita sendiri juga yang rugi? Tuhan merasa perlu untuk memberi teguran jika kita bersalah agar kita tidak lagi melakukannya kelak. Semua itu bisa merampas apa yang sudah dianugerahkan kepada kita lewat penebusan Kristus. Alangkah besar resikonya apabila Tuhan tidak merasa perlu untuk memperingatkan, menegur atau menghukum dan membiarkan segalanya terjadi sekehendak kita.
Jika Tuhan masih mau repot-repot menegur kita, bersyukurlah untuk itu. Rasanya memang tidak enak, tetapi berikanlah respon yang tepat dengan belajar dari kesalahan, menyadarinya dan bangkit kembali dengan tidak mengulangi lagi kesalahan itu, bukan dengan bersungut-sungut, merasa tersinggung atau mengalami kepahitan. Teguran Tuhan datang justru karena Dia mengasihi kita, memperhatikan kita dan tidak ingin satupun dari kita binasa. Tuhan bisa menegur kita lewat banyak hal. Apakah secara langsung lewat teguran lembut dalam hati, lewat orang lain, lewat Firman Tuhan yang disampaikan atau yang kita dengar hingga lewat hukuman langsung yang membuat kita menderita dalam hidup kita. Apapun itu bentuknya, semua itu bertujuan baik agar kita tidak kehilangan hak kesulungan kita sebagai ahli warisNya, dimana nanti kita berhak menerima segala kebaikan Tuhan selama-lamanya dengan status kita sebagai anak-anakNya sendiri. Ketika kita harus mengalami teguran, sikapilah dengan benar. Bersyukurlah dan belajarlah dari kesalahan itu. Ijinkan Tuhan untuk terus menuntun kita menuju apa yang sudah Dia rencanakan bagi kita.
Teguran Tuhan bukanlah bermaksud menyiksa, tetapi menyelamatkan
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Thursday, June 23, 2011
Teguran Tuhan (1)
Ayat bacaan: Ayub 5:17
=================
"Sesungguhnya, berbahagialah manusia yang ditegur Allah; sebab itu janganlah engkau menolak didikan Yang Mahakuasa."
Pada suatu kali saya bertanya kepada seorang teman yang memasang tulisan "Dimohon jangan parkir di depan pagar" di gerbang pagarnya. Apa yang saya tanyakan bukanlah mengapa ia harus menulis itu, karena jelas itu artinya ia sering terhambat keluar masuk akibat ada kendaraan yang parkir menutupi gerbangnya. Tetapi saya menanyakan mengapa ia memilih untuk memakai kata "dimohon" ketimbang "dilarang" yang terdengar lebih tegas. Sambil tertawa ia berkata bahwa kebanyakan dari kita sangat sensitif dan gampang tersinggung meski kesalahan ada dipihak kita sendiri. Orang jauh lebih menuruti sesuatu yang terdengar sebagai permohonan ketimbang yang bersifat teguran atau aturan. "Bukankah peraturan dibuat untuk dilanggar bagi banyak orang?" katanya sambil tersenyum. Apa yang ia katakan memang menggambarkan sifat kebanyakan manusia. Semakin lama kita semakin mudah tersinggung bahkan terhadap teguran-teguran kecil. Kalaupun kita salah, kita tetap tidak terima ditegur dan tetap akan marah dan merasa terhina. People tend to be more sensitive. Tidak saja dalam menghadapi teguran sesama manusia seperti pimpinan kita, abang/kakak atau orang tua, tetapi termasuk pula dalam menghadapi teguran Tuhan. Inginnya kita bisa bebas berbuat apapun tanpa teguran, dan kita terbiasa untuk menganggap teguran sebagai sesuatu yang membatasi kesenangan kita, menyinggung harga diri kita tanpa melihat dahulu alasannya. Sudah salah, malah semakin bandel ketika ditegur.
Alkitab mencatat banyak hal mengenai teguran Tuhan ini. Intinya, teguran Tuhan bukanlah bermaksud untuk menyiksa atau melukai kita, tetapi justru sebaliknya bertujuan untuk kebaikan kita sendiri, untuk menyelamatkan kita baik dari resiko-resiko berbahaya semasa hidup terlebih untuk keselamatan. Lihatlah apa yang dikatakan Ayub berikut: "Sesungguhnya, berbahagialah manusia yang ditegur Allah; sebab itu janganlah engkau menolak didikan Yang Mahakuasa." (Ayub 5:17). Mengapa Ayub bisa mengatakan ini? Ia memberi penjelasan panjang lebar yang sangat lengkap mengenai keuntungan-keuntungan ketika mendapatkan teguran Tuhan. Saya ingin kita sama-sama melihatnya secara lengkap:
Lihatlah segala kebaikan dari teguran Tuhan yang ditulis secara rinci dalam kitab Ayub. Terhindar dari malapetaka, tidak perlu takut kelaparan, ada perlindungan, keamanan, kemurahan, umur panjang dan lain-lain, semua ini bisa kita peroleh lewat teguran Tuhan. Dan jelas, teguran bukanlah dimaksudkan untuk menyakiti kita, membuat kita tersiksa atau menghalangi kesenangan kita, tetapi justru sangat berguna baik dalam hidup sekarang maupun untuk keselamatan kelak setelah fase dunia ini kita selesaikan. Ada begitu banyak keuntungan yang bisa kita dapatkan, sehingga tidaklah mengherankan apabila Salomo pun menganggap teguran sebagai jalan kehidupan. "Karena perintah itu pelita, dan ajaran itu cahaya, dan teguran yang mendidik itu jalan kehidupan." (Amsal 6:23). Jika dikatakan bahwa teguran itu sebagai jalan kehidupan, bukankah itu artinya teguran merupakan hal yang sangat penting dan bermanfaat bagi kita?
(bersambung)
=================
"Sesungguhnya, berbahagialah manusia yang ditegur Allah; sebab itu janganlah engkau menolak didikan Yang Mahakuasa."
Pada suatu kali saya bertanya kepada seorang teman yang memasang tulisan "Dimohon jangan parkir di depan pagar" di gerbang pagarnya. Apa yang saya tanyakan bukanlah mengapa ia harus menulis itu, karena jelas itu artinya ia sering terhambat keluar masuk akibat ada kendaraan yang parkir menutupi gerbangnya. Tetapi saya menanyakan mengapa ia memilih untuk memakai kata "dimohon" ketimbang "dilarang" yang terdengar lebih tegas. Sambil tertawa ia berkata bahwa kebanyakan dari kita sangat sensitif dan gampang tersinggung meski kesalahan ada dipihak kita sendiri. Orang jauh lebih menuruti sesuatu yang terdengar sebagai permohonan ketimbang yang bersifat teguran atau aturan. "Bukankah peraturan dibuat untuk dilanggar bagi banyak orang?" katanya sambil tersenyum. Apa yang ia katakan memang menggambarkan sifat kebanyakan manusia. Semakin lama kita semakin mudah tersinggung bahkan terhadap teguran-teguran kecil. Kalaupun kita salah, kita tetap tidak terima ditegur dan tetap akan marah dan merasa terhina. People tend to be more sensitive. Tidak saja dalam menghadapi teguran sesama manusia seperti pimpinan kita, abang/kakak atau orang tua, tetapi termasuk pula dalam menghadapi teguran Tuhan. Inginnya kita bisa bebas berbuat apapun tanpa teguran, dan kita terbiasa untuk menganggap teguran sebagai sesuatu yang membatasi kesenangan kita, menyinggung harga diri kita tanpa melihat dahulu alasannya. Sudah salah, malah semakin bandel ketika ditegur.
Alkitab mencatat banyak hal mengenai teguran Tuhan ini. Intinya, teguran Tuhan bukanlah bermaksud untuk menyiksa atau melukai kita, tetapi justru sebaliknya bertujuan untuk kebaikan kita sendiri, untuk menyelamatkan kita baik dari resiko-resiko berbahaya semasa hidup terlebih untuk keselamatan. Lihatlah apa yang dikatakan Ayub berikut: "Sesungguhnya, berbahagialah manusia yang ditegur Allah; sebab itu janganlah engkau menolak didikan Yang Mahakuasa." (Ayub 5:17). Mengapa Ayub bisa mengatakan ini? Ia memberi penjelasan panjang lebar yang sangat lengkap mengenai keuntungan-keuntungan ketika mendapatkan teguran Tuhan. Saya ingin kita sama-sama melihatnya secara lengkap:
"Karena Dialah yang melukai, tetapi juga yang membebat; Dia yang memukuli, tetapi yang tangan-Nya menyembuhkan pula. Dari enam macam kesesakan engkau diluputkan-Nya dan dalam tujuh macam engkau tidak kena malapetaka. Pada masa kelaparan engkau dibebaskan-Nya dari maut, dan pada masa perang dari kuasa pedang. Dari cemeti lidah engkau terlindung, dan engkau tidak usah takut, bila kemusnahan datang. Kemusnahan dan kelaparan akan kautertawakan dan binatang liar tidak akan kautakuti. Karena antara engkau dan batu-batu di padang akan ada perjanjian, dan binatang liar akan berdamai dengan engkau. Engkau akan mengalami, bahwa kemahmu aman dan apabila engkau memeriksa tempat kediamanmu, engkau tidak akan kehilangan apa-apa. Engkau akan mengalami, bahwa keturunanmu menjadi banyak dan bahwa anak cucumu seperti rumput di tanah. Dalam usia tinggi engkau akan turun ke dalam kubur, seperti berkas gandum dibawa masuk pada waktunya.Sesungguhnya, semuanya itu telah kami selidiki, memang demikianlah adanya; dengarkanlah dan camkanlah itu!" (ay 18-27).
Lihatlah segala kebaikan dari teguran Tuhan yang ditulis secara rinci dalam kitab Ayub. Terhindar dari malapetaka, tidak perlu takut kelaparan, ada perlindungan, keamanan, kemurahan, umur panjang dan lain-lain, semua ini bisa kita peroleh lewat teguran Tuhan. Dan jelas, teguran bukanlah dimaksudkan untuk menyakiti kita, membuat kita tersiksa atau menghalangi kesenangan kita, tetapi justru sangat berguna baik dalam hidup sekarang maupun untuk keselamatan kelak setelah fase dunia ini kita selesaikan. Ada begitu banyak keuntungan yang bisa kita dapatkan, sehingga tidaklah mengherankan apabila Salomo pun menganggap teguran sebagai jalan kehidupan. "Karena perintah itu pelita, dan ajaran itu cahaya, dan teguran yang mendidik itu jalan kehidupan." (Amsal 6:23). Jika dikatakan bahwa teguran itu sebagai jalan kehidupan, bukankah itu artinya teguran merupakan hal yang sangat penting dan bermanfaat bagi kita?
(bersambung)
Wednesday, June 22, 2011
Proses
Ayat bacaan: Matius 20:28
===================
"sama seperti Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang."
Semakin tinggi teknologi bukan membuat orang semakin sabar, tetapi malah semakin sibuk bekejar-kejaran dengan waktu. Segala sesuatu yang dibuat serba instan bisa menjadi bukti nyata bagaimana fenomena ini semakin bertambah subur di dalam kehidupan manusia modern. Kopi instan, mi instan, makanan-makanan cepat saji dan sebagainya, itu membuktikan bahwa manusia semakin tidak peduli terhadap proses dalam menghasilkan sesuatu melainkan hanya ingin hasil akhirnya. Semuanya ingin serba instan, dalam hal kerohanian pun sama. Memang dalam beberapa hal itu akan sangat membantu kita. Misalnya dengan kemudahan mengakses Alkitab lewat telepon genggam atau secara online di laptop atau netbook, tentu hal seperti itu bisa mempermudah kita dalam membaca Firman Tuhan. Tetapi tidak selamanya sesuatu yang instan itu baik. Tuhan berbicara mengenai proses dalam begitu banyak ayat baik dalam Perjanjian Lama hingga Perjanjian Baru, itu menunjukkan betapa pentingnya sebuah proses dalam pertumbuhan dan pendewasaan diri di mata Tuhan. Kita pun mengalami hal seperti itu bukan? Tidak ada bayi instan yang langsung menjadi dewasa secara instan pula. Bayi bertumbuh dari janin di dalam kandungan selama 9 bulan, lalu masa pertumbuhan pun berjalan tahunan. Balita, remaja, dewasa, itu makan waktu yang sangat lama. Begitu pula kedewasaan spiritual atau rohani kita. Meski Tuhan mengatakan bahwa dengan menerima Kristus kita menjadi ciptaan baru, tetapi kita tetap harus berproses setiap hari untuk bisa menjadi orang-orang dengan tingkat kerohanian dewasa. Ibrani 5:11-14 menggambarkan proses pertumbuhan secara spiritual ini, yang seharusnya dilakukan oleh orang-orang percaya termasuk saya dan anda. Tetapi keenganan manusia untuk berproses dan lebih mementingkan hasil akhir bisa merusak segalanya.
Mengapa saya mengangkat ilustrasi di atas? Itu karena saya mendapat sebuah sms dari teman di kota lain yang isinya sangat baik untuk kita renungkan. Demikian isi sms tersebut:
Yesus mengajarkan banyak hal soal itu, dan Dia tidak berhenti sampai disitu saja. Tidak saja sekedar mengajarkan, tetapi Yesus pun telah mencontohkan, membuktikan secara langsung semua yang Dia ajarkan. Yesus sudah menjadi teladan yang sempurna bagi kita semua. Saya pun ingat akan sebuah kisah ketika ibu dari anak-anak Zebedeus mendatangi Yesus untuk memberikan kedua anaknya posisi tinggi secara instan. Ini bisa kita baca dalam Matius 20:20-28. Lihat apa kata si ibu kepada Yesus: "Berilah perintah, supaya kedua anakku ini boleh duduk kelak di dalam Kerajaan-Mu, yang seorang di sebelah kanan-Mu dan yang seorang lagi di sebelah kiri-Mu." (ay 21). Si ibu menginginkan sebuah hasil instan tanpa proses. Mau cari gampangnya, mau cari mudahnya, sama seperti pola pikir kita hari ini juga. Tapi Yesus kemudian mengajarkan pola pikir yang berbeda dengan apa yang dipercaya oleh dunia. Yesus berkata: "Tidaklah demikian di antara kamu. Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hambamu." (ay 26-27). Apakah Yesus cukup hanya bertitah saja? Tidak. Dia kemudian berkata: "sama seperti Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang." (ay 28). Dan itu semua digenapi Yesus. Artinya, Yesus sudah memberi keteladanan bagi kita mengenai segala sesuatu yang Dia ajarkan. Dan dalam hal proses pertumbuhan kita dalam detail-detail di sms tadi, kita bisa melihat bahwa Yesus adalah satu-satunya yang sempurna dalam memberi keteladanan itu.
Karena itulah kita seharusnya mau bersabar dan tetap bersyukur ketika berada dalam sebuah proses. Mungkin proses itu tidaklah terasa nyaman malah sakit, mungkin tidak mudah malah begitu berat dan sulit, tetapi itulah masa-masa kita ditempa, dibentuk untuk menjadi semakin serupa dengan Kristus. Yakobus mengatakan "Sebab itu buanglah segala sesuatu yang kotor dan kejahatan yang begitu banyak itu dan terimalah dengan lemah lembut firman yang tertanam di dalam hatimu, yang berkuasa menyelamatkan jiwamu." (Yakobus 1:21). Hati yang lembut dan mau dibentuk, hati yang subur sehingga firman bisa tertanam dan bertumbuh disana, itulah yang seharusnya kita miliki. Dari masa tanam, dipupuk, tumbuh dan pada suatu ketika berbuah, itu butuh proses yang semuanya terlalu berharga untuk dilewati. Apakah proses itu lembut atau keras, semua itu bertujuan baik untuk melatih kita agar berhasil menjadi pribadi-pribadi yang dewasa secara rohani. Itu akan membuat kita mampu menapak lebih tinggi lagi sehingga tidak lagi mudah goyah ketika masalah datang menerpa kita. Apapun itu butuh proses. Untuk bisa menuju sempurna butuh proses. Untuk bisa menjadi pribadi-pribadi yang berkualitas seperti sms di atas butuh proses. Bersyukurlah jika anda sedang berada dalam proses itu. Belajarlah taat, belajarlah mengampuni, belajarlah legawa, dan belajarlah untuk terus bersyukur dalam kondisi apapun. Pada suatu ketika nanti anda akan tersenyum melihat transformasi diri anda berjalan baik menuju proses kesempurnaan.
