Ayat bacaan: Yeremia 17:7
=================
"Diberkatilah orang yang mengandalkan TUHAN, yang menaruh harapannya pada TUHAN!"
Anda tentu mengenal tokoh superhero rekaan Marvel Comics yang bernama Hulk. Mahluk raksasa dengan otot-otot seperti bongkahan batu ini akan timbul di saat Dr Bruce Banner, seorang ilmuwan mulai emosi. Fiksinya, Bruce mengalami itu karena terkena sinar gamma yang ia ciptakan sendiri secara tidak sengaja. Jika anda menonton versi perdana serial televisinya di tahun 70an maka anda akan mendapatkan sebuah prelude atau kisah pembuka awal sebelum Hulk ini terbentuk. Disana digambarkan seorang ibu yang panik melihat anaknya terperangkap di dalam mobil yang terguling lalu tiba-tiba mendapat kekuatan besar di luar batas kemampuannya dalam kepanikan. Ia bisa menggulingkan mobil untuk kembali tegak agar anaknya bisa keluar. Apakah ini mungkin terjadi? Jawabannya mungkin. Kita sering terkaget-kaget ketika kita bisa melakukan sesuatu di luar dugaan pada saat terdesak. Adik ipar saya pernah mengalami hal ini ketika ia berusia 5 tahun. Pada saat itu secara tidak sengaja api menyala dengan besarnya disekitar kompor, dan ia tengah berada berdua dengan kakaknya. Kedua orang tuanya sedang tidak dirumah. Ditengah kepanikannya melihat api yang besar, entah dari mana kekuatannya datang, tetapi ia sanggup mengangkat seember penuh air untuk menyiram api itu, dan itu ia lakukan berkali-kali. Anak perempuan kecil berusia 5 tahun sanggup mengangkat seember penuh air, itu secara normal tidak mungkin. Tetapi kekuatan super itu bisa terjadi pada manusia ketika berada dalam keadaan terdesak. Berbagai penelitian yang dilakukan para ahli pun menyimpulkan hal yang sama. Itulah yang menjadi adegan pembuka serial televisi Hulk 32 tahun yang lalu ketika Dr Bruce Banner melakukan penelitian akan hal ini.
Jika secara nyata manusia bisa mengeluarkan sesuatu yang diluar batas kemampuannya ketika berada dalam keadaan terdesak, bayangkanlah apabila anda berjalan bersama Tuhan yang punya kuasa dan kekuatan tidak terbatas. Mempergunakan kuasa dan kekuatan Tuhan memampukan kita untuk melakukan banyak hal yang mengejutkan, yang bahkan tidak kita duga sebelumnya. Kekuatan disini tidak harus diartikan secara harafiah seperti mampu mengangkat beban sangat berat melainkan secara umum. Misalnya? Sukses meski pendidikan kita rendah, melakukan terobosan-terobosan hebat dalam keterbatasan kemampuan kita sebagai manusia, atau sembuh dari penyakit yang sudah divonis tidak akan bisa sembuh lagi. Berbagai pertolongan Tuhan berupa mukjizat yang ajaib bisa terjadi, dan itu bisa menjadi bagian kita apabila kita mengandalkan kekuatanNya lebih dari apapun.
Mari kita lihat satu contoh bagaimana kuasa yang diberikan Tuhan secara langsung kepada anak-anakNya berikut ini. "Sesungguhnya Aku telah memberikan kuasa kepada kamu untuk menginjak ular dan kalajengking dan kuasa untuk menahan kekuatan musuh, sehingga tidak ada yang akan membahayakan kamu." (lukas 10:19). Kata kuasa dalam ayat ini dalam bahasa Inggrisnya dirinci lebih jauh dengan "physical and mental strength and ability". Tuhan memampukan kita untuk mampu mengatasi berbagai masalah dalam hidup ini bahkan mengalahkan roh-roh jahat. Ini akan memberi perbedaan nyata antara berjalan mengandalkan diri sendiri dan mengandalkan Tuhan.
Kita juga bisa melihat kunci kemenangan Daud dalam menghadapi peperangan. Daud tahu bahwa mengandalkan manusia itu adalah sia-sia belaka. Ia berkata "Berikanlah kepada kami pertolongan terhadap lawan, sebab sia-sia penyelamatan dari manusia. Dengan Allah akan kita lakukan perbuatan-perbuatan gagah perkasa, sebab Ia sendiri akan menginjak-injak para lawan kita." (Mazmur 60:13-14). Itu bentuk gaya hidup Daud yang ternyata berkenan bagi Tuhan. Dan ketika ia berperang, ia selalu memperoleh kemenangan. Bukan karena kehebatannya, tapi Alkitab jelas berkata karena Tuhan. "TUHAN memberi kemenangan kepada Daud ke manapun ia pergi berperang." (2 Samuel 8:6b,14b). Bukan kehebatan Daud, tetapi Tuhanlah yang memberinya kemenangan. Itu yang terjadi apabila kita mengandalkan Tuhan lebih dari segalanya.
(bersambung)
Friday, September 30, 2011
Thursday, September 29, 2011
Crazy Little Thing Called Love (2)
(sambungan)
Ada sebuah ayat yang sangat menarik dalam 1 Korintus 13:8. Disana disebutkan "Kasih tidak berkesudahan." Dalam versi English Amplified bunyinya terdengar jauh lebih indah. "Love never fails". Cinta tidak pernah gagal. Ini adalah sebuah pernyataan yang sungguh kuat tentang kasih. Kasih tidak akan pernah gagal untuk membuat perubahan-perubahan dalam kehidupan kita menuju ke arah yang lebih baik. Saya sering menyatakan ini, seandainya alkitab diperas habis, maka inti sari yang akan kita peroleh adalah kasih. Semua bermuara kepada kasih. Ini pula yang menjadi dua hukum yang terutama yang diberikan Yesus sendiri. "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Itulah hukum yang terutama dan yang pertama. Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Pada kedua hukum inilah tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi." (Matius 22:37-40).
Sekarang pikirkanlah ini. Apabila Allah mengasihi kita sebegitu besar, bukankah kita pun harus mengasihi Tuhan kembali, dan harus pula bisa mengaplikasikan kasih yang sama kepada sesama? Bukankah itu bunyi hukum yang terutama dimana seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi tercakup di dalamnya seperti yang dikatakan oleh Yesus sendiri? Tidakkah keterlaluan jika kita malah mengisi hidup dengan banyak kebencian, iri hati, dengki, ketidakpedulian, kesombongan dan sebagainya? Alkitab sudah mengingatkan dengan keras: "Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih." (1 Yohanes 4:8). Dan itu benar, mengingat Allah sendiri mengasihi kita semua dengan kasih setiaNya yang melimpah dan sudah membuktikan itu semua. Kita bisa saja mengelak dan berkata bahwa kadar kasih dalam setiap orang itu berbeda-beda, tetapi perhatikan pula bahwa Alkitab sudah menyebutkan bahwa kita semua telah memiliki bentuk kasih yang seperti itu dalam hidup kita! Dalam Roma 5:5 dikatakan: "Dan pengharapan tidak mengecewakan, karena kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita." Dari ayat ini kita bisa membaca dengan jelas bahwa kasih Tuhan TELAH dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita. Bukan akan, bakal atau mudah-mudahan dicurahkan, tetapi SUDAH. Artinya, semua itu sebenarnya sudah kita miliki sepenuhnya lewat Roh Kudus. Tinggal kita yang memutuskan apakah kita mau berjalan dalam hidup ini dengan digerakkan oleh kasih atau kita masih terus berpusat pada kepentingan diri sendiri dan sulit untuk mengasihi dan bersyukur buat orang lain.
Kasih merupakan elemen terpenting yang seharusnya menjadi pola dasar kehidupan kekristenan. Ketika yang lain akan berakhir, tidak demikian halnya dengan kasih. Kasih punya kekuatan yang sangat besar, bahkan Tuhan sendiri bisa digerakkan oleh kasih ini dengan begitu luar biasanya. Kasih akan terus menuntun kita ke dalam koridor yang benar menuju keselamatan, dan masih akan berlaku di kehidupan kekal nanti. Begitu besarnya arti kasih bagi Tuhan, demikian pula seharusnya bagi kita. Mengasihi bukan hanya kepada sanak saudara, keluarga atau kekasih saja, melainkan harus pula menyentuh orang-orang lain terlebih mereka yang tersisihkan, terbuang, teraniaya dan tengah bertarung melawan kejamnya dunia ini sendirian. Kasih harus mampu menggerakkan kita sejauh itu. That's how crazy the little thing called love can and should be.
Kasih punya kekuatan besar yang bahkan sanggup menggerakkan Tuhan
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Ada sebuah ayat yang sangat menarik dalam 1 Korintus 13:8. Disana disebutkan "Kasih tidak berkesudahan." Dalam versi English Amplified bunyinya terdengar jauh lebih indah. "Love never fails". Cinta tidak pernah gagal. Ini adalah sebuah pernyataan yang sungguh kuat tentang kasih. Kasih tidak akan pernah gagal untuk membuat perubahan-perubahan dalam kehidupan kita menuju ke arah yang lebih baik. Saya sering menyatakan ini, seandainya alkitab diperas habis, maka inti sari yang akan kita peroleh adalah kasih. Semua bermuara kepada kasih. Ini pula yang menjadi dua hukum yang terutama yang diberikan Yesus sendiri. "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Itulah hukum yang terutama dan yang pertama. Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Pada kedua hukum inilah tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi." (Matius 22:37-40).
Sekarang pikirkanlah ini. Apabila Allah mengasihi kita sebegitu besar, bukankah kita pun harus mengasihi Tuhan kembali, dan harus pula bisa mengaplikasikan kasih yang sama kepada sesama? Bukankah itu bunyi hukum yang terutama dimana seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi tercakup di dalamnya seperti yang dikatakan oleh Yesus sendiri? Tidakkah keterlaluan jika kita malah mengisi hidup dengan banyak kebencian, iri hati, dengki, ketidakpedulian, kesombongan dan sebagainya? Alkitab sudah mengingatkan dengan keras: "Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih." (1 Yohanes 4:8). Dan itu benar, mengingat Allah sendiri mengasihi kita semua dengan kasih setiaNya yang melimpah dan sudah membuktikan itu semua. Kita bisa saja mengelak dan berkata bahwa kadar kasih dalam setiap orang itu berbeda-beda, tetapi perhatikan pula bahwa Alkitab sudah menyebutkan bahwa kita semua telah memiliki bentuk kasih yang seperti itu dalam hidup kita! Dalam Roma 5:5 dikatakan: "Dan pengharapan tidak mengecewakan, karena kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita." Dari ayat ini kita bisa membaca dengan jelas bahwa kasih Tuhan TELAH dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita. Bukan akan, bakal atau mudah-mudahan dicurahkan, tetapi SUDAH. Artinya, semua itu sebenarnya sudah kita miliki sepenuhnya lewat Roh Kudus. Tinggal kita yang memutuskan apakah kita mau berjalan dalam hidup ini dengan digerakkan oleh kasih atau kita masih terus berpusat pada kepentingan diri sendiri dan sulit untuk mengasihi dan bersyukur buat orang lain.
Kasih merupakan elemen terpenting yang seharusnya menjadi pola dasar kehidupan kekristenan. Ketika yang lain akan berakhir, tidak demikian halnya dengan kasih. Kasih punya kekuatan yang sangat besar, bahkan Tuhan sendiri bisa digerakkan oleh kasih ini dengan begitu luar biasanya. Kasih akan terus menuntun kita ke dalam koridor yang benar menuju keselamatan, dan masih akan berlaku di kehidupan kekal nanti. Begitu besarnya arti kasih bagi Tuhan, demikian pula seharusnya bagi kita. Mengasihi bukan hanya kepada sanak saudara, keluarga atau kekasih saja, melainkan harus pula menyentuh orang-orang lain terlebih mereka yang tersisihkan, terbuang, teraniaya dan tengah bertarung melawan kejamnya dunia ini sendirian. Kasih harus mampu menggerakkan kita sejauh itu. That's how crazy the little thing called love can and should be.
Kasih punya kekuatan besar yang bahkan sanggup menggerakkan Tuhan
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Wednesday, September 28, 2011
Crazy Little Thing Called Love (1)
Ayat bacaan: Roma 5:8
===============
"Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa."
Anda kenal lagu karangan Freddie Mercury "Crazy Little Thing Called Love"? Lagu ini menjadi satu dari best hits Queen yang diciptakan pada tahun 1979. Lagu unik ini sepertinya terinspirasi dari Elvis Presley karena irama rock n roll dalam lagu ini jauh lebih menampilkan gaya musik Elvis ketimbang karya-karya Queen biasanya. Belakangan lagu ini diaransir ulang oleh David Foster dan dinyanyikan oleh Michael Buble dengan orkestrasi big band dan kembali menjadi hit dunia. Apa yang ingin saya bahas bukanlah sejarah lagu ini, bukan pula pengarang atau penyanyinya, tetapi judul. Crazy Little Thing Called Love. Kasih atau cinta, dikatakan sebagai sebuah crazy little thing alias sesuatu yang gila, tidak masuk akal. Tidakkah itu benar? Cinta bisa membuat kita rela melakukan sesuatu yang tidak masuk akal, tidak terduga dan sebagainya. Cinta bisa membuat kita yang tadinya penakut tiba-tiba berubah menjadi pemberani, cinta bahkan bisa membuat kita siap mati demi seseorang yang kita cintai. Cinta bisa begitu mengejutkan dan menggerakkan kita untuk melakukan sesuatu yang lebih dari batas kemampuan kita, dan lucunya seringkali hal yang tidak pernah bisa kita perbuat sebelumnya kemudian terjadi, dan itu atas nama cinta. Love makes the world go round, kata pepatah asing, dan itu benar adanya. Entahlah, mungkin saya terlalu romantis jadi orang, tetapi bagi saya cinta memang segalanya. Saya rela mengorbankan apapun demi orang yang saya cintai atau kasihi. Bagi seorang ahli kimia, cinta mungkin dianggap sebagai sebuah reaksi kimia yang kompleks yang belum diketahui senyawa-senyawanya. Ada percikan asmara, ada kontak yang bisa membuat kita bergetar atau merasa deg-degan ketika berada di dekat orang yang kita sayangi. Jelas ada reaksi yang terjadi disana, tetapi biarlah itu menjadi pemikiran para ahli, karena saya bukan orang yang berkecimpung di dalam sisi ilmiah dari segala sesuatu termasuk dari sebuah hal gila bernama cinta.
Jika bagi manusia nilai kasih atau cinta itu sebegitu besarnya, sebenarnya seperti itu pula besarnya arti sebuah kasih bagi Tuhan. Tuhan adalah sosok yang sangat penuh dengan kasih. He's so full of love. CaraNya mengasihi kita tidak terhitung banyaknya, dan seringkali itu mengagetkan kita lewat kasihNya yang besar itu. Sebuah bukti yang tidak terbantahkan akan kasih Allah tertulis dalam sebuah ayat emas yang sudah teramat sangat kita kenal. "Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal." (Yohanes 3:16). Sebuah misi mencengangkan dilakukan oleh Yesus yang turun ke dunia, mengambil rupa seorang hamba dan rela menjalani semua dengan taat, mengalami perilaku-perilaku di luar perikemanusiaan hingga mati di kayu salib. Jika anda sebagai ayah kemudian melihat anak anda mengalami semua ini demi sebuah tujuan, apapun itu, apa yang anda rasakan? Merasakan keperihan yang teramat sangat dalam hati, menangis, itu mungkin baru yang minimal yang akan anda rasakan ditengah berkecamuknya berbagai rasa perih lainnya. Saya yakin itu pun dirasakan oleh Tuhan. Tetapi lihatlah bahwa Tuhan tetap memilih untuk merelakan AnakNya yang tunggal ini demi kita. Semua agar kita tidak binasa melainkan beroleh hidup yang kekal. Semua demi menyelamatkan kita, umat manusia dari kematian, memindahkan kita dari kematian untuk masuk ke dalam keselamatan. Mencengangkan? Jelas. Apa yang kita perbuat untuk memperoleh hal itu? Apakah kita begitu luar biasa baiknya sehingga Allah berhutang budi kepada kita? Sama sekali tidak. Yang terjadi justru sebaliknya, kita terus saja menyakiti dan mengecewakanNya dengan perbuatan-perbuatan kita yang seringkali tidak sedikitpun menghargai Pencipta kita. Manusia terus berbuat dosa dan menyakiti hati Allah. Tetapi lihatlah apa yang terjadi. Dalam keadaan kita masih penuh dosa, Tuhan ternyata masih memutuskan untuk berbuat sesuatu yang luar biasa besar demi kita. Tidak tanggung-tanggung, AnakNya pun diberikan kepada kita untuk menggantikan kita semua di atas kayu salib, memikul seluruh dosa dan pelanggaran kita dan menebus semua itu hingga tuntas. Firman Tuhan secara jelas menyatakan "Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa." (Roma 5:8). Kekuatan apa yang mampu menggerakkan Allah untuk mengambil keputusan yang sangat mencengangkan ini? Jawabannya hanya satu, yaitu KASIH. Adalah kekuatan kasih yang sanggup menggerakkan hati Tuhan untuk menganugerahkan kita semua, yang seharusnya tidak layak, dengan keselamatan. "Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini", itu bunyi ayat emas dalam Yohanes 3:16, itu dan hanya itulah alasannya. That's the power of love, a crazy little thing called love.
Begitu besarnya kekuatan kasih atau cinta ini sehingga mampu menggerakkan hati Tuhan. Tidak ada kekuatan apapun lagi yang mampu menandinginya. Paulus mengingatkan kita bahwa ada tiga hal yang tetap harus kita lakukan. "Kasih tidak berkesudahan; nubuat akan berakhir; bahasa roh akan berhenti; pengetahuan akan lenyap...Demikianlah tinggal ketiga hal ini, yaitu iman, pengharapan dan kasih, dan yang paling besar di antaranya ialah kasih." (1 Korintus 13:8,13). Diantara ketiganya, lihatlah bahwa kasih dikatakan sebagai yang terbesar. Dan Tuhan sudah membuktikannya. Yesus rela melakukan semuanya atas dasar kasihNya yang terlalu besar bagi kita. Mungkin kita mau mengorbankan nyawa demi anak atau istri/suami, orang tua atau saudara, tapi maukah kita memberikan nyawa bagi orang yang tidak kita kenal sama sekali? Atau kepada orang yang berperilaku jahat? Kita tidak mau, tapi Tuhan mau. Itu adalah bukti dari kasihNya yang begitu besar, yang sudah Dia lakukan bagi kita semua. Jika hari ini kita hidup dalam sebuah alam kehidupan yang dekat secara pribadi dengan Tuhan dan bisa merasakan hadiratNya yang begitu indah penuh damai, jika hari ini kita memiliki Roh Kudus yang senantiasa menuntun kita agar tidak salah melangkah, jika hari ini kita sudah diberikan kunci kerajaan Surga, artinya diberikan keselamatan lengkap dengan petunjuk melangkah agar semua itu terjadi dalam kepastian, itu semua adalah berkat Yesus yang rela turun ke dunia mengambil rupa seorang hamba, dan itu adalah penggenapan dari kehendak Allah yang didasari kasih kepada semua manusia.
(bersambung)
===============
"Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa."
Anda kenal lagu karangan Freddie Mercury "Crazy Little Thing Called Love"? Lagu ini menjadi satu dari best hits Queen yang diciptakan pada tahun 1979. Lagu unik ini sepertinya terinspirasi dari Elvis Presley karena irama rock n roll dalam lagu ini jauh lebih menampilkan gaya musik Elvis ketimbang karya-karya Queen biasanya. Belakangan lagu ini diaransir ulang oleh David Foster dan dinyanyikan oleh Michael Buble dengan orkestrasi big band dan kembali menjadi hit dunia. Apa yang ingin saya bahas bukanlah sejarah lagu ini, bukan pula pengarang atau penyanyinya, tetapi judul. Crazy Little Thing Called Love. Kasih atau cinta, dikatakan sebagai sebuah crazy little thing alias sesuatu yang gila, tidak masuk akal. Tidakkah itu benar? Cinta bisa membuat kita rela melakukan sesuatu yang tidak masuk akal, tidak terduga dan sebagainya. Cinta bisa membuat kita yang tadinya penakut tiba-tiba berubah menjadi pemberani, cinta bahkan bisa membuat kita siap mati demi seseorang yang kita cintai. Cinta bisa begitu mengejutkan dan menggerakkan kita untuk melakukan sesuatu yang lebih dari batas kemampuan kita, dan lucunya seringkali hal yang tidak pernah bisa kita perbuat sebelumnya kemudian terjadi, dan itu atas nama cinta. Love makes the world go round, kata pepatah asing, dan itu benar adanya. Entahlah, mungkin saya terlalu romantis jadi orang, tetapi bagi saya cinta memang segalanya. Saya rela mengorbankan apapun demi orang yang saya cintai atau kasihi. Bagi seorang ahli kimia, cinta mungkin dianggap sebagai sebuah reaksi kimia yang kompleks yang belum diketahui senyawa-senyawanya. Ada percikan asmara, ada kontak yang bisa membuat kita bergetar atau merasa deg-degan ketika berada di dekat orang yang kita sayangi. Jelas ada reaksi yang terjadi disana, tetapi biarlah itu menjadi pemikiran para ahli, karena saya bukan orang yang berkecimpung di dalam sisi ilmiah dari segala sesuatu termasuk dari sebuah hal gila bernama cinta.
Jika bagi manusia nilai kasih atau cinta itu sebegitu besarnya, sebenarnya seperti itu pula besarnya arti sebuah kasih bagi Tuhan. Tuhan adalah sosok yang sangat penuh dengan kasih. He's so full of love. CaraNya mengasihi kita tidak terhitung banyaknya, dan seringkali itu mengagetkan kita lewat kasihNya yang besar itu. Sebuah bukti yang tidak terbantahkan akan kasih Allah tertulis dalam sebuah ayat emas yang sudah teramat sangat kita kenal. "Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal." (Yohanes 3:16). Sebuah misi mencengangkan dilakukan oleh Yesus yang turun ke dunia, mengambil rupa seorang hamba dan rela menjalani semua dengan taat, mengalami perilaku-perilaku di luar perikemanusiaan hingga mati di kayu salib. Jika anda sebagai ayah kemudian melihat anak anda mengalami semua ini demi sebuah tujuan, apapun itu, apa yang anda rasakan? Merasakan keperihan yang teramat sangat dalam hati, menangis, itu mungkin baru yang minimal yang akan anda rasakan ditengah berkecamuknya berbagai rasa perih lainnya. Saya yakin itu pun dirasakan oleh Tuhan. Tetapi lihatlah bahwa Tuhan tetap memilih untuk merelakan AnakNya yang tunggal ini demi kita. Semua agar kita tidak binasa melainkan beroleh hidup yang kekal. Semua demi menyelamatkan kita, umat manusia dari kematian, memindahkan kita dari kematian untuk masuk ke dalam keselamatan. Mencengangkan? Jelas. Apa yang kita perbuat untuk memperoleh hal itu? Apakah kita begitu luar biasa baiknya sehingga Allah berhutang budi kepada kita? Sama sekali tidak. Yang terjadi justru sebaliknya, kita terus saja menyakiti dan mengecewakanNya dengan perbuatan-perbuatan kita yang seringkali tidak sedikitpun menghargai Pencipta kita. Manusia terus berbuat dosa dan menyakiti hati Allah. Tetapi lihatlah apa yang terjadi. Dalam keadaan kita masih penuh dosa, Tuhan ternyata masih memutuskan untuk berbuat sesuatu yang luar biasa besar demi kita. Tidak tanggung-tanggung, AnakNya pun diberikan kepada kita untuk menggantikan kita semua di atas kayu salib, memikul seluruh dosa dan pelanggaran kita dan menebus semua itu hingga tuntas. Firman Tuhan secara jelas menyatakan "Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa." (Roma 5:8). Kekuatan apa yang mampu menggerakkan Allah untuk mengambil keputusan yang sangat mencengangkan ini? Jawabannya hanya satu, yaitu KASIH. Adalah kekuatan kasih yang sanggup menggerakkan hati Tuhan untuk menganugerahkan kita semua, yang seharusnya tidak layak, dengan keselamatan. "Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini", itu bunyi ayat emas dalam Yohanes 3:16, itu dan hanya itulah alasannya. That's the power of love, a crazy little thing called love.
Begitu besarnya kekuatan kasih atau cinta ini sehingga mampu menggerakkan hati Tuhan. Tidak ada kekuatan apapun lagi yang mampu menandinginya. Paulus mengingatkan kita bahwa ada tiga hal yang tetap harus kita lakukan. "Kasih tidak berkesudahan; nubuat akan berakhir; bahasa roh akan berhenti; pengetahuan akan lenyap...Demikianlah tinggal ketiga hal ini, yaitu iman, pengharapan dan kasih, dan yang paling besar di antaranya ialah kasih." (1 Korintus 13:8,13). Diantara ketiganya, lihatlah bahwa kasih dikatakan sebagai yang terbesar. Dan Tuhan sudah membuktikannya. Yesus rela melakukan semuanya atas dasar kasihNya yang terlalu besar bagi kita. Mungkin kita mau mengorbankan nyawa demi anak atau istri/suami, orang tua atau saudara, tapi maukah kita memberikan nyawa bagi orang yang tidak kita kenal sama sekali? Atau kepada orang yang berperilaku jahat? Kita tidak mau, tapi Tuhan mau. Itu adalah bukti dari kasihNya yang begitu besar, yang sudah Dia lakukan bagi kita semua. Jika hari ini kita hidup dalam sebuah alam kehidupan yang dekat secara pribadi dengan Tuhan dan bisa merasakan hadiratNya yang begitu indah penuh damai, jika hari ini kita memiliki Roh Kudus yang senantiasa menuntun kita agar tidak salah melangkah, jika hari ini kita sudah diberikan kunci kerajaan Surga, artinya diberikan keselamatan lengkap dengan petunjuk melangkah agar semua itu terjadi dalam kepastian, itu semua adalah berkat Yesus yang rela turun ke dunia mengambil rupa seorang hamba, dan itu adalah penggenapan dari kehendak Allah yang didasari kasih kepada semua manusia.
