Ayat bacaan: Lukas 15:32
========================
"Kita patut bersukacita dan bergembira karena adikmu telah mati dan menjadi hidup kembali, ia telah hilang dan didapat kembali."
Merasa bersukacita ketika kita berada dalam kondisi baik itu wajar dan tidak salah sama sekali. Siapa yang tidak bergembira jika segalanya berjalan dengan lancar tepat seperti yang diinginkan? Lebih dari itu, bersukacitapun seharusnya ada pada kita ketika kita menyadari atau merasakan kebaikan Tuhan serta penyertaanNya dalam hidup kita. Segala yang telah Dia anugerahkan bagi kita termasuk di dalamnya yaitu keselamatan sudah sepantasnya membuat kita bersyukur dan dipenuhi rasa sukacita. Dalam keterbatasan dan kesederhanaan hidup saya bersukacita. Bersukacita untuk kesehatan yang diberikan Tuhan, bersukacita karena saya masih bisa bekerja dalam kondisi baik, bersukacita untuk istri yang luar biasa dan rumah tangga yang hangat. Meski saya baru saja pulang sehabis bekerja hingga lewat tengah malam, meski rasa lelah terasa, tetapi saya saat ini tersenyum sambil menulis renungan ini karena merasakan sukacita tersebut. Dan memang Tuhan menginginkan kita agar senantiasa bersukacita. "Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakan: Bersukacitalah!" (Filipi 4:4) Dalam renungan kemarin kita pun melihat bahwa sukacita mampu membawa kemuliaanNya turun dari langit. "...Mereka menyaringkan suara dengan nafiri, ceracap dan alat-alat musik sambil memuji TUHAN dengan ucapan: "Sebab Ia baik! Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya." Pada ketika itu rumah itu, yakni rumah TUHAN, dipenuhi awan." (2 Tawarikh 5:13). Bersukacita atas keadaan kita tentu baik. Tetapi ada sebuah sukacita lagi yang seharusnya kita sadari dan rasakan. Seperti apa sukacita selanjutnya itu?
Dalam Injil Lukas 15 kita bisa mendapatkan gambaran sukacita selanjutnya ini lewat tiga perumpamaan. Mari kita lihat perumpamaan ketiga terlebih dahulu mengenai anak yang hilang. (Lukas 15:11-32). Secara singkat kisah ini menggambarkan seorang anak yang durhaka meminta warisannya ketika sang ayah masih hidup, lalu memakainya untuk berfoya-foya. Dalam sekejap ia jatuh miskin dan menderita. Ia pun lalu menyesal dan memutuskan untuk pulang. Melihat kembalinya si bungsu, sang ayah langsung berlari menyambut dan memeluknya. Ia menyediakan pesta yang besar untuk merayakan kembalinya anak yang hilang. Semua gembira, semua bersukacita, kecuali abangnya yaitu si anak sulung. Ia marah, cemburu karena merasa diperlakukan tidak adil. Adiknya yang durhaka ternyata lebih dihargai ketimbang dirinya yang selama ini selalu taat kepada ayahnya. Ia pun protes. "Tetapi ia menjawab ayahnya, katanya: Telah bertahun-tahun aku melayani bapa dan belum pernah aku melanggar perintah bapa, tetapi kepadaku belum pernah bapa memberikan seekor anak kambing untuk bersukacita dengan sahabat-sahabatku. Tetapi baru saja datang anak bapa yang telah memboroskan harta kekayaan bapa bersama-sama dengan pelacur-pelacur, maka bapa menyembelih anak lembu tambun itu untuk dia." (ay 29-30). Lihatlah betapa marahnya dia. Tapi apa jawaban sang ayah? "Kita patut bersukacita dan bergembira karena adikmu telah mati dan menjadi hidup kembali, ia telah hilang dan didapat kembali." (Lukas 15:32). Ini sebuah gambaran utuh mengenai sukacita selanjutnya. Perhatikanlah sikap si anak sulung. Anak sulung adalah gambaran dari anak yang selalu taat, yang saya yakin selalu bersyukur atas segala kelimpahan yang ia terima dari ayahnya. Tapi lihatlah bahwa ia berhenti hanya sampai disana. Berhenti hingga sukacita pertama, dimana ketaatannya hanya untuk mendapatkan berkat, tetapi cemburu ketika orang lain bahkan adiknya sendiri mendapat kasih dari ayahnya. Si sulung tidak mampu melihat sebuah sukacita ketika adiknya yang hilang dan tadinya sesat sekarang kembali dengan selamat. Ayahnya pun menegurnya, dan meningatkan bahwa sudah sepatutnya ia pun bersukacita karena adiknya yang telah mati menjadi hidup kembali. Adiknya yang telah hilang kini telah didapat kembali. Inilah bentuk sukacita selanjutnya, yaitu sukacita yang hadir dalam diri kita ketika melihat ada jiwa yang diselamatkan dari kebinasaan dan beroleh hidup yang kekal melalui pertobatan mereka.
Dua perumpamaan sebelumnya juga menggambarkan hal yang sama. Perumpamaan tentang domba yang hilang (Lukas 15:1-7) menggambarkan kepedulian Tuhan kepada jiwa yang hilang, bagaikan gembala yang akan bergegas meninggalkan 99 ekor domba yang sudah selamat demi mendapatkan satu jiwa yang sesat. "Siapakah di antara kamu yang mempunyai seratus ekor domba, dan jikalau ia kehilangan seekor di antaranya, tidak meninggalkan yang sembilan puluh sembilan ekor di padang gurun dan pergi mencari yang sesat itu sampai ia menemukannya?" (ay 4). Satu jiwa pun begitu berharga di mata Tuhan. Ketika jiwa itu kembali ditemukan, sang gembala akan menggendongnya dengan gembira (ay 5) dan akan bersukacita karena jiwa yang hilang telah ditemukan kembali. (ay 6). Dan Yesus pun dengan jelas menggambarkan suasana yang terjadi di surga ketika ada seorang bertobat. "Aku berkata kepadamu: Demikian juga akan ada sukacita di sorga karena satu orang berdosa yang bertobat, lebih dari pada sukacita karena sembilan puluh sembilan orang benar yang tidak memerlukan pertobatan." (ay 7).
Perumpamaan berikut adalah mengenai dirham yang hilang. (ay 12-14). Jika seseorang memiliki 10 dirham lantas kehilangan satu diantaranya, tidakkah mereka berusaha mencari dirham yang hilang itu? (ay 8). Sukacita pun akan hadir ketika dirham yang hilang telah ditemukan. Dan kembali Yesus menggambarkan suasana yang terjadi di surga. "Aku berkata kepadamu: Demikian juga akan ada sukacita pada malaikat-malaikat Allah karena satu orang berdosa yang bertobat." (ay 10). Semua perumpamaan dalam Lukas 15 ini menggambarkan sebuah sukacita pada tingkatan baru, bukan hanya berhenti pada sukacita ketika kehidupan kita diberkati Tuhan, tapi juga mengalami sukacita ketika ada jiwa yang bertobat, yang kembali selamat dari kesesatan. Inilah bentuk dari sukacita selanjutnya yang seharusnya dirasakan oleh setiap orang percaya.
Lebih lanjut kita bisa melihat ayat dalam surat Roma ini: "Kita, yang kuat, wajib menanggung kelemahan orang yang tidak kuat dan jangan kita mencari kesenangan kita sendiri." (Roma 15:1). Kita masing-masing haruslah memikirkan apa yang terbaik buat sesama. Dalam bahasa Inggris kebaikan ini digambarkan dengan lebih lengkap: "his good and true welfare, to edify him (to strengthen him and build him up spiritually)."(ay 2). Kita harus berpikir bagaimana caranya untuk menguatkan dan membangun mereka secara spiritual. Bentuk kepedulian seperti inilah yang akan memungkinkan bangsa-bangsa berbalik memuliakan Allah dan menyanyikan mazmur bagi namaNya. (ay 9). Dan dengan demikian, bangsa-bangsa akan bersama-sama bersukacita dengan umat Allah. (ay 10). Tidakkah itu indah, ketika kita bisa melihat atau bahkan membawa jiwa-jiwa yang kembali ke pangkuan Tuhan? Tidakkah indah ketika melihat orang-orang menerima anugerah keselamatan dan menjadi bagian dari karya penebusan Kristus?
Bersukacita karena merasakan kebaikan dan penyertaan Tuhan tentu sungguh baik. Itu sudah jauh lebih baik daripada orang yang terlena dalam kenyamanan dan melupakan untuk bersyukur atas berkat-berkat yang sudah disediakan Tuhan bagi mereka. Tapi akan lebih baik lagi apabila kita tidak berhenti sampai disitu saja melainkan meningkatkan sukacita kita kepada sukacita berikutnya, yaitu sebuah sukacita yang hadir dalam diri kita ketika melihat adanya jiwa-jiwa yang diselamatkan. Sukacita Bapa adalah sukacita kita juga. Jadi jika Bapa bersukacita melihat jiwa yang kembali kepadaNya, kita pun seharusnya demikian. Apakah anda merasakan sukacita selanjutnya ini? Sudahkah anda tergerak untuk mewartakan keselamatan kepada sesama? Sesungguhnya kita punya kesempatan untuk bersukacita bersama seisi Surga dengan menjalankan Amanat Agung. Jangan berhenti hanya pada sukacita atas diri sendiri saja, tapi tingkatkanlah kepada sukacita berikutnya. Ini saatnya kita merasakan sebuah sukacita seperti yang dirasakan di Surga, sebuah sukacita yang tidak berpusat pada diri pribadi melainkan kepada kepentingan dan keselamatan orang lain.
Jangan berhenti hanya pada diri sendiri, tetapi bersukacitalah juga untuk jiwa-jiwa yang diselamatkan
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Menjadi Anggur Yang Baik (1)
Ayat bacaan: Yohanes 2:9 ===================== "Setelah pemimpin pesta itu mengecap air, yang telah menjadi anggur itu--dan ia tidak t...
-
Ayat bacaan: Ibrani 10:24-25 ====================== "Dan marilah kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih ...
-
Ayat bacaan: Ibrani 10:24 ===================== "Dan marilah kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih dan ...
-
Ayat bacaan: Mazmur 23:4 ====================== "Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau...
No comments:
Post a Comment