Hidup adalah proses, termasuk pertumbuhan rohani pun butuh proses
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
===================
"sama seperti Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang."
Semakin tinggi teknologi bukan membuat orang semakin sabar, tetapi malah semakin sibuk bekejar-kejaran dengan waktu. Segala sesuatu yang dibuat serba instan bisa menjadi bukti nyata bagaimana fenomena ini semakin bertambah subur di dalam kehidupan manusia modern. Kopi instan, mi instan, makanan-makanan cepat saji dan sebagainya, itu membuktikan bahwa manusia semakin tidak peduli terhadap proses dalam menghasilkan sesuatu melainkan hanya ingin hasil akhirnya. Semuanya ingin serba instan, dalam hal kerohanian pun sama. Memang dalam beberapa hal itu akan sangat membantu kita. Misalnya dengan kemudahan mengakses Alkitab lewat telepon genggam atau secara online di laptop atau netbook, tentu hal seperti itu bisa mempermudah kita dalam membaca Firman Tuhan. Tetapi tidak selamanya sesuatu yang instan itu baik. Tuhan berbicara mengenai proses dalam begitu banyak ayat baik dalam Perjanjian Lama hingga Perjanjian Baru, itu menunjukkan betapa pentingnya sebuah proses dalam pertumbuhan dan pendewasaan diri di mata Tuhan. Kita pun mengalami hal seperti itu bukan? Tidak ada bayi instan yang langsung menjadi dewasa secara instan pula. Bayi bertumbuh dari janin di dalam kandungan selama 9 bulan, lalu masa pertumbuhan pun berjalan tahunan. Balita, remaja, dewasa, itu makan waktu yang sangat lama. Begitu pula kedewasaan spiritual atau rohani kita. Meski Tuhan mengatakan bahwa dengan menerima Kristus kita menjadi ciptaan baru, tetapi kita tetap harus berproses setiap hari untuk bisa menjadi orang-orang dengan tingkat kerohanian dewasa. Ibrani 5:11-14 menggambarkan proses pertumbuhan secara spiritual ini, yang seharusnya dilakukan oleh orang-orang percaya termasuk saya dan anda. Tetapi keenganan manusia untuk berproses dan lebih mementingkan hasil akhir bisa merusak segalanya.
Mengapa saya mengangkat ilustrasi di atas? Itu karena saya mendapat sebuah sms dari teman di kota lain yang isinya sangat baik untuk kita renungkan. Demikian isi sms tersebut:
"Banyak yang ingin sekuat baja tetapi enggan di TEMPA. Banyak yang ingin secemerlan emas tapi enggan DILEBUR. Banyak yang ingin berguna di dunia tapi enggan BERBAGI. Banyak yang ingin mengasihi tapi enggan MENGAMPUNI. Banyak yang ingin menjadi baik tetapi enggan BERBUAT BENAR. Banyak yang ingin jadi pahlawan tapi enggan BERKORBAN. Banyak yang ingin menuai tapi enggan MENABUR. Yesus adalah TELADAN sempurna bagi kita."Itu bunyi smsnya, dan itu sungguh benar. Kita cenderung menginginkan sesuatu yang instan dan jika keadaan tidak sesuai dengan keinginan kita, maka kita pun dengan cepat menyalahkan Tuhan. Rangkaian sms di atas kalau kita telaah satu persatu berdasarkan Firman Tuhan, maka kita mungkin harus berhadapan dengan ratusan ayat yang saling berhubungan. Sedemikian banyaknya Firman Tuhan yang berbicara akan hal ini menunjukkan betapa pentingnya sebuah proses bagi kita, meski kita sudah menjadi orang percaya sekalipun.
Yesus mengajarkan banyak hal soal itu, dan Dia tidak berhenti sampai disitu saja. Tidak saja sekedar mengajarkan, tetapi Yesus pun telah mencontohkan, membuktikan secara langsung semua yang Dia ajarkan. Yesus sudah menjadi teladan yang sempurna bagi kita semua. Saya pun ingat akan sebuah kisah ketika ibu dari anak-anak Zebedeus mendatangi Yesus untuk memberikan kedua anaknya posisi tinggi secara instan. Ini bisa kita baca dalam Matius 20:20-28. Lihat apa kata si ibu kepada Yesus: "Berilah perintah, supaya kedua anakku ini boleh duduk kelak di dalam Kerajaan-Mu, yang seorang di sebelah kanan-Mu dan yang seorang lagi di sebelah kiri-Mu." (ay 21). Si ibu menginginkan sebuah hasil instan tanpa proses. Mau cari gampangnya, mau cari mudahnya, sama seperti pola pikir kita hari ini juga. Tapi Yesus kemudian mengajarkan pola pikir yang berbeda dengan apa yang dipercaya oleh dunia. Yesus berkata: "Tidaklah demikian di antara kamu. Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hambamu." (ay 26-27). Apakah Yesus cukup hanya bertitah saja? Tidak. Dia kemudian berkata: "sama seperti Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang." (ay 28). Dan itu semua digenapi Yesus. Artinya, Yesus sudah memberi keteladanan bagi kita mengenai segala sesuatu yang Dia ajarkan. Dan dalam hal proses pertumbuhan kita dalam detail-detail di sms tadi, kita bisa melihat bahwa Yesus adalah satu-satunya yang sempurna dalam memberi keteladanan itu.
Karena itulah kita seharusnya mau bersabar dan tetap bersyukur ketika berada dalam sebuah proses. Mungkin proses itu tidaklah terasa nyaman malah sakit, mungkin tidak mudah malah begitu berat dan sulit, tetapi itulah masa-masa kita ditempa, dibentuk untuk menjadi semakin serupa dengan Kristus. Yakobus mengatakan "Sebab itu buanglah segala sesuatu yang kotor dan kejahatan yang begitu banyak itu dan terimalah dengan lemah lembut firman yang tertanam di dalam hatimu, yang berkuasa menyelamatkan jiwamu." (Yakobus 1:21). Hati yang lembut dan mau dibentuk, hati yang subur sehingga firman bisa tertanam dan bertumbuh disana, itulah yang seharusnya kita miliki. Dari masa tanam, dipupuk, tumbuh dan pada suatu ketika berbuah, itu butuh proses yang semuanya terlalu berharga untuk dilewati. Apakah proses itu lembut atau keras, semua itu bertujuan baik untuk melatih kita agar berhasil menjadi pribadi-pribadi yang dewasa secara rohani. Itu akan membuat kita mampu menapak lebih tinggi lagi sehingga tidak lagi mudah goyah ketika masalah datang menerpa kita. Apapun itu butuh proses. Untuk bisa menuju sempurna butuh proses. Untuk bisa menjadi pribadi-pribadi yang berkualitas seperti sms di atas butuh proses. Bersyukurlah jika anda sedang berada dalam proses itu. Belajarlah taat, belajarlah mengampuni, belajarlah legawa, dan belajarlah untuk terus bersyukur dalam kondisi apapun. Pada suatu ketika nanti anda akan tersenyum melihat transformasi diri anda berjalan baik menuju proses kesempurnaan.
Hidup adalah proses, termasuk pertumbuhan rohani pun butuh proses
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Tuesday, June 21, 2011
Mematuhi Larangan
Ayat bacaan: Mazmur 81:9
====================
"Dengarlah hai umat-Ku, Aku hendak memberi peringatan kepadamu; hai Israel, jika engkau mau mendengarkan Aku!"
Seorang teman saya bercerita bahwa anaknya baru saja teriris pisau. Untung saja cuma sedikit sehingga tidak ada masalah serius yang terjadi. Ia sudah berkali-kali mengingatkan anaknya agar tidak menyentuh benda-benda tajam tanpa pengawasannya, tetapi si anak ternyata bandel. Ia bermain-main dengan pisau di dapur, dan akibatnya kecelakaan pun terjadi. Seraya merawat jari anaknya yang teriris, ia pun menasihati anaknya kembali agar tidak membangkang dari peringatan yang sudah berulang kali diberikan. Anak-anak memang sepertinya biasa bandel, dan tidak jarang kebandelan mereka ini mendatangkan masalah mulai dari yang biasa hingga yang serius. Tetapi ada banyak pula orang dewasa yang masih saja berlaku seperti anak-anak dalam hal ketaatan. Dan akibatnya pun sama. Kebandelan atau pembangkangan tidak akan pernah membawa manfaat positif, malah sebaliknya bisa menjerumuskan, mencelakakan bahkan membinasakan.
Dalam Mazmur 81 kita bisa melihat bagaimana kesalnya Tuhan dalam menyikapi kebandelan bangsa Israel. Dengan nyaring Tuhan sudah mengingatkan: "Dengarlah hai umat-Ku, Aku hendak memberi peringatan kepadamu; hai Israel, jika engkau mau mendengarkan Aku!" (Mazmur 81:9). Tuhan peduli. Dia memberi peringatan bukan demi kepentinganNya melainkan demi kebaikan bangsa Israel sendiri. Dengarlah kalau mau, itu kata Tuhan. Apa yang diingatkan Tuhan adalah agar bangsa Israel berhenti menyembah allah-allah asing. "Janganlah ada di antaramu allah lain, dan janganlah engkau menyembah kepada allah asing. Akulah TUHAN, Allahmu, yang menuntun engkau keluar dari tanah Mesir: bukalah mulutmu lebar-lebar, maka Aku akan membuatnya penuh." (ay 10-11). Patuhkah bangsa Israel? Ternyata tidak. Firman Tuhan selanjutnya mengatakan "Tetapi umat-Ku tidak mendengarkan suara-Ku, dan Israel tidak suka kepada-Ku." (ay 12). Bangsa Israel tampaknya lupa atau menganggap remeh pengalaman mereka sendiri bahwa adalah Tuhan sendiri yang menuntun mereka keluar dari tanah perbudakan untuk menuju tanah terjanji yang melimpah susu dan madunya. Bukannya patuh tapi malah membandel dan mengatakan tidak suka kepada Allah seperti apa yang ditulis dalam ayat 12 tadi. Mereka menganggap Tuhan sebagai Pribadi yang egois dan demanding atau menuntut secara berlebihan. Dan akibatnya, Tuhan pun membiarkan mereka dengan pilihannya! "Sebab itu Aku membiarkan dia dalam kedegilan hatinya; biarlah mereka berjalan mengikuti rencananya sendiri!" (ay 13). Sejarah mencatat bahwa keputusan Israel itu kemudian membuat mereka terpuruk. Dijajah musuh, hancur berantakan, jauh dari apa yang sebenarnya telah disediakan Tuhan bagi mereka. Seandainya saja mereka mau mendengar, lihatlah apa yang disediakan Tuhan itu. "Sekiranya umat-Ku mendengarkan Aku! Sekiranya Israel hidup menurut jalan yang Kutunjukkan! Seketika itu juga musuh mereka Aku tundukkan, dan terhadap para lawan mereka Aku balikkan tangan-Ku. Orang-orang yang membenci TUHAN akan tunduk menjilat kepada-Nya, dan itulah nasib mereka untuk selama-lamanya. Tetapi umat-Ku akan Kuberi makan gandum yang terbaik dan dengan madu dari gunung batu Aku akan mengenyangkannya." (ay 14-17).
Kebandelan akan membawa dampak buruk bagi kita. Resikonya nyata, dan bisa jadi pada suatu ketika menjadi fatal. Kita menganggap bahwa sifat tidak suka dilarang dan cepat tersinggung ketika diingatkan itu adalah manusiawi, dan dalam banyak hal itu benar adanya. Tetapi Tuhan sesungguhnya tidak menginginkan kita menjadi pribadi-pribadi yang keras kepala seperti itu. Tuhan ingin kita memiliki hati yang lembut yang siap dibentuk. Tuhan menginginkan ketaatan kita lebih dari apapun. "Maka sekarang, hai orang Israel, apakah yang dimintakan dari padamu oleh TUHAN, Allahmu, selain dari takut akan TUHAN, Allahmu, hidup menurut segala jalan yang ditunjukkan-Nya, mengasihi Dia, beribadah kepada TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu, berpegang pada perintah dan ketetapan TUHAN yang kusampaikan kepadamu pada hari ini, supaya baik keadaanmu." (Ulangan 10:12-13). Bangsa Israel sudah merasakan sendiri konsekuensi yang harus mereka hadapi akibat kebandelan mereka berulang kali. Anak-anak bisa terlena bermain api karena mereka tidak menyadari bahaya yang mengintai mereka, orang dewasa pun seringkali berlaku seperti anak-anak tidak menyadari bahaya yang mengancam mereka akibat kebandelan, kekerasan hati dan kepalanya. Seharusnya contoh-contoh itu bisa menjadi pelajaran bagi kita untuk tidak lagi mengulangi kesalahan seperti itu. Sebuah larangan memang terlihat seperti membatasi pergerakan kita dan membuat kita seolah tidak bisa menikmati hal-hal yang tampaknya menarik dan menyenangkan di dunia. Tetapi itu semua bertujuan baik, agar kita bisa terhindar dari masalah dan penderitaan yang dapat berujung pada kebinasaan yang seharusnya tidak perlu terjadi. Jika Tuhan masih mau mengingatkan kita meski terkadang keras, bersyukurlah, karena kita sendiri yang rugi apabila Tuhan membiarkan kita terjatuh dalam banyak masalah akibat kebandelan kita sendiri. Apakah itu langsung dari Tuhan, lewat hati nurani kita, atau lewat orang tua, saudara atau sahabat yang peduli kepada kita, bersyukurlah dan berterima kasihlah untuk itu. Jangan keraskan hati apalagi menuduh dan bersungut-sungut, sebab larangan atau peringatan yang baik yang kita terima sesungguhnya bisa mencegah kita dari bencana yang akan kita sesali pada suatu ketika nanti.
Tuhan menuntut ketaatan kepadaNya demi kebaikan kita
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
====================
"Dengarlah hai umat-Ku, Aku hendak memberi peringatan kepadamu; hai Israel, jika engkau mau mendengarkan Aku!"
Seorang teman saya bercerita bahwa anaknya baru saja teriris pisau. Untung saja cuma sedikit sehingga tidak ada masalah serius yang terjadi. Ia sudah berkali-kali mengingatkan anaknya agar tidak menyentuh benda-benda tajam tanpa pengawasannya, tetapi si anak ternyata bandel. Ia bermain-main dengan pisau di dapur, dan akibatnya kecelakaan pun terjadi. Seraya merawat jari anaknya yang teriris, ia pun menasihati anaknya kembali agar tidak membangkang dari peringatan yang sudah berulang kali diberikan. Anak-anak memang sepertinya biasa bandel, dan tidak jarang kebandelan mereka ini mendatangkan masalah mulai dari yang biasa hingga yang serius. Tetapi ada banyak pula orang dewasa yang masih saja berlaku seperti anak-anak dalam hal ketaatan. Dan akibatnya pun sama. Kebandelan atau pembangkangan tidak akan pernah membawa manfaat positif, malah sebaliknya bisa menjerumuskan, mencelakakan bahkan membinasakan.