(bersambung)
Tuesday, September 27, 2011
Aman dalam Lindungan Allah
Ayat bacaan: Mazmur 91:7,10
==================
"Walau seribu orang rebah di sisimu, dan sepuluh ribu di sebelah kananmu, tetapi itu tidak akan menimpamu...malapetaka tidak akan menimpa kamu, dan tulah tidak akan mendekat kepada kemahmu"
Begitu takutnya salah seorang sepupu saya akan penyakit-penyakit menular sehingga ketika anaknya masih bayi ia memilih untuk mengurung anaknya di dalam kamar terus menerus. Ia tidak mengijinkan siapapun untuk menggendong anaknya, bahkan untuk melihat saja harus dari luar pintu kamar. Itu berlangsung hingga usia anaknya menginjak dua tahun. "Ada banyak virus dan kuman menular di luar.." katanya. Ini sebuah bentuk ketakutan yang berlebihan, karena tentu tidak sehat apabila anak bayi hanya dikurung di dalam kamar dan tidak mendapat rotasi udara cukup atau sinar matahari yang akan bagus untuk pertumbuhan tulangnya. Tapi keputusan berlebihan itu sedikit banyak memang punya alasan. Jika saya berjalan di pasar-pasar tradisional atau pusat perbelanjaan, maka saya akan bertemu dengan beberapa orang yang menggunakan masker seperti yang digunakan oleh dokter yang hendak melakukan operasi. Betapa banyaknya kuman penyakit yang bisa menular dengan mudah lewat udara, dan di tempat-tempat ramai kita akan rentan tertular. Kita bersinggungan atau berpapasan dengan begitu banyak orang yang tidak kita kenal. Kita tidak tahu apakah mereka sehat atau sakit, kalaupun sakit apakah sakit flu biasa atau penyakit-penyakit menular yang sulit disembuhkan seperti flu burung misalnya. Pada suatu kali ada seorang pemain bass dari luar yang memilih untuk memakai masker ketika berada di hall di mana ia bermain. Ia membuka maskernya di saat bermain, tetapi kemudian ia memakainya lagi sambil berjalan hilir mudik kesana kemari. Melihat virus-virus yang semakin lama sepertinya semakin bermutasi menjadi lebih berbahaya, kita bisa mengerti alasan-alasan mulai dari yang wajar hingga yang terlihat berlebihan itu. Dan saya belum berbicara mengenai berbagai situasi buruk lainnya di sekitar kita seperti bencana alam, tingkat kejahatan yang semakin meningkat mulai dari pencurian, perampokan, copet, penipuan sampai pembunuhan. Coba pikirkan, jika kita tidak memiliki jaminan apapun dalam menjalani hidup ini, tidakkah itu akan sangat mengerikan? Kalau demikian, adakah janji Tuhan akan hal ini? Jawabannya ada.
Mari kita lihat kitab Mazmur 91. Disana terdapat serangkaian ayat dalam perikop yang berjudul "Dalam lindungan Allah". Baca dan renungkan baik-baik ayat berikut: "Walau seribu orang rebah di sisimu, dan sepuluh ribu di sebelah kananmu, tetapi itu tidak akan menimpamu... malapetaka tidak akan menimpa kamu, dan tulah tidak akan mendekat kepada kemahmu." (Mazmur 91:7,10). Tidakkah janji ini luar biasa? Ini janji yang sangat besar dan sangat melegakan untuk kita imani terlebih ketika kita hidup di tengah jaman yang penuh dengan bahaya dan terasa begitu menakutkan. Firman Tuhan berkata: "Dialah yang akan melepaskan engkau dari jerat penangkap burung, dari penyakit sampar yang busuk." (ay 3). Lalu Tuhan berjanji akan meletakkan kita dalam perlindunganNya, dibalik kepak sayapNya, memasang benteng yang tebal yang tidak akan bisa ditembus malapetaka. "Dengan kepak-Nya Ia akan menudungi engkau, di bawah sayap-Nya engkau akan berlindung, kesetiaan-Nya ialah perisai dan pagar tembok." (ay 4). Dengan berada di bawah kepak sayap dan dibentengi perisai, "Engkau tak usah takut terhadap kedahsyatan malam, terhadap panah yang terbang di waktu siang, terhadap penyakit sampar yang berjalan di dalam gelap, terhadap penyakit menular yang mengamuk di waktu petang." (ay 5-6). Seribu rebah di kiri, sepuluh ribu di kanan, tapi tidak ada satupun yang menimpa kita, karena Tuhan akan melindungi kita di bawah kepak sayapnya. Itu kata Tuhan. He will deliver us from the deadly pestilence, therefore we shall not be afraid. Not from the deadly viruses, not from the terror, not from the evil plots and slanders of the wicked, not from anything. Itu janji perlindungan Tuhan bagi kita. Kita harus mengakui betapa butuhnya kita akan janji Tuhan ini, mengingat bahwa hari-hari ini adalah jahat dan dipenuhi banyak kesulitan. Pada saat janji Tuhan itu ditulis, rasa-rasanya belum ada teknologi yang memungkinkan untuk bisa memusnahkan seribu dan sepuluh ribu orang sekaligus. Tapi pada jaman sekarang, hal itu menjadi mungkin dengan adanya bom nuklir dan berbagai senjata pemusnah masal lainnya, termasuk pula berbagai wabah penyakit menular yang mematikan. Jika janji itu sudah diberikan jauh sebelumnya, maka hari ini pesan itu terasa semakin relevan.
Kalau begitu, adakah syarat agar kita bisa menerima janji Tuhan ini? Tentu saja ada. Awal dari serangkaian janji luar biasa dalam Mazmur 91 justru menyatakan syaratnya terlebih dahulu. "Orang yang duduk dalam lindungan Yang Mahatinggi dan bermalam dalam naungan Yang Mahakuasa akan berkata kepada TUHAN: "Tempat perlindunganku dan kubu pertahananku, Allahku, yang kupercayai." (ay 1-2). Perhatikan benar, hanya orang-orang yang duduk dalam lindungan Tuhan, yang selalu hidup di dalam Tuhan-lah yang akan menerima janji Tuhan ini. Kita perlu melakukan hal itu lalu selanjutnya memegang janji Tuhan akan perlindungannya seperti yang disebutkan dalam rangkaian ayat di atas. Percayalah Tuhan akan dengan senang hati menjadi tempat perlindungan kita, menjadi tempat kita menetap dan berakar (dwell). (Mazmur 91:9). Tuhan mau menjadi Nama pertama yang akan kita panggil dan andalkan ketika kesukaran mulai menimpa kita, bukan sebaliknya menjadi alternatif terakhir atau hanya sebatas coba-coba saja. Dalam Alkitab disebutkan: "Diberkatilah orang yang mengandalkan TUHAN, yang menaruh harapannya pada TUHAN!" (Yeremia 17:7). Tuhan ingin kita menyadari bahwa Dia sanggup melakukan segala sesuatu, mengetahui bahwa tidak ada satupun rencanaNya yang gagal. (Ayub 42:2). Dia mau kita Tuhan menghendaki kita untuk menjadikanNya sebagai Pribadi yang bisa dipercaya sepenuhnya dan diharapkan untuk mengamankan hidup kita. Dan ketika kita melakukan itu semua, kita akan memperoleh pengertian mendasar bahwa Dia adalah Allah yang tidak pernah mengecewakan. Kesimpulan itulah yang diperoleh Pemazmur yang menuliskan: "Hanya pada Allah saja kiranya aku tenang, sebab dari pada-Nyalah harapanku." (Mazmur 62:6), "Sebab mataku tertuju pada kasih setia-Mu, dan aku hidup dalam kebenaran-Mu." (26:3).
Tuhan mampu menangani semua bahaya yang mengelilingi kita. Anda tidak bisa membentengi penyakit dan memperoleh jaminan keselamatan seratus persen dengan segala pengaruh dan kemampuan duniawi anda. Itu tidak akan pernah bisa anda peroleh. Wabah penyakit akan terus ada, virus terus bermutasi, kejahatan pun akan tetap ada selama kita masih berjalan di bumi ini. Tetapi Tuhan menjanjikan perlindunganNya. Tidak akan ada satupun wabah, kejahatan atau masalah lainnya yang sanggup menembus kepak sayap Tuhan, bentengNya, perisai perlindunganNya. Tentu kita tidak boleh lengah dan tetap harus waspada, tetapi janganlah itu membuat kita ketakutan hingga melakukan berbagai tindakan ekstrim yang hanya akan mempersulit diri kita sendiri dan orang lain di sekitar kita. Kita tetap harus hati-hati dan menjaga kesehatan baik-baik, tetapi kita tidak perlu terus diperbudak rasa takut sehingga gemetar menjalani hari demi hari. Tenanglah dan percayalah kepada Tuhan dan kasih setiaNya. Berjalan bersama Tuhan akan membuat anda aman dari mara bahaya apapun. Hiduplah bersama Tuhan, ijinkan Dia memerintah dalam hidup anda, hiduplah sesuai kebenaran firmanNya dan seturut kehendakNya, maka Tuhan akan hadir tepat di tempat anda, merentangkan sayapNya dan membentengi anda dari segala bentuk bahaya yang ada. Lakukanlah tepat seperti apa yang Dia inginkan, pada suatu ketika nanti anda akan mengakui bahwa tidak ada pribadi lain yang mampu membebaskan dan menyelamatkan seperti Dia.
Tenanglah berjalan dalam lindungan Tuhan
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
==================
"Walau seribu orang rebah di sisimu, dan sepuluh ribu di sebelah kananmu, tetapi itu tidak akan menimpamu...malapetaka tidak akan menimpa kamu, dan tulah tidak akan mendekat kepada kemahmu"
Begitu takutnya salah seorang sepupu saya akan penyakit-penyakit menular sehingga ketika anaknya masih bayi ia memilih untuk mengurung anaknya di dalam kamar terus menerus. Ia tidak mengijinkan siapapun untuk menggendong anaknya, bahkan untuk melihat saja harus dari luar pintu kamar. Itu berlangsung hingga usia anaknya menginjak dua tahun. "Ada banyak virus dan kuman menular di luar.." katanya. Ini sebuah bentuk ketakutan yang berlebihan, karena tentu tidak sehat apabila anak bayi hanya dikurung di dalam kamar dan tidak mendapat rotasi udara cukup atau sinar matahari yang akan bagus untuk pertumbuhan tulangnya. Tapi keputusan berlebihan itu sedikit banyak memang punya alasan. Jika saya berjalan di pasar-pasar tradisional atau pusat perbelanjaan, maka saya akan bertemu dengan beberapa orang yang menggunakan masker seperti yang digunakan oleh dokter yang hendak melakukan operasi. Betapa banyaknya kuman penyakit yang bisa menular dengan mudah lewat udara, dan di tempat-tempat ramai kita akan rentan tertular. Kita bersinggungan atau berpapasan dengan begitu banyak orang yang tidak kita kenal. Kita tidak tahu apakah mereka sehat atau sakit, kalaupun sakit apakah sakit flu biasa atau penyakit-penyakit menular yang sulit disembuhkan seperti flu burung misalnya. Pada suatu kali ada seorang pemain bass dari luar yang memilih untuk memakai masker ketika berada di hall di mana ia bermain. Ia membuka maskernya di saat bermain, tetapi kemudian ia memakainya lagi sambil berjalan hilir mudik kesana kemari. Melihat virus-virus yang semakin lama sepertinya semakin bermutasi menjadi lebih berbahaya, kita bisa mengerti alasan-alasan mulai dari yang wajar hingga yang terlihat berlebihan itu. Dan saya belum berbicara mengenai berbagai situasi buruk lainnya di sekitar kita seperti bencana alam, tingkat kejahatan yang semakin meningkat mulai dari pencurian, perampokan, copet, penipuan sampai pembunuhan. Coba pikirkan, jika kita tidak memiliki jaminan apapun dalam menjalani hidup ini, tidakkah itu akan sangat mengerikan? Kalau demikian, adakah janji Tuhan akan hal ini? Jawabannya ada.
Mari kita lihat kitab Mazmur 91. Disana terdapat serangkaian ayat dalam perikop yang berjudul "Dalam lindungan Allah". Baca dan renungkan baik-baik ayat berikut: "Walau seribu orang rebah di sisimu, dan sepuluh ribu di sebelah kananmu, tetapi itu tidak akan menimpamu... malapetaka tidak akan menimpa kamu, dan tulah tidak akan mendekat kepada kemahmu." (Mazmur 91:7,10). Tidakkah janji ini luar biasa? Ini janji yang sangat besar dan sangat melegakan untuk kita imani terlebih ketika kita hidup di tengah jaman yang penuh dengan bahaya dan terasa begitu menakutkan. Firman Tuhan berkata: "Dialah yang akan melepaskan engkau dari jerat penangkap burung, dari penyakit sampar yang busuk." (ay 3). Lalu Tuhan berjanji akan meletakkan kita dalam perlindunganNya, dibalik kepak sayapNya, memasang benteng yang tebal yang tidak akan bisa ditembus malapetaka. "Dengan kepak-Nya Ia akan menudungi engkau, di bawah sayap-Nya engkau akan berlindung, kesetiaan-Nya ialah perisai dan pagar tembok." (ay 4). Dengan berada di bawah kepak sayap dan dibentengi perisai, "Engkau tak usah takut terhadap kedahsyatan malam, terhadap panah yang terbang di waktu siang, terhadap penyakit sampar yang berjalan di dalam gelap, terhadap penyakit menular yang mengamuk di waktu petang." (ay 5-6). Seribu rebah di kiri, sepuluh ribu di kanan, tapi tidak ada satupun yang menimpa kita, karena Tuhan akan melindungi kita di bawah kepak sayapnya. Itu kata Tuhan. He will deliver us from the deadly pestilence, therefore we shall not be afraid. Not from the deadly viruses, not from the terror, not from the evil plots and slanders of the wicked, not from anything. Itu janji perlindungan Tuhan bagi kita. Kita harus mengakui betapa butuhnya kita akan janji Tuhan ini, mengingat bahwa hari-hari ini adalah jahat dan dipenuhi banyak kesulitan. Pada saat janji Tuhan itu ditulis, rasa-rasanya belum ada teknologi yang memungkinkan untuk bisa memusnahkan seribu dan sepuluh ribu orang sekaligus. Tapi pada jaman sekarang, hal itu menjadi mungkin dengan adanya bom nuklir dan berbagai senjata pemusnah masal lainnya, termasuk pula berbagai wabah penyakit menular yang mematikan. Jika janji itu sudah diberikan jauh sebelumnya, maka hari ini pesan itu terasa semakin relevan.
Kalau begitu, adakah syarat agar kita bisa menerima janji Tuhan ini? Tentu saja ada. Awal dari serangkaian janji luar biasa dalam Mazmur 91 justru menyatakan syaratnya terlebih dahulu. "Orang yang duduk dalam lindungan Yang Mahatinggi dan bermalam dalam naungan Yang Mahakuasa akan berkata kepada TUHAN: "Tempat perlindunganku dan kubu pertahananku, Allahku, yang kupercayai." (ay 1-2). Perhatikan benar, hanya orang-orang yang duduk dalam lindungan Tuhan, yang selalu hidup di dalam Tuhan-lah yang akan menerima janji Tuhan ini. Kita perlu melakukan hal itu lalu selanjutnya memegang janji Tuhan akan perlindungannya seperti yang disebutkan dalam rangkaian ayat di atas. Percayalah Tuhan akan dengan senang hati menjadi tempat perlindungan kita, menjadi tempat kita menetap dan berakar (dwell). (Mazmur 91:9). Tuhan mau menjadi Nama pertama yang akan kita panggil dan andalkan ketika kesukaran mulai menimpa kita, bukan sebaliknya menjadi alternatif terakhir atau hanya sebatas coba-coba saja. Dalam Alkitab disebutkan: "Diberkatilah orang yang mengandalkan TUHAN, yang menaruh harapannya pada TUHAN!" (Yeremia 17:7). Tuhan ingin kita menyadari bahwa Dia sanggup melakukan segala sesuatu, mengetahui bahwa tidak ada satupun rencanaNya yang gagal. (Ayub 42:2). Dia mau kita Tuhan menghendaki kita untuk menjadikanNya sebagai Pribadi yang bisa dipercaya sepenuhnya dan diharapkan untuk mengamankan hidup kita. Dan ketika kita melakukan itu semua, kita akan memperoleh pengertian mendasar bahwa Dia adalah Allah yang tidak pernah mengecewakan. Kesimpulan itulah yang diperoleh Pemazmur yang menuliskan: "Hanya pada Allah saja kiranya aku tenang, sebab dari pada-Nyalah harapanku." (Mazmur 62:6), "Sebab mataku tertuju pada kasih setia-Mu, dan aku hidup dalam kebenaran-Mu." (26:3).
Tuhan mampu menangani semua bahaya yang mengelilingi kita. Anda tidak bisa membentengi penyakit dan memperoleh jaminan keselamatan seratus persen dengan segala pengaruh dan kemampuan duniawi anda. Itu tidak akan pernah bisa anda peroleh. Wabah penyakit akan terus ada, virus terus bermutasi, kejahatan pun akan tetap ada selama kita masih berjalan di bumi ini. Tetapi Tuhan menjanjikan perlindunganNya. Tidak akan ada satupun wabah, kejahatan atau masalah lainnya yang sanggup menembus kepak sayap Tuhan, bentengNya, perisai perlindunganNya. Tentu kita tidak boleh lengah dan tetap harus waspada, tetapi janganlah itu membuat kita ketakutan hingga melakukan berbagai tindakan ekstrim yang hanya akan mempersulit diri kita sendiri dan orang lain di sekitar kita. Kita tetap harus hati-hati dan menjaga kesehatan baik-baik, tetapi kita tidak perlu terus diperbudak rasa takut sehingga gemetar menjalani hari demi hari. Tenanglah dan percayalah kepada Tuhan dan kasih setiaNya. Berjalan bersama Tuhan akan membuat anda aman dari mara bahaya apapun. Hiduplah bersama Tuhan, ijinkan Dia memerintah dalam hidup anda, hiduplah sesuai kebenaran firmanNya dan seturut kehendakNya, maka Tuhan akan hadir tepat di tempat anda, merentangkan sayapNya dan membentengi anda dari segala bentuk bahaya yang ada. Lakukanlah tepat seperti apa yang Dia inginkan, pada suatu ketika nanti anda akan mengakui bahwa tidak ada pribadi lain yang mampu membebaskan dan menyelamatkan seperti Dia.
Tenanglah berjalan dalam lindungan Tuhan
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Monday, September 26, 2011
Ayo Semangat!
Ayat bacaan: 2 Tawarikh 15:7
======================
"Tetapi kamu ini, kuatkanlah hatimu, jangan lemah semangatmu, karena ada upah bagi usahamu!"
Setiap kali saya menelepon ayah saya yang tinggal di kota lain, ia hampir selalu menyampaikan pesan yang sama sebelum menutup telepon, "tetap semangat!" Pesan ini sangatlah baik, dan selalu menguatkan terutama pada saat dimana saya sangat memerlukannya. Semangat akan membuat raut muka dan gerak tubuh kita berbeda. Orang yang bersemangat akan terlihat sangat kontras dengan yang tidak. Orang patah semangat biasanya terlihat lesu dan murung. Sebaliknya orang yang bersemangat akan terlihat antusias dengan wajah berseri dan ceria. Senyum pun akan mengembang di wajah mereka. Apakah orang-orang yang bersemangat ini hidup tanpa masalah? Tentu tidak. Semua manusia sama-sama berhadapan dengan masa-masa sulit sekali waktu. Tetapi reaksi dalam menanggapinya akan berbeda jika disertai semangat atau tidak. Penampilan dan performa orang bersemangat akan jauh di atas orang yang hidupnya layu tanpa semangat. Dalam melamar pekerjaan seringkali faktor semangat ini sangat menentukan. Pola pikir positif, gairah, semangat juang akan sangat menentukan malah kerap mendapat prioritas lebih dari gelar, pengalaman dan keahlian.
Dalam kitab 2 Tawarikh kita bisa membaca kisah seorang raja bernama Asa yang melakukan reformasi terhadap bangsa Yehuda yang dipimpinnya. Sebelum ia melakukannya, ia terlebih dahulu didatangi oleh nabi Azarya bin Oded yang diberikan mandat oleh Allah untuk menyampaikan pesan khusus untuknya. Rangkaian pesan dari Allah pun disampaikan, dan salah satu diantara pesan itu adalah mengenai semangat. "Tetapi kamu ini, kuatkanlah hatimu, jangan lemah semangatmu, karena ada upah bagi usahamu!" (2 Tawarikh 15:7). Lihatlah bahwa Tuhan menjanjikan upah bagi orang-orang yang memiliki semangat. Asa mendengar pesan itu, dan proses reformasi menyeluruh pun ia lakukan. Alkitab pun kemudian mencatat hasil signifikan dari usahanya. "Tidak ada perang sampai pada tahun ketiga puluh lima pemerintahan Asa." (ay 19). Ini sebuah pencapaian besar mengingat situasi pada saat itu dimana perang begitu sering terjadi.
Lebih lanjut mengenai semangat bisa kita lihat dari Amsal Salomo yang bunyinya: "Orang yang bersemangat dapat menanggung penderitaannya, tetapi siapa akan memulihkan semangat yang patah?" (Amsal 18:14). Semangat mampu memberi kekuatan untuk menanggung penderitaan seperti apapun. Tetapi apa yang bisa kita perbuat ketika kita tidak memiliki semangat lagi? Dan benar, orang yang patah semangat cenderung sulit untuk bangkit. Semakin lama dibiarkan, semakin sulit pula untuk pulih. Semangat bisa berfungsi bagaikan bahan bakar yang membuat kita bisa terus maju. Tanggung jawab yang besar ataupun kecil apabila dilakukan dengan antusiasme dan gairah yang tinggi akan mampu kita selesaikan dengan hasil terbaik. Dan jangan pernah bermimpi untuk menggapai sesuatu yang besar jika semangat tidak kita miliki. Ada hubungan erat antara semangat yang disertai sikap antusias dan gairah dengan sikap hati. Hati yang gembira dipenuhi sukacita akan membuat kita mampu memandang sisi-sisi positif dari segala hal, bahkan dari keadaan sulit sekalipun. Firman Tuhan berkata: "Hati yang gembira membuat muka berseri-seri, tetapi kepedihan hati mematahkan semangat." (Amsal 15:13). Itulah sebabnya orang-orang yang antusias air mukanya biasanya berseri-seri, matanya berbinar memancarkan semangat, sebuah penampilan yang tidak terlihat dari orang-orang yang tidak memiliki semangat hidup. Sikap hati akan sangat menentukan bagaimana reaksi kita memandang kehidupan. Kembali Salomo berkata: "Hati yang gembira adalah obat yang manjur, tetapi semangat yang patah mengeringkan tulang."(Amsal 17:22).
Masalah boleh saja datang, tetapi semangat harus tetap kita punyai. Itu akan memberi perbedaan yang sangat besar dalam menyelesaikan masalah satu persatu. Tuhan sudah menjanjikan penyertaanNya. Dan Tuhan yang menjanjikan itu adalah Tuhan yang setia. Dia mau agar kita hidup di dalam rencanaNya, dimana Dia akan membimbing dan menyertai kita dalam setiap langkah untuk menuai apa yang telah Dia sediakan bagi kita. Kalau begitu kenapa kita harus hidup tanpa semangat? Berbagai problema kehidupan datang silih berganti, dan kita harus menghadapinya dengan semangat. Itu akan memampukan kita untuk terus bertahan melewati batu-batu ujian dengan kuat. Ada upah yang disediakan Tuhan bagi mereka yang tahan banting dalam membangun usahanya. "Jika pekerjaan yang dibangun seseorang tahan uji, ia akan mendapat upah." (2 Korintus 3:14).
Apapun yang anda hadapi hari ini, hadapilah dengan semangat. Percayalah kepada janji-janji Tuhan, rasakan kebaikan dan penyertaanNya dan terus pegang itu dengan iman. Itu akan membuat hati kita tetap memiliki sukacita yang sejati, dan dari sana kita akan mampu bersemangat dan tetap bersikap positif, penuh rasa antusias dalam melakukan pekerjaan kita. Orang-orang yang berpikir positif dan bersemangat tidak akan menyerah meski batu yang harus mereka loncati terlihat besar dan tinggi. Kesempatan akan berlalu sia-sia jika kita menyikapinya tanpa semangat, hidup akan sulit berkembang, kita sulit maju apabila kita menyikapi kehidupan tanpa dibarengi semangat. Sebaliknya setiap kesempatan kecil sekalipun bisa sangat berharga jika kita sikapi dengan semangat yang besar. Ada banyak orang pintar yang terus berjalan di tempat karena mereka tidak memiliki semangat, sebaliknya ada orang-orang biasa yang tumbuh menjadi luar biasa karena mereka memiliki semangat juang tinggi. Mana yang kita pilih hari ini? Pesan ayah saya sangatlah baik untuk kita semua. Ayo semangat!
Tanpa semangat maka hidup pun berhenti
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
======================
"Tetapi kamu ini, kuatkanlah hatimu, jangan lemah semangatmu, karena ada upah bagi usahamu!"
Setiap kali saya menelepon ayah saya yang tinggal di kota lain, ia hampir selalu menyampaikan pesan yang sama sebelum menutup telepon, "tetap semangat!" Pesan ini sangatlah baik, dan selalu menguatkan terutama pada saat dimana saya sangat memerlukannya. Semangat akan membuat raut muka dan gerak tubuh kita berbeda. Orang yang bersemangat akan terlihat sangat kontras dengan yang tidak. Orang patah semangat biasanya terlihat lesu dan murung. Sebaliknya orang yang bersemangat akan terlihat antusias dengan wajah berseri dan ceria. Senyum pun akan mengembang di wajah mereka. Apakah orang-orang yang bersemangat ini hidup tanpa masalah? Tentu tidak. Semua manusia sama-sama berhadapan dengan masa-masa sulit sekali waktu. Tetapi reaksi dalam menanggapinya akan berbeda jika disertai semangat atau tidak. Penampilan dan performa orang bersemangat akan jauh di atas orang yang hidupnya layu tanpa semangat. Dalam melamar pekerjaan seringkali faktor semangat ini sangat menentukan. Pola pikir positif, gairah, semangat juang akan sangat menentukan malah kerap mendapat prioritas lebih dari gelar, pengalaman dan keahlian.
Dalam kitab 2 Tawarikh kita bisa membaca kisah seorang raja bernama Asa yang melakukan reformasi terhadap bangsa Yehuda yang dipimpinnya. Sebelum ia melakukannya, ia terlebih dahulu didatangi oleh nabi Azarya bin Oded yang diberikan mandat oleh Allah untuk menyampaikan pesan khusus untuknya. Rangkaian pesan dari Allah pun disampaikan, dan salah satu diantara pesan itu adalah mengenai semangat. "Tetapi kamu ini, kuatkanlah hatimu, jangan lemah semangatmu, karena ada upah bagi usahamu!" (2 Tawarikh 15:7). Lihatlah bahwa Tuhan menjanjikan upah bagi orang-orang yang memiliki semangat. Asa mendengar pesan itu, dan proses reformasi menyeluruh pun ia lakukan. Alkitab pun kemudian mencatat hasil signifikan dari usahanya. "Tidak ada perang sampai pada tahun ketiga puluh lima pemerintahan Asa." (ay 19). Ini sebuah pencapaian besar mengingat situasi pada saat itu dimana perang begitu sering terjadi.
Lebih lanjut mengenai semangat bisa kita lihat dari Amsal Salomo yang bunyinya: "Orang yang bersemangat dapat menanggung penderitaannya, tetapi siapa akan memulihkan semangat yang patah?" (Amsal 18:14). Semangat mampu memberi kekuatan untuk menanggung penderitaan seperti apapun. Tetapi apa yang bisa kita perbuat ketika kita tidak memiliki semangat lagi? Dan benar, orang yang patah semangat cenderung sulit untuk bangkit. Semakin lama dibiarkan, semakin sulit pula untuk pulih. Semangat bisa berfungsi bagaikan bahan bakar yang membuat kita bisa terus maju. Tanggung jawab yang besar ataupun kecil apabila dilakukan dengan antusiasme dan gairah yang tinggi akan mampu kita selesaikan dengan hasil terbaik. Dan jangan pernah bermimpi untuk menggapai sesuatu yang besar jika semangat tidak kita miliki. Ada hubungan erat antara semangat yang disertai sikap antusias dan gairah dengan sikap hati. Hati yang gembira dipenuhi sukacita akan membuat kita mampu memandang sisi-sisi positif dari segala hal, bahkan dari keadaan sulit sekalipun. Firman Tuhan berkata: "Hati yang gembira membuat muka berseri-seri, tetapi kepedihan hati mematahkan semangat." (Amsal 15:13). Itulah sebabnya orang-orang yang antusias air mukanya biasanya berseri-seri, matanya berbinar memancarkan semangat, sebuah penampilan yang tidak terlihat dari orang-orang yang tidak memiliki semangat hidup. Sikap hati akan sangat menentukan bagaimana reaksi kita memandang kehidupan. Kembali Salomo berkata: "Hati yang gembira adalah obat yang manjur, tetapi semangat yang patah mengeringkan tulang."(Amsal 17:22).
Masalah boleh saja datang, tetapi semangat harus tetap kita punyai. Itu akan memberi perbedaan yang sangat besar dalam menyelesaikan masalah satu persatu. Tuhan sudah menjanjikan penyertaanNya. Dan Tuhan yang menjanjikan itu adalah Tuhan yang setia. Dia mau agar kita hidup di dalam rencanaNya, dimana Dia akan membimbing dan menyertai kita dalam setiap langkah untuk menuai apa yang telah Dia sediakan bagi kita. Kalau begitu kenapa kita harus hidup tanpa semangat? Berbagai problema kehidupan datang silih berganti, dan kita harus menghadapinya dengan semangat. Itu akan memampukan kita untuk terus bertahan melewati batu-batu ujian dengan kuat. Ada upah yang disediakan Tuhan bagi mereka yang tahan banting dalam membangun usahanya. "Jika pekerjaan yang dibangun seseorang tahan uji, ia akan mendapat upah." (2 Korintus 3:14).
Apapun yang anda hadapi hari ini, hadapilah dengan semangat. Percayalah kepada janji-janji Tuhan, rasakan kebaikan dan penyertaanNya dan terus pegang itu dengan iman. Itu akan membuat hati kita tetap memiliki sukacita yang sejati, dan dari sana kita akan mampu bersemangat dan tetap bersikap positif, penuh rasa antusias dalam melakukan pekerjaan kita. Orang-orang yang berpikir positif dan bersemangat tidak akan menyerah meski batu yang harus mereka loncati terlihat besar dan tinggi. Kesempatan akan berlalu sia-sia jika kita menyikapinya tanpa semangat, hidup akan sulit berkembang, kita sulit maju apabila kita menyikapi kehidupan tanpa dibarengi semangat. Sebaliknya setiap kesempatan kecil sekalipun bisa sangat berharga jika kita sikapi dengan semangat yang besar. Ada banyak orang pintar yang terus berjalan di tempat karena mereka tidak memiliki semangat, sebaliknya ada orang-orang biasa yang tumbuh menjadi luar biasa karena mereka memiliki semangat juang tinggi. Mana yang kita pilih hari ini? Pesan ayah saya sangatlah baik untuk kita semua. Ayo semangat!
Tanpa semangat maka hidup pun berhenti
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Sunday, September 25, 2011
Daud dan Sukacitanya
Ayat bacaan: Mazmur 16:8-9a
======================
"Aku senantiasa memandang kepada TUHAN; karena Ia berdiri di sebelah kananku, aku tidak goyah. Sebab itu hatiku bersukacita dan jiwaku bersorak-sorak.."
Apakah anda termasuk satu di antara banyak orang yang semakin kehilangan kegembiraan hari-hari ini? Ada banyak orang di sekitar saya yang dulunya terlihat ceria sekarang cenderung terlihat murung. Kalaupun senyum itu terlihat dipaksakan karena air muka dan matanya menyiratkan kemurungan. Senyum dan tawa semakin lama semakin menghilang dari raut muka banyak orang. Jika ketika tertawa atau tersenyum mulut melengkung ke atas, sekarang lengkungannya ke bawah. Sinar mata berbinar semakin lama semakin jarang ditemukan. Beberapa teman saya yang tadinya sering bercanda sekarang lebih banyak duduk menghela nafas dan terlihat melamun. Betapa banyak orang yang kehilangan sukacita akhir-akhir ini. Jika melihat hidup yang semakin sulit, itu tidaklah mengherankan. Tetapi itulah sebenarnya sebuah kekeliruan yang seringkali kita buat dalam mencari sukacita. Kita berpikir bahwa sukacita akan otomatis hadir jika hidup tanpa masalah. Tetapi saya pun telah bertemu dengan banyak orang yang tidak merasa bahagia justru di tengah kemewahan mereka. Beberapa hari terakhir saya terus merasa terdorong untuk menulis mengenai sukacita, dan hari ini ijinkan saya untuk menuliskannya sekali lagi.
Menyerahkan perasaan kepada situasi akan membuat kita semakin jauh dari sukacita. Betapa tidak, bukankah hidup ini terasa semakin berat saja? Bagaikan jalan mendaki, semakin lama rasanya semakin curam. Kita akan mudah berkata bahwa kita tidak akan bisa tetap gembira ketika hidup penuh dengan problema, tetapi masalahnya jarang sekali hidup berjalan tanpa masalah. Kita akan berhadapan dengan setumpuk permasalahan, yang terkadang bahkan datang pada waktu bersamaan sekaligus. Dan memang seperti itulah hidup. Jika demikian, bagaimana kita bisa tetap merasakan sukacita meski di tengah kesulitan-kesulitan yang ada dalam hidup kita? Alkitab memberi jawabannya. Sukacita yang bisa membawa rasa gembira dalam hidup bukan tergantung dari kesulitan-kesulitan yang kita alami, melainkan bergantung kepada seberapa jauh kita mengandalkan Tuhan dalam hidup kita, seberapa dekat kita berada denganNya, atau seberapa jauh kita menyadari keberadaan Tuhan bersama kita.
Kita bisa belajar akan hal ini dari Daud. Daud adalah seorang raja. Tapi status raja ternyata tidak serta merta membuat hidupnya aman dan tenang seratus persen. Daud adalah manusia yang sama seperti kita. Berulang kali Daud mengalami masa-masa sulit bahkan tidak jarang nyawanya terancam. Daud bisa dengan mudah menyalahkan Tuhan jika ia keliru dalam memandang hubungan antara kedekatan dengan Tuhan dan bagaimana kehidupan berjalan. Tetapi Daud tidaklah berpikir demikian. Lihatlah apa yang ia katakan. "Aku senantiasa memandang kepada TUHAN; karena Ia berdiri di sebelah kananku, aku tidak goyah. Sebab itu hatiku bersukacita dan jiwaku bersorak-sorak" (Mazmur 16:8-9). Daud mengerti benar bahwa sukacita dan sorak-sorai bukanlah bergantung dari berat-ringannya situasi yang sedang ia hadapi. Tetapi ia percaya bahwa dengan memandang kepada Tuhan, menyadari kehadiran Tuhan yang selalu berjalan di sebelahnya dengan setia akan membuatnya mampu untuk terus berdiri tegak meski situasi sama sekali tidak kondusif. Bagi Daud, kehadiran Tuhan bersamanya merupakan kunci utama yang membuatnya mampu terus hidup dengan penuh sukacita dan keriangan. Bersama Tuhan dia tidak perlu takut. Bersama Tuhan ada solusi atau jawaban, pertolongan bahkan kemenangan. Bersama Tuhan kita akan selalu bisa bersukacita. Itu disadari Daud, dan itu bisa kita lihat dengan jelas dari tulisan-tulisannya dalam kitab Mazmur.
Apakah anda sedang sulit tersenyum dan sulit merasa bahagia saat ini? Sadarilah bahwa beban kehidupan akan selalu datang silih berganti. Life is hard, and it will always be. Tetapi kabar baiknya adalah, Tuhan mengerti kesulitan kita. Dia mendengar segala teriakan, rintihan dan keluh kesah kita dan sangat peduli terhadap itu semua. Lihatlah apa kata Yesus: "Marilah kepadaKu, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu." (Matius 11:28). Tuhan selalu siap menyertai kita, dan selalu siap pula memberi kelegaan bahkan melepaskan kita dari belenggu masalah. Mungkin jawaban tidak langsung hadir sesuai keinginan kita, mungkin kita tidak langsung lepas pada saat ini juga, tetapi jika kita memiliki iman yang teguh kita akan tahu bahwa menaruh harapan pada Tuhan tidak akan pernah berakhir sia-sia. Menaruh pengharapan penuh di dalam Tuhan akan membuat kita tidak mudah goyah meski dalam badai, dan dengan demikian kita tidak harus kehilangan sukacita walau sedang berada dalam keadaan yang tidak baik. Kegembiraan akan membuat banyak hal positif hadir dalam kehidupan kita, sebaliknya hati yang selalu susah akan membuat segalanya tampak buruk. "Hari orang berkesusahan buruk semuanya, tetapi orang yang gembira hatinya selalu berpesta." (Amsal 15:15). Diperlukan iman untuk membuat kita bisa hidup penuh pengharapan. Dengan kacamata iman kita tahu bahwa tangan Tuhan akan selalu siap mengangkat kita keluar tepat pada waktunya. Dengan kacamata iman kita tahu bahwa janji Tuhan cepat atau lambat akan digenapi. Dengan kacamata iman kita akan tahu bahwa Tuhan tidak akan pernah lalai dan akan selalu menepati janji tepat pada waktunya. Hari ini mungkin belum, tetapi iman akan memungkinkan kita untuk percaya sepenuhnya akan itu, sebab firman Tuhan jelas berkata bahwa "Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat." (Ibrani 11:1). Janganlah ragu apabila pertolongan Tuhan belum hadir saat ini, karena "Tuhan tidak lalai menepati janjiNya, sekalipun ada orang yang menganggapnya sebagai kelalaian." (2 Petrus 3:9). Imanlah yang memampukan kita untuk bisa melihat itu. Iman lah yang menjadi bukti akan hal itu, sehingga kita tidak perlu khawatir dan bisa terus memiliki sukacita sejati yang berasal dari Allah dalam menjalani hidup ini.
Jika hari ini anda masih merasa sulit untuk merasakan kegembiraan dalam hidup ini, pakailah kacamata iman anda dan arahkan pandangan anda kepada Tuhan. Yakinlah bahwa Dia tidak pernah meninggalkan anda. Dia berdiri tepat di sebelah anda dan siap untuk memelihara anda dalam melangkah. Terus memusatkan pikiran dan pandangan terhadap masalah akan membuat kita semakin sulit untuk gembira, sementara tidak ada satupun yang berubah menjadi lebih baik dengan terus memupuk kekuatiran. Firman Tuhan sudah mengingatkan hal ini sejak dulu. "Siapakah di antara kamu yang karena kekuatirannya dapat menambahkan sehasta saja pada jalan hidupnya?" (Matius 6:27). Kegembiraan sejati berasal dari Tuhan dan tidak pernah tergantung dari kondisi yang kita alami saat ini. Mari kita baca sekali lagi bagaimana Daud tetap bisa bersukacita bahkan bersorak-sorak meski tengah berada dalam kesulitan sekalipun. "Aku senantiasa memandang kepada TUHAN; karena Ia berdiri di sebelah kananku, aku tidak goyah. Sebab itu hatiku bersukacita dan jiwaku bersorak-sorak.." (Mazmur 16:8-9a). Itulah kunci untuk memperoleh sukacita sejati yang tidak tergantung dari keadaan. Itulah rahasia agar jiwa kita bisa tetap bersorak-sorak walaupun situasi dan kondisi sedang jauh dari kondusif. Daud mengetahui kuncinya dan ia sudah membagikannya kepada kita. Mari kita tanamkan ayat ini dalam-dalam sehingga kita tetap bisa berdiri tegak dengan sukacita dalam menghadapi hidup yang makin berat saat ini.
Sukacita sejati tidak tergantung dari kondisi melainkan dari kedekatan kita dengan Tuhan
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
======================
"Aku senantiasa memandang kepada TUHAN; karena Ia berdiri di sebelah kananku, aku tidak goyah. Sebab itu hatiku bersukacita dan jiwaku bersorak-sorak.."
Apakah anda termasuk satu di antara banyak orang yang semakin kehilangan kegembiraan hari-hari ini? Ada banyak orang di sekitar saya yang dulunya terlihat ceria sekarang cenderung terlihat murung. Kalaupun senyum itu terlihat dipaksakan karena air muka dan matanya menyiratkan kemurungan. Senyum dan tawa semakin lama semakin menghilang dari raut muka banyak orang. Jika ketika tertawa atau tersenyum mulut melengkung ke atas, sekarang lengkungannya ke bawah. Sinar mata berbinar semakin lama semakin jarang ditemukan. Beberapa teman saya yang tadinya sering bercanda sekarang lebih banyak duduk menghela nafas dan terlihat melamun. Betapa banyak orang yang kehilangan sukacita akhir-akhir ini. Jika melihat hidup yang semakin sulit, itu tidaklah mengherankan. Tetapi itulah sebenarnya sebuah kekeliruan yang seringkali kita buat dalam mencari sukacita. Kita berpikir bahwa sukacita akan otomatis hadir jika hidup tanpa masalah. Tetapi saya pun telah bertemu dengan banyak orang yang tidak merasa bahagia justru di tengah kemewahan mereka. Beberapa hari terakhir saya terus merasa terdorong untuk menulis mengenai sukacita, dan hari ini ijinkan saya untuk menuliskannya sekali lagi.
Menyerahkan perasaan kepada situasi akan membuat kita semakin jauh dari sukacita. Betapa tidak, bukankah hidup ini terasa semakin berat saja? Bagaikan jalan mendaki, semakin lama rasanya semakin curam. Kita akan mudah berkata bahwa kita tidak akan bisa tetap gembira ketika hidup penuh dengan problema, tetapi masalahnya jarang sekali hidup berjalan tanpa masalah. Kita akan berhadapan dengan setumpuk permasalahan, yang terkadang bahkan datang pada waktu bersamaan sekaligus. Dan memang seperti itulah hidup. Jika demikian, bagaimana kita bisa tetap merasakan sukacita meski di tengah kesulitan-kesulitan yang ada dalam hidup kita? Alkitab memberi jawabannya. Sukacita yang bisa membawa rasa gembira dalam hidup bukan tergantung dari kesulitan-kesulitan yang kita alami, melainkan bergantung kepada seberapa jauh kita mengandalkan Tuhan dalam hidup kita, seberapa dekat kita berada denganNya, atau seberapa jauh kita menyadari keberadaan Tuhan bersama kita.
Kita bisa belajar akan hal ini dari Daud. Daud adalah seorang raja. Tapi status raja ternyata tidak serta merta membuat hidupnya aman dan tenang seratus persen. Daud adalah manusia yang sama seperti kita. Berulang kali Daud mengalami masa-masa sulit bahkan tidak jarang nyawanya terancam. Daud bisa dengan mudah menyalahkan Tuhan jika ia keliru dalam memandang hubungan antara kedekatan dengan Tuhan dan bagaimana kehidupan berjalan. Tetapi Daud tidaklah berpikir demikian. Lihatlah apa yang ia katakan. "Aku senantiasa memandang kepada TUHAN; karena Ia berdiri di sebelah kananku, aku tidak goyah. Sebab itu hatiku bersukacita dan jiwaku bersorak-sorak" (Mazmur 16:8-9). Daud mengerti benar bahwa sukacita dan sorak-sorai bukanlah bergantung dari berat-ringannya situasi yang sedang ia hadapi. Tetapi ia percaya bahwa dengan memandang kepada Tuhan, menyadari kehadiran Tuhan yang selalu berjalan di sebelahnya dengan setia akan membuatnya mampu untuk terus berdiri tegak meski situasi sama sekali tidak kondusif. Bagi Daud, kehadiran Tuhan bersamanya merupakan kunci utama yang membuatnya mampu terus hidup dengan penuh sukacita dan keriangan. Bersama Tuhan dia tidak perlu takut. Bersama Tuhan ada solusi atau jawaban, pertolongan bahkan kemenangan. Bersama Tuhan kita akan selalu bisa bersukacita. Itu disadari Daud, dan itu bisa kita lihat dengan jelas dari tulisan-tulisannya dalam kitab Mazmur.
Apakah anda sedang sulit tersenyum dan sulit merasa bahagia saat ini? Sadarilah bahwa beban kehidupan akan selalu datang silih berganti. Life is hard, and it will always be. Tetapi kabar baiknya adalah, Tuhan mengerti kesulitan kita. Dia mendengar segala teriakan, rintihan dan keluh kesah kita dan sangat peduli terhadap itu semua. Lihatlah apa kata Yesus: "Marilah kepadaKu, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu." (Matius 11:28). Tuhan selalu siap menyertai kita, dan selalu siap pula memberi kelegaan bahkan melepaskan kita dari belenggu masalah. Mungkin jawaban tidak langsung hadir sesuai keinginan kita, mungkin kita tidak langsung lepas pada saat ini juga, tetapi jika kita memiliki iman yang teguh kita akan tahu bahwa menaruh harapan pada Tuhan tidak akan pernah berakhir sia-sia. Menaruh pengharapan penuh di dalam Tuhan akan membuat kita tidak mudah goyah meski dalam badai, dan dengan demikian kita tidak harus kehilangan sukacita walau sedang berada dalam keadaan yang tidak baik. Kegembiraan akan membuat banyak hal positif hadir dalam kehidupan kita, sebaliknya hati yang selalu susah akan membuat segalanya tampak buruk. "Hari orang berkesusahan buruk semuanya, tetapi orang yang gembira hatinya selalu berpesta." (Amsal 15:15). Diperlukan iman untuk membuat kita bisa hidup penuh pengharapan. Dengan kacamata iman kita tahu bahwa tangan Tuhan akan selalu siap mengangkat kita keluar tepat pada waktunya. Dengan kacamata iman kita tahu bahwa janji Tuhan cepat atau lambat akan digenapi. Dengan kacamata iman kita akan tahu bahwa Tuhan tidak akan pernah lalai dan akan selalu menepati janji tepat pada waktunya. Hari ini mungkin belum, tetapi iman akan memungkinkan kita untuk percaya sepenuhnya akan itu, sebab firman Tuhan jelas berkata bahwa "Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat." (Ibrani 11:1). Janganlah ragu apabila pertolongan Tuhan belum hadir saat ini, karena "Tuhan tidak lalai menepati janjiNya, sekalipun ada orang yang menganggapnya sebagai kelalaian." (2 Petrus 3:9). Imanlah yang memampukan kita untuk bisa melihat itu. Iman lah yang menjadi bukti akan hal itu, sehingga kita tidak perlu khawatir dan bisa terus memiliki sukacita sejati yang berasal dari Allah dalam menjalani hidup ini.
Jika hari ini anda masih merasa sulit untuk merasakan kegembiraan dalam hidup ini, pakailah kacamata iman anda dan arahkan pandangan anda kepada Tuhan. Yakinlah bahwa Dia tidak pernah meninggalkan anda. Dia berdiri tepat di sebelah anda dan siap untuk memelihara anda dalam melangkah. Terus memusatkan pikiran dan pandangan terhadap masalah akan membuat kita semakin sulit untuk gembira, sementara tidak ada satupun yang berubah menjadi lebih baik dengan terus memupuk kekuatiran. Firman Tuhan sudah mengingatkan hal ini sejak dulu. "Siapakah di antara kamu yang karena kekuatirannya dapat menambahkan sehasta saja pada jalan hidupnya?" (Matius 6:27). Kegembiraan sejati berasal dari Tuhan dan tidak pernah tergantung dari kondisi yang kita alami saat ini. Mari kita baca sekali lagi bagaimana Daud tetap bisa bersukacita bahkan bersorak-sorak meski tengah berada dalam kesulitan sekalipun. "Aku senantiasa memandang kepada TUHAN; karena Ia berdiri di sebelah kananku, aku tidak goyah. Sebab itu hatiku bersukacita dan jiwaku bersorak-sorak.." (Mazmur 16:8-9a). Itulah kunci untuk memperoleh sukacita sejati yang tidak tergantung dari keadaan. Itulah rahasia agar jiwa kita bisa tetap bersorak-sorak walaupun situasi dan kondisi sedang jauh dari kondusif. Daud mengetahui kuncinya dan ia sudah membagikannya kepada kita. Mari kita tanamkan ayat ini dalam-dalam sehingga kita tetap bisa berdiri tegak dengan sukacita dalam menghadapi hidup yang makin berat saat ini.
Sukacita sejati tidak tergantung dari kondisi melainkan dari kedekatan kita dengan Tuhan
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Saturday, September 24, 2011
Kesetiaan Tuhan
Ayat bacaan: Ibrani 11:11
======================
"Karena iman ia juga dan Sara beroleh kekuatan untuk menurunkan anak cucu, walaupun usianya sudah lewat, karena ia menganggap Dia, yang memberikan janji itu setia."
Beberapa hari terakhir ini ternyata Tuhan menggerakkan saya untuk terus berbicara mengenai sukacita. Sukacita bisa kita rasakan baik lewat pengalaman-pengalaman pribadi kita bersama Tuhan, lewat kesadaran kita akan kebaikan dan penyertaan Tuhan, dan kemarin kita melihat pula bahwa kita tidak boleh berhenti hanya kepada sukacita atas diri sendiri tetapi juga harus menuju kepada sukacita selanjutnya, yaitu ketika ada jiwa-jiwa yang bertobat. Kacamata iman akan sangat menentukan bagaimana kita menyikapi kehidupan lengkap dengan liku-likunya. Sebuah sukacita yang sejati bukanlah tergantung dari berat ringannya kondisi yang kita hadapi di dunia melainkan berasal dari seberapa jauh kedekatan dan kepercayaan kita kepada Tuhan. Kacamata seperti inilah yang seharusnya kita miliki, sebuah kacamata yang memampukan kita untuk memperoleh atau melihat bukti dari sesuatu yang tidak/belum kita lihat. Dua hari yang lalu kita sudah melihat bentuk kacamata iman ini lewat apa yang dimiliki Abraham dan Sara. Hari ini mari kita kembali melihat bagaimana mereka bisa memiliki sebentuk kacamata iman seperti itu.
Abraham dan Sara menerima janji Tuhan bukan pada usia produktif mereka. Mungkin lebih mudah bagi kita untuk menerima janji akan keturunan sebanyak bintang di langit dan pasir di laut ketika kita masih dalam usia produktif. Tetapi bagaimana jika janji itu datang justru ketika kita sudah sangat lanjut usia, setelah menjadi kakek dan nenek? Abraham dikatakan sudah "mati pucuk", sedang Sara sudah melewati puluhan tahun setelah memasuki masa menopause. Secara ilmiah tidak ada satupun jalan yang memungkinkan mereka untuk bisa memperoleh keturunan lagi. Satu saja sudah tidak mungkin, apalagi sebanyak bintang atau pasir. Tapi ternyata mereka mampu memegang janji itu, percaya kepada sesuatu yang tidak bisa diterima logika dan menerimanya sebagai sebuah kebenaran. Apa yang membuat mereka bisa seperti itu? Jawabannya adalah iman. Dalam Ibrani 11 kita bisa melihat uraian panjang lebar mengenai bentuk iman yang dimiliki oleh Abraham dan Sara ini. Sebuah janji yang bahkan masih harus menunggu sekian tahun lagi untuk digenapi. Ayat bacaan hari ini menyebutkan bagaimana Sara bisa memiliki iman sebesar itu. Mari kita baca ayatnya: "Karena iman ia juga dan Sara beroleh kekuatan untuk menurunkan anak cucu, walaupun usianya sudah lewat, karena ia menganggap Dia, yang memberikan janji itu setia." (Ibrani 11:11). Karena iman, Sara bisa memiliki kemampuan untuk memperoleh anak di usia tuanya. Dan ayat ini menyatakan dengan jelas: "Karena ia (Sara) menganggap Dia, yang memberikan janji itu setia." Sara tahu bahwa Tuhan itu setia. She knows that God who had given her the promise is reliable, trustworthy and true to His own words. Perhatikanlah. Betapa sering janji Tuhan terhambat untuk menghampiri kita karena ketidakpercayaan atau ketidakyakinan kita. Maka lihatlah apa kata Yesus berikut. "Dan apa saja yang kamu minta dalam doa dengan penuh kepercayaan, kamu akan menerimanya." (Matius 21:22). Percaya, itu kuncinya. Kepercayaan penuh kepada Tuhan menumbuhkan kekuatan bagi mereka untuk terus menanti janji Tuhan dengan sabar dan tekun. Meski bertahun-tahun menunggu hingga janji itu digenapi, kepercayaan mereka tidak goyah sedikitpun. Apakah mereka tahu kapan tepatnya Tuhan akan menepati janjiNya akan keturunan itu setelah dijanjikan? Tidak. Tetapi iman mereka membuat mereka bisa percaya kepada Tuhan tanpa ragu, dan kepercayaan mereka akan kesetiaan Tuhan itu terus menumbuhkan iman mereka. Pada akhirnya kita melihat bagaimana janji itu digenapi Tuhan dengan ajaib.
Dalam Mazmur kita bisa menemukan ayat yang berseru: "Bersyukurlah kepada TUHAN, sebab Ia baik! Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya." Dan ayat ini disebukan berulang-ulang, seperti dalam Mazmur 106:1, 107:1, 118:1, 118:29, 136:1 dan banyak lagi. Ini sebuah seruan yang penting agar kita menyadari bahwa kasih setia Tuhan itu berlaku untuk selama-lamaNya. Bukan hanya pada saat tertentu, bukan hanya kepada orang tertentu, tetapi itu berlaku bagi semua orang sepanjang masa, termasuk kepada anda dan saya hari ini. Lebih lanjut Pemazmur mengatakan "Sebab TUHAN itu baik, kasih setia-Nya untuk selama-lamanya, dan kesetiaan-Nya tetap turun-temurun." (Mazmur 100:5). Tidak saja kesetiaan itu berlaku selama-lamanya dan turun temurun, tetapi dikatakan pula bahwa kasih setia Tuhan itu besar. Itulah yang disadari dan diserukan Yesaya. "Aku hendak menyebut-nyebut perbuatan kasih setia TUHAN, perbuatan TUHAN yang masyhur, sesuai dengan segala yang dilakukan TUHAN kepada kita, dan kebajikan yang besar kepada kaum Israel yang dilakukan-Nya kepada mereka sesuai dengan kasih sayang-Nya dan sesuai dengan kasih setia-Nya yang besar." (Yesaya 63:7).
Betapa indahnya ketika Tuhan meneguhkan pula bahwa Dia tidak pernah berubah. "Bahwasanya Aku, TUHAN, tidak berubah.." (Maleakhi 3:6) dan Yesus juga demikian."Yesus Kristus tetap sama, baik kemarin maupun hari ini dan sampai selama-lamanya." (Ibrani 13:8). Dahulu Tuhan menunjukkan kasih setiaNya yang turun temurun dan besar, hari ini pun sama. Jika dahulu Tuhan bisa, hari ini pun sama, besok lusa dan sampai kapanpun Dia bisa! Jika dahulu Tuhan menunjukkan kasih setiaNya yang besar, hari ini pun itu berlaku bagi setiap anak-anakNya. Menyadari hal ini, mengapa kita masih sulit untuk bersukacita? Mengapa kita harus cemas menatap hari depan, mengapa kita harus mengeluh ketika tengah berhadapan dengan beban-beban yang berat? Ingatlah selalu dan percayalah sepenuhnya bahwa Tuhan ada bersama kita lengkap dengan kasih setiaNya yang besar selama-lamanya. Kepercayaan seperti itu terbukti mampu membawa janji Tuhan digenapi bagi Abraham dan Sara. Kepercayaan yang terbentuk dari iman dan akan terus memperkuat iman seiring waktu. So let's keep rejoicing!
Kasih setia Tuhan besar dan berlaku selama-lamanya
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
======================
"Karena iman ia juga dan Sara beroleh kekuatan untuk menurunkan anak cucu, walaupun usianya sudah lewat, karena ia menganggap Dia, yang memberikan janji itu setia."
Beberapa hari terakhir ini ternyata Tuhan menggerakkan saya untuk terus berbicara mengenai sukacita. Sukacita bisa kita rasakan baik lewat pengalaman-pengalaman pribadi kita bersama Tuhan, lewat kesadaran kita akan kebaikan dan penyertaan Tuhan, dan kemarin kita melihat pula bahwa kita tidak boleh berhenti hanya kepada sukacita atas diri sendiri tetapi juga harus menuju kepada sukacita selanjutnya, yaitu ketika ada jiwa-jiwa yang bertobat. Kacamata iman akan sangat menentukan bagaimana kita menyikapi kehidupan lengkap dengan liku-likunya. Sebuah sukacita yang sejati bukanlah tergantung dari berat ringannya kondisi yang kita hadapi di dunia melainkan berasal dari seberapa jauh kedekatan dan kepercayaan kita kepada Tuhan. Kacamata seperti inilah yang seharusnya kita miliki, sebuah kacamata yang memampukan kita untuk memperoleh atau melihat bukti dari sesuatu yang tidak/belum kita lihat. Dua hari yang lalu kita sudah melihat bentuk kacamata iman ini lewat apa yang dimiliki Abraham dan Sara. Hari ini mari kita kembali melihat bagaimana mereka bisa memiliki sebentuk kacamata iman seperti itu.
Abraham dan Sara menerima janji Tuhan bukan pada usia produktif mereka. Mungkin lebih mudah bagi kita untuk menerima janji akan keturunan sebanyak bintang di langit dan pasir di laut ketika kita masih dalam usia produktif. Tetapi bagaimana jika janji itu datang justru ketika kita sudah sangat lanjut usia, setelah menjadi kakek dan nenek? Abraham dikatakan sudah "mati pucuk", sedang Sara sudah melewati puluhan tahun setelah memasuki masa menopause. Secara ilmiah tidak ada satupun jalan yang memungkinkan mereka untuk bisa memperoleh keturunan lagi. Satu saja sudah tidak mungkin, apalagi sebanyak bintang atau pasir. Tapi ternyata mereka mampu memegang janji itu, percaya kepada sesuatu yang tidak bisa diterima logika dan menerimanya sebagai sebuah kebenaran. Apa yang membuat mereka bisa seperti itu? Jawabannya adalah iman. Dalam Ibrani 11 kita bisa melihat uraian panjang lebar mengenai bentuk iman yang dimiliki oleh Abraham dan Sara ini. Sebuah janji yang bahkan masih harus menunggu sekian tahun lagi untuk digenapi. Ayat bacaan hari ini menyebutkan bagaimana Sara bisa memiliki iman sebesar itu. Mari kita baca ayatnya: "Karena iman ia juga dan Sara beroleh kekuatan untuk menurunkan anak cucu, walaupun usianya sudah lewat, karena ia menganggap Dia, yang memberikan janji itu setia." (Ibrani 11:11). Karena iman, Sara bisa memiliki kemampuan untuk memperoleh anak di usia tuanya. Dan ayat ini menyatakan dengan jelas: "Karena ia (Sara) menganggap Dia, yang memberikan janji itu setia." Sara tahu bahwa Tuhan itu setia. She knows that God who had given her the promise is reliable, trustworthy and true to His own words. Perhatikanlah. Betapa sering janji Tuhan terhambat untuk menghampiri kita karena ketidakpercayaan atau ketidakyakinan kita. Maka lihatlah apa kata Yesus berikut. "Dan apa saja yang kamu minta dalam doa dengan penuh kepercayaan, kamu akan menerimanya." (Matius 21:22). Percaya, itu kuncinya. Kepercayaan penuh kepada Tuhan menumbuhkan kekuatan bagi mereka untuk terus menanti janji Tuhan dengan sabar dan tekun. Meski bertahun-tahun menunggu hingga janji itu digenapi, kepercayaan mereka tidak goyah sedikitpun. Apakah mereka tahu kapan tepatnya Tuhan akan menepati janjiNya akan keturunan itu setelah dijanjikan? Tidak. Tetapi iman mereka membuat mereka bisa percaya kepada Tuhan tanpa ragu, dan kepercayaan mereka akan kesetiaan Tuhan itu terus menumbuhkan iman mereka. Pada akhirnya kita melihat bagaimana janji itu digenapi Tuhan dengan ajaib.
Dalam Mazmur kita bisa menemukan ayat yang berseru: "Bersyukurlah kepada TUHAN, sebab Ia baik! Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya." Dan ayat ini disebukan berulang-ulang, seperti dalam Mazmur 106:1, 107:1, 118:1, 118:29, 136:1 dan banyak lagi. Ini sebuah seruan yang penting agar kita menyadari bahwa kasih setia Tuhan itu berlaku untuk selama-lamaNya. Bukan hanya pada saat tertentu, bukan hanya kepada orang tertentu, tetapi itu berlaku bagi semua orang sepanjang masa, termasuk kepada anda dan saya hari ini. Lebih lanjut Pemazmur mengatakan "Sebab TUHAN itu baik, kasih setia-Nya untuk selama-lamanya, dan kesetiaan-Nya tetap turun-temurun." (Mazmur 100:5). Tidak saja kesetiaan itu berlaku selama-lamanya dan turun temurun, tetapi dikatakan pula bahwa kasih setia Tuhan itu besar. Itulah yang disadari dan diserukan Yesaya. "Aku hendak menyebut-nyebut perbuatan kasih setia TUHAN, perbuatan TUHAN yang masyhur, sesuai dengan segala yang dilakukan TUHAN kepada kita, dan kebajikan yang besar kepada kaum Israel yang dilakukan-Nya kepada mereka sesuai dengan kasih sayang-Nya dan sesuai dengan kasih setia-Nya yang besar." (Yesaya 63:7).
Betapa indahnya ketika Tuhan meneguhkan pula bahwa Dia tidak pernah berubah. "Bahwasanya Aku, TUHAN, tidak berubah.." (Maleakhi 3:6) dan Yesus juga demikian."Yesus Kristus tetap sama, baik kemarin maupun hari ini dan sampai selama-lamanya." (Ibrani 13:8). Dahulu Tuhan menunjukkan kasih setiaNya yang turun temurun dan besar, hari ini pun sama. Jika dahulu Tuhan bisa, hari ini pun sama, besok lusa dan sampai kapanpun Dia bisa! Jika dahulu Tuhan menunjukkan kasih setiaNya yang besar, hari ini pun itu berlaku bagi setiap anak-anakNya. Menyadari hal ini, mengapa kita masih sulit untuk bersukacita? Mengapa kita harus cemas menatap hari depan, mengapa kita harus mengeluh ketika tengah berhadapan dengan beban-beban yang berat? Ingatlah selalu dan percayalah sepenuhnya bahwa Tuhan ada bersama kita lengkap dengan kasih setiaNya yang besar selama-lamanya. Kepercayaan seperti itu terbukti mampu membawa janji Tuhan digenapi bagi Abraham dan Sara. Kepercayaan yang terbentuk dari iman dan akan terus memperkuat iman seiring waktu. So let's keep rejoicing!
Kasih setia Tuhan besar dan berlaku selama-lamanya
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Friday, September 23, 2011
Sukacita Selanjutnya
Ayat bacaan: Lukas 15:32
========================
"Kita patut bersukacita dan bergembira karena adikmu telah mati dan menjadi hidup kembali, ia telah hilang dan didapat kembali."
Merasa bersukacita ketika kita berada dalam kondisi baik itu wajar dan tidak salah sama sekali. Siapa yang tidak bergembira jika segalanya berjalan dengan lancar tepat seperti yang diinginkan? Lebih dari itu, bersukacitapun seharusnya ada pada kita ketika kita menyadari atau merasakan kebaikan Tuhan serta penyertaanNya dalam hidup kita. Segala yang telah Dia anugerahkan bagi kita termasuk di dalamnya yaitu keselamatan sudah sepantasnya membuat kita bersyukur dan dipenuhi rasa sukacita. Dalam keterbatasan dan kesederhanaan hidup saya bersukacita. Bersukacita untuk kesehatan yang diberikan Tuhan, bersukacita karena saya masih bisa bekerja dalam kondisi baik, bersukacita untuk istri yang luar biasa dan rumah tangga yang hangat. Meski saya baru saja pulang sehabis bekerja hingga lewat tengah malam, meski rasa lelah terasa, tetapi saya saat ini tersenyum sambil menulis renungan ini karena merasakan sukacita tersebut. Dan memang Tuhan menginginkan kita agar senantiasa bersukacita. "Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakan: Bersukacitalah!" (Filipi 4:4) Dalam renungan kemarin kita pun melihat bahwa sukacita mampu membawa kemuliaanNya turun dari langit. "...Mereka menyaringkan suara dengan nafiri, ceracap dan alat-alat musik sambil memuji TUHAN dengan ucapan: "Sebab Ia baik! Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya." Pada ketika itu rumah itu, yakni rumah TUHAN, dipenuhi awan." (2 Tawarikh 5:13). Bersukacita atas keadaan kita tentu baik. Tetapi ada sebuah sukacita lagi yang seharusnya kita sadari dan rasakan. Seperti apa sukacita selanjutnya itu?
Dalam Injil Lukas 15 kita bisa mendapatkan gambaran sukacita selanjutnya ini lewat tiga perumpamaan. Mari kita lihat perumpamaan ketiga terlebih dahulu mengenai anak yang hilang. (Lukas 15:11-32). Secara singkat kisah ini menggambarkan seorang anak yang durhaka meminta warisannya ketika sang ayah masih hidup, lalu memakainya untuk berfoya-foya. Dalam sekejap ia jatuh miskin dan menderita. Ia pun lalu menyesal dan memutuskan untuk pulang. Melihat kembalinya si bungsu, sang ayah langsung berlari menyambut dan memeluknya. Ia menyediakan pesta yang besar untuk merayakan kembalinya anak yang hilang. Semua gembira, semua bersukacita, kecuali abangnya yaitu si anak sulung. Ia marah, cemburu karena merasa diperlakukan tidak adil. Adiknya yang durhaka ternyata lebih dihargai ketimbang dirinya yang selama ini selalu taat kepada ayahnya. Ia pun protes. "Tetapi ia menjawab ayahnya, katanya: Telah bertahun-tahun aku melayani bapa dan belum pernah aku melanggar perintah bapa, tetapi kepadaku belum pernah bapa memberikan seekor anak kambing untuk bersukacita dengan sahabat-sahabatku. Tetapi baru saja datang anak bapa yang telah memboroskan harta kekayaan bapa bersama-sama dengan pelacur-pelacur, maka bapa menyembelih anak lembu tambun itu untuk dia." (ay 29-30). Lihatlah betapa marahnya dia. Tapi apa jawaban sang ayah? "Kita patut bersukacita dan bergembira karena adikmu telah mati dan menjadi hidup kembali, ia telah hilang dan didapat kembali." (Lukas 15:32). Ini sebuah gambaran utuh mengenai sukacita selanjutnya. Perhatikanlah sikap si anak sulung. Anak sulung adalah gambaran dari anak yang selalu taat, yang saya yakin selalu bersyukur atas segala kelimpahan yang ia terima dari ayahnya. Tapi lihatlah bahwa ia berhenti hanya sampai disana. Berhenti hingga sukacita pertama, dimana ketaatannya hanya untuk mendapatkan berkat, tetapi cemburu ketika orang lain bahkan adiknya sendiri mendapat kasih dari ayahnya. Si sulung tidak mampu melihat sebuah sukacita ketika adiknya yang hilang dan tadinya sesat sekarang kembali dengan selamat. Ayahnya pun menegurnya, dan meningatkan bahwa sudah sepatutnya ia pun bersukacita karena adiknya yang telah mati menjadi hidup kembali. Adiknya yang telah hilang kini telah didapat kembali. Inilah bentuk sukacita selanjutnya, yaitu sukacita yang hadir dalam diri kita ketika melihat ada jiwa yang diselamatkan dari kebinasaan dan beroleh hidup yang kekal melalui pertobatan mereka.
Dua perumpamaan sebelumnya juga menggambarkan hal yang sama. Perumpamaan tentang domba yang hilang (Lukas 15:1-7) menggambarkan kepedulian Tuhan kepada jiwa yang hilang, bagaikan gembala yang akan bergegas meninggalkan 99 ekor domba yang sudah selamat demi mendapatkan satu jiwa yang sesat. "Siapakah di antara kamu yang mempunyai seratus ekor domba, dan jikalau ia kehilangan seekor di antaranya, tidak meninggalkan yang sembilan puluh sembilan ekor di padang gurun dan pergi mencari yang sesat itu sampai ia menemukannya?" (ay 4). Satu jiwa pun begitu berharga di mata Tuhan. Ketika jiwa itu kembali ditemukan, sang gembala akan menggendongnya dengan gembira (ay 5) dan akan bersukacita karena jiwa yang hilang telah ditemukan kembali. (ay 6). Dan Yesus pun dengan jelas menggambarkan suasana yang terjadi di surga ketika ada seorang bertobat. "Aku berkata kepadamu: Demikian juga akan ada sukacita di sorga karena satu orang berdosa yang bertobat, lebih dari pada sukacita karena sembilan puluh sembilan orang benar yang tidak memerlukan pertobatan." (ay 7).
Perumpamaan berikut adalah mengenai dirham yang hilang. (ay 12-14). Jika seseorang memiliki 10 dirham lantas kehilangan satu diantaranya, tidakkah mereka berusaha mencari dirham yang hilang itu? (ay 8). Sukacita pun akan hadir ketika dirham yang hilang telah ditemukan. Dan kembali Yesus menggambarkan suasana yang terjadi di surga. "Aku berkata kepadamu: Demikian juga akan ada sukacita pada malaikat-malaikat Allah karena satu orang berdosa yang bertobat." (ay 10). Semua perumpamaan dalam Lukas 15 ini menggambarkan sebuah sukacita pada tingkatan baru, bukan hanya berhenti pada sukacita ketika kehidupan kita diberkati Tuhan, tapi juga mengalami sukacita ketika ada jiwa yang bertobat, yang kembali selamat dari kesesatan. Inilah bentuk dari sukacita selanjutnya yang seharusnya dirasakan oleh setiap orang percaya.
Lebih lanjut kita bisa melihat ayat dalam surat Roma ini: "Kita, yang kuat, wajib menanggung kelemahan orang yang tidak kuat dan jangan kita mencari kesenangan kita sendiri." (Roma 15:1). Kita masing-masing haruslah memikirkan apa yang terbaik buat sesama. Dalam bahasa Inggris kebaikan ini digambarkan dengan lebih lengkap: "his good and true welfare, to edify him (to strengthen him and build him up spiritually)."(ay 2). Kita harus berpikir bagaimana caranya untuk menguatkan dan membangun mereka secara spiritual. Bentuk kepedulian seperti inilah yang akan memungkinkan bangsa-bangsa berbalik memuliakan Allah dan menyanyikan mazmur bagi namaNya. (ay 9). Dan dengan demikian, bangsa-bangsa akan bersama-sama bersukacita dengan umat Allah. (ay 10). Tidakkah itu indah, ketika kita bisa melihat atau bahkan membawa jiwa-jiwa yang kembali ke pangkuan Tuhan? Tidakkah indah ketika melihat orang-orang menerima anugerah keselamatan dan menjadi bagian dari karya penebusan Kristus?
Bersukacita karena merasakan kebaikan dan penyertaan Tuhan tentu sungguh baik. Itu sudah jauh lebih baik daripada orang yang terlena dalam kenyamanan dan melupakan untuk bersyukur atas berkat-berkat yang sudah disediakan Tuhan bagi mereka. Tapi akan lebih baik lagi apabila kita tidak berhenti sampai disitu saja melainkan meningkatkan sukacita kita kepada sukacita berikutnya, yaitu sebuah sukacita yang hadir dalam diri kita ketika melihat adanya jiwa-jiwa yang diselamatkan. Sukacita Bapa adalah sukacita kita juga. Jadi jika Bapa bersukacita melihat jiwa yang kembali kepadaNya, kita pun seharusnya demikian. Apakah anda merasakan sukacita selanjutnya ini? Sudahkah anda tergerak untuk mewartakan keselamatan kepada sesama? Sesungguhnya kita punya kesempatan untuk bersukacita bersama seisi Surga dengan menjalankan Amanat Agung. Jangan berhenti hanya pada sukacita atas diri sendiri saja, tapi tingkatkanlah kepada sukacita berikutnya. Ini saatnya kita merasakan sebuah sukacita seperti yang dirasakan di Surga, sebuah sukacita yang tidak berpusat pada diri pribadi melainkan kepada kepentingan dan keselamatan orang lain.
Jangan berhenti hanya pada diri sendiri, tetapi bersukacitalah juga untuk jiwa-jiwa yang diselamatkan
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
========================
"Kita patut bersukacita dan bergembira karena adikmu telah mati dan menjadi hidup kembali, ia telah hilang dan didapat kembali."
Merasa bersukacita ketika kita berada dalam kondisi baik itu wajar dan tidak salah sama sekali. Siapa yang tidak bergembira jika segalanya berjalan dengan lancar tepat seperti yang diinginkan? Lebih dari itu, bersukacitapun seharusnya ada pada kita ketika kita menyadari atau merasakan kebaikan Tuhan serta penyertaanNya dalam hidup kita. Segala yang telah Dia anugerahkan bagi kita termasuk di dalamnya yaitu keselamatan sudah sepantasnya membuat kita bersyukur dan dipenuhi rasa sukacita. Dalam keterbatasan dan kesederhanaan hidup saya bersukacita. Bersukacita untuk kesehatan yang diberikan Tuhan, bersukacita karena saya masih bisa bekerja dalam kondisi baik, bersukacita untuk istri yang luar biasa dan rumah tangga yang hangat. Meski saya baru saja pulang sehabis bekerja hingga lewat tengah malam, meski rasa lelah terasa, tetapi saya saat ini tersenyum sambil menulis renungan ini karena merasakan sukacita tersebut. Dan memang Tuhan menginginkan kita agar senantiasa bersukacita. "Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakan: Bersukacitalah!" (Filipi 4:4) Dalam renungan kemarin kita pun melihat bahwa sukacita mampu membawa kemuliaanNya turun dari langit. "...Mereka menyaringkan suara dengan nafiri, ceracap dan alat-alat musik sambil memuji TUHAN dengan ucapan: "Sebab Ia baik! Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya." Pada ketika itu rumah itu, yakni rumah TUHAN, dipenuhi awan." (2 Tawarikh 5:13). Bersukacita atas keadaan kita tentu baik. Tetapi ada sebuah sukacita lagi yang seharusnya kita sadari dan rasakan. Seperti apa sukacita selanjutnya itu?
Dalam Injil Lukas 15 kita bisa mendapatkan gambaran sukacita selanjutnya ini lewat tiga perumpamaan. Mari kita lihat perumpamaan ketiga terlebih dahulu mengenai anak yang hilang. (Lukas 15:11-32). Secara singkat kisah ini menggambarkan seorang anak yang durhaka meminta warisannya ketika sang ayah masih hidup, lalu memakainya untuk berfoya-foya. Dalam sekejap ia jatuh miskin dan menderita. Ia pun lalu menyesal dan memutuskan untuk pulang. Melihat kembalinya si bungsu, sang ayah langsung berlari menyambut dan memeluknya. Ia menyediakan pesta yang besar untuk merayakan kembalinya anak yang hilang. Semua gembira, semua bersukacita, kecuali abangnya yaitu si anak sulung. Ia marah, cemburu karena merasa diperlakukan tidak adil. Adiknya yang durhaka ternyata lebih dihargai ketimbang dirinya yang selama ini selalu taat kepada ayahnya. Ia pun protes. "Tetapi ia menjawab ayahnya, katanya: Telah bertahun-tahun aku melayani bapa dan belum pernah aku melanggar perintah bapa, tetapi kepadaku belum pernah bapa memberikan seekor anak kambing untuk bersukacita dengan sahabat-sahabatku. Tetapi baru saja datang anak bapa yang telah memboroskan harta kekayaan bapa bersama-sama dengan pelacur-pelacur, maka bapa menyembelih anak lembu tambun itu untuk dia." (ay 29-30). Lihatlah betapa marahnya dia. Tapi apa jawaban sang ayah? "Kita patut bersukacita dan bergembira karena adikmu telah mati dan menjadi hidup kembali, ia telah hilang dan didapat kembali." (Lukas 15:32). Ini sebuah gambaran utuh mengenai sukacita selanjutnya. Perhatikanlah sikap si anak sulung. Anak sulung adalah gambaran dari anak yang selalu taat, yang saya yakin selalu bersyukur atas segala kelimpahan yang ia terima dari ayahnya. Tapi lihatlah bahwa ia berhenti hanya sampai disana. Berhenti hingga sukacita pertama, dimana ketaatannya hanya untuk mendapatkan berkat, tetapi cemburu ketika orang lain bahkan adiknya sendiri mendapat kasih dari ayahnya. Si sulung tidak mampu melihat sebuah sukacita ketika adiknya yang hilang dan tadinya sesat sekarang kembali dengan selamat. Ayahnya pun menegurnya, dan meningatkan bahwa sudah sepatutnya ia pun bersukacita karena adiknya yang telah mati menjadi hidup kembali. Adiknya yang telah hilang kini telah didapat kembali. Inilah bentuk sukacita selanjutnya, yaitu sukacita yang hadir dalam diri kita ketika melihat ada jiwa yang diselamatkan dari kebinasaan dan beroleh hidup yang kekal melalui pertobatan mereka.
Dua perumpamaan sebelumnya juga menggambarkan hal yang sama. Perumpamaan tentang domba yang hilang (Lukas 15:1-7) menggambarkan kepedulian Tuhan kepada jiwa yang hilang, bagaikan gembala yang akan bergegas meninggalkan 99 ekor domba yang sudah selamat demi mendapatkan satu jiwa yang sesat. "Siapakah di antara kamu yang mempunyai seratus ekor domba, dan jikalau ia kehilangan seekor di antaranya, tidak meninggalkan yang sembilan puluh sembilan ekor di padang gurun dan pergi mencari yang sesat itu sampai ia menemukannya?" (ay 4). Satu jiwa pun begitu berharga di mata Tuhan. Ketika jiwa itu kembali ditemukan, sang gembala akan menggendongnya dengan gembira (ay 5) dan akan bersukacita karena jiwa yang hilang telah ditemukan kembali. (ay 6). Dan Yesus pun dengan jelas menggambarkan suasana yang terjadi di surga ketika ada seorang bertobat. "Aku berkata kepadamu: Demikian juga akan ada sukacita di sorga karena satu orang berdosa yang bertobat, lebih dari pada sukacita karena sembilan puluh sembilan orang benar yang tidak memerlukan pertobatan." (ay 7).
Perumpamaan berikut adalah mengenai dirham yang hilang. (ay 12-14). Jika seseorang memiliki 10 dirham lantas kehilangan satu diantaranya, tidakkah mereka berusaha mencari dirham yang hilang itu? (ay 8). Sukacita pun akan hadir ketika dirham yang hilang telah ditemukan. Dan kembali Yesus menggambarkan suasana yang terjadi di surga. "Aku berkata kepadamu: Demikian juga akan ada sukacita pada malaikat-malaikat Allah karena satu orang berdosa yang bertobat." (ay 10). Semua perumpamaan dalam Lukas 15 ini menggambarkan sebuah sukacita pada tingkatan baru, bukan hanya berhenti pada sukacita ketika kehidupan kita diberkati Tuhan, tapi juga mengalami sukacita ketika ada jiwa yang bertobat, yang kembali selamat dari kesesatan. Inilah bentuk dari sukacita selanjutnya yang seharusnya dirasakan oleh setiap orang percaya.
Lebih lanjut kita bisa melihat ayat dalam surat Roma ini: "Kita, yang kuat, wajib menanggung kelemahan orang yang tidak kuat dan jangan kita mencari kesenangan kita sendiri." (Roma 15:1). Kita masing-masing haruslah memikirkan apa yang terbaik buat sesama. Dalam bahasa Inggris kebaikan ini digambarkan dengan lebih lengkap: "his good and true welfare, to edify him (to strengthen him and build him up spiritually)."(ay 2). Kita harus berpikir bagaimana caranya untuk menguatkan dan membangun mereka secara spiritual. Bentuk kepedulian seperti inilah yang akan memungkinkan bangsa-bangsa berbalik memuliakan Allah dan menyanyikan mazmur bagi namaNya. (ay 9). Dan dengan demikian, bangsa-bangsa akan bersama-sama bersukacita dengan umat Allah. (ay 10). Tidakkah itu indah, ketika kita bisa melihat atau bahkan membawa jiwa-jiwa yang kembali ke pangkuan Tuhan? Tidakkah indah ketika melihat orang-orang menerima anugerah keselamatan dan menjadi bagian dari karya penebusan Kristus?
Bersukacita karena merasakan kebaikan dan penyertaan Tuhan tentu sungguh baik. Itu sudah jauh lebih baik daripada orang yang terlena dalam kenyamanan dan melupakan untuk bersyukur atas berkat-berkat yang sudah disediakan Tuhan bagi mereka. Tapi akan lebih baik lagi apabila kita tidak berhenti sampai disitu saja melainkan meningkatkan sukacita kita kepada sukacita berikutnya, yaitu sebuah sukacita yang hadir dalam diri kita ketika melihat adanya jiwa-jiwa yang diselamatkan. Sukacita Bapa adalah sukacita kita juga. Jadi jika Bapa bersukacita melihat jiwa yang kembali kepadaNya, kita pun seharusnya demikian. Apakah anda merasakan sukacita selanjutnya ini? Sudahkah anda tergerak untuk mewartakan keselamatan kepada sesama? Sesungguhnya kita punya kesempatan untuk bersukacita bersama seisi Surga dengan menjalankan Amanat Agung. Jangan berhenti hanya pada sukacita atas diri sendiri saja, tapi tingkatkanlah kepada sukacita berikutnya. Ini saatnya kita merasakan sebuah sukacita seperti yang dirasakan di Surga, sebuah sukacita yang tidak berpusat pada diri pribadi melainkan kepada kepentingan dan keselamatan orang lain.
Jangan berhenti hanya pada diri sendiri, tetapi bersukacitalah juga untuk jiwa-jiwa yang diselamatkan
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Thursday, September 22, 2011
Kacamata Iman
Ayat bacaan: Ibrani 11:1
====================
"Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat."
Hampir setiap film box office saat ini dibuat versi 3D nya. Penonton bisa memilih apakah mereka lebih suka menonton versi biasanya atau ingin meningkatkan serunya menonton dengan memilih versi 3D. Meski harganya sedikit lebih mahal, tetapi kepuasannya jelas berbeda. Film dengan sistem 3D akan membuat tayangan seolah hadir tepat di depan kita. Untuk bisa menyaksikan dengan sempurna, maka anda memerlukan kacamata khusus. Cobalah masuk kesana dan menonton tanpa memakai kacamata. Anda akan pusing karena gambarnya berbayang dan tidak jelas. Kacamata 3D berbeda dengan kacamata minus, berbeda pula dengan kacamata plus. Jika mata anda minus, maka pandangan tidak akan membaik dengan memakai kacamata plus, dan begitu pula sebaliknya. Bagaimana untuk memandang masa depan? Sebaik apapun mata anda, dengan kacamata seperti apapun yang disediakan di dunia ini, anda tidak akan pernah bisa melihat masa depan. Tetapi Alkitab berkata bahwa ada satu kacamata yang bisa membuat kita mampu melihat sesuatu di depan sana. Itu adalah kacamata iman.
Mari kita lihat ayat bacaan hari ini. "Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat." (Ibrani 11:1). Iman adalah dasar dari segala sesuatu, dari apapun yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat, dari yang belum kita alami. We can look at it through faith. Ambil sebuah contoh ketika kita menghadapi ujian di sekolah atau kampus. Ujian bukan lagi disebut ujian apabila kita sudah tahu jawabannya bukan? Demikian pula dengan kehidupan kita. Kita adalah manusia yang terbatas yang tidak bisa melihat apa yang akan terjadi di depan. Dan karena itulah kita membutuhkan kacamata iman, yang mampu bertindak sebagai bukti dari segala sesuatu yang belum terlihat. Tanpa iman hidup akan mudah diombang-ambingkan berbagai hal yang dapat membuat kita terus berada dalam kegelisahan atau ketakutan. Tanpa iman kita akan gamang bahkan takut menghadapi hari depan. Tapi ada iman, yang bisa menjadi bukti meski menghadapi yang belum terjadi sekalipun. Singkatnya, dengan iman kita bisa tenang menatap hari depan.
Betapa pentingnya iman dalam hidup kita. Pertanyaannya sekarang, seberapa besar iman yang kita butuhkan? Yesus sudah menjawabnya. "Sesungguhnya sekiranya kamu mempunyai iman sebesar biji sesawi saja kamu dapat berkata kepada gunung ini: Pindah dari tempat ini ke sana, --maka gunung ini akan pindah, dan takkan ada yang mustahil bagimu." (Matius 17:20). Mengacu kepada janji ini, apabila kita belum mengalami satupun janji Tuhan, itu tandanya iman kita masih lebih kecil dari biji sesawi, yang diameternya begitu kecil, kurang dari satu milimeter. Padahal jika kita memiliki iman seukuran itu saja akan bisa membawa perubahan yang begitu besar. Faktanya adalah, iman seringkali gampang diucapkan namun sulit untuk dipraktekkan atau diaplikasikan dalam hidup kita. Semua orang boleh saja mengaku sudah memiliki iman, namun semua akan terlihat jelas dari bagaimana reaksi kita dalam menghadapi situasi sulit atau pandangan kita ketika menatap masa depan yang penuh ketidakpastian. Akan jelas terlihat apakah seseorang memiliki kacamata iman atau tidak sama sekali. Reaksi dan pandangan kita akan menunjukkan dengan jelas sebesar apa sesungguhnya iman kita hari ini. Sebab iman adalah bukti dari bagaimana kita memandang masa depan, yang tidak atau belum kita lihat.
Untuk lebih mendalami perihal iman ini, mari kita ambil satu tokoh Alkitab yang sangat tersohor sebagai contoh. Abraham dikenal sebagai bapa orang beriman. Mengapa? Karena lewat kesaksian hidupnya ada serangkaian kisah yang membuktikan penggenapan janji Tuhan lewat iman. Penulis Ibrani jelas mencatatnya. Pertama, "Karena iman Abraham taat, ketika ia dipanggil untuk berangkat ke negeri yang akan diterimanya menjadi milik pusakanya, lalu ia berangkat dengan tidak mengetahui tempat yang ia tujui." (Ibrani 11:8). Jika kita di posisi Abraham, maukah kita pergi ke sebuah tempat yang tidak pernah kita kenal sebelumnya, di saat kita sedang hidup baik-baik saja? Maukah kita meninggalkan zona nyaman kita untuk pergi kepada sebuah tempat yang tidak kita ketahui? Pada saat itu Abraham tidak tahu apa yang akan terjadi. Tapi lihatlah bahwa ia taat dan pergi mengikuti perintah Tuhan. Itu ia lakukan karena ia memandang dengan kacamata iman. Meski tidak ada yang pasti, dan pada saat itu ia belum mendapat penjelasan apa-apa mengenai tujuan Tuhan, kenyataannya ia tetap pergi dan berdiam di tanah asing yang dijanjikan Tuhan kepadanya. (ay 9). Dan lihatlah apa yang ditulis alkitab mengenai itu. "Sebab ia menanti-nantikan kota yang mempunyai dasar, yang direncanakan dan dibangun oleh Allah." (ay 10). Abraham memiliki visi tentang masa depan, sesuatu yang belum ia lihat secara nyata, namun ia memiliki buktinya yaitu lewat iman. Ia bisa melihatnya lewat kacamata iman yang ia miliki. Selanjutnya, "Karena iman ia juga dan Sara beroleh kekuatan untuk menurunkan anak cucu, walaupun usianya sudah lewat, karena ia menganggap Dia, yang memberikan janji itu setia." (ay 11). Pada saat itu Abraham dan Sara sudah tua renta. Tetapi mereka bisa memegang janji Tuhan yang mungkin terdengar sangat aneh ketika diberikan kepada sepasang kakek nenek yang sudah sangat lanjut usia seperti Abraham dan Sara. Keturunan besar seperti bintang di langit dan pasir di laut? Kepada kakek dan nenek? Kita mungkin akan tertawa ketika memperoleh janji yang bunyinya seperti itu, namun Abraham menerima janji dan memegangnya teguh. Pembuktian itu tidak langsung datang seketika. Untuk digenapi, ternyata janji itu masih membutuhkan bertahun-tahun setelahnya. Dan kita tahu janji Tuhan itu nyata terbukti. Abraham sudah mengetahuinya terlebih dahulu meski belum melihatnya, dan itu karena kacamata iman yang ia pakai. Lalu selanjutnya perhatikan ketika Ishak sudah lahir. Datanglah perintah Tuhan agar ia mengorbankan anak yang dijanjikan Tuhan sebagai persembahan. Jika ini kita alami, bagaimana reaksi kita? Kita mungkin akan mengamuk dan menuduh Tuhan mempermainkan kita seenaknya. Tapi Abraham tidak melakukan itu. "Karena iman maka Abraham, tatkala ia dicobai, mempersembahkan Ishak. Ia, yang telah menerima janji itu, rela mempersembahkan anaknya yang tunggal, walaupun kepadanya telah dikatakan: "Keturunan yang berasal dari Ishaklah yang akan disebut keturunanmu." Karena ia berpikir, bahwa Allah berkuasa membangkitkan orang-orang sekalipun dari antara orang mati. Dan dari sana ia seakan-akan telah menerimanya kembali." (ay 17-19). Abraham tahu bahwa Tuhan tidak terbatas kuasaNya, dan ia tahu persis bahwa Tuhan bukanlah sosok kejam dan jahat. Semua itu pasti ada alasannya, dimana rancangan Tuhan itu akan selalu baik pada waktunya. Oleh karena itu ia taat, dan kita tahu apa yang terjadi selanjutnya. Semua itu bisa dilakukan Abraham lewat iman yang memberi bukti akan sesuatu yang belum ia ketahui. Ia mendapat segala bukti terhadap apa yang belum ia lihat lewat kacamata iman. Dia bisa memiliki visi yang jelas di masa depan karena ia percaya sepenuhnya kepada janji Tuhan, dan ia memiliki bukti nyata karena ia memandang dengan iman.
Kita memang manusia yang terbatas. Tetapi jangan lupa bahwa Tuhan kita adalah Allah yang tidak terbatas dan tidak bisa dibatasi oleh apapun. Aplikasi dan implikasi iman sesungguhnya sangatlah luas. Iman mampu menjadi dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan menjadi bukti kuat dari apapun yang belum kita lihat. Yesus berkata "Dan apa saja yang kamu minta dalam doa dengan penuh kepercayaan, kamu akan menerimanya." (Matius 21:22). Kuncinya hanya satu: percaya. Dan percaya akan hadir lewat iman. Dan jangan lupa, karena iman dalam Kristus pula kita dibenarkan, sehingga kita bisa hidup tenang dalam damai sejahtera. "Sebab itu, kita yang dibenarkan karena iman, kita hidup dalam damai sejahtera dengan Allah oleh karena Tuhan kita, Yesus Kristus. Oleh Dia kita juga beroleh jalan masuk oleh iman kepada kasih karunia ini. Di dalam kasih karunia ini kita berdiri dan kita bermegah dalam pengharapan akan menerima kemuliaan Allah." (Roma 5:1-2). Kita memang tidak tahu apa yang bisa terjadi di depan sana. Tetapi maukah kita percaya bahwa Tuhan akan selalu berada bersama kita dan melindungi kita? Bisakah kita memiliki visi seperti Abraham yang bisa melihat janji Tuhan dinyatakan jauh sebelum itu terjadi? Sudahkah kita memiliki kacamata iman? Apa yang akan kita alami akan sangat tergantung dari cara pandang kita, apakah kita memandang dengan kacamata iman atau tidak. Itu akan memberikan perbedaan yang sangat besar terhadap kemampuan kita dalam memandang sesuatu yang belum kita lihat.
FAITH is the assurance of the things we hope for, being the proof of things we do not see and the conviction of their reality
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
====================
"Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat."
Hampir setiap film box office saat ini dibuat versi 3D nya. Penonton bisa memilih apakah mereka lebih suka menonton versi biasanya atau ingin meningkatkan serunya menonton dengan memilih versi 3D. Meski harganya sedikit lebih mahal, tetapi kepuasannya jelas berbeda. Film dengan sistem 3D akan membuat tayangan seolah hadir tepat di depan kita. Untuk bisa menyaksikan dengan sempurna, maka anda memerlukan kacamata khusus. Cobalah masuk kesana dan menonton tanpa memakai kacamata. Anda akan pusing karena gambarnya berbayang dan tidak jelas. Kacamata 3D berbeda dengan kacamata minus, berbeda pula dengan kacamata plus. Jika mata anda minus, maka pandangan tidak akan membaik dengan memakai kacamata plus, dan begitu pula sebaliknya. Bagaimana untuk memandang masa depan? Sebaik apapun mata anda, dengan kacamata seperti apapun yang disediakan di dunia ini, anda tidak akan pernah bisa melihat masa depan. Tetapi Alkitab berkata bahwa ada satu kacamata yang bisa membuat kita mampu melihat sesuatu di depan sana. Itu adalah kacamata iman.
Mari kita lihat ayat bacaan hari ini. "Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat." (Ibrani 11:1). Iman adalah dasar dari segala sesuatu, dari apapun yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat, dari yang belum kita alami. We can look at it through faith. Ambil sebuah contoh ketika kita menghadapi ujian di sekolah atau kampus. Ujian bukan lagi disebut ujian apabila kita sudah tahu jawabannya bukan? Demikian pula dengan kehidupan kita. Kita adalah manusia yang terbatas yang tidak bisa melihat apa yang akan terjadi di depan. Dan karena itulah kita membutuhkan kacamata iman, yang mampu bertindak sebagai bukti dari segala sesuatu yang belum terlihat. Tanpa iman hidup akan mudah diombang-ambingkan berbagai hal yang dapat membuat kita terus berada dalam kegelisahan atau ketakutan. Tanpa iman kita akan gamang bahkan takut menghadapi hari depan. Tapi ada iman, yang bisa menjadi bukti meski menghadapi yang belum terjadi sekalipun. Singkatnya, dengan iman kita bisa tenang menatap hari depan.
Betapa pentingnya iman dalam hidup kita. Pertanyaannya sekarang, seberapa besar iman yang kita butuhkan? Yesus sudah menjawabnya. "Sesungguhnya sekiranya kamu mempunyai iman sebesar biji sesawi saja kamu dapat berkata kepada gunung ini: Pindah dari tempat ini ke sana, --maka gunung ini akan pindah, dan takkan ada yang mustahil bagimu." (Matius 17:20). Mengacu kepada janji ini, apabila kita belum mengalami satupun janji Tuhan, itu tandanya iman kita masih lebih kecil dari biji sesawi, yang diameternya begitu kecil, kurang dari satu milimeter. Padahal jika kita memiliki iman seukuran itu saja akan bisa membawa perubahan yang begitu besar. Faktanya adalah, iman seringkali gampang diucapkan namun sulit untuk dipraktekkan atau diaplikasikan dalam hidup kita. Semua orang boleh saja mengaku sudah memiliki iman, namun semua akan terlihat jelas dari bagaimana reaksi kita dalam menghadapi situasi sulit atau pandangan kita ketika menatap masa depan yang penuh ketidakpastian. Akan jelas terlihat apakah seseorang memiliki kacamata iman atau tidak sama sekali. Reaksi dan pandangan kita akan menunjukkan dengan jelas sebesar apa sesungguhnya iman kita hari ini. Sebab iman adalah bukti dari bagaimana kita memandang masa depan, yang tidak atau belum kita lihat.
Untuk lebih mendalami perihal iman ini, mari kita ambil satu tokoh Alkitab yang sangat tersohor sebagai contoh. Abraham dikenal sebagai bapa orang beriman. Mengapa? Karena lewat kesaksian hidupnya ada serangkaian kisah yang membuktikan penggenapan janji Tuhan lewat iman. Penulis Ibrani jelas mencatatnya. Pertama, "Karena iman Abraham taat, ketika ia dipanggil untuk berangkat ke negeri yang akan diterimanya menjadi milik pusakanya, lalu ia berangkat dengan tidak mengetahui tempat yang ia tujui." (Ibrani 11:8). Jika kita di posisi Abraham, maukah kita pergi ke sebuah tempat yang tidak pernah kita kenal sebelumnya, di saat kita sedang hidup baik-baik saja? Maukah kita meninggalkan zona nyaman kita untuk pergi kepada sebuah tempat yang tidak kita ketahui? Pada saat itu Abraham tidak tahu apa yang akan terjadi. Tapi lihatlah bahwa ia taat dan pergi mengikuti perintah Tuhan. Itu ia lakukan karena ia memandang dengan kacamata iman. Meski tidak ada yang pasti, dan pada saat itu ia belum mendapat penjelasan apa-apa mengenai tujuan Tuhan, kenyataannya ia tetap pergi dan berdiam di tanah asing yang dijanjikan Tuhan kepadanya. (ay 9). Dan lihatlah apa yang ditulis alkitab mengenai itu. "Sebab ia menanti-nantikan kota yang mempunyai dasar, yang direncanakan dan dibangun oleh Allah." (ay 10). Abraham memiliki visi tentang masa depan, sesuatu yang belum ia lihat secara nyata, namun ia memiliki buktinya yaitu lewat iman. Ia bisa melihatnya lewat kacamata iman yang ia miliki. Selanjutnya, "Karena iman ia juga dan Sara beroleh kekuatan untuk menurunkan anak cucu, walaupun usianya sudah lewat, karena ia menganggap Dia, yang memberikan janji itu setia." (ay 11). Pada saat itu Abraham dan Sara sudah tua renta. Tetapi mereka bisa memegang janji Tuhan yang mungkin terdengar sangat aneh ketika diberikan kepada sepasang kakek nenek yang sudah sangat lanjut usia seperti Abraham dan Sara. Keturunan besar seperti bintang di langit dan pasir di laut? Kepada kakek dan nenek? Kita mungkin akan tertawa ketika memperoleh janji yang bunyinya seperti itu, namun Abraham menerima janji dan memegangnya teguh. Pembuktian itu tidak langsung datang seketika. Untuk digenapi, ternyata janji itu masih membutuhkan bertahun-tahun setelahnya. Dan kita tahu janji Tuhan itu nyata terbukti. Abraham sudah mengetahuinya terlebih dahulu meski belum melihatnya, dan itu karena kacamata iman yang ia pakai. Lalu selanjutnya perhatikan ketika Ishak sudah lahir. Datanglah perintah Tuhan agar ia mengorbankan anak yang dijanjikan Tuhan sebagai persembahan. Jika ini kita alami, bagaimana reaksi kita? Kita mungkin akan mengamuk dan menuduh Tuhan mempermainkan kita seenaknya. Tapi Abraham tidak melakukan itu. "Karena iman maka Abraham, tatkala ia dicobai, mempersembahkan Ishak. Ia, yang telah menerima janji itu, rela mempersembahkan anaknya yang tunggal, walaupun kepadanya telah dikatakan: "Keturunan yang berasal dari Ishaklah yang akan disebut keturunanmu." Karena ia berpikir, bahwa Allah berkuasa membangkitkan orang-orang sekalipun dari antara orang mati. Dan dari sana ia seakan-akan telah menerimanya kembali." (ay 17-19). Abraham tahu bahwa Tuhan tidak terbatas kuasaNya, dan ia tahu persis bahwa Tuhan bukanlah sosok kejam dan jahat. Semua itu pasti ada alasannya, dimana rancangan Tuhan itu akan selalu baik pada waktunya. Oleh karena itu ia taat, dan kita tahu apa yang terjadi selanjutnya. Semua itu bisa dilakukan Abraham lewat iman yang memberi bukti akan sesuatu yang belum ia ketahui. Ia mendapat segala bukti terhadap apa yang belum ia lihat lewat kacamata iman. Dia bisa memiliki visi yang jelas di masa depan karena ia percaya sepenuhnya kepada janji Tuhan, dan ia memiliki bukti nyata karena ia memandang dengan iman.
Kita memang manusia yang terbatas. Tetapi jangan lupa bahwa Tuhan kita adalah Allah yang tidak terbatas dan tidak bisa dibatasi oleh apapun. Aplikasi dan implikasi iman sesungguhnya sangatlah luas. Iman mampu menjadi dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan menjadi bukti kuat dari apapun yang belum kita lihat. Yesus berkata "Dan apa saja yang kamu minta dalam doa dengan penuh kepercayaan, kamu akan menerimanya." (Matius 21:22). Kuncinya hanya satu: percaya. Dan percaya akan hadir lewat iman. Dan jangan lupa, karena iman dalam Kristus pula kita dibenarkan, sehingga kita bisa hidup tenang dalam damai sejahtera. "Sebab itu, kita yang dibenarkan karena iman, kita hidup dalam damai sejahtera dengan Allah oleh karena Tuhan kita, Yesus Kristus. Oleh Dia kita juga beroleh jalan masuk oleh iman kepada kasih karunia ini. Di dalam kasih karunia ini kita berdiri dan kita bermegah dalam pengharapan akan menerima kemuliaan Allah." (Roma 5:1-2). Kita memang tidak tahu apa yang bisa terjadi di depan sana. Tetapi maukah kita percaya bahwa Tuhan akan selalu berada bersama kita dan melindungi kita? Bisakah kita memiliki visi seperti Abraham yang bisa melihat janji Tuhan dinyatakan jauh sebelum itu terjadi? Sudahkah kita memiliki kacamata iman? Apa yang akan kita alami akan sangat tergantung dari cara pandang kita, apakah kita memandang dengan kacamata iman atau tidak. Itu akan memberikan perbedaan yang sangat besar terhadap kemampuan kita dalam memandang sesuatu yang belum kita lihat.
FAITH is the assurance of the things we hope for, being the proof of things we do not see and the conviction of their reality
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Wednesday, September 21, 2011
Bersukacita atas Kebaikan Tuhan
Ayat bacaan: Mazmur 100:2,5
========================
"Beribadahlah kepada TUHAN dengan sukacita, datanglah ke hadapan-Nya dengan sorak-sorai...Sebab TUHAN itu baik, kasih setia-Nya untuk selama-lamanya, dan kesetiaan-Nya tetap turun-temurun."
Sebuah SMS di tengah malam membangunkan saya dari tidur. Ternyata sms berasal dari seorang teman yang tinggal di kota lain yang saat ini aktif melayani. Bunyi smsnya adalah sebagai berikut: "Allah ingin melakukan perkara-perkara yang baik bagi kita bukan karena kita baik dan layak, tetapi karena Dia baik. Jesus be with you." Di tengah rasa mengantuk saya pun tersenyum dan merasakan sukacita lewat sms yang ia kirimkan. Apa yang ia kirim itu sangatlah benar. Tuhan selalu rindu melakukan perkara-perkara yang baik dalam hidup kita. Lihatlah bunyi Firman Tuhan ini: "Setiap pemberian yang baik dan setiap anugerah yang sempurna, datangnya dari atas, diturunkan dari Bapa segala terang; pada-Nya tidak ada perubahan atau bayangan karena pertukaran." (Yakobus 1:17). Dan Tuhan selalu ingin memberikan segala yang baik bagi kita. Apakah karena kita hebat, baik dan layak? Tidak. Apakah Tuhan berkewajiban untuk membalas budi baik atau jasa-jasa kita? Tidak. Semua itu diberikan Tuhan bukan karena kita yang baik, tetapi karena Dia baik. Di saat ada banyak beban yang berkecamuk dalam pikiran saya beberapa waktu terakhir ini, sms di tengah malam mengingatkan saya kembali bahwa ada kebaikan Tuhan yang senantiasa menyertai anak-anakNya. Dan untuk itu dalam kondisi apapun sudah sepantasnya jika kita bersukacita dengan penuh rasa syukur.
Ada banyak hal sebenarnya yang bisa mendatangkan sukacita bagi kita. Salah satunya adalah dengan menyadari betapa baiknya Tuhan itu. Dalam kitab Yesaya kita bisa menemukan hubungan yang indah antara menyadari kebaikan Tuhan dengan datangnya perasaan sukacita. "Aku hendak menyebut-nyebut perbuatan kasih setia TUHAN, perbuatan TUHAN yang masyhur, sesuai dengan segala yang dilakukan TUHAN kepada kita, dan kebajikan yang besar kepada kaum Israel yang dilakukan-Nya kepada mereka sesuai dengan kasih sayang-Nya dan sesuai dengan kasih setia-Nya yang besar." (Yesaya 63:7). Betapa mudahnya kita melupakan kebaikan Tuhan. Kita dengan ringan menyalahkan Tuhan dan menuduh Tuhan tidak adil atau pilih-pilih ketika pertolonganNya tidak kunjung turun sesuai jangka waktu yang kita tetapkan sendiri. Ketika pertolongannya hadir, tidak jarang dari kita dengan cepat melupakan kebaikanNya. Atau ketika keadaan baik-baik saja, kita pun terlena dan tidak bersyukur. Ada pula orang yang masih saja menggerutu meski keadaannya tidaklah begitu parah. Apakah dengan hadirnya masalah itu artinya Tuhan tidak baik? Tentu saja tidak. Ada banyak alasan mengapa kita harus tetap melalui lembaran-lembaran sulit dalam perjalanan hidup kita. Bisa jadi Tuhan sedang melatih otot rohani kita, bisa jadi itu untuk memberi pelajaran bagi kita, bisa jadi pula akibat dosa kita sendiri. Apapun itu, satu hal yang pasti adalah bahwa Tuhan itu baik. Ayat Yesaya di atas kemudian dilanjutkan dengan: "..maka Ia menjadi Juruselamat mereka dalam segala kesesakan mereka. Bukan seorang duta atau utusan, melainkan Ia sendirilah yang menyelamatkan mereka; Dialah yang menebus mereka dalam kasih-Nya dan belas kasihan-Nya. Ia mengangkat dan menggendong mereka selama zaman dahulu kala." (ay 8-9). Ketika Yesus datang ke bumi, ia langsung turun tangan menyelamatkan umat manusia, menebus kita dalam kasih dan belas kasihNya yang begitu besar. Untuk itu saja kita sudah sangat pantas mengucap syukur tak henti-hentinya. Di zaman Salomo kita bisa menemukan sebuah lagu pujian yang dipersembahkan kepada Tuhan dengan megahnya lewat ensambel besar. "Demikian pula para penyanyi orang Lewi semuanya hadir, yakni Asaf, Heman, Yedutun, beserta anak-anak dan saudara-saudaranya. Mereka berdiri di sebelah timur mezbah, berpakaian lenan halus dan dengan ceracap, gambus dan kecapinya, bersama-sama seratus dua puluh imam peniup nafiri. Lalu para peniup nafiri dan para penyanyi itu serentak memperdengarkan paduan suaranya untuk menyanyikan puji-pujian dan syukur kepada TUHAN. Mereka menyaringkan suara dengan nafiri, ceracap dan alat-alat musik sambil memuji TUHAN dengan ucapan: "Sebab Ia baik! Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya." Pada ketika itu rumah itu, yakni rumah TUHAN, dipenuhi awan." (2 Tawarikh 5:12-13). Lihatlah lagu pujian yang menyatakan kebaikan Tuhan itu mampu membuat kemuliaanNya turun dari langit. Kebaikan Allah haruslah selalu kita ingat, dari sana kita bisa beroleh sumber sukacita yang hebat dari Tuhan sendiri.
Dalam kitab Nehemia dikatakan "Jangan kamu bersusah hati, sebab sukacita karena Tuhan itulah perlindunganmu!" (Nehemia 8:10b). Perhatikanlah bahwa sumber sukacita yang sejati sesungguhnya berasal dari Tuhan dan bukan tergantung dari kondisi yang kita alami. Lalu lihat apa kata Pemazmur berikut ini. "Beribadahlah kepada TUHAN dengan sukacita, datanglah ke hadapan-Nya dengan sorak-sorai!" (Mazmur 100:2). Dalam bahasa Inggrisnya dikatakan: "Serve the Lord with gladness! Come before His presence with singing!" Selayaknya orang yang sedang bergembira, tentu lagu yang dibawakan pun berupa lagu-lagu riang. Mengapa seruan ini dinyatakan Pemazmur? Alasannya sederhana, "Sebab TUHAN itu baik, kasih setia-Nya untuk selama-lamanya, dan kesetiaan-Nya tetap turun-temurun." (ay 5). Pemazmur menyadari betul bahwa Tuhan itu baik. Kasih setiaNya berlaku untuk selama-lamanya dan turun temurun. Kebaikan dan kemurahan Tuhan itu berlaku tidak hanya sesaat tapi sepanjang masa. Pemazmur tahu itu dan berkata "Kebajikan dan kemurahan belaka akan mengikuti aku, seumur hidupku; dan aku akan diam dalam rumah TUHAN sepanjang masa." (Mazmur 23:6).
Adalah mudah bagi kita untuk mengeluh, mudah bagi kita untuk memandang masalah, tetapi seringkali sulit bagi kita untuk menyadari segala kebaikan Tuhan yang telah Dia beri dalam hidup kita. Apakah saat ini anda sedang berbeban berat atau sedang dalam kondisi baik-baik saja, jangan lupakan kebaikan Tuhan dan untuk itu tetaplah bersukacita. Mengeluh dan terus meratapi masalah tidak akan membawa solusi apa-apa selain memperberat masalah dan memperkeruh situasi. Sebaliknya hati yang bersukacita akan membawa segala kebaikan Allah untuk turun atas kita. "Percayakan segalanya pada Tuhan, dan bersukacitalah, maka Tuhan akan melepaskan kita. "dan bergembiralah karena TUHAN; maka Ia akan memberikan kepadamu apa yang diinginkan hatimu." (Mazmur 37:4). Tetaplah ingat kebaikan Tuhan, dan bersukacitalah karenanya.
"Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakan: Bersukacitalah!" (Filipi 4:4)
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
========================
"Beribadahlah kepada TUHAN dengan sukacita, datanglah ke hadapan-Nya dengan sorak-sorai...Sebab TUHAN itu baik, kasih setia-Nya untuk selama-lamanya, dan kesetiaan-Nya tetap turun-temurun."
Sebuah SMS di tengah malam membangunkan saya dari tidur. Ternyata sms berasal dari seorang teman yang tinggal di kota lain yang saat ini aktif melayani. Bunyi smsnya adalah sebagai berikut: "Allah ingin melakukan perkara-perkara yang baik bagi kita bukan karena kita baik dan layak, tetapi karena Dia baik. Jesus be with you." Di tengah rasa mengantuk saya pun tersenyum dan merasakan sukacita lewat sms yang ia kirimkan. Apa yang ia kirim itu sangatlah benar. Tuhan selalu rindu melakukan perkara-perkara yang baik dalam hidup kita. Lihatlah bunyi Firman Tuhan ini: "Setiap pemberian yang baik dan setiap anugerah yang sempurna, datangnya dari atas, diturunkan dari Bapa segala terang; pada-Nya tidak ada perubahan atau bayangan karena pertukaran." (Yakobus 1:17). Dan Tuhan selalu ingin memberikan segala yang baik bagi kita. Apakah karena kita hebat, baik dan layak? Tidak. Apakah Tuhan berkewajiban untuk membalas budi baik atau jasa-jasa kita? Tidak. Semua itu diberikan Tuhan bukan karena kita yang baik, tetapi karena Dia baik. Di saat ada banyak beban yang berkecamuk dalam pikiran saya beberapa waktu terakhir ini, sms di tengah malam mengingatkan saya kembali bahwa ada kebaikan Tuhan yang senantiasa menyertai anak-anakNya. Dan untuk itu dalam kondisi apapun sudah sepantasnya jika kita bersukacita dengan penuh rasa syukur.
Ada banyak hal sebenarnya yang bisa mendatangkan sukacita bagi kita. Salah satunya adalah dengan menyadari betapa baiknya Tuhan itu. Dalam kitab Yesaya kita bisa menemukan hubungan yang indah antara menyadari kebaikan Tuhan dengan datangnya perasaan sukacita. "Aku hendak menyebut-nyebut perbuatan kasih setia TUHAN, perbuatan TUHAN yang masyhur, sesuai dengan segala yang dilakukan TUHAN kepada kita, dan kebajikan yang besar kepada kaum Israel yang dilakukan-Nya kepada mereka sesuai dengan kasih sayang-Nya dan sesuai dengan kasih setia-Nya yang besar." (Yesaya 63:7). Betapa mudahnya kita melupakan kebaikan Tuhan. Kita dengan ringan menyalahkan Tuhan dan menuduh Tuhan tidak adil atau pilih-pilih ketika pertolonganNya tidak kunjung turun sesuai jangka waktu yang kita tetapkan sendiri. Ketika pertolongannya hadir, tidak jarang dari kita dengan cepat melupakan kebaikanNya. Atau ketika keadaan baik-baik saja, kita pun terlena dan tidak bersyukur. Ada pula orang yang masih saja menggerutu meski keadaannya tidaklah begitu parah. Apakah dengan hadirnya masalah itu artinya Tuhan tidak baik? Tentu saja tidak. Ada banyak alasan mengapa kita harus tetap melalui lembaran-lembaran sulit dalam perjalanan hidup kita. Bisa jadi Tuhan sedang melatih otot rohani kita, bisa jadi itu untuk memberi pelajaran bagi kita, bisa jadi pula akibat dosa kita sendiri. Apapun itu, satu hal yang pasti adalah bahwa Tuhan itu baik. Ayat Yesaya di atas kemudian dilanjutkan dengan: "..maka Ia menjadi Juruselamat mereka dalam segala kesesakan mereka. Bukan seorang duta atau utusan, melainkan Ia sendirilah yang menyelamatkan mereka; Dialah yang menebus mereka dalam kasih-Nya dan belas kasihan-Nya. Ia mengangkat dan menggendong mereka selama zaman dahulu kala." (ay 8-9). Ketika Yesus datang ke bumi, ia langsung turun tangan menyelamatkan umat manusia, menebus kita dalam kasih dan belas kasihNya yang begitu besar. Untuk itu saja kita sudah sangat pantas mengucap syukur tak henti-hentinya. Di zaman Salomo kita bisa menemukan sebuah lagu pujian yang dipersembahkan kepada Tuhan dengan megahnya lewat ensambel besar. "Demikian pula para penyanyi orang Lewi semuanya hadir, yakni Asaf, Heman, Yedutun, beserta anak-anak dan saudara-saudaranya. Mereka berdiri di sebelah timur mezbah, berpakaian lenan halus dan dengan ceracap, gambus dan kecapinya, bersama-sama seratus dua puluh imam peniup nafiri. Lalu para peniup nafiri dan para penyanyi itu serentak memperdengarkan paduan suaranya untuk menyanyikan puji-pujian dan syukur kepada TUHAN. Mereka menyaringkan suara dengan nafiri, ceracap dan alat-alat musik sambil memuji TUHAN dengan ucapan: "Sebab Ia baik! Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya." Pada ketika itu rumah itu, yakni rumah TUHAN, dipenuhi awan." (2 Tawarikh 5:12-13). Lihatlah lagu pujian yang menyatakan kebaikan Tuhan itu mampu membuat kemuliaanNya turun dari langit. Kebaikan Allah haruslah selalu kita ingat, dari sana kita bisa beroleh sumber sukacita yang hebat dari Tuhan sendiri.
Dalam kitab Nehemia dikatakan "Jangan kamu bersusah hati, sebab sukacita karena Tuhan itulah perlindunganmu!" (Nehemia 8:10b). Perhatikanlah bahwa sumber sukacita yang sejati sesungguhnya berasal dari Tuhan dan bukan tergantung dari kondisi yang kita alami. Lalu lihat apa kata Pemazmur berikut ini. "Beribadahlah kepada TUHAN dengan sukacita, datanglah ke hadapan-Nya dengan sorak-sorai!" (Mazmur 100:2). Dalam bahasa Inggrisnya dikatakan: "Serve the Lord with gladness! Come before His presence with singing!" Selayaknya orang yang sedang bergembira, tentu lagu yang dibawakan pun berupa lagu-lagu riang. Mengapa seruan ini dinyatakan Pemazmur? Alasannya sederhana, "Sebab TUHAN itu baik, kasih setia-Nya untuk selama-lamanya, dan kesetiaan-Nya tetap turun-temurun." (ay 5). Pemazmur menyadari betul bahwa Tuhan itu baik. Kasih setiaNya berlaku untuk selama-lamanya dan turun temurun. Kebaikan dan kemurahan Tuhan itu berlaku tidak hanya sesaat tapi sepanjang masa. Pemazmur tahu itu dan berkata "Kebajikan dan kemurahan belaka akan mengikuti aku, seumur hidupku; dan aku akan diam dalam rumah TUHAN sepanjang masa." (Mazmur 23:6).
Adalah mudah bagi kita untuk mengeluh, mudah bagi kita untuk memandang masalah, tetapi seringkali sulit bagi kita untuk menyadari segala kebaikan Tuhan yang telah Dia beri dalam hidup kita. Apakah saat ini anda sedang berbeban berat atau sedang dalam kondisi baik-baik saja, jangan lupakan kebaikan Tuhan dan untuk itu tetaplah bersukacita. Mengeluh dan terus meratapi masalah tidak akan membawa solusi apa-apa selain memperberat masalah dan memperkeruh situasi. Sebaliknya hati yang bersukacita akan membawa segala kebaikan Allah untuk turun atas kita. "Percayakan segalanya pada Tuhan, dan bersukacitalah, maka Tuhan akan melepaskan kita. "dan bergembiralah karena TUHAN; maka Ia akan memberikan kepadamu apa yang diinginkan hatimu." (Mazmur 37:4). Tetaplah ingat kebaikan Tuhan, dan bersukacitalah karenanya.
"Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakan: Bersukacitalah!" (Filipi 4:4)
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Tuesday, September 20, 2011
Periksa Apa Yang Ada (2) : Lima Roti dan Dua Ikan
Ayat bacaan: Markus 6:38
====================
"Tetapi Ia berkata kepada mereka: "Berapa banyak roti yang ada padamu? Cobalah periksa!" Sesudah memeriksanya mereka berkata: "Lima roti dan dua ikan."
Mengeluh atas keterbatasan atau apa yang kita tidak punya jauh lebih mudah ketimbang memeriksa apa yang kita punyai, yang saat ini ada pada diri kita. Seringkali orang tidak menyadari potensinya karena terlalu sibuk memandang apa yang dimiliki orang lain. Dengan mudah kita berkata, "wajar jika ia sukses, ia punya ini dan itu, sedangkan saya.." Jika mau jujur, kita sering atau setidaknya pernah mengatakan itu atau berpikir seperti itu. Kita mengabaikan talenta yang telah diberikan Tuhan, kita lupa memeriksa apa sebenarnya potensi yang ada pada diri kita. Akibatnya kita tidak mengetahui apa yang bisa kita lakukan saat ini. Kita membuang peluang. Potensi yang ada seharusnya bisa membuat kita berhasil dalam hidup pun kita buang dengan percuma karena kita tidak mau memeriksa apa yang Tuhan telah sediakan buat kita.
Jika kemarin kita sudah melihat bahwa meski Musa pada saat itu hanya memiliki sebatang tongkat tetapi Tuhan mampu menyatatakan kuasanya lewat tongkat yang biasa saja itu, hari ini mari kita lihat kisah lainnya mengenai hal ini lewat mukjizat yang dilakukan Tuhan atas lima roti dan dua ikan yang tertulis dalam keempat Injil. (Matius 14:13-21, Markus 6:32-44, Lukas 9:10-17 dan Yohanes 9:10-17).
Mukjizat lima roti dan dua ikan bermula dari rasa belas kasihan Yesus melihat begitu banyak orang bagaikan domba tanpa gembala. (Markus 6:34). Yesus mulai mengajar mereka hingga hari mulai gelap. Ketika murid-muridnya meminta Yesus untuk menyuruh orang banyak itu pulang agar bisa makan, Yesus malah berkata "kamu harus memberi mereka makan!" (Markus 6:37) Memberi makan 5000 pria belum termasuk para wanita dan anak-anak. Bagaimana mungkin? Kita akan segera berpikir berapa besar biaya yang harus dikeluarkan untuk itu? Sangatlah menarik melihat apa yang dikatakan Yesus selanjutnya. "Tetapi Ia berkata kepada mereka: "Berapa banyak roti yang ada padamu? Cobalah periksa!" (ay 38a). Sesudah memeriksanya mereka berkata: "Lima roti dan dua ikan." (ay 38b). Yesus tentu sanggup membuat mukjizat dengan mendatangkan makanan secara instan. Tapi apa yang dilakukan Yesus ternyata berbeda. Yesus menunjukkan bahwa Dia tidak bermaksud bekerja sendirian. Dia meminta partisipasi dari murid-muridNya, dan seperti itulah Tuhan lebih suka bekerja. Meski Dia bisa melakukan semuanya sendirian, dan itu mudah sekali bagiNya, tetapi Tuhan tidak suka kita berpangku tangan dan jauh lebih senang untuk melakukan mukjizatNya lewat apa yang kita punya. Tuhan Yesus bertanya: "berapa banyak roti yang ada padamu?" Dan perhatikan lanjutannya:"Cobalah periksa!" Hasilnya adalah lima roti dan dua ikan. Dari mana roti dan ikan itu berasal? Dalam Injil Markus memang tidak disebutkan dari mana asalnya. Namun Injil Yohanes menuliskan dari mana ikan itu berasal, yaitu dari seorang anak kecil. "Di sini ada seorang anak, yang mempunyai lima roti jelai dan dua ikan." (Yohanes 6:9).
Mari kita lihat sejenak bagaimana kronologi kejadiannya menurut Yohanes. Menurut Injil yang ditulis Yohanes, Yesus menanyakan kepada Filipus bagaimana untuk memberi makanan untuk seluruh orang yang berkumpul mendengar pengajaran Yesus. "Jawab Filipus kepada-Nya: "Roti seharga dua ratus dinar tidak akan cukup untuk mereka ini, sekalipun masing-masing mendapat sepotong kecil saja." (ay 7). Filipus satu dari murid Yesus yang hadir disana melihat kemustahilan untuk bisa memberi makan demikian banyak orang dengan uang yang mereka miliki sesuai dengan logika manusianya. Lalu diantara murid-murid itu, seorang murid lain bernama Andreas, saudara simon Petrus ternyata bergerak melihat sekelilingnya, dan ia mendapatkan seorang anak yang memiliki bekal lima roti dan dua ikan. Maka ia pun berkata "Di sini ada seorang anak, yang mempunyai lima roti jelai dan dua ikan; tetapi apakah artinya itu untuk orang sebanyak ini?". (ay 9). Andreas mencari dan melihat bahwa ada lima roti dan dua ikan yang dimiliki oleh seorang anak kecil. Tapi mana mungkin itu cukup? Andreas pesimis dengan apa yang ia dapatkan. Dari sini kita bisa melihat dua pola pikir. Yang satu langsung pesimis, yang satu masih mau berusaha tetapi masih tidak tahu apa yang bisa ia lakukan dengan apa yang ada. Si anak sang pemilik lima roti dan dua ikan ternyata tidak menolak dan tidak bertanya apa-apa. Dengan sukarela anak kecil itu memberikan apa yang ia miliki. Lalu Yesus pun mengucap syukur atas roti dan ikan, lalu membagi-bagikannya kepada semua orang. Luar biasa, jumlah bekal yang kecil itu cukup untuk mengenyangkan semua orang disana bahkan berlebih. Dari lima roti dan dua ikan, logika kita akan berkata, apa yang bisa dilakukan dengan jumlah itu untuk begitu banyak orang? Tetapi lihatlah bagaimana Tuhan sanggup melakukan mukjizat luar biasa lewat sesuatu yang sederhana saja.
Mukjizat Tuhan seringkali dilakukan melalui apapun yang ada pada kita. Tuhan telah menyediakan segala yang cukup bagi kita untuk maju, baik dalam pekerjaan, pelayanan maupun aspek-aspek kehidupan lainnya. Sebagai manusia kita bisa berkata bahwa kita tidak sanggup, tidak mampu, tidak mempunyai apa-apa, tapi Yesus ingin kita masuk lebih dalam dan memeriksa baik-baik terlebih dahulu apa yang kita punya. "Cobalah periksa dulu. Periksa, periksa dan periksa lagi, apa yang ada padamu." Dan ketika kita menemukan apa yang kita punya, Dia akan membuat itu menjadi berkat yang berarti bagi diri kita sendiri dan juga hidup orang banyak di sekitar kita.
Baik lewat tongkat Musa yang sudah saya sampaikan kemarin maupun lewat kisah lima roti dan dua ikan ini kita bisa belajar bahwa Tuhan menginginkan kita untuk memeriksa dahulu apa yang ada pada diri kita sebelum kita berkeluh kesah atas ketidakmampuan kita, atas apa yang tidak kita punyai. Apa yang kita punya mungkin sangatlah kecil. Mungkin sangat sederhana, dan di mata manusia tidak ada gunanya. Kalaupun ada mungkin akan dianggap tidak cukup untuk melakukan sesuatu yang besar. Tetapi ketahuilah bahwa kuasa Tuhan yang bekerja atasnya sanggup mengubahkan itu menjadi sesuatu yang luar biasa. Bukankah semua ketersediaan itupun berasal dari Tuhan? Jika Dia sendiri yang memberikan talenta walau sekecil apapun itu, bukankah itu adalah sesuatu yang sangat baik yang pantas kita syukuri? Tidak ada satupun yang kebetulan, tidak ada satupun yang sia-sia jika itu berasal dari Tuhan. Jika itu berasal dari Tuhan, maka itu bisa menjadi sesuatu yang sangat besar kalau saja kita mau mencari atau memeriksanya baik-baik terlebih dahulu. Sebelum mengeluh dan patah semangat, dan agar bisa bangkit dari kegagalan yang pernah anda alami di masa lalu, alangkah baiknya jika anda mau memeriksa terlebih dahulu apa sebenarnya potensi yang anda miliki yang saat ini ada pada diri anda. Tuhan berkata, "Periksalah", dan itulah tepatnya yang harus kita lakukan.Tuhan tidak pernah dan tidak akan pernah meminta apa yang tidak kita miliki. Dia meminta apa yang kita punya dan mengubahnya menjadi berkat luar biasa. Tidak ada yang mustahil bagi Allah, termasuk mempergunakan sedikit saja dari yang kita miliki untuk menjadikannya mukjizat nyata dalam hidup saudara-saudara kita. Apa yang ada pada anda saat ini? Percayakah anda Tuhan mampu berkarya lewat itu secara luar biasa? Let's check what God has in store for us.
Buka mata dan hati, periksalah apa yang ada pada diri kita
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
====================
"Tetapi Ia berkata kepada mereka: "Berapa banyak roti yang ada padamu? Cobalah periksa!" Sesudah memeriksanya mereka berkata: "Lima roti dan dua ikan."
Mengeluh atas keterbatasan atau apa yang kita tidak punya jauh lebih mudah ketimbang memeriksa apa yang kita punyai, yang saat ini ada pada diri kita. Seringkali orang tidak menyadari potensinya karena terlalu sibuk memandang apa yang dimiliki orang lain. Dengan mudah kita berkata, "wajar jika ia sukses, ia punya ini dan itu, sedangkan saya.." Jika mau jujur, kita sering atau setidaknya pernah mengatakan itu atau berpikir seperti itu. Kita mengabaikan talenta yang telah diberikan Tuhan, kita lupa memeriksa apa sebenarnya potensi yang ada pada diri kita. Akibatnya kita tidak mengetahui apa yang bisa kita lakukan saat ini. Kita membuang peluang. Potensi yang ada seharusnya bisa membuat kita berhasil dalam hidup pun kita buang dengan percuma karena kita tidak mau memeriksa apa yang Tuhan telah sediakan buat kita.
Jika kemarin kita sudah melihat bahwa meski Musa pada saat itu hanya memiliki sebatang tongkat tetapi Tuhan mampu menyatatakan kuasanya lewat tongkat yang biasa saja itu, hari ini mari kita lihat kisah lainnya mengenai hal ini lewat mukjizat yang dilakukan Tuhan atas lima roti dan dua ikan yang tertulis dalam keempat Injil. (Matius 14:13-21, Markus 6:32-44, Lukas 9:10-17 dan Yohanes 9:10-17).
Mukjizat lima roti dan dua ikan bermula dari rasa belas kasihan Yesus melihat begitu banyak orang bagaikan domba tanpa gembala. (Markus 6:34). Yesus mulai mengajar mereka hingga hari mulai gelap. Ketika murid-muridnya meminta Yesus untuk menyuruh orang banyak itu pulang agar bisa makan, Yesus malah berkata "kamu harus memberi mereka makan!" (Markus 6:37) Memberi makan 5000 pria belum termasuk para wanita dan anak-anak. Bagaimana mungkin? Kita akan segera berpikir berapa besar biaya yang harus dikeluarkan untuk itu? Sangatlah menarik melihat apa yang dikatakan Yesus selanjutnya. "Tetapi Ia berkata kepada mereka: "Berapa banyak roti yang ada padamu? Cobalah periksa!" (ay 38a). Sesudah memeriksanya mereka berkata: "Lima roti dan dua ikan." (ay 38b). Yesus tentu sanggup membuat mukjizat dengan mendatangkan makanan secara instan. Tapi apa yang dilakukan Yesus ternyata berbeda. Yesus menunjukkan bahwa Dia tidak bermaksud bekerja sendirian. Dia meminta partisipasi dari murid-muridNya, dan seperti itulah Tuhan lebih suka bekerja. Meski Dia bisa melakukan semuanya sendirian, dan itu mudah sekali bagiNya, tetapi Tuhan tidak suka kita berpangku tangan dan jauh lebih senang untuk melakukan mukjizatNya lewat apa yang kita punya. Tuhan Yesus bertanya: "berapa banyak roti yang ada padamu?" Dan perhatikan lanjutannya:"Cobalah periksa!" Hasilnya adalah lima roti dan dua ikan. Dari mana roti dan ikan itu berasal? Dalam Injil Markus memang tidak disebutkan dari mana asalnya. Namun Injil Yohanes menuliskan dari mana ikan itu berasal, yaitu dari seorang anak kecil. "Di sini ada seorang anak, yang mempunyai lima roti jelai dan dua ikan." (Yohanes 6:9).
Mari kita lihat sejenak bagaimana kronologi kejadiannya menurut Yohanes. Menurut Injil yang ditulis Yohanes, Yesus menanyakan kepada Filipus bagaimana untuk memberi makanan untuk seluruh orang yang berkumpul mendengar pengajaran Yesus. "Jawab Filipus kepada-Nya: "Roti seharga dua ratus dinar tidak akan cukup untuk mereka ini, sekalipun masing-masing mendapat sepotong kecil saja." (ay 7). Filipus satu dari murid Yesus yang hadir disana melihat kemustahilan untuk bisa memberi makan demikian banyak orang dengan uang yang mereka miliki sesuai dengan logika manusianya. Lalu diantara murid-murid itu, seorang murid lain bernama Andreas, saudara simon Petrus ternyata bergerak melihat sekelilingnya, dan ia mendapatkan seorang anak yang memiliki bekal lima roti dan dua ikan. Maka ia pun berkata "Di sini ada seorang anak, yang mempunyai lima roti jelai dan dua ikan; tetapi apakah artinya itu untuk orang sebanyak ini?". (ay 9). Andreas mencari dan melihat bahwa ada lima roti dan dua ikan yang dimiliki oleh seorang anak kecil. Tapi mana mungkin itu cukup? Andreas pesimis dengan apa yang ia dapatkan. Dari sini kita bisa melihat dua pola pikir. Yang satu langsung pesimis, yang satu masih mau berusaha tetapi masih tidak tahu apa yang bisa ia lakukan dengan apa yang ada. Si anak sang pemilik lima roti dan dua ikan ternyata tidak menolak dan tidak bertanya apa-apa. Dengan sukarela anak kecil itu memberikan apa yang ia miliki. Lalu Yesus pun mengucap syukur atas roti dan ikan, lalu membagi-bagikannya kepada semua orang. Luar biasa, jumlah bekal yang kecil itu cukup untuk mengenyangkan semua orang disana bahkan berlebih. Dari lima roti dan dua ikan, logika kita akan berkata, apa yang bisa dilakukan dengan jumlah itu untuk begitu banyak orang? Tetapi lihatlah bagaimana Tuhan sanggup melakukan mukjizat luar biasa lewat sesuatu yang sederhana saja.
Mukjizat Tuhan seringkali dilakukan melalui apapun yang ada pada kita. Tuhan telah menyediakan segala yang cukup bagi kita untuk maju, baik dalam pekerjaan, pelayanan maupun aspek-aspek kehidupan lainnya. Sebagai manusia kita bisa berkata bahwa kita tidak sanggup, tidak mampu, tidak mempunyai apa-apa, tapi Yesus ingin kita masuk lebih dalam dan memeriksa baik-baik terlebih dahulu apa yang kita punya. "Cobalah periksa dulu. Periksa, periksa dan periksa lagi, apa yang ada padamu." Dan ketika kita menemukan apa yang kita punya, Dia akan membuat itu menjadi berkat yang berarti bagi diri kita sendiri dan juga hidup orang banyak di sekitar kita.
Baik lewat tongkat Musa yang sudah saya sampaikan kemarin maupun lewat kisah lima roti dan dua ikan ini kita bisa belajar bahwa Tuhan menginginkan kita untuk memeriksa dahulu apa yang ada pada diri kita sebelum kita berkeluh kesah atas ketidakmampuan kita, atas apa yang tidak kita punyai. Apa yang kita punya mungkin sangatlah kecil. Mungkin sangat sederhana, dan di mata manusia tidak ada gunanya. Kalaupun ada mungkin akan dianggap tidak cukup untuk melakukan sesuatu yang besar. Tetapi ketahuilah bahwa kuasa Tuhan yang bekerja atasnya sanggup mengubahkan itu menjadi sesuatu yang luar biasa. Bukankah semua ketersediaan itupun berasal dari Tuhan? Jika Dia sendiri yang memberikan talenta walau sekecil apapun itu, bukankah itu adalah sesuatu yang sangat baik yang pantas kita syukuri? Tidak ada satupun yang kebetulan, tidak ada satupun yang sia-sia jika itu berasal dari Tuhan. Jika itu berasal dari Tuhan, maka itu bisa menjadi sesuatu yang sangat besar kalau saja kita mau mencari atau memeriksanya baik-baik terlebih dahulu. Sebelum mengeluh dan patah semangat, dan agar bisa bangkit dari kegagalan yang pernah anda alami di masa lalu, alangkah baiknya jika anda mau memeriksa terlebih dahulu apa sebenarnya potensi yang anda miliki yang saat ini ada pada diri anda. Tuhan berkata, "Periksalah", dan itulah tepatnya yang harus kita lakukan.Tuhan tidak pernah dan tidak akan pernah meminta apa yang tidak kita miliki. Dia meminta apa yang kita punya dan mengubahnya menjadi berkat luar biasa. Tidak ada yang mustahil bagi Allah, termasuk mempergunakan sedikit saja dari yang kita miliki untuk menjadikannya mukjizat nyata dalam hidup saudara-saudara kita. Apa yang ada pada anda saat ini? Percayakah anda Tuhan mampu berkarya lewat itu secara luar biasa? Let's check what God has in store for us.
Buka mata dan hati, periksalah apa yang ada pada diri kita
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Monday, September 19, 2011
Periksa Apa Yang Ada (1) : Tongkat
Ayat bacaan: Keluaran 4:2
=================
"TUHAN berfirman kepadanya: "Apakah yang di tanganmu itu?" Jawab Musa: "Tongkat."
Sebuah penelitian menyebutkan bahwa setidaknya ada 4000 peluang yang hadir di depan kita setiap harinya. Ini jumlah yang sangat banyak, tetapi kita jarang menyadarinya. Tanpa sadar kita melewatkan setiap peluang yang ada di depan mata dan terus mengeluh bahwa kita tidak bisa melakukan apa-apa. Bahkan tidak jarang orang kemudian menyalahkan Tuhan atas keadaan yang ia hadapi. Mau buka usaha tetapi tidak ada modal, mau bekerja tetapi tidak ada lowongan, atau belum apa-apa sudah merasa yakin pasti tidak diterima. Betapa sering masalahnya datang bukan dari situasi melainkan justru lewat keraguan atau pola pikir negatif dari diri sendiri. Ada pula orang yang sulit bangkit dari kegagalan. Mereka trauma dan menjadi tidak lagi berani untuk bangkit. Bagi kita yang kerap melewatkan peluang untuk sukses dan sulit bangkit dari kegagalan terdahulu, hari ini saya ajak untuk menanyakan kepada diri sendiri: "Apa yang ada pada kita?" Apa yang masih tertinggal dalam diri kita dan apa yang bisa kita lakukan dengan itu untuk sukses? Cara berpikir seperti ini akan membantu kita dalam melepaskan kegagalan dari masa lalu, membantu kita untuk menyadari potensi diri kita sendiri, membebaskan kita dari ketakutan memandang masa depan dan tentu saja membawa kita kembali menyadari apa yang Tuhan telah sediakan bagi kita.
Alkitab pun mengajarkan kita untuk memiliki pola pikir seperti itu. Kita bisa membacanya lewat kisah Musa. Menyambung renungan kemarin mengenai Musa, mari kita lihat kembali bagaimana keraguan berkecamuk di dalam pikirannya yang sama seperti bentuk keraguan yang kerap mengganggu kita. Musa menanyakan: "Bagaimana jika mereka tidak percaya kepadaku dan tidak mendengarkan perkataanku, melainkan berkata: TUHAN tidak menampakkan diri kepadamu?" (Keluaran 4:1). What if, how if, itu isi pikiran Musa yang sama dengan apa yang seringkali membuat kita takut untuk mulai bergerak melakukan sesuatu. Reaksi Tuhan adalah sebagai berikut: "TUHAN berfirman kepadanya: "Apakah yang di tanganmu itu?" (ay 2a). lalu Musa menjawab: "Tongkat." (ay 2b). Tongkat. Bisa sejauh mana sih tongkat berguna? Ini cuma tongkat kayu yang tidak akan bisa dipakai untuk sesuatu yang besar. Itu mungkin yang dipikir Musa. Tapi lihat apa kata Tuhan berikutnya. "Firman TUHAN: "Lemparkanlah itu ke tanah." Dan ketika dilemparkannya ke tanah, maka tongkat itu menjadi ular, sehingga Musa lari meninggalkannya." (ay 3). Musa kaget melihat tongkatnya tiba-tiba berubah menjadi ular. Lalu selanjutnya "Tetapi firman TUHAN kepada Musa: "Ulurkanlah tanganmu dan peganglah ekornya" --Musa mengulurkan tangannya, ditangkapnya ular itu, lalu menjadi tongkat di tangannya." (ay 4). Lihatlah bahwa Tuhan menunjukkan dengan jelas bahwa meski di mata manusia sebuah tongkat bukan sesuatu yang besar nilai harganya, tetapi itu bisa berubah menjadi luar biasa lewat kuasa Tuhan. Dan itulah yang dikatakan Tuhan pula. "supaya mereka percaya, bahwa TUHAN, Allah nenek moyang mereka, Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub telah menampakkan diri kepadamu." (ay 5). Apa yang menjadi kekeliruan Musa pun menjadi kekeliruan yang masih kita lakukan hingga hari ini. Kita terlalu sering memandang hanya kepada kekurangan dan tidak melihat kelebihan kita terutama dengan adanya penyertaan Tuhan. Musa lebih tertarik untuk melihat ketidakmampuannya berbicara ketimbang menyadari bagaimana Tuhan bisa menyatakan kuasaNya yang mengatasi segalanya lewat sebilah tongkat kayu yang ia miliki. Tuhan mengalihkan pandangan Musa dari ketidakpercayaan dirinya menghadapi tugas maha berat yang harus ia emban kepada apa yang ada padanya saat itu. Hanya sebilah tongkat, itu lebih dari cukup untuk melakukan sesuatu yang luar biasa jika Tuhan berada bersamanya. Tuhan bisa mengubahkan hal-hal yang biasa atau tidak ada istimewanya yang ada pada Musa untuk melakukan mukjizat-mukjizatNya. Dan kemudian kita melihat bagaimana iman Musa bertumbuh seiring waktu, dimana mukjizat Tuhan pun bertumbuh semakin besar lewat pelayanannya.
Hanya sebilah tongkat dimiliki Musa yang tidak lagi muda dengan kekuatan yang tidak besar. Ketidakmampuannya untuk berbicara dengan baik menambah ketidakyakinannya. Tetapi lihat bagaimana Tuhan menyatakan kuasaNya di atas keterbatasan kita. Sebuah tongkat cukup bagi Tuhan untuk menyatakan kuasaNya. Seringkali kita luput menyadari hal ini karena kita hanya memandang ke satu arah: kepada ketidakmampuan atau keterbatasan kita. Kita lupa bahwa kuasa Tuhan mampu mengubah keadaan, mengubah keterbatasan menjadi sesuatu yang luar biasa. Dan kita harus ingat bahwa justru dibalik kelemahan kita kuasa Tuhan akan menjadi sempurna atas kita. "Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna." (2 Korintus 2:9) Jika lewat Musa kita bisa melihat hal ini, besok mari kita melihat kisah lainnya lewat mukjizat Yesus yang mengubahkan lima roti dan dua ikan untuk memberi makan ribuan orang.
Periksalah dahulu apa yang kita punya sebelum terlalu sibuk mengeluh atas apa yang tidak kita punya
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
=================
"TUHAN berfirman kepadanya: "Apakah yang di tanganmu itu?" Jawab Musa: "Tongkat."
Sebuah penelitian menyebutkan bahwa setidaknya ada 4000 peluang yang hadir di depan kita setiap harinya. Ini jumlah yang sangat banyak, tetapi kita jarang menyadarinya. Tanpa sadar kita melewatkan setiap peluang yang ada di depan mata dan terus mengeluh bahwa kita tidak bisa melakukan apa-apa. Bahkan tidak jarang orang kemudian menyalahkan Tuhan atas keadaan yang ia hadapi. Mau buka usaha tetapi tidak ada modal, mau bekerja tetapi tidak ada lowongan, atau belum apa-apa sudah merasa yakin pasti tidak diterima. Betapa sering masalahnya datang bukan dari situasi melainkan justru lewat keraguan atau pola pikir negatif dari diri sendiri. Ada pula orang yang sulit bangkit dari kegagalan. Mereka trauma dan menjadi tidak lagi berani untuk bangkit. Bagi kita yang kerap melewatkan peluang untuk sukses dan sulit bangkit dari kegagalan terdahulu, hari ini saya ajak untuk menanyakan kepada diri sendiri: "Apa yang ada pada kita?" Apa yang masih tertinggal dalam diri kita dan apa yang bisa kita lakukan dengan itu untuk sukses? Cara berpikir seperti ini akan membantu kita dalam melepaskan kegagalan dari masa lalu, membantu kita untuk menyadari potensi diri kita sendiri, membebaskan kita dari ketakutan memandang masa depan dan tentu saja membawa kita kembali menyadari apa yang Tuhan telah sediakan bagi kita.
Alkitab pun mengajarkan kita untuk memiliki pola pikir seperti itu. Kita bisa membacanya lewat kisah Musa. Menyambung renungan kemarin mengenai Musa, mari kita lihat kembali bagaimana keraguan berkecamuk di dalam pikirannya yang sama seperti bentuk keraguan yang kerap mengganggu kita. Musa menanyakan: "Bagaimana jika mereka tidak percaya kepadaku dan tidak mendengarkan perkataanku, melainkan berkata: TUHAN tidak menampakkan diri kepadamu?" (Keluaran 4:1). What if, how if, itu isi pikiran Musa yang sama dengan apa yang seringkali membuat kita takut untuk mulai bergerak melakukan sesuatu. Reaksi Tuhan adalah sebagai berikut: "TUHAN berfirman kepadanya: "Apakah yang di tanganmu itu?" (ay 2a). lalu Musa menjawab: "Tongkat." (ay 2b). Tongkat. Bisa sejauh mana sih tongkat berguna? Ini cuma tongkat kayu yang tidak akan bisa dipakai untuk sesuatu yang besar. Itu mungkin yang dipikir Musa. Tapi lihat apa kata Tuhan berikutnya. "Firman TUHAN: "Lemparkanlah itu ke tanah." Dan ketika dilemparkannya ke tanah, maka tongkat itu menjadi ular, sehingga Musa lari meninggalkannya." (ay 3). Musa kaget melihat tongkatnya tiba-tiba berubah menjadi ular. Lalu selanjutnya "Tetapi firman TUHAN kepada Musa: "Ulurkanlah tanganmu dan peganglah ekornya" --Musa mengulurkan tangannya, ditangkapnya ular itu, lalu menjadi tongkat di tangannya." (ay 4). Lihatlah bahwa Tuhan menunjukkan dengan jelas bahwa meski di mata manusia sebuah tongkat bukan sesuatu yang besar nilai harganya, tetapi itu bisa berubah menjadi luar biasa lewat kuasa Tuhan. Dan itulah yang dikatakan Tuhan pula. "supaya mereka percaya, bahwa TUHAN, Allah nenek moyang mereka, Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub telah menampakkan diri kepadamu." (ay 5). Apa yang menjadi kekeliruan Musa pun menjadi kekeliruan yang masih kita lakukan hingga hari ini. Kita terlalu sering memandang hanya kepada kekurangan dan tidak melihat kelebihan kita terutama dengan adanya penyertaan Tuhan. Musa lebih tertarik untuk melihat ketidakmampuannya berbicara ketimbang menyadari bagaimana Tuhan bisa menyatakan kuasaNya yang mengatasi segalanya lewat sebilah tongkat kayu yang ia miliki. Tuhan mengalihkan pandangan Musa dari ketidakpercayaan dirinya menghadapi tugas maha berat yang harus ia emban kepada apa yang ada padanya saat itu. Hanya sebilah tongkat, itu lebih dari cukup untuk melakukan sesuatu yang luar biasa jika Tuhan berada bersamanya. Tuhan bisa mengubahkan hal-hal yang biasa atau tidak ada istimewanya yang ada pada Musa untuk melakukan mukjizat-mukjizatNya. Dan kemudian kita melihat bagaimana iman Musa bertumbuh seiring waktu, dimana mukjizat Tuhan pun bertumbuh semakin besar lewat pelayanannya.
Hanya sebilah tongkat dimiliki Musa yang tidak lagi muda dengan kekuatan yang tidak besar. Ketidakmampuannya untuk berbicara dengan baik menambah ketidakyakinannya. Tetapi lihat bagaimana Tuhan menyatakan kuasaNya di atas keterbatasan kita. Sebuah tongkat cukup bagi Tuhan untuk menyatakan kuasaNya. Seringkali kita luput menyadari hal ini karena kita hanya memandang ke satu arah: kepada ketidakmampuan atau keterbatasan kita. Kita lupa bahwa kuasa Tuhan mampu mengubah keadaan, mengubah keterbatasan menjadi sesuatu yang luar biasa. Dan kita harus ingat bahwa justru dibalik kelemahan kita kuasa Tuhan akan menjadi sempurna atas kita. "Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna." (2 Korintus 2:9) Jika lewat Musa kita bisa melihat hal ini, besok mari kita melihat kisah lainnya lewat mukjizat Yesus yang mengubahkan lima roti dan dua ikan untuk memberi makan ribuan orang.
Periksalah dahulu apa yang kita punya sebelum terlalu sibuk mengeluh atas apa yang tidak kita punya
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Sunday, September 18, 2011
I Am What I Am
Ayat bacaan: Keluaran 3:14
====================
"And God said to Moses, I AM WHO I AM and WHAT I AM, and I WILL BE WHAT I WILL BE" (English AMP)
Berkecimpung di dunia musik untuk masa waktu yang sudah lumayan lama membuat saya mengenal dan mendapati musisi-musisi yang justru bersinar sangat terang dibalik kelemahannya, baik mengenal secara pribadi maupun lewat sejarah hidup mereka. Ada seorang gitaris dengan gaya gypsi yang legendaris bernama Django Reinhardt. Lahir dengan jumlah jari utuh, musibah menimpanya di tahun 1928 ketika caravan yang ditumpanginya mengalami kebakaran. Tangan kirinya terbakar dengan kondisi yang sangat parah. Dengan sisa dua jari yang masih berfungsi di tangan kirinya ia malah berhasil menciptakan fingering system baru. Bayangkan memainkan senar-senar hanya dengan dua jari, mungkinkah? Rasanya sulit dipercaya. Tetapi Django justru mampu memainkan chord dan melodi keduanya hanya dengan dua jari. Django bersinar justru dibalik keterbatasan atau kelemahannya, mengatasi logika manusia. Di korea ada pianis muda wanita yang hanya memiliki empat jari. Tetapi ia mampu bermain lebih baik dari yang masih lengkap jari-jarinya. Di Indonesia saya bertemu dengan pemuda yang buta tetapi permainan pianonya sudah sekelas pemain terkenal dunia. Ada penyanyi yang buta, bahkan gitaris tim musik di gereja saya ada yang tidak mempunyai kaki dan sebelah tangan, tetapi masih mampu melayani para jemaat untuk memuji Tuhan sekalipun ia harus digendong untuk naik dan turun. Lewat mereka-mereka ini saya mendapatkan pelajaran yang sangat berharga dalam hidup. Mereka tidak meratapi kekurangan mereka. Mereka tidak berfokus kepada keterbatasan kondisi mereka, tidak memandang kepada apa yang mereka tidak punya melainkan memaksimalkan apa yang masih mereka punya, dan itu ternyata mampu membuat mereka bersinar dengan hebatnya.
Betapa seringnya kita hanya sibuk memandang keterbatasan dan kekurangan kita. Kita mengeluh atas kelemahan dan mengabaikan kelebihan kita. Kita merasa percuma dalam berjuang karena terlalu sibuk memandang segala keterbatasan kita. Kita ragu akan kemampuan kita, kita ragu akan kesempatan untuk berhasil, padahal keraguan bukannya menolong tetapi justru membuat kita makin terpuruk. Seorang tokoh Alkitab yang sangat terkenal bernama Musa ternyata pernah mengalami keraguan yang sama ketika ia diutus Tuhan. Musa saat itu tidak lagi muda, dan ia merasa bahwa kemampuannya berbicara tidaklah baik. Maka ketika Tuhan tiba-tiba memanggilnya dikala Musa sedang menggembalakan domba-domba mertuanya Yitro, ia pun ragu. Banyak pertanyaan hadir di benaknya dan itu ia sampaikan kepada Tuhan. "Siapakah aku ini, maka aku yang akan menghadap Firaun dan membawa orang Israel keluar dari Mesir?" (Keluaran 3:11). Jawab Tuhan: "Bukankah Aku akan menyertai engkau?" (ay 12). Musa kembali bertanya, dan kemudian lihatlah bagaimana jawaban Tuhan berikut: "AKU ADALAH AKU." Lagi firman-Nya: "Beginilah kaukatakan kepada orang Israel itu: AKULAH AKU telah mengutus aku kepadamu." (ay 14). Dalam bahasa Inggrisnya lebih tegas: "I AM WHO I AM and WHAT I AM, and I WILL BE WHAT I WILL BE." Meski Tuhan sudah berkata sebegitu tegasnya, serangkaian pertanyaan masih dikemukakan Musa berdasarkan keraguannya akan kemampuan yang ia miliki. "Lalu kata Musa kepada TUHAN: "Ah, Tuhan, aku ini tidak pandai bicara, dahulupun tidak dan sejak Engkau berfirman kepada hamba-Mupun tidak, sebab aku berat mulut dan berat lidah." (4:11). Jika melihat versi bahasa Inggris, kelihatannya Musa memiliki masalah dalam berbicara. "..for I am slow of speech and have a heavy and awkward tongue." Tapi lihatlah jawaban Tuhan: "Siapakah yang membuat lidah manusia, siapakah yang membuat orang bisu atau tuli, membuat orang melihat atau buta; bukankah Aku, yakni TUHAN? Oleh sebab itu, pergilah, Aku akan menyertai lidahmu dan mengajar engkau, apa yang harus kaukatakan." (ay 11-12). Mungkin benar bahwa Musa punya kelemahan dalam hal berbicara. Musa bukanlah orator atau politisi yang pintar bersilat lidah, ia pun bukan penyair atau pengarang lagu yang handal merangkai kata. Tetapi Musa lupa satu hal, dan ini sangat penting. Bukan kemampuan kita yang menentukan, tetapi kuasa Tuhanlah yang memampukan.
Sepanjang berbagai kisah dalam Alkitab, Tuhan berulang kali membuktikan bahwa Dia sanggup memakai siapapun. Mulai dari gembala hingga pembantai orang Kristen, mulai dari anak-anak, wanita hingga orang tua, orang berdosa, pemungut cukai, nelayan, pelacur, semua bisa diubahkan Tuhan menjadi saluran berkatNya dan Dia pakai secara luar biasa. Paulus yang punya latar belakang sangat buruk sebagai pembantai orang Kristen, bisa diubahkan begitu luar biasa dalam sekejap. Paulus adalah mantan penjahat besar, tetapi bisakah kita bayangkan apa jadinya tanpa Paulus? Setelah Paulus aktif melayani, ia pun pada suatu kali pernah merasa terganggu atas kelemahannya dan meminta kepada Tuhan. Tetapi apa kata Tuhan? "Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna." (2 Korintus 2:9) Akhirnya Paulus pun menyadari bahwa bukan kemampuannya yang penting tetapi Tuhan lah yang memampukan, sehingga ia sampai pada satu kesimpulan, bahwa dalam kelemahannya-lah dia menjadi kuat. (2 Korintus 12:10).
Kelemahan kita, ketidakmampuan kita, keterbatasan kita, kekurangan kita, bahkan ketidaklengkapan kita sekalipun bisa dipergunakan Tuhan untuk menyatakan kuasaNya. Tuhan mampu memenuhi kita dengan kekuatan sehingga segala keterbasan kita bisa tetap dipakai untuk hal yang baik. Kita tetap bisa bersinar meski dalam keterbatasan. Yang pasti, jika itu rencana Tuhan, maka Dia sendiri telah menyediakan segala yang kita butuhkan. Dalam pandangan kita atau manusia mungkin itu terlihat tidak cukup, logika kita mungkin berkata bahwa apa yang kita miliki tidaklah ada apa-apanya, tetapi jika Tuhan yang menghendaki, maka apapun bisa terjadi. Para tokoh-tokoh musik yang saya sebutkan di atas sudah membuktikan bagaimana mereka justru bersinar terang di atas kelemahan mereka. Dalam melayani Tuhan pun demikian. Tidak harus super sarjana untuk berhasil dalam hidup, tidak harus jadi super pendeta untuk mampu melayani. Kita semua bisa dipakai Tuhan untuk menyatakan kemuliaanNya. We all can be used for His glory. Berbagai latar belakang kita, selemah apapun, bisa diubah menjadi sumber berkat luar biasa. Dibalik segala kelemahan kita, kuasa Tuhan justru menjadi sempurna. Bahkan Firman Tuhan secara spesifik berbicara mengenai hal ini dengan panjang lebar. "Sebab yang bodoh dari Allah lebih besar hikmatnya dari pada manusia dan yang lemah dari Allah lebih kuat dari pada manusia. Ingat saja, saudara-saudara, bagaimana keadaan kamu, ketika kamu dipanggil: menurut ukuran manusia tidak banyak orang yang bijak, tidak banyak orang yang berpengaruh, tidak banyak orang yang terpandang. Tetapi apa yang bodoh bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan orang-orang yang berhikmat, dan apa yang lemah bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan apa yang kuat, dan apa yang tidak terpandang dan yang hina bagi dunia, dipilih Allah, bahkan apa yang tidak berarti, dipilih Allah untuk meniadakan apa yang berarti." (1 Korintus 1:25-28). Dalam segala keterbatasan kita, datanglah pada Tuhan dan berpeganglah padaNya. Kita akan terus bertumbuh dalam kekuatan, semangat, dan sukacita jika kita terus membangun hubungan dengan Bapa di Surga. Semua tergantung seberapa besar kita mau taat, seberapa besar kita mau mematuhi dan menuruti kehendakNya bagi hidup kita. Tuhan sudah berkata bukan kekuatan kita yang penting, melainkan kuasaNya. "I AM WHO I AM and WHAT I AM, and I WILL BE WHAT I WILL BE." Kita harus menyadari betul bahwa "Akulah Aku", itu jauh lebih penting dari siapa aku. Berhentilah fokus terhadap kelemahan, tetapi maksimalkan terus apa yang ada pada kita. Tuhan mampu memberkati kita secara luar biasa lewat apapun yang ada pada kita hari ini, dan Dia sanggup memakai itu untuk menjadi saluran berkat kepada orang lain disekitar kita.
Kuasa Tuhan justru sempurna dalam kelemahan kita
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
====================
"And God said to Moses, I AM WHO I AM and WHAT I AM, and I WILL BE WHAT I WILL BE" (English AMP)
Berkecimpung di dunia musik untuk masa waktu yang sudah lumayan lama membuat saya mengenal dan mendapati musisi-musisi yang justru bersinar sangat terang dibalik kelemahannya, baik mengenal secara pribadi maupun lewat sejarah hidup mereka. Ada seorang gitaris dengan gaya gypsi yang legendaris bernama Django Reinhardt. Lahir dengan jumlah jari utuh, musibah menimpanya di tahun 1928 ketika caravan yang ditumpanginya mengalami kebakaran. Tangan kirinya terbakar dengan kondisi yang sangat parah. Dengan sisa dua jari yang masih berfungsi di tangan kirinya ia malah berhasil menciptakan fingering system baru. Bayangkan memainkan senar-senar hanya dengan dua jari, mungkinkah? Rasanya sulit dipercaya. Tetapi Django justru mampu memainkan chord dan melodi keduanya hanya dengan dua jari. Django bersinar justru dibalik keterbatasan atau kelemahannya, mengatasi logika manusia. Di korea ada pianis muda wanita yang hanya memiliki empat jari. Tetapi ia mampu bermain lebih baik dari yang masih lengkap jari-jarinya. Di Indonesia saya bertemu dengan pemuda yang buta tetapi permainan pianonya sudah sekelas pemain terkenal dunia. Ada penyanyi yang buta, bahkan gitaris tim musik di gereja saya ada yang tidak mempunyai kaki dan sebelah tangan, tetapi masih mampu melayani para jemaat untuk memuji Tuhan sekalipun ia harus digendong untuk naik dan turun. Lewat mereka-mereka ini saya mendapatkan pelajaran yang sangat berharga dalam hidup. Mereka tidak meratapi kekurangan mereka. Mereka tidak berfokus kepada keterbatasan kondisi mereka, tidak memandang kepada apa yang mereka tidak punya melainkan memaksimalkan apa yang masih mereka punya, dan itu ternyata mampu membuat mereka bersinar dengan hebatnya.
Betapa seringnya kita hanya sibuk memandang keterbatasan dan kekurangan kita. Kita mengeluh atas kelemahan dan mengabaikan kelebihan kita. Kita merasa percuma dalam berjuang karena terlalu sibuk memandang segala keterbatasan kita. Kita ragu akan kemampuan kita, kita ragu akan kesempatan untuk berhasil, padahal keraguan bukannya menolong tetapi justru membuat kita makin terpuruk. Seorang tokoh Alkitab yang sangat terkenal bernama Musa ternyata pernah mengalami keraguan yang sama ketika ia diutus Tuhan. Musa saat itu tidak lagi muda, dan ia merasa bahwa kemampuannya berbicara tidaklah baik. Maka ketika Tuhan tiba-tiba memanggilnya dikala Musa sedang menggembalakan domba-domba mertuanya Yitro, ia pun ragu. Banyak pertanyaan hadir di benaknya dan itu ia sampaikan kepada Tuhan. "Siapakah aku ini, maka aku yang akan menghadap Firaun dan membawa orang Israel keluar dari Mesir?" (Keluaran 3:11). Jawab Tuhan: "Bukankah Aku akan menyertai engkau?" (ay 12). Musa kembali bertanya, dan kemudian lihatlah bagaimana jawaban Tuhan berikut: "AKU ADALAH AKU." Lagi firman-Nya: "Beginilah kaukatakan kepada orang Israel itu: AKULAH AKU telah mengutus aku kepadamu." (ay 14). Dalam bahasa Inggrisnya lebih tegas: "I AM WHO I AM and WHAT I AM, and I WILL BE WHAT I WILL BE." Meski Tuhan sudah berkata sebegitu tegasnya, serangkaian pertanyaan masih dikemukakan Musa berdasarkan keraguannya akan kemampuan yang ia miliki. "Lalu kata Musa kepada TUHAN: "Ah, Tuhan, aku ini tidak pandai bicara, dahulupun tidak dan sejak Engkau berfirman kepada hamba-Mupun tidak, sebab aku berat mulut dan berat lidah." (4:11). Jika melihat versi bahasa Inggris, kelihatannya Musa memiliki masalah dalam berbicara. "..for I am slow of speech and have a heavy and awkward tongue." Tapi lihatlah jawaban Tuhan: "Siapakah yang membuat lidah manusia, siapakah yang membuat orang bisu atau tuli, membuat orang melihat atau buta; bukankah Aku, yakni TUHAN? Oleh sebab itu, pergilah, Aku akan menyertai lidahmu dan mengajar engkau, apa yang harus kaukatakan." (ay 11-12). Mungkin benar bahwa Musa punya kelemahan dalam hal berbicara. Musa bukanlah orator atau politisi yang pintar bersilat lidah, ia pun bukan penyair atau pengarang lagu yang handal merangkai kata. Tetapi Musa lupa satu hal, dan ini sangat penting. Bukan kemampuan kita yang menentukan, tetapi kuasa Tuhanlah yang memampukan.
Sepanjang berbagai kisah dalam Alkitab, Tuhan berulang kali membuktikan bahwa Dia sanggup memakai siapapun. Mulai dari gembala hingga pembantai orang Kristen, mulai dari anak-anak, wanita hingga orang tua, orang berdosa, pemungut cukai, nelayan, pelacur, semua bisa diubahkan Tuhan menjadi saluran berkatNya dan Dia pakai secara luar biasa. Paulus yang punya latar belakang sangat buruk sebagai pembantai orang Kristen, bisa diubahkan begitu luar biasa dalam sekejap. Paulus adalah mantan penjahat besar, tetapi bisakah kita bayangkan apa jadinya tanpa Paulus? Setelah Paulus aktif melayani, ia pun pada suatu kali pernah merasa terganggu atas kelemahannya dan meminta kepada Tuhan. Tetapi apa kata Tuhan? "Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna." (2 Korintus 2:9) Akhirnya Paulus pun menyadari bahwa bukan kemampuannya yang penting tetapi Tuhan lah yang memampukan, sehingga ia sampai pada satu kesimpulan, bahwa dalam kelemahannya-lah dia menjadi kuat. (2 Korintus 12:10).
Kelemahan kita, ketidakmampuan kita, keterbatasan kita, kekurangan kita, bahkan ketidaklengkapan kita sekalipun bisa dipergunakan Tuhan untuk menyatakan kuasaNya. Tuhan mampu memenuhi kita dengan kekuatan sehingga segala keterbasan kita bisa tetap dipakai untuk hal yang baik. Kita tetap bisa bersinar meski dalam keterbatasan. Yang pasti, jika itu rencana Tuhan, maka Dia sendiri telah menyediakan segala yang kita butuhkan. Dalam pandangan kita atau manusia mungkin itu terlihat tidak cukup, logika kita mungkin berkata bahwa apa yang kita miliki tidaklah ada apa-apanya, tetapi jika Tuhan yang menghendaki, maka apapun bisa terjadi. Para tokoh-tokoh musik yang saya sebutkan di atas sudah membuktikan bagaimana mereka justru bersinar terang di atas kelemahan mereka. Dalam melayani Tuhan pun demikian. Tidak harus super sarjana untuk berhasil dalam hidup, tidak harus jadi super pendeta untuk mampu melayani. Kita semua bisa dipakai Tuhan untuk menyatakan kemuliaanNya. We all can be used for His glory. Berbagai latar belakang kita, selemah apapun, bisa diubah menjadi sumber berkat luar biasa. Dibalik segala kelemahan kita, kuasa Tuhan justru menjadi sempurna. Bahkan Firman Tuhan secara spesifik berbicara mengenai hal ini dengan panjang lebar. "Sebab yang bodoh dari Allah lebih besar hikmatnya dari pada manusia dan yang lemah dari Allah lebih kuat dari pada manusia. Ingat saja, saudara-saudara, bagaimana keadaan kamu, ketika kamu dipanggil: menurut ukuran manusia tidak banyak orang yang bijak, tidak banyak orang yang berpengaruh, tidak banyak orang yang terpandang. Tetapi apa yang bodoh bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan orang-orang yang berhikmat, dan apa yang lemah bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan apa yang kuat, dan apa yang tidak terpandang dan yang hina bagi dunia, dipilih Allah, bahkan apa yang tidak berarti, dipilih Allah untuk meniadakan apa yang berarti." (1 Korintus 1:25-28). Dalam segala keterbatasan kita, datanglah pada Tuhan dan berpeganglah padaNya. Kita akan terus bertumbuh dalam kekuatan, semangat, dan sukacita jika kita terus membangun hubungan dengan Bapa di Surga. Semua tergantung seberapa besar kita mau taat, seberapa besar kita mau mematuhi dan menuruti kehendakNya bagi hidup kita. Tuhan sudah berkata bukan kekuatan kita yang penting, melainkan kuasaNya. "I AM WHO I AM and WHAT I AM, and I WILL BE WHAT I WILL BE." Kita harus menyadari betul bahwa "Akulah Aku", itu jauh lebih penting dari siapa aku. Berhentilah fokus terhadap kelemahan, tetapi maksimalkan terus apa yang ada pada kita. Tuhan mampu memberkati kita secara luar biasa lewat apapun yang ada pada kita hari ini, dan Dia sanggup memakai itu untuk menjadi saluran berkat kepada orang lain disekitar kita.
Kuasa Tuhan justru sempurna dalam kelemahan kita
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Saturday, September 17, 2011
Gelisah dan Cemas
Ayat bacaan: Yakobus 4:8a
===================
"Mendekatlah kepada Allah, dan Ia akan mendekat kepadamu."
"Seandainya tidak ada masalah, betapa tenangnya hidup ini.." kata seorang tetangga saya sambil tersenyum kecut. Sebenarnya tidak ada masalah serius yang tengah ia hadapi. Ia memiliki pekerjaan yang baik, kehidupan rumah tangganya rukun, anak-anaknya juga sehat dan bisa bersekolah tanpa kekurangan. Tetapi ia hidup terus dalam kecemasan. Ia tidak bisa merasa senang dan cepat merasa gelisah. Ketika saya tanyakan apa yang membuatnya gelisah ia berkata, "sejauh ini tidak ada sih..tapi siapa yang tahu besok bagaimana..wong hidup ini serba tidak pasti kok.." Ia tampaknya gelisah memikirkan segala kemungkinan yang bisa terjadi di depan. Tidak ada yang pasti dalam hidup ini. Kita tidak tahu apa yang akan terjadi besok, lusa atau beberapa menit ke depan. Tetangga saya terperangkap dalam ketakutannya sendiri, yang ia sendiri pun tidak tahu alasannya. Ada banyak orang yang merasakan hal seperti ini di sekitar kita, atau bahkan kita sendiri mungkin pernah atau sedang merasakannya. Makan tak enak, tidur tak nyenyak, duduk pun tak nyaman. Di antara anak-anak Tuhan sendiri pun tidak tertutup kemungkinan merasakan hal yang sama. Tetangga saya itu misalnya, ia pun orang percaya. Tetapi tetap rasa takut menguasai dirinya begitu besar. Sekali lagi, apapun bisa terjadi dan kita tidak punya kemampuan cukup untuk bisa melihat apa yang ada di depan. Tetapi itu bukan alasan bagi kita untuk hidup dengan ketakutan. Apa yang biasanya membuat hal ini terjadi adalah kesalah-kaprahan kita untuk membiarkan pikiran-pikiran negatif mencekam perasaan kita. Berhati-hatilah akan hal itu, karena itu akan menjadi lahan subur bagi iblis untuk menancapkan kukunya lebih dalam lagi, membuat kita bertambah takut, kalut dan gelisah.
Tidak ada satu manusiapun yang tidak pernah gelisah. Itu benar. Tetapi jika tidak hati-hati, kadar kegelisahan itu bisa menimbulkan masalah jika dibiarkan terus menerus mengganggu kita. Dalam tahap normal perasaan tidak tenang mungkin hanya membuat kita tidak betah duduk diam. Kegelisahan membuat kita terus mondar mandir tanpa arah yang biasanya dilakukan untuk mengurangi kadar kegelisahan itu. Sedikit di atas ambang batas normal, kita mungkin akan mulai merasa mulas, keringat dingin, atau gampang tersulut emosi. Jika terus dibiarkan kita akan mulai mengalami kesulitan tidur, atau kalaupun tidur kita akan terbangun mendadak di tengah malam sambil berkeringat dingin dan berdebar, bermimpi buruk atau bahkan berteriak-teriak selagi tidur. Dalam kondisi paling ekstrim, ada juga orang yang memutuskan untuk mengakhiri hidupnya karena dihantui perasaan tidak tenang, dan itu sudah berulang kali kita dengar atau lihat. Manusia mempunyai perasaan, dan ketika ada sesuatu yang mengganggu perasaan kita maka kegelisahan bisa timbul. Sebanyak reaksi yang muncul berawal dari kegelisahan ini, sebanyak itu pula alternatif cara yang mungkin diambil untuk mengatasinya. Seberapa banyak dari kita yang memutuskan untuk lebih dekat lagi dengan Tuhan dalam mengatasi kecemasan? Sayangnya hal ini seringkali kita abaikan. Kita lebih suka mencari solusi lewat jalan-jalan pintas secara duniawi atau bahkan lebih mudah terbujuk solusi-solusi sesat ketimbang memilih jalur bersama Tuhan sebagai solusi. Bukannya makin dekat malah semakin menjauh. Kunci ketenangan bukanlah diukur dari ada tidaknya atau besar kecilnya masalah, tetapi akan sangat bergantung dari sedekat apa kita dengan Tuhan.
Daud mengetahui solusi terbaik untuk mengatasi kecemasan dalam hidupnya, dan ia menuliskan itu di dalam Mazmurnya. "Hanya dekat Allah saja aku tenang, dari pada-Nyalah keselamatanku." (Mazmur 62:2). Daud bisa menyimpulkan solusi terbaik agar bisa merasa tenang. Jika anda terus membaca kisah Daud sejak awal hingga akhir hayatnya maka anda tahu bahwa Daud sama seperti kita yang tidak terlepas dari masalah. Meski ia seorang raja, masalah tetap hadir pada waktu-waktu tertentu, dan dalam beberapa kesempatan masalah yang dihadapi Daud tidaklah ringan. Tetapi lihatlah Daud mengerti bahwa akan selalu ada masalah dalam hidup. Siapapun kita, apapun status kita, sebanyak apapun harta yang kita miliki, itu tidak pernah bisa menjamin diri kita akan terbebas selamanya dari masalah. Jika itu yang kita fokuskan, maka kita tidak akan pernah bisa merasa tenang dan damai. Mengapa? Karena bukan disitu kuncinya. Kunci ketenangan, kedamaian hidup bukanlah tergantung dari kondisi yang kita hadapi melainkan dari hubungan kita dengan Tuhan. Dalam hubungan yang erat dengan Tuhan kita akan selalu bisa mendapatkan kekuatan dan penghiburan sehingga tidak perlu menjadi tidak tenang karena terus menerus menimbang berat ringannya masalah kehidupan. Tidak banyak yang menyadari hal ini. Mereka malah semakin lupa kepada Tuhan dan lebih tertarik untuk terus bergelut dalam kegelisahan tanpa jawaban pasti. Yesus sudah menyatakan kesediaanNya untuk meringankan beban kita dengan berkata "Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu." (Matius 11:28). Masalah boleh ada dan akan tetap ada, tetapi kita tetap bisa tenang dalam menyikapi atau menghadapinya jika kita mengetahui kunci dari ketenangan sesungguhnya terletak dalam hubungan kita dengan Tuhan.
Lantas pertanyaan selanjutnya. Sulitkah bagi kita untuk mendapatkan Tuhan? Alkitab mengatakan justru sebaliknya. "Mendekatlah kepada Allah, dan Ia akan mendekat kepadamu." (Yakobus 4:8a). Terdengar sederhana bukan? Dalam Perjanjian Lama lewat Yeremia kita bisa pula mendapatkan pesan Tuhan yang bunyinya demikian: "Dan apabila kamu berseru dan datang untuk berdoa kepada-Ku, maka Aku akan mendengarkan kamu; apabila kamu mencari Aku, kamu akan menemukan Aku; apabila kamu menanyakan Aku dengan segenap hati, Aku akan memberi kamu menemukan Aku." (Yeremia 29:12-14a). Lihatlah bahwa Tuhan sudah menyatakan kesediaanNya untuk berada dekat dengan kita. Dia siap untuk meringankan beban kita, bahkan dengan senang hati membuka diriNya agar kita bisa menemukanNya. Tuhan tidak pernah terlalu sibuk untuk kita. Siapapun kita, semuanya adalah ciptaanNya yang spesial yang teramat sangat Dia kasihi. Tuhan hanyalah sejarak doa, atau sejarak Alkitab dimana kita bisa menemukan perkataanNya yang meneguhkan. Tetapi seringkali kita lah yang lupa untuk mencariNya karena terlalu sibuk mencari cara mengatasinya dengan mengandalkan diri sendiri atau berharap pada orang lain. Ada juga orang yang mengaku percaya tetapi sebenarnya ragu-ragu. Mereka tidak yakin Tuhan mendengar suara mereka, mereka tidak yakin Tuhan mau dekat dengan mereka, sehingga sambil berdoa mereka pun terus mencari cara-cara alternatif termasuk yang sesat dalam waktu yang sama. Atau mereka merasa hubungan dengan Tuhan tidak lancar, dan kerap kali itu terjadi karena kita masih saja sulit untuk melepaskan dosa-dosa yang membebani kita. Dalam Yeremia dikatakan "Kesalahanmu menghalangi semuanya ini, dan dosamu menghambat yang baik dari padamu." (Yeremia 5:25). Hal yang sama bisa kita baca dari Firman Tuhan berikut ini: "Sesungguhnya, tangan TUHAN tidak kurang panjang untuk menyelamatkan, dan pendengaran-Nya tidak kurang tajam untuk mendengar; tetapi yang merupakan pemisah antara kamu dan Allahmu ialah segala kejahatanmu, dan yang membuat Dia menyembunyikan diri terhadap kamu, sehingga Ia tidak mendengar, ialah segala dosamu." (Yesaya 59:1-2).
Perasaan tenang atau tidak bukanlah tergantung dari frekuensi atau intensitas masalah, tetapi dari hubungan kita dengan Tuhan. Jika berbagai bentuk perasaan yang mengganggu kerap datang, mungkin itu saatnya bagi kita untuk membenahi ulang hubungan kita dengan Tuhan dan kembali dekat kepadaNya. Mungkin kita sudah terlalu jauh dari Tuhan sehingga beban pikiran dan perasaan gelisah atau cemas bisa begitu menguasai diri kita. Tuhan sudah menyatakan bahwa Dia akan selalu siap memberi kelegaan, kembali menguatkan dan bentuk-bentuk pertolongan lainnya kepada siapapun yang mau datang kepadaNya, mencariNya dengan sungguh-sungguh. Apakah itu kegelisahan akan sesuatu yang belum jelas, apakah itu luka-luka atau kekecewaan di masa lalu, kenangan buruk, kondisi-kondisi traumatis akibat kegagalan di waktu lalu dan sebagainya, Tuhan lebih dari sanggup untuk melepaskan kita dari semua itu, tidak peduli seberat apapun. Jangan biarkan perasaan-perasaan negatif itu berlarut-larut. Ambil solusi yang terbaik agar kita tidak malah menambah masalah lebih banyak lagi lewat keputusan-keputusan yang salah. Berusaha untuk mencari penyelesaian agar bisa kembali tenang itu baik sejauh tidak bertentangan dengan firman Tuhan tidaklah salah, akan tetapi jangan lupa pula bahwa di dalam Tuhanlah sebenarnya ada jawaban yang memampukan kita untuk menyelesaikannya dan keluar menjadi pemenang. Anda dan saya bisa tetap tidur nyenyak dan tersenyum tanpa kehilangan sukacita meski masalah tengah melanda apabila kita memiliki hubungan yang dekat dengan Tuhan. Inilah saatnya untuk menyegarkan kembali hubungan pribadi anda dengan Tuhan. Jika anda merasa sudah dekat namun kegelisahan masih melanda, mungkin itu tandanya untuk mengaplikasikan iman yang di dalamnya terdapat pengharapan secara nyata dalam kehidupan rohani anda. Anda ingin mengalami hidup yang tenang, jauh dari kegelisahan tanpa terpengaruh oleh keadaan? Jawabannya ada pada Tuhan dan kedekatan anda denganNya.
Sumber sukacita yang sejati berasal dari Tuhan dan tidak tergantung dari ada tidaknya masalah
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
===================
"Mendekatlah kepada Allah, dan Ia akan mendekat kepadamu."
"Seandainya tidak ada masalah, betapa tenangnya hidup ini.." kata seorang tetangga saya sambil tersenyum kecut. Sebenarnya tidak ada masalah serius yang tengah ia hadapi. Ia memiliki pekerjaan yang baik, kehidupan rumah tangganya rukun, anak-anaknya juga sehat dan bisa bersekolah tanpa kekurangan. Tetapi ia hidup terus dalam kecemasan. Ia tidak bisa merasa senang dan cepat merasa gelisah. Ketika saya tanyakan apa yang membuatnya gelisah ia berkata, "sejauh ini tidak ada sih..tapi siapa yang tahu besok bagaimana..wong hidup ini serba tidak pasti kok.." Ia tampaknya gelisah memikirkan segala kemungkinan yang bisa terjadi di depan. Tidak ada yang pasti dalam hidup ini. Kita tidak tahu apa yang akan terjadi besok, lusa atau beberapa menit ke depan. Tetangga saya terperangkap dalam ketakutannya sendiri, yang ia sendiri pun tidak tahu alasannya. Ada banyak orang yang merasakan hal seperti ini di sekitar kita, atau bahkan kita sendiri mungkin pernah atau sedang merasakannya. Makan tak enak, tidur tak nyenyak, duduk pun tak nyaman. Di antara anak-anak Tuhan sendiri pun tidak tertutup kemungkinan merasakan hal yang sama. Tetangga saya itu misalnya, ia pun orang percaya. Tetapi tetap rasa takut menguasai dirinya begitu besar. Sekali lagi, apapun bisa terjadi dan kita tidak punya kemampuan cukup untuk bisa melihat apa yang ada di depan. Tetapi itu bukan alasan bagi kita untuk hidup dengan ketakutan. Apa yang biasanya membuat hal ini terjadi adalah kesalah-kaprahan kita untuk membiarkan pikiran-pikiran negatif mencekam perasaan kita. Berhati-hatilah akan hal itu, karena itu akan menjadi lahan subur bagi iblis untuk menancapkan kukunya lebih dalam lagi, membuat kita bertambah takut, kalut dan gelisah.
Tidak ada satu manusiapun yang tidak pernah gelisah. Itu benar. Tetapi jika tidak hati-hati, kadar kegelisahan itu bisa menimbulkan masalah jika dibiarkan terus menerus mengganggu kita. Dalam tahap normal perasaan tidak tenang mungkin hanya membuat kita tidak betah duduk diam. Kegelisahan membuat kita terus mondar mandir tanpa arah yang biasanya dilakukan untuk mengurangi kadar kegelisahan itu. Sedikit di atas ambang batas normal, kita mungkin akan mulai merasa mulas, keringat dingin, atau gampang tersulut emosi. Jika terus dibiarkan kita akan mulai mengalami kesulitan tidur, atau kalaupun tidur kita akan terbangun mendadak di tengah malam sambil berkeringat dingin dan berdebar, bermimpi buruk atau bahkan berteriak-teriak selagi tidur. Dalam kondisi paling ekstrim, ada juga orang yang memutuskan untuk mengakhiri hidupnya karena dihantui perasaan tidak tenang, dan itu sudah berulang kali kita dengar atau lihat. Manusia mempunyai perasaan, dan ketika ada sesuatu yang mengganggu perasaan kita maka kegelisahan bisa timbul. Sebanyak reaksi yang muncul berawal dari kegelisahan ini, sebanyak itu pula alternatif cara yang mungkin diambil untuk mengatasinya. Seberapa banyak dari kita yang memutuskan untuk lebih dekat lagi dengan Tuhan dalam mengatasi kecemasan? Sayangnya hal ini seringkali kita abaikan. Kita lebih suka mencari solusi lewat jalan-jalan pintas secara duniawi atau bahkan lebih mudah terbujuk solusi-solusi sesat ketimbang memilih jalur bersama Tuhan sebagai solusi. Bukannya makin dekat malah semakin menjauh. Kunci ketenangan bukanlah diukur dari ada tidaknya atau besar kecilnya masalah, tetapi akan sangat bergantung dari sedekat apa kita dengan Tuhan.
Daud mengetahui solusi terbaik untuk mengatasi kecemasan dalam hidupnya, dan ia menuliskan itu di dalam Mazmurnya. "Hanya dekat Allah saja aku tenang, dari pada-Nyalah keselamatanku." (Mazmur 62:2). Daud bisa menyimpulkan solusi terbaik agar bisa merasa tenang. Jika anda terus membaca kisah Daud sejak awal hingga akhir hayatnya maka anda tahu bahwa Daud sama seperti kita yang tidak terlepas dari masalah. Meski ia seorang raja, masalah tetap hadir pada waktu-waktu tertentu, dan dalam beberapa kesempatan masalah yang dihadapi Daud tidaklah ringan. Tetapi lihatlah Daud mengerti bahwa akan selalu ada masalah dalam hidup. Siapapun kita, apapun status kita, sebanyak apapun harta yang kita miliki, itu tidak pernah bisa menjamin diri kita akan terbebas selamanya dari masalah. Jika itu yang kita fokuskan, maka kita tidak akan pernah bisa merasa tenang dan damai. Mengapa? Karena bukan disitu kuncinya. Kunci ketenangan, kedamaian hidup bukanlah tergantung dari kondisi yang kita hadapi melainkan dari hubungan kita dengan Tuhan. Dalam hubungan yang erat dengan Tuhan kita akan selalu bisa mendapatkan kekuatan dan penghiburan sehingga tidak perlu menjadi tidak tenang karena terus menerus menimbang berat ringannya masalah kehidupan. Tidak banyak yang menyadari hal ini. Mereka malah semakin lupa kepada Tuhan dan lebih tertarik untuk terus bergelut dalam kegelisahan tanpa jawaban pasti. Yesus sudah menyatakan kesediaanNya untuk meringankan beban kita dengan berkata "Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu." (Matius 11:28). Masalah boleh ada dan akan tetap ada, tetapi kita tetap bisa tenang dalam menyikapi atau menghadapinya jika kita mengetahui kunci dari ketenangan sesungguhnya terletak dalam hubungan kita dengan Tuhan.
Lantas pertanyaan selanjutnya. Sulitkah bagi kita untuk mendapatkan Tuhan? Alkitab mengatakan justru sebaliknya. "Mendekatlah kepada Allah, dan Ia akan mendekat kepadamu." (Yakobus 4:8a). Terdengar sederhana bukan? Dalam Perjanjian Lama lewat Yeremia kita bisa pula mendapatkan pesan Tuhan yang bunyinya demikian: "Dan apabila kamu berseru dan datang untuk berdoa kepada-Ku, maka Aku akan mendengarkan kamu; apabila kamu mencari Aku, kamu akan menemukan Aku; apabila kamu menanyakan Aku dengan segenap hati, Aku akan memberi kamu menemukan Aku." (Yeremia 29:12-14a). Lihatlah bahwa Tuhan sudah menyatakan kesediaanNya untuk berada dekat dengan kita. Dia siap untuk meringankan beban kita, bahkan dengan senang hati membuka diriNya agar kita bisa menemukanNya. Tuhan tidak pernah terlalu sibuk untuk kita. Siapapun kita, semuanya adalah ciptaanNya yang spesial yang teramat sangat Dia kasihi. Tuhan hanyalah sejarak doa, atau sejarak Alkitab dimana kita bisa menemukan perkataanNya yang meneguhkan. Tetapi seringkali kita lah yang lupa untuk mencariNya karena terlalu sibuk mencari cara mengatasinya dengan mengandalkan diri sendiri atau berharap pada orang lain. Ada juga orang yang mengaku percaya tetapi sebenarnya ragu-ragu. Mereka tidak yakin Tuhan mendengar suara mereka, mereka tidak yakin Tuhan mau dekat dengan mereka, sehingga sambil berdoa mereka pun terus mencari cara-cara alternatif termasuk yang sesat dalam waktu yang sama. Atau mereka merasa hubungan dengan Tuhan tidak lancar, dan kerap kali itu terjadi karena kita masih saja sulit untuk melepaskan dosa-dosa yang membebani kita. Dalam Yeremia dikatakan "Kesalahanmu menghalangi semuanya ini, dan dosamu menghambat yang baik dari padamu." (Yeremia 5:25). Hal yang sama bisa kita baca dari Firman Tuhan berikut ini: "Sesungguhnya, tangan TUHAN tidak kurang panjang untuk menyelamatkan, dan pendengaran-Nya tidak kurang tajam untuk mendengar; tetapi yang merupakan pemisah antara kamu dan Allahmu ialah segala kejahatanmu, dan yang membuat Dia menyembunyikan diri terhadap kamu, sehingga Ia tidak mendengar, ialah segala dosamu." (Yesaya 59:1-2).
Perasaan tenang atau tidak bukanlah tergantung dari frekuensi atau intensitas masalah, tetapi dari hubungan kita dengan Tuhan. Jika berbagai bentuk perasaan yang mengganggu kerap datang, mungkin itu saatnya bagi kita untuk membenahi ulang hubungan kita dengan Tuhan dan kembali dekat kepadaNya. Mungkin kita sudah terlalu jauh dari Tuhan sehingga beban pikiran dan perasaan gelisah atau cemas bisa begitu menguasai diri kita. Tuhan sudah menyatakan bahwa Dia akan selalu siap memberi kelegaan, kembali menguatkan dan bentuk-bentuk pertolongan lainnya kepada siapapun yang mau datang kepadaNya, mencariNya dengan sungguh-sungguh. Apakah itu kegelisahan akan sesuatu yang belum jelas, apakah itu luka-luka atau kekecewaan di masa lalu, kenangan buruk, kondisi-kondisi traumatis akibat kegagalan di waktu lalu dan sebagainya, Tuhan lebih dari sanggup untuk melepaskan kita dari semua itu, tidak peduli seberat apapun. Jangan biarkan perasaan-perasaan negatif itu berlarut-larut. Ambil solusi yang terbaik agar kita tidak malah menambah masalah lebih banyak lagi lewat keputusan-keputusan yang salah. Berusaha untuk mencari penyelesaian agar bisa kembali tenang itu baik sejauh tidak bertentangan dengan firman Tuhan tidaklah salah, akan tetapi jangan lupa pula bahwa di dalam Tuhanlah sebenarnya ada jawaban yang memampukan kita untuk menyelesaikannya dan keluar menjadi pemenang. Anda dan saya bisa tetap tidur nyenyak dan tersenyum tanpa kehilangan sukacita meski masalah tengah melanda apabila kita memiliki hubungan yang dekat dengan Tuhan. Inilah saatnya untuk menyegarkan kembali hubungan pribadi anda dengan Tuhan. Jika anda merasa sudah dekat namun kegelisahan masih melanda, mungkin itu tandanya untuk mengaplikasikan iman yang di dalamnya terdapat pengharapan secara nyata dalam kehidupan rohani anda. Anda ingin mengalami hidup yang tenang, jauh dari kegelisahan tanpa terpengaruh oleh keadaan? Jawabannya ada pada Tuhan dan kedekatan anda denganNya.
Sumber sukacita yang sejati berasal dari Tuhan dan tidak tergantung dari ada tidaknya masalah
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Subscribe to:
Posts (Atom)
Menjadi Anggur Yang Baik (1)
Ayat bacaan: Yohanes 2:9 ===================== "Setelah pemimpin pesta itu mengecap air, yang telah menjadi anggur itu--dan ia tidak t...
-
Ayat bacaan: Ibrani 10:24-25 ====================== "Dan marilah kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih ...
-
Ayat bacaan: Ibrani 10:24 ===================== "Dan marilah kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih dan ...
-
Ayat bacaan: Mazmur 23:4 ====================== "Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau...