=====================
"Lalu sujudlah Mefiboset dan berkata: "Apakah hambamu ini, sehingga engkau menghiraukan anjing mati seperti aku?"

Siapakah Mefiboset? Mefiboset adalah anak Yonatan, cucu dari Saul yang pernah menjabat raja Israel. Serangkaian peristiwa dan keadaan membalikkan kehidupannya dan mengubahnya menjadi pribadi yang rendah diri. Ayahnya dan kakeknya kalah dalam perang dan mati terbunuh dengan mengenaskan. Jika itu belum cukup, ia pun dikatakan cacat kakinya. "Yonatan, anak Saul, mempunyai seorang anak laki-laki, yang cacat kakinya. Ia berumur lima tahun, ketika datang kabar tentang Saul dan Yonatan dari Yizreel. Inang pengasuhnya mengangkat dia pada waktu itu, lalu lari, tetapi karena terburu-buru larinya, anak itu jatuh dan menjadi timpang. Ia bernama Mefiboset." (2 Samuel 4:4). Ia lalu diasingkan di sebuah tempat tandus bernama Lodebar. Rangkaian peristiwa ini membuatnya merasa diri begitu rendah. Seperti yang kita baca kemarin, pada suatu kali setelah menjadi raja, Daud mencari keturunan Saul untuk dipulihkan hak-hak hidupnya berdasarkan kasih dari Allah. Ia pun diberitahu bahwa ada anak Yonathan yang ternyata masih hidup. (2 Samuel 9:3). Mendengar itu, Daud pun segera menyuruh Mefiboset untuk datang menghadapnya. Ketika Mefiboset menghadap, "Kemudian berkatalah Daud kepadanya: "Janganlah takut, sebab aku pasti akan menunjukkan kasihku kepadamu oleh karena Yonatan, ayahmu; aku akan mengembalikan kepadamu segala ladang Saul, nenekmu, dan engkau akan tetap makan sehidangan dengan aku." (ay 7). Ini cerminan kasih Allah yang tak terbatas oleh status, situasi, masa lalu dan sebagainya. Seharusnya Mefiboset bersyukur mendapati kasih dari Daud seperti ini. Tapi itu bukanlah sikapnya. Ia merasa begitu rendah diri sehingga tidak pantas untuk memperoleh itu semua. "Apakah hambamu ini, sehingga engkau menghiraukan anjing mati seperti aku?" (ay 8). Ia merasa begitu rendah tak berharga hingga harga dirinya bukan saja seperti anjing, tapi lebih dari itu, ia merasa bagai anjing mati. Daud sudah berusaha memulihkan harga dirinya. Bahkan Mefiboset diundang untuk duduk semeja dan sehidangan dengan Daud, sang raja. Namun tetap saja ia tidak bisa keluar dari perasaan rendah dirinya.
Waktu terus berjalan. Dalam 2 Samuel 19:24-30 kita bisa melihat bahwa belakangan Mefiboset tidak kunjung mampu memulihkan citra dirinya meski ia sudah mendapat kasih Allah lewat diri Daud. "Juga Mefiboset bin Saul menyongsong raja. Ia tidak membersihkan kakinya dan tidak memelihara janggutnya dan pakaiannya tidak dicucinya sejak raja pergi sampai hari ia pulang dengan selamat." (ay 24). Perhatikan ia membiarkan dirinya dalam keadaan kumal, tidak terawat dan kotor. Ia bahkan tidak merasa pantas untuk tampil baik, di hadapan raja sekalipun. Ketika Daud kemudian memutuskan untuk memberikan ladang yang tadinya milik Saul untuk dibagi dua antara Mefiboset dan Ziba, hamba Daud, kembali Mefiboset menunjukkan sikap rendah dirinya yang sangat parah itu. "Lalu berkatalah Mefiboset kepada raja: "Biarlah ia mengambil semuanya, sebab tuanku raja sudah pulang dengan selamat." (ay 30). Betapa sayangnya. Pada akhirnya Mefiboset tidak mendapatkan apa-apa. Dan semua itu karena ia tidak kunjung menyadari citra dirinya yang benar. Rasa rendah diri telah memerangkapnya sedemikian rupa sehingga ia membuang kesempatan berharga untuk dipulihkan dan dilayakkan untuk menjalani kehidupan barunya bersama raja yang penuh kasih.
Perhatikanlah, bukankah kita sering membuang-buang kesempatan terus menerus seperti Mefiboset? Ketika rasa rendah diri muncul berlebihan tidak pada tempatnya maka kita pun akan kehilangan peluang untuk bisa bangkit dan berhasil. Tidak tertutup pula kemungkinan ketika rasa rendah diri ini terus berlanjut, maka kesempatan kita untuk hidup di Kerajaan surga bersama Sang Raja pun sirna, seperti yang tersirat dalam kisah Mefiboset. Karena itu kita tidak boleh membiarkan hal ini terjadi. Tidak ada manusia yang sempurna, semua kita memiliki kekurangan sendiri. Tetapi jangan lupa bahwa di sisi lain kita pun memiliki kelebihan dan keunikan tersendiri pula. Siapapun kita, tidak peduli apa kata orang lain tentang kita, bagi Tuhan kita tetaplah karya ciptaanNya yang terindah. We are still and will always be His masterpiece. Kita dikatakan dibuat sesuai gambar dan rupaNya sendiri (Kejadian 1:26), dikatakan ditenun langsung oleh Tuhan dalam kandungan (Mazmur 139:13) dan dilukiskan pada telapak tangan Tuhan, berada di ruang mataNya (Yesaya 39:16). Artinya, apabila Tuhan menciptakan kita dengan sangat istimewa seperti itu, tentu ada rencanaNya yang indah bagi kita. Dan itupun sudah berulang kali pula Tuhan ingatkan. Jika demikian mengapa kita harus rendah diri dan menutup sendiri segala kesempatan yang kita miliki hingga sirna begitu saja? Hindarilah sikap Mefiboset sedini mungkin. Jangan sia-siakan lagi segala yang telah Tuhan sediakan bagi kita. Terima diri kita apa adanya, bersyukurlah atas siapa diri kita hari ini dan cari tahu apa yang menjadi panggilan Tuhan bagi kita. Dari sana, tingkatkan, tumbuhkan dan kembangkan setiap potensi yang ada dan muliakan Tuhan dengan itu. Jangan sampai kita menjadi Mefiboset-Mefiboset modern di hari ini.
Rasa rendah diri menggagalkan berkat turun atas kita
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
No comments:
Post a Comment