Dalam Mazmur 81 kita bisa melihat bagaimana kesalnya Tuhan dalam menyikapi kebandelan bangsa Israel. Dengan nyaring Tuhan sudah mengingatkan: "Dengarlah hai umat-Ku, Aku hendak memberi peringatan kepadamu; hai Israel, jika engkau mau mendengarkan Aku!" (Mazmur 81:9). Tuhan peduli. Dia memberi peringatan bukan demi kepentinganNya melainkan demi kebaikan bangsa Israel sendiri. Dengarlah kalau mau, itu kata Tuhan. Apa yang diingatkan Tuhan adalah agar bangsa Israel berhenti menyembah allah-allah asing. "Janganlah ada di antaramu allah lain, dan janganlah engkau menyembah kepada allah asing. Akulah TUHAN, Allahmu, yang menuntun engkau keluar dari tanah Mesir: bukalah mulutmu lebar-lebar, maka Aku akan membuatnya penuh." (ay 10-11). Patuhkah bangsa Israel? Ternyata tidak. Firman Tuhan selanjutnya mengatakan "Tetapi umat-Ku tidak mendengarkan suara-Ku, dan Israel tidak suka kepada-Ku." (ay 12). Bangsa Israel tampaknya lupa atau menganggap remeh pengalaman mereka sendiri bahwa adalah Tuhan sendiri yang menuntun mereka keluar dari tanah perbudakan untuk menuju tanah terjanji yang melimpah susu dan madunya. Bukannya patuh tapi malah membandel dan mengatakan tidak suka kepada Allah seperti apa yang ditulis dalam ayat 12 tadi. Mereka menganggap Tuhan sebagai Pribadi yang egois dan demanding atau menuntut secara berlebihan. Dan akibatnya, Tuhan pun membiarkan mereka dengan pilihannya! "Sebab itu Aku membiarkan dia dalam kedegilan hatinya; biarlah mereka berjalan mengikuti rencananya sendiri!" (ay 13). Sejarah mencatat bahwa keputusan Israel itu kemudian membuat mereka terpuruk. Dijajah musuh, hancur berantakan, jauh dari apa yang sebenarnya telah disediakan Tuhan bagi mereka. Seandainya saja mereka mau mendengar, lihatlah apa yang disediakan Tuhan itu. "Sekiranya umat-Ku mendengarkan Aku! Sekiranya Israel hidup menurut jalan yang Kutunjukkan! Seketika itu juga musuh mereka Aku tundukkan, dan terhadap para lawan mereka Aku balikkan tangan-Ku. Orang-orang yang membenci TUHAN akan tunduk menjilat kepada-Nya, dan itulah nasib mereka untuk selama-lamanya. Tetapi umat-Ku akan Kuberi makan gandum yang terbaik dan dengan madu dari gunung batu Aku akan mengenyangkannya." (ay 14-17).
Kebandelan akan membawa dampak buruk bagi kita. Resikonya nyata, dan bisa jadi pada suatu ketika menjadi fatal. Kita menganggap bahwa sifat tidak suka dilarang dan cepat tersinggung ketika diingatkan itu adalah manusiawi, dan dalam banyak hal itu benar adanya. Tetapi Tuhan sesungguhnya tidak menginginkan kita menjadi pribadi-pribadi yang keras kepala seperti itu. Tuhan ingin kita memiliki hati yang lembut yang siap dibentuk. Tuhan menginginkan ketaatan kita lebih dari apapun. "Maka sekarang, hai orang Israel, apakah yang dimintakan dari padamu oleh TUHAN, Allahmu, selain dari takut akan TUHAN, Allahmu, hidup menurut segala jalan yang ditunjukkan-Nya, mengasihi Dia, beribadah kepada TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu, berpegang pada perintah dan ketetapan TUHAN yang kusampaikan kepadamu pada hari ini, supaya baik keadaanmu." (Ulangan 10:12-13). Bangsa Israel sudah merasakan sendiri konsekuensi yang harus mereka hadapi akibat kebandelan mereka berulang kali. Anak-anak bisa terlena bermain api karena mereka tidak menyadari bahaya yang mengintai mereka, orang dewasa pun seringkali berlaku seperti anak-anak tidak menyadari bahaya yang mengancam mereka akibat kebandelan, kekerasan hati dan kepalanya. Seharusnya contoh-contoh itu bisa menjadi pelajaran bagi kita untuk tidak lagi mengulangi kesalahan seperti itu. Sebuah larangan memang terlihat seperti membatasi pergerakan kita dan membuat kita seolah tidak bisa menikmati hal-hal yang tampaknya menarik dan menyenangkan di dunia. Tetapi itu semua bertujuan baik, agar kita bisa terhindar dari masalah dan penderitaan yang dapat berujung pada kebinasaan yang seharusnya tidak perlu terjadi. Jika Tuhan masih mau mengingatkan kita meski terkadang keras, bersyukurlah, karena kita sendiri yang rugi apabila Tuhan membiarkan kita terjatuh dalam banyak masalah akibat kebandelan kita sendiri. Apakah itu langsung dari Tuhan, lewat hati nurani kita, atau lewat orang tua, saudara atau sahabat yang peduli kepada kita, bersyukurlah dan berterima kasihlah untuk itu. Jangan keraskan hati apalagi menuduh dan bersungut-sungut, sebab larangan atau peringatan yang baik yang kita terima sesungguhnya bisa mencegah kita dari bencana yang akan kita sesali pada suatu ketika nanti.
Tuhan menuntut ketaatan kepadaNya demi kebaikan kita
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Monday, June 20, 2011
Jalan Buntu
Ayat bacaan: Markus 10:52
=====================
"Lalu kata Yesus kepadanya: "Pergilah, imanmu telah menyelamatkan engkau!" Pada saat itu juga melihatlah ia, lalu ia mengikuti Yesus dalam perjalanan-Nya."
Tadi saya berkunjung ke rumah seorang teman yang lokasinya ada di dalam sebuah jalan yang lumayan sempit. Setelah selesai berkunjung karena repot untuk memutar mobil saya mencoba lurus saja, siapa tahu ada jalan keluar lagi di ujung sana. Ternyata perkiraan saya salah. Di ujung jalan ternyata buntu, sehingga mau tidak mau saya harus memutar balik untuk pulang. Di jalan saya pun berpikir betapa dalam hidup ini kita sekali waktu bisa bertemu dengan dead end atau jalan buntu yang terlihat seperti akhir dari segala-galanya. Vonis dokter terhadap penyakit, sebuah pilihan salah yang sepertinya sudah terlambat untuk diperbaiki, keputusan-keputusan yang membawa konsekuensi fatal dan sebagainya. Semua itu bisa terlihat bagaikan jalan buntu yang tidak lagi punya jawaban atau solusi. Situasi seperti itu bisa terlihat sebagai akhir dari segalanya, the end of the line. Tapi seberapa besar kita sadar bahwa kita masih punya Tuhan yang mampu menjungkir balikkan logika manusia dengan mukjizatNya yang ajaib?
Hari ini saya ingin mengajak melihat perjumpaan Bartimeus dengan Tuhan Yesus yang membawa perubahan atau lebih tepatnya pemulihan besar bagi hidupnya dalam Markus 10:46-52. Bartimeus adalah seorang yang buta. Karena kondisinya itu ia tidak bisa bekerja, sehingga untuk menyambung hidup ia menjadi pengemis di pinggiran jalan. Pada suatu hari Yesus lewat didekatnya. "Ketika didengarnya, bahwa itu adalah Yesus orang Nazaret, mulailah ia berseru: "Yesus, Anak Daud, kasihanilah aku!" (Markus 10:47). Bartimeus itu cuma pengemis buta. Bagi orang disana, ia dianggap terlalu hina atau rendah untuk berteriak-teriak memanggil Yesus. Maka ia pun dimarahi orang. "Banyak orang menegornya supaya ia diam. Namun semakin keras ia berseru: "Anak Daud, kasihanilah aku!" (ay 48). Bukannya berhenti, Bartimeus malah mengencangkan suaranya. Ia sadar bahwa itu kesempatan baginya. Logika, pendapat orang lain, semua ia kesampingkan, dan ia mengencangkan imannya lebih dari sebelumnya. Ia terus memanggil Yesus. Ternyata teriakannya itu menggetarkan dan menggerakkan Yesus untuk bereaksi. Yesus pun lalu memanggilnya. Ia segera menanggalkan jubahnya dan bergegas menuju Yesus. "Tanya Yesus kepadanya: "Apa yang kaukehendaki supaya Aku perbuat bagimu?" Jawab orang buta itu: "Rabuni, supaya aku dapat melihat!" (ay 51). Bartimeus tahu duduk masalahnya adalah kebutaan. Jika ia bisa melihat, ia tidak perlu jadi pengemis lagi dan bisa bekerja untuk hidup. Dan Yesus pun menyembuhkannya. Alkitab mencatat jawaban Yesus ketika menyembuhkannya: "Lalu kata Yesus kepadanya: "Pergilah, imanmu telah menyelamatkan engkau!" Pada saat itu juga melihatlah ia, lalu ia mengikuti Yesus dalam perjalanan-Nya." (ay 52).
Apa yang menyembuhkan Bartimeus? Alkitab mengatakan: Imannya. Imannya yang percaya, yang tidak tergantung pada logika manusia, yang tidak tergantung apa kata orang. Ia tahu imannya tidaklah terletak pada pendapat manusia lainnya tetapi semata-mata merupakan koneksi atau hubungan antara dirinya dan Tuhan yang Maha Kuasa. Bartimeus berpegang teguh akan hal itu, dan Yesus berkata imannya yang besar itulah yang kemudian menyelamatkannya. Iman sanggup menggerakkan Tuhan untuk turun tangan melakukan hal-hal ajaib dalam hidup kita. Iman, itulah yang kita butuhkan untuk menerima berkat dan mukjizat Tuhan kepada kita. Dalam bentuk kata-kata mungkin mudah, namun dalam prakteknya seringkali hal ini sulit untuk dilakukan. Mengapa? Karena iman biasanya berhubungan dengan sebesar apa kepercayaan dan pengharapan kita kepada Tuhan meski itu belum kita lihat saat ini. Dan itulah tepatnya yang diingatkan Alkitab mengenai iman. "Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat." (Ibrani 11:1). Iman sangatlah memegang peranan penting bagi bisa tidaknya kita menerima mukjizat Tuhan untuk menjawab permasalahan kita, termasuk yang sudah seperti membentur tembok, menemui jalan buntu sekalipun. Dan Yesus sudah mengatakan sekiranya seukuran biji sesawi saja besar iman kita, maka takkan ada yang mustahil bagi kita. "Sebab Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya sekiranya kamu mempunyai iman sebesar biji sesawi saja kamu dapat berkata kepada gunung ini: Pindah dari tempat ini ke sana, --maka gunung ini akan pindah, dan takkan ada yang mustahil bagimu." (Matius 17:20).
Bagi teman-teman yang mungkin sedang menghadapi jalan buntu yang terlihat seperti tidak lagi punya solusi, ini saatnya untuk mencontoh keputusan Bartimeus. Ia datang dan berseru-seru kepada Tuhan, dan lihatlah Tuhan merespon seruannya. Hal ini tepat seperti yang dikatakan Daud dalam salah satu Mazmurnya: "Orang yang tertindas ini berseru, dan TUHAN mendengar; Ia menyelamatkan dia dari segala kesesakannya." (Mazmur 34:7) dan "Apabila orang-orang benar itu berseru-seru, maka TUHAN mendengar, dan melepaskan mereka dari segala kesesakannya." (ay 18). Iman akan membuat kita bisa berseru kepadaNya, bergantung dan berpengharapan kepadaNya dalam kesesakan atau bahkan kebuntuan seperti apapun itu. Kita harus benar-benar paham bagaimana kedahsyatan Tuhan seperti yang tertulis dalam ayat berikut: "Sebab TUHAN maha besar dan terpuji sangat, Ia lebih dahsyat dari pada segala allah." (Mazmur 96:4). Ini saatnya kita memandang Tuhan sebagaimana adanya Dia, dan kita akan menyadari bahwa tidak ada satupun masalah yang lebih besar dibanding kuasaNya. Bartimeus mengalami jamahan Tuhan yang ajaib karena ia memiliki iman yang berbeda dari orang-orang lain, pola pikirnya mengetahui dengan benar bagaimana pribadi Tuhan yang penuh kasih, dan jika itu berlaku bagi Bartimeus, bagi kita pun sama. Belajar dari Bartimeus, mari kita menyadari bahwa meski di dunia ini kita mungkin sudah dianggap membentur jalan buntu, kita punya Tuhan yang tidak akan terbatas oleh kebuntuan. Berserulah kepada Tuhan, Dia akan mendengar dan menjawab.
Tidak ada jalan buntu bagi orang percaya
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
=====================
"Lalu kata Yesus kepadanya: "Pergilah, imanmu telah menyelamatkan engkau!" Pada saat itu juga melihatlah ia, lalu ia mengikuti Yesus dalam perjalanan-Nya."
Tadi saya berkunjung ke rumah seorang teman yang lokasinya ada di dalam sebuah jalan yang lumayan sempit. Setelah selesai berkunjung karena repot untuk memutar mobil saya mencoba lurus saja, siapa tahu ada jalan keluar lagi di ujung sana. Ternyata perkiraan saya salah. Di ujung jalan ternyata buntu, sehingga mau tidak mau saya harus memutar balik untuk pulang. Di jalan saya pun berpikir betapa dalam hidup ini kita sekali waktu bisa bertemu dengan dead end atau jalan buntu yang terlihat seperti akhir dari segala-galanya. Vonis dokter terhadap penyakit, sebuah pilihan salah yang sepertinya sudah terlambat untuk diperbaiki, keputusan-keputusan yang membawa konsekuensi fatal dan sebagainya. Semua itu bisa terlihat bagaikan jalan buntu yang tidak lagi punya jawaban atau solusi. Situasi seperti itu bisa terlihat sebagai akhir dari segalanya, the end of the line. Tapi seberapa besar kita sadar bahwa kita masih punya Tuhan yang mampu menjungkir balikkan logika manusia dengan mukjizatNya yang ajaib?
Hari ini saya ingin mengajak melihat perjumpaan Bartimeus dengan Tuhan Yesus yang membawa perubahan atau lebih tepatnya pemulihan besar bagi hidupnya dalam Markus 10:46-52. Bartimeus adalah seorang yang buta. Karena kondisinya itu ia tidak bisa bekerja, sehingga untuk menyambung hidup ia menjadi pengemis di pinggiran jalan. Pada suatu hari Yesus lewat didekatnya. "Ketika didengarnya, bahwa itu adalah Yesus orang Nazaret, mulailah ia berseru: "Yesus, Anak Daud, kasihanilah aku!" (Markus 10:47). Bartimeus itu cuma pengemis buta. Bagi orang disana, ia dianggap terlalu hina atau rendah untuk berteriak-teriak memanggil Yesus. Maka ia pun dimarahi orang. "Banyak orang menegornya supaya ia diam. Namun semakin keras ia berseru: "Anak Daud, kasihanilah aku!" (ay 48). Bukannya berhenti, Bartimeus malah mengencangkan suaranya. Ia sadar bahwa itu kesempatan baginya. Logika, pendapat orang lain, semua ia kesampingkan, dan ia mengencangkan imannya lebih dari sebelumnya. Ia terus memanggil Yesus. Ternyata teriakannya itu menggetarkan dan menggerakkan Yesus untuk bereaksi. Yesus pun lalu memanggilnya. Ia segera menanggalkan jubahnya dan bergegas menuju Yesus. "Tanya Yesus kepadanya: "Apa yang kaukehendaki supaya Aku perbuat bagimu?" Jawab orang buta itu: "Rabuni, supaya aku dapat melihat!" (ay 51). Bartimeus tahu duduk masalahnya adalah kebutaan. Jika ia bisa melihat, ia tidak perlu jadi pengemis lagi dan bisa bekerja untuk hidup. Dan Yesus pun menyembuhkannya. Alkitab mencatat jawaban Yesus ketika menyembuhkannya: "Lalu kata Yesus kepadanya: "Pergilah, imanmu telah menyelamatkan engkau!" Pada saat itu juga melihatlah ia, lalu ia mengikuti Yesus dalam perjalanan-Nya." (ay 52).
Apa yang menyembuhkan Bartimeus? Alkitab mengatakan: Imannya. Imannya yang percaya, yang tidak tergantung pada logika manusia, yang tidak tergantung apa kata orang. Ia tahu imannya tidaklah terletak pada pendapat manusia lainnya tetapi semata-mata merupakan koneksi atau hubungan antara dirinya dan Tuhan yang Maha Kuasa. Bartimeus berpegang teguh akan hal itu, dan Yesus berkata imannya yang besar itulah yang kemudian menyelamatkannya. Iman sanggup menggerakkan Tuhan untuk turun tangan melakukan hal-hal ajaib dalam hidup kita. Iman, itulah yang kita butuhkan untuk menerima berkat dan mukjizat Tuhan kepada kita. Dalam bentuk kata-kata mungkin mudah, namun dalam prakteknya seringkali hal ini sulit untuk dilakukan. Mengapa? Karena iman biasanya berhubungan dengan sebesar apa kepercayaan dan pengharapan kita kepada Tuhan meski itu belum kita lihat saat ini. Dan itulah tepatnya yang diingatkan Alkitab mengenai iman. "Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat." (Ibrani 11:1). Iman sangatlah memegang peranan penting bagi bisa tidaknya kita menerima mukjizat Tuhan untuk menjawab permasalahan kita, termasuk yang sudah seperti membentur tembok, menemui jalan buntu sekalipun. Dan Yesus sudah mengatakan sekiranya seukuran biji sesawi saja besar iman kita, maka takkan ada yang mustahil bagi kita. "Sebab Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya sekiranya kamu mempunyai iman sebesar biji sesawi saja kamu dapat berkata kepada gunung ini: Pindah dari tempat ini ke sana, --maka gunung ini akan pindah, dan takkan ada yang mustahil bagimu." (Matius 17:20).
Bagi teman-teman yang mungkin sedang menghadapi jalan buntu yang terlihat seperti tidak lagi punya solusi, ini saatnya untuk mencontoh keputusan Bartimeus. Ia datang dan berseru-seru kepada Tuhan, dan lihatlah Tuhan merespon seruannya. Hal ini tepat seperti yang dikatakan Daud dalam salah satu Mazmurnya: "Orang yang tertindas ini berseru, dan TUHAN mendengar; Ia menyelamatkan dia dari segala kesesakannya." (Mazmur 34:7) dan "Apabila orang-orang benar itu berseru-seru, maka TUHAN mendengar, dan melepaskan mereka dari segala kesesakannya." (ay 18). Iman akan membuat kita bisa berseru kepadaNya, bergantung dan berpengharapan kepadaNya dalam kesesakan atau bahkan kebuntuan seperti apapun itu. Kita harus benar-benar paham bagaimana kedahsyatan Tuhan seperti yang tertulis dalam ayat berikut: "Sebab TUHAN maha besar dan terpuji sangat, Ia lebih dahsyat dari pada segala allah." (Mazmur 96:4). Ini saatnya kita memandang Tuhan sebagaimana adanya Dia, dan kita akan menyadari bahwa tidak ada satupun masalah yang lebih besar dibanding kuasaNya. Bartimeus mengalami jamahan Tuhan yang ajaib karena ia memiliki iman yang berbeda dari orang-orang lain, pola pikirnya mengetahui dengan benar bagaimana pribadi Tuhan yang penuh kasih, dan jika itu berlaku bagi Bartimeus, bagi kita pun sama. Belajar dari Bartimeus, mari kita menyadari bahwa meski di dunia ini kita mungkin sudah dianggap membentur jalan buntu, kita punya Tuhan yang tidak akan terbatas oleh kebuntuan. Berserulah kepada Tuhan, Dia akan mendengar dan menjawab.
Tidak ada jalan buntu bagi orang percaya
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Sunday, June 19, 2011
Bapa Sayang Anaknya
Ayat bacaan: Mazmur 103:13
======================
"Seperti bapa sayang kepada anak-anaknya, demikian TUHAN sayang kepada orang-orang yang takut akan Dia."
Seperti apa figur ayah yang sayang kepada anaknya? Ada banyak anak yang menganggap bahwa ayah yang baik adalah ayah yang selalu menuruti kemauan mereka, tidak pernah memarahi apalagi menghukum. Ini adalah persepsi yang keliru, karena ada saat-saat ketika si anak bersalah dan ia harus dihukum agar bisa belajar dari kesalahannya. Menuruti segala-galanya secara buta sama sekali tidak mendidik dan hanya akan merusak masa depan si anak dalam banyak hal. Baik kepribadiannya, pola pikirnya, kemandirian bahkan kesehatannya. Ambil contoh jika seorang anak sangat suka permen yang manis rasanya. Anak-anak tidak tahu bahwa permen yang dikonsumsi terlalu banyak bisa merusak gigi dan kesehatan mereka. Bayangkan jika orang tuanya menuruti terus setiap mereka minta permen, apa yang akan terjadi? Tugas orang tua selain mencukupi kebutuhan anak-anaknya juga untuk mendidik, menasihati dan memberitahukan atau menjelaskan apa yang baik dan mana yang buruk. Ada kalanya pula orang tua harus memberi hukuman, dan itupun wajar sepanjang dilakukan dengan batas tertentu, tidak menyakiti anak secara fisik apalagi meninggalkan bekas luka, dan didasari oleh kasih.
Ada banyak orang juga yang menyalah artikan Tuhan sebagai Bapa. Mereka menganggap bahwa apabila Tuhan itu Bapa yang baik, maka Tuhan seharusnya terus memberi apapun yang mereka minta. Seperti halnya bapa duniawi, inipun tidak akan mendidik jika dilakukan Tuhan. Ada kalanya kita tidak tahu apa yang kita minta, tidak menyadari bahwa itu bisa merusak dan menghancurkan kita. Dan hal ini diingatkan oleh Yakobus yang berkata "Atau kamu berdoa juga, tetapi kamu tidak menerima apa-apa, karena kamu salah berdoa, sebab yang kamu minta itu hendak kamu habiskan untuk memuaskan hawa nafsumu." (Yakobus 4:3). Percayalah bahwa Tuhan sayang kepada kita dan hanya menginginkan kebaikan buat kita. Nothing but the goodness for us. Dia tahu kapan harus memberi, kapan harus menunda dan kapan harus menolak. Dan itu semua demi kebaikan kita sendiri juga.
Sebuah ayat yang sudah sangat kita kenal diangkat dari Mazmur Daud berbunyi: "Seperti bapa sayang kepada anak-anaknya, demikian TUHAN sayang kepada orang-orang yang takut akan Dia." (Mazmur 103:13). Ini adalah ayat yang menekankan bagaimana Tuhan memposisikan diriNya bukan sebagai diktator yang absolut, kejam dan tidak punya perasaan, melainkan sebagai bapa yang sayang kepada anak-anakNya. Bapa duniawi yang baik tentu mengenal anak-anaknya dan tahu harus melakukan apa demi kebaikan anaknya, seperti itu pula Bapa yang tentu jauh lebih tahu dan mengenal betul masing-masing ciptaanNya. dan ayat berikutnya dalam Mazmur di atas mengatakan "Sebab Dia sendiri tahu apa kita, Dia ingat, bahwa kita ini debu." (ay 14). Yes, we are only dust. Sehebat-hebatnya kita, kita hanyalah terbuat dari debu. Tanpa Tuhan apa yang bisa kita perbuat? Tuhan mengenal kita, dan berita baiknya, Dia sayang kepada kita seperti bapa yang sayang kepada anak-anaknya. Ketika Yesus turun ke dunia, hubungan kita dengan Tuhan dipulihkan, dan Dia mengajarkan kita secara langsung untuk memanggil Tuhan sebagai Bapa. Hubungan antara Bapa Surgawi dan kita anak-anakNya pun dipertegas, diperbaharui secara penuh oleh Yesus.
Yesus merupakan bukti nyata betapa besar kasih sayang Bapa Surgawi kepada kita. Paulus mengatakan "Ia, yang tidak menyayangkan Anak-Nya sendiri, tetapi yang menyerahkan-Nya bagi kita semua, bagaimanakah mungkin Ia tidak mengaruniakan segala sesuatu kepada kita bersama-sama dengan Dia?" (Roma 8:32). Dan secara jelas sebuah ayat emas dalam Injil Yohanes mengatakan: "Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal." (Yohanes 3:16). Dari sini kita bisa melihat bukti nyata sayangnya Tuhan kepada kita secara begitu transparan. We are what we are today, it's all because of His loving care towards us. Mari kita renungkan pula Firman Kristus berikut ini: "Adakah seorang dari padamu yang memberi batu kepada anaknya, jika ia meminta roti, atau memberi ular, jika ia meminta ikan? Jadi jika kamu yang jahat tahu memberi pemberian yang baik kepada anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di sorga! Ia akan memberikan yang baik kepada mereka yang meminta kepada-Nya." (Matius 7:9-11). Dia tidak akan menunda apalagi berpelit kasih, Dia siap memberikan setiap yang meminta kepadaNya, tapi lihatlah bahwa apa yang akan Dia berikan tidak akan pernah berupa sesuatu yang menjerumuskan kita. Dia hanya akan memberikan "YANG BAIK", seperti yang dikatakan Yesus.
Ada kalanya seorang anak harus diperingatkan bahkan dihukum agar menyadari dan bisa belajar dari kesalahannya, Tuhan pun akan melakukannya apabila kita kedapatan bersalah. Kalaupun kita mendapatkan hajaran dan didikan dari Tuhan yang mungkin saja dirasa keras, semua itu pun tetap demi kebaikan kita sendiri juga. "Selanjutnya: dari ayah kita yang sebenarnya kita beroleh ganjaran, dan mereka kita hormati; kalau demikian bukankah kita harus lebih taat kepada Bapa segala roh, supaya kita boleh hidup? Sebab mereka mendidik kita dalam waktu yang pendek sesuai dengan apa yang mereka anggap baik, tetapi Dia menghajar kita untuk kebaikan kita, supaya kita beroleh bagian dalam kekudusan-Nya." (Ibrani 12:10). Ayat berikut dari Penulis Ibrani mengatakan bahwa ada kalanya pengajaran itu terasa perih, tetapi pada suatu ketika kelak kita akan bersyukur karenanya. "Memang tiap-tiap ganjaran pada waktu ia diberikan tidak mendatangkan sukacita, tetapi dukacita. Tetapi kemudian ia menghasilkan buah kebenaran yang memberikan damai kepada mereka yang dilatih olehnya." (ay 11). Bapa duniawi yang baik tahu kapan harus memberi, menunda dan menolak. Dia tahu kapan harus mengingatkan, menasihati, menegur dan menghukum. Jika bapa dunia yang notabene manusia juga seperti kita tahu apa yang terbaik bagi anak-anaknya, apalagi Bapa Surgawi kita. Sadari kasih sayang Tuhan senantiasa, dan percayakan segalanya ke dalam tanganNya, karena Dia yang paling tahu apa yang kita perlukan, dan Dia sungguh mengasihi anak-anakNya.
Give thanks to God for His Fatherly love
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
======================
"Seperti bapa sayang kepada anak-anaknya, demikian TUHAN sayang kepada orang-orang yang takut akan Dia."
Seperti apa figur ayah yang sayang kepada anaknya? Ada banyak anak yang menganggap bahwa ayah yang baik adalah ayah yang selalu menuruti kemauan mereka, tidak pernah memarahi apalagi menghukum. Ini adalah persepsi yang keliru, karena ada saat-saat ketika si anak bersalah dan ia harus dihukum agar bisa belajar dari kesalahannya. Menuruti segala-galanya secara buta sama sekali tidak mendidik dan hanya akan merusak masa depan si anak dalam banyak hal. Baik kepribadiannya, pola pikirnya, kemandirian bahkan kesehatannya. Ambil contoh jika seorang anak sangat suka permen yang manis rasanya. Anak-anak tidak tahu bahwa permen yang dikonsumsi terlalu banyak bisa merusak gigi dan kesehatan mereka. Bayangkan jika orang tuanya menuruti terus setiap mereka minta permen, apa yang akan terjadi? Tugas orang tua selain mencukupi kebutuhan anak-anaknya juga untuk mendidik, menasihati dan memberitahukan atau menjelaskan apa yang baik dan mana yang buruk. Ada kalanya pula orang tua harus memberi hukuman, dan itupun wajar sepanjang dilakukan dengan batas tertentu, tidak menyakiti anak secara fisik apalagi meninggalkan bekas luka, dan didasari oleh kasih.
Ada banyak orang juga yang menyalah artikan Tuhan sebagai Bapa. Mereka menganggap bahwa apabila Tuhan itu Bapa yang baik, maka Tuhan seharusnya terus memberi apapun yang mereka minta. Seperti halnya bapa duniawi, inipun tidak akan mendidik jika dilakukan Tuhan. Ada kalanya kita tidak tahu apa yang kita minta, tidak menyadari bahwa itu bisa merusak dan menghancurkan kita. Dan hal ini diingatkan oleh Yakobus yang berkata "Atau kamu berdoa juga, tetapi kamu tidak menerima apa-apa, karena kamu salah berdoa, sebab yang kamu minta itu hendak kamu habiskan untuk memuaskan hawa nafsumu." (Yakobus 4:3). Percayalah bahwa Tuhan sayang kepada kita dan hanya menginginkan kebaikan buat kita. Nothing but the goodness for us. Dia tahu kapan harus memberi, kapan harus menunda dan kapan harus menolak. Dan itu semua demi kebaikan kita sendiri juga.
Sebuah ayat yang sudah sangat kita kenal diangkat dari Mazmur Daud berbunyi: "Seperti bapa sayang kepada anak-anaknya, demikian TUHAN sayang kepada orang-orang yang takut akan Dia." (Mazmur 103:13). Ini adalah ayat yang menekankan bagaimana Tuhan memposisikan diriNya bukan sebagai diktator yang absolut, kejam dan tidak punya perasaan, melainkan sebagai bapa yang sayang kepada anak-anakNya. Bapa duniawi yang baik tentu mengenal anak-anaknya dan tahu harus melakukan apa demi kebaikan anaknya, seperti itu pula Bapa yang tentu jauh lebih tahu dan mengenal betul masing-masing ciptaanNya. dan ayat berikutnya dalam Mazmur di atas mengatakan "Sebab Dia sendiri tahu apa kita, Dia ingat, bahwa kita ini debu." (ay 14). Yes, we are only dust. Sehebat-hebatnya kita, kita hanyalah terbuat dari debu. Tanpa Tuhan apa yang bisa kita perbuat? Tuhan mengenal kita, dan berita baiknya, Dia sayang kepada kita seperti bapa yang sayang kepada anak-anaknya. Ketika Yesus turun ke dunia, hubungan kita dengan Tuhan dipulihkan, dan Dia mengajarkan kita secara langsung untuk memanggil Tuhan sebagai Bapa. Hubungan antara Bapa Surgawi dan kita anak-anakNya pun dipertegas, diperbaharui secara penuh oleh Yesus.
Yesus merupakan bukti nyata betapa besar kasih sayang Bapa Surgawi kepada kita. Paulus mengatakan "Ia, yang tidak menyayangkan Anak-Nya sendiri, tetapi yang menyerahkan-Nya bagi kita semua, bagaimanakah mungkin Ia tidak mengaruniakan segala sesuatu kepada kita bersama-sama dengan Dia?" (Roma 8:32). Dan secara jelas sebuah ayat emas dalam Injil Yohanes mengatakan: "Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal." (Yohanes 3:16). Dari sini kita bisa melihat bukti nyata sayangnya Tuhan kepada kita secara begitu transparan. We are what we are today, it's all because of His loving care towards us. Mari kita renungkan pula Firman Kristus berikut ini: "Adakah seorang dari padamu yang memberi batu kepada anaknya, jika ia meminta roti, atau memberi ular, jika ia meminta ikan? Jadi jika kamu yang jahat tahu memberi pemberian yang baik kepada anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di sorga! Ia akan memberikan yang baik kepada mereka yang meminta kepada-Nya." (Matius 7:9-11). Dia tidak akan menunda apalagi berpelit kasih, Dia siap memberikan setiap yang meminta kepadaNya, tapi lihatlah bahwa apa yang akan Dia berikan tidak akan pernah berupa sesuatu yang menjerumuskan kita. Dia hanya akan memberikan "YANG BAIK", seperti yang dikatakan Yesus.
Ada kalanya seorang anak harus diperingatkan bahkan dihukum agar menyadari dan bisa belajar dari kesalahannya, Tuhan pun akan melakukannya apabila kita kedapatan bersalah. Kalaupun kita mendapatkan hajaran dan didikan dari Tuhan yang mungkin saja dirasa keras, semua itu pun tetap demi kebaikan kita sendiri juga. "Selanjutnya: dari ayah kita yang sebenarnya kita beroleh ganjaran, dan mereka kita hormati; kalau demikian bukankah kita harus lebih taat kepada Bapa segala roh, supaya kita boleh hidup? Sebab mereka mendidik kita dalam waktu yang pendek sesuai dengan apa yang mereka anggap baik, tetapi Dia menghajar kita untuk kebaikan kita, supaya kita beroleh bagian dalam kekudusan-Nya." (Ibrani 12:10). Ayat berikut dari Penulis Ibrani mengatakan bahwa ada kalanya pengajaran itu terasa perih, tetapi pada suatu ketika kelak kita akan bersyukur karenanya. "Memang tiap-tiap ganjaran pada waktu ia diberikan tidak mendatangkan sukacita, tetapi dukacita. Tetapi kemudian ia menghasilkan buah kebenaran yang memberikan damai kepada mereka yang dilatih olehnya." (ay 11). Bapa duniawi yang baik tahu kapan harus memberi, menunda dan menolak. Dia tahu kapan harus mengingatkan, menasihati, menegur dan menghukum. Jika bapa dunia yang notabene manusia juga seperti kita tahu apa yang terbaik bagi anak-anaknya, apalagi Bapa Surgawi kita. Sadari kasih sayang Tuhan senantiasa, dan percayakan segalanya ke dalam tanganNya, karena Dia yang paling tahu apa yang kita perlukan, dan Dia sungguh mengasihi anak-anakNya.
Give thanks to God for His Fatherly love
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Saturday, June 18, 2011
Membangun Parit, Menuai Berkat (2)
(sambungan)
2. Diperlukan langkah iman untuk menuai mukjizat Tuhan
Berpangku tangan dalam situasi sulit, atau memutuskan hal yang justru membuat keadaan semakin pelik bukanlah pilihan yang tepat. Langkah iman seringkali harus terlebih dahulu kita ambil sebelum Tuhan turun tangan. Alkitab pun berulang kali menunjukkan hal itu dalam banyak kesempatan. Misalnya Petrus yang disuruh kembali ke tengah laut untuk menjala ikan setelah sebelumnya semalaman penuh tidak berhasil menangkap apa-apa (Lukas 5:1-11), atau lihatlah apa kata Tuhan kepada Yosua berikut: "Setiap tempat yang akan diinjak oleh telapak kakimu Kuberikan kepada kamu, seperti yang telah Kujanjikan kepada Musa." (Yosua 1:3). Setiap tempat yang diinjak oleh telapak kakimu, kata Tuhan, itu menunjukkan bahwa kita harus bergerak melangkah dalam iman. Tidak hanya berhenti di tempat, tidak menyingkir ke tepi, tidak diam saja, tetapi bergerak melangkah lebih dalam lagi ke dalam hubungan yang semakin erat dengan Tuhan, dan melibatkanNya dalam segala sesuatu yang kita jalani dalam hidup ini. Keputusan yang kita ambil akan membuat perbedaan nyata.
3. Ada kuasa di balik pujian dan penyembahan.
Apa yang dilakukan Elisa sebelum ia mendapat perintah Tuhan untuk membuat parit? Dia melakukan pujian dan penyembahan. "Maka sekarang, jemputlah bagiku seorang pemetik kecapi." Pada waktu pemetik kecapi itu bermain kecapi, maka kekuasaan TUHAN meliputi dia." (2 Raja Raja 3:15). Kita bisa melihat dalam Alkitab bagaimana puji-pujian sanggup meruntuhkan tembok Yerikho seperti yang tertulis di dalam Yosua 6. Ada kuasa besar di balik puji-pujian, bahkan Daud secara tegas mengatakan bahwa Tuhan bersemayam di atas puji-pujian. (Mazmur 22:4).
4. Tuhan tidak pernah lalai menepati janjiNya
Tuhan tidak pernah merencanakan sesuatu yang buruk buat kita. Dan hebatnya lagi, Tuhan peduli kepada setiap pergumulan kita. Apa yang direncanakan Tuhan selalu sesuatu yang indah pada waktunya. Namun keterbatasan kemampuan kita untuk mengetahui apa yang dirancang Tuhan bagi kita membuat kita tidak bisa mengerti mengapa waktu Tuhan sering tidak sejalan dengan waktu kita dalam memberi pertolongan. Dalam Pengkotbah kita baca "Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya, bahkan Ia memberikan kekekalan dalam hati mereka. Tetapi manusia tidak dapat menyelami pekerjaan yang dilakukan Allah dari awal sampai akhir." (Pengkotbah 3:11).Petrus juga mengingatkan hal yang sama. "Tuhan tidak lalai menepati janji-Nya, sekalipun ada orang yang menganggapnya sebagai kelalaian, tetapi Ia sabar terhadap kamu, karena Ia menghendaki supaya jangan ada yang binasa, melainkan supaya semua orang berbalik dan bertobat." (2 Petrus 3:9). Ya, Tuhan sesungguhnya tidak lalai. Dia tidak pernah lupa untuk menepati janjiNya. Lakukan apa yang seharusnya kita lakukan, do what we should do first, dan Tuhan pun akan melakukan bagianNya, and God will do his part, definitely.
5. Percayalah
Ketidakpercayaan, keraguan, kebimbangan, ketidakyakinan, itu seringkali menjadi batu sandungan bagi kita untuk bisa menuai mukjizatNya. Padahal Firman Tuhan jelas berkata "Sebab beginilah firman Tuhan ALLAH, Yang Mahakudus, Allah Israel: "Dengan bertobat dan tinggal diam kamu akan diselamatkan, dalam tinggal tenang dan percaya terletak kekuatanmu." (Yesaya 30:15). Yesus juga membandingkan kita dengan burung pipit yang sangat murah harganya. "Bukankah burung pipit dijual lima ekor dua duit? Sungguhpun demikian tidak seekorpun dari padanya yang dilupakan Allah, bahkan rambut kepalamupun terhitung semuanya. Karena itu jangan takut, karena kamu lebih berharga dari pada banyak burung pipit." (Lukas 12:6-7). Jika burung pipit yang murah saja Tuhan perhatikan, jika jumlah rambut di kepala kita pun dianggap penting oleh Tuhan sampai Dia merasa perlu untuk menghitungnya, mengapa kita harus takut dan menyerah karena keterbatasan-keterbatasan kita? Dan sebuah ayat yang selalu saya imani pun mengatakan hal yang singkat tapi jelas."Jangan takut, percaya saja!" (Markus 5:36).
Tuhan sanggup melakukan hal-hal ajaib yang tidak terduga oleh kita. Logika kita yang terbatas bisa membuat kita berpikir bahwa inilah akhir segala-galanya ketika berhadapan dengan kesulitan. Tetapi Tuhan berkata bahwa Dia peduli dan bisa melakukan apapun tanpa terbatas oleh logika dan keterbatasan kita. Percaya dengan melakukan langkah iman akan membuat kita mampu menuai keajaiban pertolongan Tuhan. Berbagai keraguan kita sesungguhnya bisa menghambat turunnya mukjizat Tuhan atas diri kita, bagaikan menyumbat parit-parit sehingga limpahan air tidak dapat mengalir seperti kisah 2 Raja Raja 3 yang sudah kita baca kemarin. Anda berhadapan dengan keadaan yang sepertinya tidak mungkin lagi pulih? Vonis dokter? Kebangkrutan? Rumah tangga yang carut marut? Masa depan yang terlihat suram? Berbagai kesalahan di masa lalu yang sepertinya tidak lagi bisa diperbaiki? Tuhan mengatakan tidak ada yang mustahil bagiNya. Berkat dan pertolongan Tuhan bisa selalu datang secara ajaib. Walau tidak ada angin atau hujan sekalipun, Tuhan sanggup mencurahkan segalanya dan memenuhi kita sampai melimpah.
Percayalah bahwa Tuhan bisa melakukan hal-hal ajaib lewat langkah iman kita
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
2. Diperlukan langkah iman untuk menuai mukjizat Tuhan
Berpangku tangan dalam situasi sulit, atau memutuskan hal yang justru membuat keadaan semakin pelik bukanlah pilihan yang tepat. Langkah iman seringkali harus terlebih dahulu kita ambil sebelum Tuhan turun tangan. Alkitab pun berulang kali menunjukkan hal itu dalam banyak kesempatan. Misalnya Petrus yang disuruh kembali ke tengah laut untuk menjala ikan setelah sebelumnya semalaman penuh tidak berhasil menangkap apa-apa (Lukas 5:1-11), atau lihatlah apa kata Tuhan kepada Yosua berikut: "Setiap tempat yang akan diinjak oleh telapak kakimu Kuberikan kepada kamu, seperti yang telah Kujanjikan kepada Musa." (Yosua 1:3). Setiap tempat yang diinjak oleh telapak kakimu, kata Tuhan, itu menunjukkan bahwa kita harus bergerak melangkah dalam iman. Tidak hanya berhenti di tempat, tidak menyingkir ke tepi, tidak diam saja, tetapi bergerak melangkah lebih dalam lagi ke dalam hubungan yang semakin erat dengan Tuhan, dan melibatkanNya dalam segala sesuatu yang kita jalani dalam hidup ini. Keputusan yang kita ambil akan membuat perbedaan nyata.
3. Ada kuasa di balik pujian dan penyembahan.
Apa yang dilakukan Elisa sebelum ia mendapat perintah Tuhan untuk membuat parit? Dia melakukan pujian dan penyembahan. "Maka sekarang, jemputlah bagiku seorang pemetik kecapi." Pada waktu pemetik kecapi itu bermain kecapi, maka kekuasaan TUHAN meliputi dia." (2 Raja Raja 3:15). Kita bisa melihat dalam Alkitab bagaimana puji-pujian sanggup meruntuhkan tembok Yerikho seperti yang tertulis di dalam Yosua 6. Ada kuasa besar di balik puji-pujian, bahkan Daud secara tegas mengatakan bahwa Tuhan bersemayam di atas puji-pujian. (Mazmur 22:4).
4. Tuhan tidak pernah lalai menepati janjiNya
Tuhan tidak pernah merencanakan sesuatu yang buruk buat kita. Dan hebatnya lagi, Tuhan peduli kepada setiap pergumulan kita. Apa yang direncanakan Tuhan selalu sesuatu yang indah pada waktunya. Namun keterbatasan kemampuan kita untuk mengetahui apa yang dirancang Tuhan bagi kita membuat kita tidak bisa mengerti mengapa waktu Tuhan sering tidak sejalan dengan waktu kita dalam memberi pertolongan. Dalam Pengkotbah kita baca "Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya, bahkan Ia memberikan kekekalan dalam hati mereka. Tetapi manusia tidak dapat menyelami pekerjaan yang dilakukan Allah dari awal sampai akhir." (Pengkotbah 3:11).Petrus juga mengingatkan hal yang sama. "Tuhan tidak lalai menepati janji-Nya, sekalipun ada orang yang menganggapnya sebagai kelalaian, tetapi Ia sabar terhadap kamu, karena Ia menghendaki supaya jangan ada yang binasa, melainkan supaya semua orang berbalik dan bertobat." (2 Petrus 3:9). Ya, Tuhan sesungguhnya tidak lalai. Dia tidak pernah lupa untuk menepati janjiNya. Lakukan apa yang seharusnya kita lakukan, do what we should do first, dan Tuhan pun akan melakukan bagianNya, and God will do his part, definitely.
5. Percayalah
Ketidakpercayaan, keraguan, kebimbangan, ketidakyakinan, itu seringkali menjadi batu sandungan bagi kita untuk bisa menuai mukjizatNya. Padahal Firman Tuhan jelas berkata "Sebab beginilah firman Tuhan ALLAH, Yang Mahakudus, Allah Israel: "Dengan bertobat dan tinggal diam kamu akan diselamatkan, dalam tinggal tenang dan percaya terletak kekuatanmu." (Yesaya 30:15). Yesus juga membandingkan kita dengan burung pipit yang sangat murah harganya. "Bukankah burung pipit dijual lima ekor dua duit? Sungguhpun demikian tidak seekorpun dari padanya yang dilupakan Allah, bahkan rambut kepalamupun terhitung semuanya. Karena itu jangan takut, karena kamu lebih berharga dari pada banyak burung pipit." (Lukas 12:6-7). Jika burung pipit yang murah saja Tuhan perhatikan, jika jumlah rambut di kepala kita pun dianggap penting oleh Tuhan sampai Dia merasa perlu untuk menghitungnya, mengapa kita harus takut dan menyerah karena keterbatasan-keterbatasan kita? Dan sebuah ayat yang selalu saya imani pun mengatakan hal yang singkat tapi jelas."Jangan takut, percaya saja!" (Markus 5:36).
Tuhan sanggup melakukan hal-hal ajaib yang tidak terduga oleh kita. Logika kita yang terbatas bisa membuat kita berpikir bahwa inilah akhir segala-galanya ketika berhadapan dengan kesulitan. Tetapi Tuhan berkata bahwa Dia peduli dan bisa melakukan apapun tanpa terbatas oleh logika dan keterbatasan kita. Percaya dengan melakukan langkah iman akan membuat kita mampu menuai keajaiban pertolongan Tuhan. Berbagai keraguan kita sesungguhnya bisa menghambat turunnya mukjizat Tuhan atas diri kita, bagaikan menyumbat parit-parit sehingga limpahan air tidak dapat mengalir seperti kisah 2 Raja Raja 3 yang sudah kita baca kemarin. Anda berhadapan dengan keadaan yang sepertinya tidak mungkin lagi pulih? Vonis dokter? Kebangkrutan? Rumah tangga yang carut marut? Masa depan yang terlihat suram? Berbagai kesalahan di masa lalu yang sepertinya tidak lagi bisa diperbaiki? Tuhan mengatakan tidak ada yang mustahil bagiNya. Berkat dan pertolongan Tuhan bisa selalu datang secara ajaib. Walau tidak ada angin atau hujan sekalipun, Tuhan sanggup mencurahkan segalanya dan memenuhi kita sampai melimpah.
Percayalah bahwa Tuhan bisa melakukan hal-hal ajaib lewat langkah iman kita
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Friday, June 17, 2011
Membangun Parit, Menuai Berkat (1)
Ayat bacaan: 2 Raja Raja 3:16
========================
"Kemudian berkatalah ia: "Beginilah firman TUHAN: Biarlah di lembah ini dibuat parit-parit"
Adakah sesuatu yang mustahil bagi Tuhan? Kita mungkin akan serentak menjawab tidak. Tapi sejauh mana hal itu bisa kita imani dan aplikasikan dalam hidup, itu soal lain. Kenyataannya ada banyak dari anak-anak Tuhan yang cepat putus asa ketika berhadapan dengan kesulitan, apalagi jika logika mengatakan sesuatu itu tidak lagi mungkin. Vonis dokter, usaha yang merosot drastis, kebangkrutan yang ada di depan mata, keluarga yang berantakan dan lain-lain, ada banyak situasi yang kita alami setiap harinya yang bisa setiap saat membuat kita kehilangan arah, gairah hidup maupun harapan. Dalam keadaan demikian seringkali kita melupakan Tuhan dengan kuasaNya yang berada di atas segala-galanya. Saya sudah bertemu dengan begitu banyak orang yang tidak lagi mau bangkit karena merasa masa depan mereka sudah habis. Alkitab telah berulang kali mengingatkan agar kita jangan pernah kehilangan harapan, mengingatkan bagaimana Tuhan melakukan berbagai mukjizat yang bagi logika manusia tidak bisa terukur, dan itu ada banyak sekali dicatat disana, baik lewat Firman Tuhan secara langsung maupun contoh-contoh dari pengalaman para tokoh di dalamnya. Bahkan hingga hari ini, masih ada begitu banyak orang yang mengalami langsung jamahan Tuhan dan menerima mukjizat-mukjizatNya yang bagi kita terasa mustahil. Saya sendiri berulang kali sudah mengalaminya seperti beberapa kesaksian yang pernah saya tulis sebelumnya. Yang pasti Tuhan bisa melakukan apapun, yang paling mustahil sekalipun, lewat banyak cara yang ajaib.
Hari ini mari kita lihat sebuah kisah dalam kitab 2 Raja Raja pasal 3 mengenai peperangan bangsa Israel yang bergabung bersama bangsa Yehuda dan Edom untuk mengalahkan Moab. Mereka masuk melalui padang gurun Edom dan kemudian menghadapi masalah pelik, yaitu tidak mendapatkan air setelah berjalan selama seminggu penuh. "Maka berjalanlah raja Israel dan raja Yehuda dan raja Edom. Tetapi sesudah mereka berkeliling tujuh hari perjalanan jauhnya, maka tidak terdapat air untuk tentara dan untuk hewan yang mengikuti mereka." (2 Raja Raja 3:9). Bagaimana mungkin bisa berperang jika tentara dan kuda-kuda kehausan? Jangankan berperang, untuk bertahan hidup saja peluangnya sudah tipis. Secara logika, selesailah mereka di padang gurun itu. Tetapi raja Yosafat kemudian tahu bahwa lebih dari apapun, mereka butuh petunjuk Tuhan. Maka nabi Elisa pun kemudian memanggil seorang pemain kecapi untuk menyembah Tuhan, dan penuhlah ia dikuasai oleh Roh Tuhan. (ay 15:BIS). Lalu Elisa berkata: "Kemudian berkatalah ia: "Beginilah firman TUHAN: Biarlah di lembah ini dibuat parit-parit." (ay 16). Membuat parit-parit di gurun? Untuk apa membuat parit jika tidak ada air? Bukankah ini sebuah perintah yang sama sekali tidak masuk akal? Jika anda tengah kehausan di gurun pasir yang terik dan gersang, apa yang anda katakan ketika diminta membuat parit? Elisa kemudian melanjutkan: "sebab beginilah firman TUHAN: Kamu tidak akan mendapat angin dan hujan, namun lembah ini akan penuh dengan air, sehingga kamu serta ternak sembelihan dan hewan pengangkut dapat minum. Dan itupun adalah perkara ringan di mata TUHAN; juga orang Moab akan diserahkan-Nya ke dalam tanganmu." (ay 17-18). Tidak ada angin, tidak ada hujan, mendung pun tidak, tapi jika Tuhan berjanji seperti itu, Tuhan pasti menepatinya. Langkah iman terlebih dahulu diperlukan, dan langkah iman dalam kisah ini adalah dengan membuat parit. Tuhan siap memberi berkat ganda. Bukan saja air yang akan melimpah bagi mereka tetapi juga kemenangan atas bangsa Moab. Dan tepatnya itulah yang kemudian terjadi. Bayangkan seandainya mereka tidak menuruti perintah Tuhan dan menganggap membuat parit sebagai hal bodoh, jangankan menang perang, mereka bisa binasa mati kehausan.
Lewat kisah ini kita ada banyak yang bisa menjadi pelajaran buat kita, yaitu:
1. Tidak ada yang mustahil bagi Tuhan.
Tanpa ada angin dan hujan, Tuhan sanggup menurunkan mukjizat yang jauh melebihi keterbatasan logika manusia. Yesus sendiri sudah mengatakan hal ini: "..Tidak ada yang mustahil bagi orang yang percaya (Markus 9:23), Sebab bagi Allah tidak ada yang mustahil." (Lukas 1:37). Kemampuan daya ukur akal pikiran dan logika kita yang terbatas bisa dengan segera membuat kita kehilangan harapan dan merasa masa depan kita gelap, tetapi seperti Yosafat, kita seharusnya tahu bahwa di atas segalanya ada Tuhan yang begitu mengasihi kita dengan kuasaNya yang tak terbatas. Tidak salah memang memakai logika, tetapi kita harus ingat juga bahwa Tuhan mampu melakukan segala yang ajaib. Dalam keadaan terdesak, kepada siapa kita bersandar? Siapa yang kita cari? Apa keputusan kita dalam menyikapi itu? Semua itu akan membawa hasil yang berbeda.
(bersambung)
========================
"Kemudian berkatalah ia: "Beginilah firman TUHAN: Biarlah di lembah ini dibuat parit-parit"
Adakah sesuatu yang mustahil bagi Tuhan? Kita mungkin akan serentak menjawab tidak. Tapi sejauh mana hal itu bisa kita imani dan aplikasikan dalam hidup, itu soal lain. Kenyataannya ada banyak dari anak-anak Tuhan yang cepat putus asa ketika berhadapan dengan kesulitan, apalagi jika logika mengatakan sesuatu itu tidak lagi mungkin. Vonis dokter, usaha yang merosot drastis, kebangkrutan yang ada di depan mata, keluarga yang berantakan dan lain-lain, ada banyak situasi yang kita alami setiap harinya yang bisa setiap saat membuat kita kehilangan arah, gairah hidup maupun harapan. Dalam keadaan demikian seringkali kita melupakan Tuhan dengan kuasaNya yang berada di atas segala-galanya. Saya sudah bertemu dengan begitu banyak orang yang tidak lagi mau bangkit karena merasa masa depan mereka sudah habis. Alkitab telah berulang kali mengingatkan agar kita jangan pernah kehilangan harapan, mengingatkan bagaimana Tuhan melakukan berbagai mukjizat yang bagi logika manusia tidak bisa terukur, dan itu ada banyak sekali dicatat disana, baik lewat Firman Tuhan secara langsung maupun contoh-contoh dari pengalaman para tokoh di dalamnya. Bahkan hingga hari ini, masih ada begitu banyak orang yang mengalami langsung jamahan Tuhan dan menerima mukjizat-mukjizatNya yang bagi kita terasa mustahil. Saya sendiri berulang kali sudah mengalaminya seperti beberapa kesaksian yang pernah saya tulis sebelumnya. Yang pasti Tuhan bisa melakukan apapun, yang paling mustahil sekalipun, lewat banyak cara yang ajaib.
Hari ini mari kita lihat sebuah kisah dalam kitab 2 Raja Raja pasal 3 mengenai peperangan bangsa Israel yang bergabung bersama bangsa Yehuda dan Edom untuk mengalahkan Moab. Mereka masuk melalui padang gurun Edom dan kemudian menghadapi masalah pelik, yaitu tidak mendapatkan air setelah berjalan selama seminggu penuh. "Maka berjalanlah raja Israel dan raja Yehuda dan raja Edom. Tetapi sesudah mereka berkeliling tujuh hari perjalanan jauhnya, maka tidak terdapat air untuk tentara dan untuk hewan yang mengikuti mereka." (2 Raja Raja 3:9). Bagaimana mungkin bisa berperang jika tentara dan kuda-kuda kehausan? Jangankan berperang, untuk bertahan hidup saja peluangnya sudah tipis. Secara logika, selesailah mereka di padang gurun itu. Tetapi raja Yosafat kemudian tahu bahwa lebih dari apapun, mereka butuh petunjuk Tuhan. Maka nabi Elisa pun kemudian memanggil seorang pemain kecapi untuk menyembah Tuhan, dan penuhlah ia dikuasai oleh Roh Tuhan. (ay 15:BIS). Lalu Elisa berkata: "Kemudian berkatalah ia: "Beginilah firman TUHAN: Biarlah di lembah ini dibuat parit-parit." (ay 16). Membuat parit-parit di gurun? Untuk apa membuat parit jika tidak ada air? Bukankah ini sebuah perintah yang sama sekali tidak masuk akal? Jika anda tengah kehausan di gurun pasir yang terik dan gersang, apa yang anda katakan ketika diminta membuat parit? Elisa kemudian melanjutkan: "sebab beginilah firman TUHAN: Kamu tidak akan mendapat angin dan hujan, namun lembah ini akan penuh dengan air, sehingga kamu serta ternak sembelihan dan hewan pengangkut dapat minum. Dan itupun adalah perkara ringan di mata TUHAN; juga orang Moab akan diserahkan-Nya ke dalam tanganmu." (ay 17-18). Tidak ada angin, tidak ada hujan, mendung pun tidak, tapi jika Tuhan berjanji seperti itu, Tuhan pasti menepatinya. Langkah iman terlebih dahulu diperlukan, dan langkah iman dalam kisah ini adalah dengan membuat parit. Tuhan siap memberi berkat ganda. Bukan saja air yang akan melimpah bagi mereka tetapi juga kemenangan atas bangsa Moab. Dan tepatnya itulah yang kemudian terjadi. Bayangkan seandainya mereka tidak menuruti perintah Tuhan dan menganggap membuat parit sebagai hal bodoh, jangankan menang perang, mereka bisa binasa mati kehausan.
Lewat kisah ini kita ada banyak yang bisa menjadi pelajaran buat kita, yaitu:
1. Tidak ada yang mustahil bagi Tuhan.
Tanpa ada angin dan hujan, Tuhan sanggup menurunkan mukjizat yang jauh melebihi keterbatasan logika manusia. Yesus sendiri sudah mengatakan hal ini: "..Tidak ada yang mustahil bagi orang yang percaya (Markus 9:23), Sebab bagi Allah tidak ada yang mustahil." (Lukas 1:37). Kemampuan daya ukur akal pikiran dan logika kita yang terbatas bisa dengan segera membuat kita kehilangan harapan dan merasa masa depan kita gelap, tetapi seperti Yosafat, kita seharusnya tahu bahwa di atas segalanya ada Tuhan yang begitu mengasihi kita dengan kuasaNya yang tak terbatas. Tidak salah memang memakai logika, tetapi kita harus ingat juga bahwa Tuhan mampu melakukan segala yang ajaib. Dalam keadaan terdesak, kepada siapa kita bersandar? Siapa yang kita cari? Apa keputusan kita dalam menyikapi itu? Semua itu akan membawa hasil yang berbeda.
(bersambung)
Thursday, June 16, 2011
Menyadari Kebaikan Tuhan
Ayat bacaan: Mazmur 34:9
=====================
"Kecaplah dan lihatlah, betapa baiknya TUHAN itu! Berbahagialah orang yang berlindung pada-Nya!"
"Seharusnya negara ini sudah tutup buku.." kata ayah saya barusan lewat telepon. Ucapan itu ia katakan melihat kondisi negara yang sudah carut marut tidak jelas seperti sekarang ini. Bayangkan sebuah rumah yang penuh dengan ribuan tikus-tikus menggerogoti semua perabot, menghabiskan semua makanan dan menghancurkan rumah. Tidak akan ada rumah yang bisa bertahan dalam keadaan seperti itu. Ini sebuah analogi yang sangat menarik, karena kondisi negara kita memang sudah seperti itu akhir-akhir ini. Koruptor ada dimana-mana, dalam jenjang pemerintahan, perkantoran sampai perorangan. Orang tidak lagi peduli dengan sesamanya, dengan kondisi bangsanya sendiri. Mereka hanya peduli terhadap dirinya sendiri dan tanpa hati sanggup merugikan orang lain. Lembaga-lembaga pemerintahan tidak lagi malu untuk korupsi, mereka menunjukkan terang-terangan perbuatan mereka, dan lembaga-lembaga keadilan pun tidak berfungsi, malah ikut berpesta pora seperti tikus-tikus lainnya. Melihat keadaan seperti itulah maka ayah saya berkata bahwa seharusnya tidak ada negara yang bisa bertahan hidup di dalam situasi separah itu. "Tetapi lihatlah bahwa kita masih tetap bisa berusaha meski memilih untuk hidup benar." katanya. Dan itu pun memang benar. Secara logika tidak ada lagi harapan hidup di negara yang penuh tikus kelaparan, yang siap menghancurkan semuanya demi kepentingan mereka pribadi. Tetapi meski sulit, kita tetap bisa berjalan, bekerja dan berusaha. Kita tetap masih bisa hidup meski tidak ikut-ikutan menjadi tikus seperti para koruptor yang hati nuraninya sudah hilang entah kemana. Jelas, itu semua karena campur tangan Tuhan yang tetap melindungi umatNya, dan masih membuat negara ini bisa tetap berdiri lewat doa anak-anakNya. Kondisi tidak kondusif, tetapi kita masih baik-baik saja, itu adalah bukti nyata dari kebaikan Tuhan.
Seringkali kita hanya memperhatikan kesulitan sehingga lupa kepada kebaikan Tuhan. Kita terus mengeluh terhadap situasi sulit, hanya fokus pada itu dan lupa mengarahkan pandangan kepada Tuhan, melupakan segala kebaikan dan penyertaanNya yang sebenarnya masih bisa kita rasakan. Itulah yang disadari oleh Daud, raja Israel yang sama seperti kita juga, sama-sama manusia dengan pergumulan-pergumulannya sendiri. Meski terus menerus berada dalam situasi sulit, Daud tidak melupakan kebaikan Tuhan yang pernah ada dalam hidupnya, bahkan masih merasakannya meski sedang berada dalam situasi sulit. Mazmur 34 ia tulis bukan ketika ia sedang dalam keadaan baik. Tapi lihatlah apa yang ia katakan: "Kecaplah dan lihatlah, betapa baiknya TUHAN itu! Berbahagialah orang yang berlindung pada-Nya!" (Mazmur 34:8). Taste and see. Itu melibatkan dua panca indera yang bisa merasakan sesuatu secara nyata, bukan hanya sebatas wacana atau impian saja. Dan itu memang bisa kita pakai untuk merasakan betapa baiknya Tuhan itu. Sepanjang Mazmur 34 kita bisa melihat bagaimana mata Daud memandang kebaikan Tuhan. Disaat kita mencari Tuhan, Dia menjawab dan melepaskan dari ketakutan (ay 4), ketika kita berseru Dia mendengar dan menyelamatkan kita (ay 7,18), Tuhan berjanji tidak akan membiarkan orang-orang yang hormat kepadaNya berkekurangan (ay 10-11), Dia dekat dengan orang-orang yang patah hati dan remuk jiwanya (ay 19), Dia membebaskan jiwa hamba-hambaNya, dan membebaskan orang yang berlindung kepadaNya dari hukuman. (ay 23). Semua ini merupakan bukti kebaikan Tuhan yang begitu nyata yang seharusnya kita sadari walau dalam situasi atau kondisi apapun kita hari ini.
Kebaikan Tuhan seringkali menguap karena kita terlalu fokus terhadap permasalahan-permasalahan hidup, situasi, kondisi sekitar kita dan kesulitan-kesulitan yang kita dapati. Saatnya bagi kita untuk mengambil waktu sejenak, merenungkan, meresapi, mengecap dan merasakan kebaikan Tuhan yang sesungguhnya tetap ada menyertai kita dalam kondisi seperti apapun. Seperti apapun situasinya, percayalah bahwa Tuhan tidak akan meninggalkan anak-anakNya sendirian. Kebaikan dan kasih Tuhan itu nyata dalam segala kondisi. Kecap dan lihatlah, alamilah langsung kebaikan Tuhan.
Tuhan tetap ada dengan kasih dan kebaikanNya ditengah segala kondisi
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
=====================
"Kecaplah dan lihatlah, betapa baiknya TUHAN itu! Berbahagialah orang yang berlindung pada-Nya!"
"Seharusnya negara ini sudah tutup buku.." kata ayah saya barusan lewat telepon. Ucapan itu ia katakan melihat kondisi negara yang sudah carut marut tidak jelas seperti sekarang ini. Bayangkan sebuah rumah yang penuh dengan ribuan tikus-tikus menggerogoti semua perabot, menghabiskan semua makanan dan menghancurkan rumah. Tidak akan ada rumah yang bisa bertahan dalam keadaan seperti itu. Ini sebuah analogi yang sangat menarik, karena kondisi negara kita memang sudah seperti itu akhir-akhir ini. Koruptor ada dimana-mana, dalam jenjang pemerintahan, perkantoran sampai perorangan. Orang tidak lagi peduli dengan sesamanya, dengan kondisi bangsanya sendiri. Mereka hanya peduli terhadap dirinya sendiri dan tanpa hati sanggup merugikan orang lain. Lembaga-lembaga pemerintahan tidak lagi malu untuk korupsi, mereka menunjukkan terang-terangan perbuatan mereka, dan lembaga-lembaga keadilan pun tidak berfungsi, malah ikut berpesta pora seperti tikus-tikus lainnya. Melihat keadaan seperti itulah maka ayah saya berkata bahwa seharusnya tidak ada negara yang bisa bertahan hidup di dalam situasi separah itu. "Tetapi lihatlah bahwa kita masih tetap bisa berusaha meski memilih untuk hidup benar." katanya. Dan itu pun memang benar. Secara logika tidak ada lagi harapan hidup di negara yang penuh tikus kelaparan, yang siap menghancurkan semuanya demi kepentingan mereka pribadi. Tetapi meski sulit, kita tetap bisa berjalan, bekerja dan berusaha. Kita tetap masih bisa hidup meski tidak ikut-ikutan menjadi tikus seperti para koruptor yang hati nuraninya sudah hilang entah kemana. Jelas, itu semua karena campur tangan Tuhan yang tetap melindungi umatNya, dan masih membuat negara ini bisa tetap berdiri lewat doa anak-anakNya. Kondisi tidak kondusif, tetapi kita masih baik-baik saja, itu adalah bukti nyata dari kebaikan Tuhan.
Seringkali kita hanya memperhatikan kesulitan sehingga lupa kepada kebaikan Tuhan. Kita terus mengeluh terhadap situasi sulit, hanya fokus pada itu dan lupa mengarahkan pandangan kepada Tuhan, melupakan segala kebaikan dan penyertaanNya yang sebenarnya masih bisa kita rasakan. Itulah yang disadari oleh Daud, raja Israel yang sama seperti kita juga, sama-sama manusia dengan pergumulan-pergumulannya sendiri. Meski terus menerus berada dalam situasi sulit, Daud tidak melupakan kebaikan Tuhan yang pernah ada dalam hidupnya, bahkan masih merasakannya meski sedang berada dalam situasi sulit. Mazmur 34 ia tulis bukan ketika ia sedang dalam keadaan baik. Tapi lihatlah apa yang ia katakan: "Kecaplah dan lihatlah, betapa baiknya TUHAN itu! Berbahagialah orang yang berlindung pada-Nya!" (Mazmur 34:8). Taste and see. Itu melibatkan dua panca indera yang bisa merasakan sesuatu secara nyata, bukan hanya sebatas wacana atau impian saja. Dan itu memang bisa kita pakai untuk merasakan betapa baiknya Tuhan itu. Sepanjang Mazmur 34 kita bisa melihat bagaimana mata Daud memandang kebaikan Tuhan. Disaat kita mencari Tuhan, Dia menjawab dan melepaskan dari ketakutan (ay 4), ketika kita berseru Dia mendengar dan menyelamatkan kita (ay 7,18), Tuhan berjanji tidak akan membiarkan orang-orang yang hormat kepadaNya berkekurangan (ay 10-11), Dia dekat dengan orang-orang yang patah hati dan remuk jiwanya (ay 19), Dia membebaskan jiwa hamba-hambaNya, dan membebaskan orang yang berlindung kepadaNya dari hukuman. (ay 23). Semua ini merupakan bukti kebaikan Tuhan yang begitu nyata yang seharusnya kita sadari walau dalam situasi atau kondisi apapun kita hari ini.
Kebaikan Tuhan seringkali menguap karena kita terlalu fokus terhadap permasalahan-permasalahan hidup, situasi, kondisi sekitar kita dan kesulitan-kesulitan yang kita dapati. Saatnya bagi kita untuk mengambil waktu sejenak, merenungkan, meresapi, mengecap dan merasakan kebaikan Tuhan yang sesungguhnya tetap ada menyertai kita dalam kondisi seperti apapun. Seperti apapun situasinya, percayalah bahwa Tuhan tidak akan meninggalkan anak-anakNya sendirian. Kebaikan dan kasih Tuhan itu nyata dalam segala kondisi. Kecap dan lihatlah, alamilah langsung kebaikan Tuhan.
Tuhan tetap ada dengan kasih dan kebaikanNya ditengah segala kondisi
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Wednesday, June 15, 2011
Penghalang Pandangan
Ayat bacaan: Lukas 24:16
====================
"Tetapi ada sesuatu yang menghalangi mata mereka, sehingga mereka tidak dapat mengenal Dia."
Ada satu pengalaman saya dalam meliput sebuah event yang terasa sangat mengesalkan tetapi sekaligus lucu untuk diingat. Pada waktu itu panitia ternyata tidak menyediakan ruang pers dimana saya dan rekan-rekan kerja bisa duduk menulis liputan. Bahkan mencari colokan kabel untuk laptop pun susahnya bukan main. Setelah berkeliling di seputaran lokasi yang sangat luas, akhirnya kami pun menemukan sebuah pos satpam yang masih ditutupi seng. Disana ada colokan yang ada aliran listriknya. Maka disanalah kami kemudian bermarkas sepanjang acara, dengan kondisi tidak bisa melihat apa-apa karena sekelilingnya tertutup seng. Lebih dari 12 jam kami berada disana tanpa melihat apapun selain selembar seng tepat di depan mata kami. Beberapa kali saya dan rekan-rekan tertawa jika mengingat kejadian itu. Acara tepat ada di depan mata, suara jelas terdengar, tetapi kami tidak bisa melihat apapun karena pandangan kami terhalang oleh selembar seng tipis saja.
Pandangan bisa terhalang ketika ada sekat yang menutupi jarak pandang kita. Bukan saja dalam kehidupan nyata secara fisik itu bisa kita alami, tetapi secara spiritual kita pun bisa mengalami hal yang sama. Kita tahu Tuhan ada, tetapi kita tidak mampu melihat sosok Tuhan dan kasih serta kebaikanNya secara benar. Ada sesuatu yang menghalangi pandangan iman kita sehingga kita pun lalu ragu bahkan hidup bagai tanpa semangat dan harapan. Dan penghalang itu tidak selalu harus sesuatu yang besar. Hal yang sangat kecil sekalipun jika tidak hati-hati bisa menutup pandangan kita dari Tuhan. Sebuah kisah penampakan Yesus setelah kematianNya di atas kayu salib berikut menggambarkan hal itu.
Belum lama. Baru saja tiga hari Yesus meninggalkan mereka. Itu waktu yang amat sangat singkat bukan? Bayangkan jika orang tua anda keluar kota selama tiga hari, apakah anda akan lupa kepada wajah mereka? Rasanya tidak mungkin kita tidak mengenal Sosok yang sudah sekian lama bersama-sama dengan kita yang baru beberapa hari meninggalkan kita. Tapi itulah yang terjadi. Pada suatu hari dua murid Yesus sedang berjalan menuju sebuah kampung yang letaknya kurang lebih 11 kilometer dari Yerusalem. Mereka sibuk membicarakan dan membahas apa yang terjadi. Saya yakin pada saat itu mereka sedang bingung, kalut, mungkin cemas, putus asa dan tidak tahu harus berbuat apa setelah mendengar berita simpang siur mengenai hilangnya mayat Yesus dari kubur. Mereka tidak tahu apa yang terjadi sebenarnya, apakah diculik, atau bangkit seperti kesaksian beberapa perempuan yang bertemu dengan malaikat penyampai kabar itu. Mereka mungkin kehilangan harapan, kecewa dan sedih, bahkan mungkin ketakutan. Dan Alkitab mencatat sesuatu yang menarik setelahnya. "Ketika mereka sedang bercakap-cakap dan bertukar pikiran, datanglah Yesus sendiri mendekati mereka, lalu berjalan bersama-sama dengan mereka." (Lukas 24:15). Yesus muncul tepat disamping mereka! Harusnya mereka tersentak kaget, bersorak dan menyambut Yesus dengan sangat gembira. Tapi itukah yang terjadi? Ternyata bukan. Yang terjadi adalah mereka ternyata tidak mengenal Yesus. Mengapa bisa demikian? Alkitab memberikan alasannya. "Tetapi ada sesuatu yang menghalangi mata mereka, sehingga mereka tidak dapat mengenal Dia." (ay 16). Ada sesuatu yang menghalangi mata mereka, demikian kata Alkitab, sehingga mereka tidak mengenal Yesus. Ada awan tebal dan gelap yang menutupi pandangan mereka sehingga mereka tidak bisa melihat Terang. Mereka belum juga sadar bahkan ketika Yesus sudah menegur mereka dan menjelaskan nubuatan-nubuatan yang tertulis tentang Dia dalam kitab nabi-nabi. (ay 25-27). Sampai disitu mereka masih belum mengenal Yesus. Baru ketika mereka tiba di kampung dan Yesus mengambil roti dan memecah-mecahkan sambil mengucap berkatlah mereka menyadari bahwa orang yang berjalan bersama mereka sejak tadi ternyata Yesus. Bayangkan dalam perjalanan 11 kilometer panjangnya mereka tidak kunjung menyadari bahwa Yesus yang mereka perbincangkan ternyata ada ditengah-tengah mereka. Kebingungan, keraguan, kekecewaan, kesedihan, atau ketakutan menutupi pandangan mereka, membuat mereka tidak mengenali Yesus, meski Yesus berada tepat bersama mereka.
Ketika kita bergumul dengan berbagai permasalahan kehidupan, tekanan, masalah, pergumulan atau beban-beban, kita pun bisa mengalami hal yang sama seperti murid-murid Yesus di atas. Kita tidak lagi mendengar atau mengenali tuhan lagi. Kita lupa seperti apa kasih dan kebaikan Tuhan, kita mulai meragukan itu semua bahkan meragukan keberadaanNya di tengah-tengah kita. Ketika jalan yang kita lalui begitu banyak liku-likunya, kita pun tidak lagi percaya bahwa Tuhan telah menyediakan segala kebaikan di ujung jalan itu. Lalu kita putus asa, kehilangan harapan, dan mulai menuduh Tuhan tidak menepati janji, malah bisa jadi, kita kemudian jatuh ke dalam berbagai alternatif yang menyesatkan dan membinasakan. Padahal kesalahan bukanlah di pihak Tuhan. Masalah ada pada fokus kita terhadap beban penderitaan yang terlalu besar yang menutupi pandangan kita sehingga kita tidak lagi mengenal Dia. Bahkan setelah mendengar firman Tuhan sekalipun, orang-orang yang fokus sepenuhnya hanya kepada permasalahan dan beban berat tidak lagi bisa merasakan apapun, sebab awan tebal itu telah terlanjur menutupi hati mereka.
Tuhan sudah berjanji tidak akan pernah meninggalkan kita seperti yang bisa kita baca dalam Yosua 1:5: "...seperti Aku menyertai Musa, demikianlah Aku akan menyertai engkau; Aku tidak akan membiarkan engkau dan tidak akan meninggalkan engkau", dan Tuhan akan selalu setia akan janjiNya. Ketika Dia berkata "Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu" (Matius 11:28), Dia pun pasti akan teguh dengan janjiNya. Kita harus memastikan betul bahwa fokus pandangan kita dalam memandang ke depan bebas dari segala sekat yang merintangi atau membatasinya. Agar bisa tetap melihat dan mengenal Tuhan kita harus memiliki pandangan yang bersih dari segala hambatan yang menutupi pandangan kita. Singkirkan semua awan kelabu, dan miliki pandangan jernih tentang janji Allah.
Jangan biarkan hal-hal negatif menghalangi pandangan anda untuk melihat kebaikan dan kasih Tuhan
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
====================
"Tetapi ada sesuatu yang menghalangi mata mereka, sehingga mereka tidak dapat mengenal Dia."
Ada satu pengalaman saya dalam meliput sebuah event yang terasa sangat mengesalkan tetapi sekaligus lucu untuk diingat. Pada waktu itu panitia ternyata tidak menyediakan ruang pers dimana saya dan rekan-rekan kerja bisa duduk menulis liputan. Bahkan mencari colokan kabel untuk laptop pun susahnya bukan main. Setelah berkeliling di seputaran lokasi yang sangat luas, akhirnya kami pun menemukan sebuah pos satpam yang masih ditutupi seng. Disana ada colokan yang ada aliran listriknya. Maka disanalah kami kemudian bermarkas sepanjang acara, dengan kondisi tidak bisa melihat apa-apa karena sekelilingnya tertutup seng. Lebih dari 12 jam kami berada disana tanpa melihat apapun selain selembar seng tepat di depan mata kami. Beberapa kali saya dan rekan-rekan tertawa jika mengingat kejadian itu. Acara tepat ada di depan mata, suara jelas terdengar, tetapi kami tidak bisa melihat apapun karena pandangan kami terhalang oleh selembar seng tipis saja.
Pandangan bisa terhalang ketika ada sekat yang menutupi jarak pandang kita. Bukan saja dalam kehidupan nyata secara fisik itu bisa kita alami, tetapi secara spiritual kita pun bisa mengalami hal yang sama. Kita tahu Tuhan ada, tetapi kita tidak mampu melihat sosok Tuhan dan kasih serta kebaikanNya secara benar. Ada sesuatu yang menghalangi pandangan iman kita sehingga kita pun lalu ragu bahkan hidup bagai tanpa semangat dan harapan. Dan penghalang itu tidak selalu harus sesuatu yang besar. Hal yang sangat kecil sekalipun jika tidak hati-hati bisa menutup pandangan kita dari Tuhan. Sebuah kisah penampakan Yesus setelah kematianNya di atas kayu salib berikut menggambarkan hal itu.
Belum lama. Baru saja tiga hari Yesus meninggalkan mereka. Itu waktu yang amat sangat singkat bukan? Bayangkan jika orang tua anda keluar kota selama tiga hari, apakah anda akan lupa kepada wajah mereka? Rasanya tidak mungkin kita tidak mengenal Sosok yang sudah sekian lama bersama-sama dengan kita yang baru beberapa hari meninggalkan kita. Tapi itulah yang terjadi. Pada suatu hari dua murid Yesus sedang berjalan menuju sebuah kampung yang letaknya kurang lebih 11 kilometer dari Yerusalem. Mereka sibuk membicarakan dan membahas apa yang terjadi. Saya yakin pada saat itu mereka sedang bingung, kalut, mungkin cemas, putus asa dan tidak tahu harus berbuat apa setelah mendengar berita simpang siur mengenai hilangnya mayat Yesus dari kubur. Mereka tidak tahu apa yang terjadi sebenarnya, apakah diculik, atau bangkit seperti kesaksian beberapa perempuan yang bertemu dengan malaikat penyampai kabar itu. Mereka mungkin kehilangan harapan, kecewa dan sedih, bahkan mungkin ketakutan. Dan Alkitab mencatat sesuatu yang menarik setelahnya. "Ketika mereka sedang bercakap-cakap dan bertukar pikiran, datanglah Yesus sendiri mendekati mereka, lalu berjalan bersama-sama dengan mereka." (Lukas 24:15). Yesus muncul tepat disamping mereka! Harusnya mereka tersentak kaget, bersorak dan menyambut Yesus dengan sangat gembira. Tapi itukah yang terjadi? Ternyata bukan. Yang terjadi adalah mereka ternyata tidak mengenal Yesus. Mengapa bisa demikian? Alkitab memberikan alasannya. "Tetapi ada sesuatu yang menghalangi mata mereka, sehingga mereka tidak dapat mengenal Dia." (ay 16). Ada sesuatu yang menghalangi mata mereka, demikian kata Alkitab, sehingga mereka tidak mengenal Yesus. Ada awan tebal dan gelap yang menutupi pandangan mereka sehingga mereka tidak bisa melihat Terang. Mereka belum juga sadar bahkan ketika Yesus sudah menegur mereka dan menjelaskan nubuatan-nubuatan yang tertulis tentang Dia dalam kitab nabi-nabi. (ay 25-27). Sampai disitu mereka masih belum mengenal Yesus. Baru ketika mereka tiba di kampung dan Yesus mengambil roti dan memecah-mecahkan sambil mengucap berkatlah mereka menyadari bahwa orang yang berjalan bersama mereka sejak tadi ternyata Yesus. Bayangkan dalam perjalanan 11 kilometer panjangnya mereka tidak kunjung menyadari bahwa Yesus yang mereka perbincangkan ternyata ada ditengah-tengah mereka. Kebingungan, keraguan, kekecewaan, kesedihan, atau ketakutan menutupi pandangan mereka, membuat mereka tidak mengenali Yesus, meski Yesus berada tepat bersama mereka.
Ketika kita bergumul dengan berbagai permasalahan kehidupan, tekanan, masalah, pergumulan atau beban-beban, kita pun bisa mengalami hal yang sama seperti murid-murid Yesus di atas. Kita tidak lagi mendengar atau mengenali tuhan lagi. Kita lupa seperti apa kasih dan kebaikan Tuhan, kita mulai meragukan itu semua bahkan meragukan keberadaanNya di tengah-tengah kita. Ketika jalan yang kita lalui begitu banyak liku-likunya, kita pun tidak lagi percaya bahwa Tuhan telah menyediakan segala kebaikan di ujung jalan itu. Lalu kita putus asa, kehilangan harapan, dan mulai menuduh Tuhan tidak menepati janji, malah bisa jadi, kita kemudian jatuh ke dalam berbagai alternatif yang menyesatkan dan membinasakan. Padahal kesalahan bukanlah di pihak Tuhan. Masalah ada pada fokus kita terhadap beban penderitaan yang terlalu besar yang menutupi pandangan kita sehingga kita tidak lagi mengenal Dia. Bahkan setelah mendengar firman Tuhan sekalipun, orang-orang yang fokus sepenuhnya hanya kepada permasalahan dan beban berat tidak lagi bisa merasakan apapun, sebab awan tebal itu telah terlanjur menutupi hati mereka.
Tuhan sudah berjanji tidak akan pernah meninggalkan kita seperti yang bisa kita baca dalam Yosua 1:5: "...seperti Aku menyertai Musa, demikianlah Aku akan menyertai engkau; Aku tidak akan membiarkan engkau dan tidak akan meninggalkan engkau", dan Tuhan akan selalu setia akan janjiNya. Ketika Dia berkata "Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu" (Matius 11:28), Dia pun pasti akan teguh dengan janjiNya. Kita harus memastikan betul bahwa fokus pandangan kita dalam memandang ke depan bebas dari segala sekat yang merintangi atau membatasinya. Agar bisa tetap melihat dan mengenal Tuhan kita harus memiliki pandangan yang bersih dari segala hambatan yang menutupi pandangan kita. Singkirkan semua awan kelabu, dan miliki pandangan jernih tentang janji Allah.
Jangan biarkan hal-hal negatif menghalangi pandangan anda untuk melihat kebaikan dan kasih Tuhan
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Tuesday, June 14, 2011
Sibuk
Ayat bacaan: Hagai 1:9b
===================
"Oleh karena rumah-Ku yang tetap menjadi reruntuhan, sedang kamu masing-masing sibuk dengan urusan rumahnya sendiri."
Manusia semakin lama semakin melupakan keramahan, toleransi dan kepedulian. Seorang kakek lanjut usia pernah bercerita kepada saya bagaimana ia menyaksikan sendiri degradasi moral semakin parah dari masa ke masa. Dahulu orang saling sapa ketika berpapasan meski tidak saling kenal, sekarang orang menjadi egois dan tidak peduli lagi terhadap orang lain. Jalan raya mungkin bisa menjadi saksi bisu dari hal ini, dimana orang berkendara tanpa peduli sekelilingnya. Mereka terus menyalip, memotong seenaknya, saling serobot tanpa mempedulikan sesama pengguna jalan. Biar saja, terserah saya, yang penting saya cepat sampai di tujuan. Itulah yang terjadi hari ini. Semakin sulitnya dunia membuat manusia bertambah sibuk pula. Kerja, kerja dan kerja. Berkejar-kejaran dengan waktu hingga lupa kepada hal-hal lainnya. Keluarga diabaikan, teman-teman tidak lagi penting, dan yang paling mengenaskan, waktu-waktu bersama Tuhan pun dilupakan, atau setidaknya dinomor duakan. Tuhan hanya dijumpai jika ada waktu, kalau lagi sibuk nanti saja kapan-kapan. Tuhan bukan lagi yang utama melainkan melorot ke posisi kesekian dalam daftar prioritas manusia. Beribadah ke gereja? Itu dianggap membuang-buang waktu yang seharusnya bisa dipergunakan untuk mengejar pekerjaan. Ironisnya, ketika masalah melanda, Tuhan pula yang kemudian dipersalahkan. Kita terus berusaha meningkatkan taraf hidup kita tanpa melibatkan Tuhan lagi.
Dahulu pada zaman Hagai kisah serupa pun pernah terjadi. Pada masa itu dikatakan bahwa bangsa Israel terlalu sibuk mengurusi urusannya masing-masing sehingga membiarkan rumah Tuhan terbengkalai tidak terurus. Mereka terlalu sibuk untuk mempercantik rumah sendiri, hingga rumah Tuhan yang sudah menjadi reruntuhan pun tidak lagi mereka pedulikan. Tuhan pun menegur mereka lewat Hagai. "Apakah sudah tiba waktunya bagi kamu untuk mendiami rumah-rumahmu yang dipapani dengan baik, sedang Rumah ini tetap menjadi reruntuhan?" (Hagai 1:4). Tuhan menegur bangsa Israel dengan mencela secara langsung sikap mereka ini. "Oleh karena rumah-Ku yang tetap menjadi reruntuhan, sedang kamu masing-masing sibuk dengan urusan rumahnya sendiri." (ay 9b). Tuhan tersinggung dan kecewa dengan sikap seperti ini, sehingga tidak heran jika bangsa Israel pada waktu itu tidak diberkati lewat pekerjaan mereka bahkan terus mengalami kerugian. "Kamu menabur banyak, tetapi membawa pulang hasil sedikit; kamu makan, tetapi tidak sampai kenyang; kamu minum, tetapi tidak sampai puas; kamu berpakaian, tetapi badanmu tidak sampai panas; dan orang yang bekerja untuk upah, ia bekerja untuk upah yang ditaruh dalam pundi-pundi yang berlobang! Kamu mengharapkan banyak, tetapi hasilnya sedikit, dan ketika kamu membawanya ke rumah, Aku menghembuskannya." (ay 6, 9a). Adalah wajar jika Tuhan kecewa dan menegur mereka. Bukankah kebaikan dan kesabaran Tuhan telah menyertai mereka sejak dahulu? Tuhan bukanlah gila perhatian, tetapi Tuhan mau mereka mengerti betul mengenai kasih Tuhan, kebaikan dan kesabaranNya, kesetiaanNya. Tuhan mau mereka bisa menghargai sepenuhnya segala berkat-berkat yang telah Dia alirkan ke tengah-tengah mereka.
Kita begitu sibuk bekerja, berjuang hidup, sehingga kita sering melewatkan waktu-waktu kita untuk mendatangi dan berdiam di hadiratNya. Ada yang bahkan sering terlalu sibuk melayani, tetapi melupakan saat dimana kita duduk berdiam di kakiNya dan merasakan betapa Tuhan begitu dekat dan begitu mengasihi kita. Dalam Perjanjian Baru kita menemukan pula sebuah kisah ketika Yesus berkunjung ke rumah Marta dan Maria. Kunjungan seistimewa ini membuat kedua wanita ini mengambil sikap yang berbeda. Marta sibuk melayani, sedang Maria memilih untuk terus duduk diam di dekat kaki Tuhan dan terus mendengarkan perkataanNya. Marta kemudian mengeluh karena ia melayani sendirian dan meminta Yesus mengingatkan Maria untuk membantunya. Tapi Yesus menjawab: "Marta, Marta, engkau kuatir dan menyusahkan diri dengan banyak perkara,tetapi hanya satu saja yang perlu: Maria telah memilih bagian yang terbaik, yang tidak akan diambil dari padanya." (Lukas 10:41-42). Terlalu sibuk bekerja, bahkan terlalu sibuk melayani bisa membuat kita lupa untuk memilih yang terbaik, yaitu duduk diam di kaki Tuhan, merasakan hadiratNya dan mendengar suaraNya. Lewat Hagai Tuhan menegur agar kita tidak hidup untuk diri sendiri saja, mementingkan diri kita saja, tetapi harus pula memperhatikan rumah Tuhan juga sebagai tanda kasih dan hormat kita kepadaNya. Dalam kisah Yesus bersama Marta dan Maria kita pun bisa melihat bahwa terlalu sibuk bekerja dan melayani meski tujuannya baik pun tidaklah benar jika itu membuat kita jauh dari Tuhan, melupakan dan menomorduakan Dia dalam kehidupan kita sehari-hari.
Jika demikian, adalah penting bagi kita untuk menarik rem sejenak dari kesibukan kita, pekerjaan bahkan pelayanan. Ada saat-saat dimana kita harus berhati-hati agar jangan sampai kesibukan kita membuat hal-hal penting lainnya dalam keseharian kita. Mengurus keluarga, membagi waktu buat istri/suami dan anak-anak serta keluarga lainnya, bersosialisasi dengan tetangga dan teman-teman, kesehatan kita terutama hubungan kita dengan Tuhan. Tidaklah salah jika kita bekerja dengan keras dan serius karena itu memang merupakan keinginan Tuhan atas diri kita, tetapi perhatikan baik-baik agar jangan semua itu merebut hubungan kita dengan sesama terutama dengan Tuhan. Jika anda termasuk orang yang super sibuk seperti saya, ini saatnya bagi kita untuk bersama-sama menelaah kembali sejauh mana kita sudah mengendalikan kesibukan tanpa harus mengorbankan hal-hal penting lainnya. Lihatlah ke sekitar anda, ada keluarga yang tetap butuh perhatian dan kasih sayang, dan ada Tuhan yang tengah menanti anda untuk datang kepadaNya untuk menyatakan kasih kepadaNya.
Kendalikan kesibukan, jangan sampai semua itu mengorbankan keluarga dan Tuhan
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
===================
"Oleh karena rumah-Ku yang tetap menjadi reruntuhan, sedang kamu masing-masing sibuk dengan urusan rumahnya sendiri."
Manusia semakin lama semakin melupakan keramahan, toleransi dan kepedulian. Seorang kakek lanjut usia pernah bercerita kepada saya bagaimana ia menyaksikan sendiri degradasi moral semakin parah dari masa ke masa. Dahulu orang saling sapa ketika berpapasan meski tidak saling kenal, sekarang orang menjadi egois dan tidak peduli lagi terhadap orang lain. Jalan raya mungkin bisa menjadi saksi bisu dari hal ini, dimana orang berkendara tanpa peduli sekelilingnya. Mereka terus menyalip, memotong seenaknya, saling serobot tanpa mempedulikan sesama pengguna jalan. Biar saja, terserah saya, yang penting saya cepat sampai di tujuan. Itulah yang terjadi hari ini. Semakin sulitnya dunia membuat manusia bertambah sibuk pula. Kerja, kerja dan kerja. Berkejar-kejaran dengan waktu hingga lupa kepada hal-hal lainnya. Keluarga diabaikan, teman-teman tidak lagi penting, dan yang paling mengenaskan, waktu-waktu bersama Tuhan pun dilupakan, atau setidaknya dinomor duakan. Tuhan hanya dijumpai jika ada waktu, kalau lagi sibuk nanti saja kapan-kapan. Tuhan bukan lagi yang utama melainkan melorot ke posisi kesekian dalam daftar prioritas manusia. Beribadah ke gereja? Itu dianggap membuang-buang waktu yang seharusnya bisa dipergunakan untuk mengejar pekerjaan. Ironisnya, ketika masalah melanda, Tuhan pula yang kemudian dipersalahkan. Kita terus berusaha meningkatkan taraf hidup kita tanpa melibatkan Tuhan lagi.
Dahulu pada zaman Hagai kisah serupa pun pernah terjadi. Pada masa itu dikatakan bahwa bangsa Israel terlalu sibuk mengurusi urusannya masing-masing sehingga membiarkan rumah Tuhan terbengkalai tidak terurus. Mereka terlalu sibuk untuk mempercantik rumah sendiri, hingga rumah Tuhan yang sudah menjadi reruntuhan pun tidak lagi mereka pedulikan. Tuhan pun menegur mereka lewat Hagai. "Apakah sudah tiba waktunya bagi kamu untuk mendiami rumah-rumahmu yang dipapani dengan baik, sedang Rumah ini tetap menjadi reruntuhan?" (Hagai 1:4). Tuhan menegur bangsa Israel dengan mencela secara langsung sikap mereka ini. "Oleh karena rumah-Ku yang tetap menjadi reruntuhan, sedang kamu masing-masing sibuk dengan urusan rumahnya sendiri." (ay 9b). Tuhan tersinggung dan kecewa dengan sikap seperti ini, sehingga tidak heran jika bangsa Israel pada waktu itu tidak diberkati lewat pekerjaan mereka bahkan terus mengalami kerugian. "Kamu menabur banyak, tetapi membawa pulang hasil sedikit; kamu makan, tetapi tidak sampai kenyang; kamu minum, tetapi tidak sampai puas; kamu berpakaian, tetapi badanmu tidak sampai panas; dan orang yang bekerja untuk upah, ia bekerja untuk upah yang ditaruh dalam pundi-pundi yang berlobang! Kamu mengharapkan banyak, tetapi hasilnya sedikit, dan ketika kamu membawanya ke rumah, Aku menghembuskannya." (ay 6, 9a). Adalah wajar jika Tuhan kecewa dan menegur mereka. Bukankah kebaikan dan kesabaran Tuhan telah menyertai mereka sejak dahulu? Tuhan bukanlah gila perhatian, tetapi Tuhan mau mereka mengerti betul mengenai kasih Tuhan, kebaikan dan kesabaranNya, kesetiaanNya. Tuhan mau mereka bisa menghargai sepenuhnya segala berkat-berkat yang telah Dia alirkan ke tengah-tengah mereka.
Kita begitu sibuk bekerja, berjuang hidup, sehingga kita sering melewatkan waktu-waktu kita untuk mendatangi dan berdiam di hadiratNya. Ada yang bahkan sering terlalu sibuk melayani, tetapi melupakan saat dimana kita duduk berdiam di kakiNya dan merasakan betapa Tuhan begitu dekat dan begitu mengasihi kita. Dalam Perjanjian Baru kita menemukan pula sebuah kisah ketika Yesus berkunjung ke rumah Marta dan Maria. Kunjungan seistimewa ini membuat kedua wanita ini mengambil sikap yang berbeda. Marta sibuk melayani, sedang Maria memilih untuk terus duduk diam di dekat kaki Tuhan dan terus mendengarkan perkataanNya. Marta kemudian mengeluh karena ia melayani sendirian dan meminta Yesus mengingatkan Maria untuk membantunya. Tapi Yesus menjawab: "Marta, Marta, engkau kuatir dan menyusahkan diri dengan banyak perkara,tetapi hanya satu saja yang perlu: Maria telah memilih bagian yang terbaik, yang tidak akan diambil dari padanya." (Lukas 10:41-42). Terlalu sibuk bekerja, bahkan terlalu sibuk melayani bisa membuat kita lupa untuk memilih yang terbaik, yaitu duduk diam di kaki Tuhan, merasakan hadiratNya dan mendengar suaraNya. Lewat Hagai Tuhan menegur agar kita tidak hidup untuk diri sendiri saja, mementingkan diri kita saja, tetapi harus pula memperhatikan rumah Tuhan juga sebagai tanda kasih dan hormat kita kepadaNya. Dalam kisah Yesus bersama Marta dan Maria kita pun bisa melihat bahwa terlalu sibuk bekerja dan melayani meski tujuannya baik pun tidaklah benar jika itu membuat kita jauh dari Tuhan, melupakan dan menomorduakan Dia dalam kehidupan kita sehari-hari.
Jika demikian, adalah penting bagi kita untuk menarik rem sejenak dari kesibukan kita, pekerjaan bahkan pelayanan. Ada saat-saat dimana kita harus berhati-hati agar jangan sampai kesibukan kita membuat hal-hal penting lainnya dalam keseharian kita. Mengurus keluarga, membagi waktu buat istri/suami dan anak-anak serta keluarga lainnya, bersosialisasi dengan tetangga dan teman-teman, kesehatan kita terutama hubungan kita dengan Tuhan. Tidaklah salah jika kita bekerja dengan keras dan serius karena itu memang merupakan keinginan Tuhan atas diri kita, tetapi perhatikan baik-baik agar jangan semua itu merebut hubungan kita dengan sesama terutama dengan Tuhan. Jika anda termasuk orang yang super sibuk seperti saya, ini saatnya bagi kita untuk bersama-sama menelaah kembali sejauh mana kita sudah mengendalikan kesibukan tanpa harus mengorbankan hal-hal penting lainnya. Lihatlah ke sekitar anda, ada keluarga yang tetap butuh perhatian dan kasih sayang, dan ada Tuhan yang tengah menanti anda untuk datang kepadaNya untuk menyatakan kasih kepadaNya.
Kendalikan kesibukan, jangan sampai semua itu mengorbankan keluarga dan Tuhan
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Subscribe to:
Posts (Atom)
Menjadi Anggur Yang Baik (1)
Ayat bacaan: Yohanes 2:9 ===================== "Setelah pemimpin pesta itu mengecap air, yang telah menjadi anggur itu--dan ia tidak t...
-
Ayat bacaan: Ibrani 10:24-25 ====================== "Dan marilah kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih ...
-
Ayat bacaan: Ibrani 10:24 ===================== "Dan marilah kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih dan ...
-
Ayat bacaan: Mazmur 23:4 ====================== "Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau...