Saturday, January 31, 2015

Karena Tidak Percaya (1)

Ayat bacaan: Matius 13:58
======================
"Dan karena ketidakpercayaan mereka, tidak banyak mujizat diadakan-Nya di situ."

Percayakah anda bahwa Tuhan sanggup melakukan segala perkara? Tentu mudah bagi kita untuk berkata amin. Tapi coba kalau pertanyaan selanjutnya lebih diarahkan secara spesifik kepada diri sendiri: apakah Tuhan mampu melakukan perkara besar buat anda? Saya yakin tingkat kepercayaan akan menurun drastis. Jelaslah ada perbedaan nyata antara percaya akan kemampuan Tuhan dengan percaya bahwa anda sendiri berada di dalam jarak jangkau Tuhan dalam melakukan perkara-perkara besar. Saya telah bertemu banyak orang yang tidak pernah merasa yakin bahwa ia mampu mengalami hal-hal luar biasa dalam hidupnya. Alasan yang dipakai pun macam-macam. Ada yang bilang ia tidak lagi terkejut kalau gagal karena sudah biasa, ada yang berkata bahwa dalam hidup ia ditakdirkan bukan menjadi orang yang sukses dan/atau beruntung, ada juga yang bilang itu bukan jatahnya, seolah Tuhan pilih kasih untuk menguntungkan sebagian dan membiarkan sisanya buntung.

Seringkali doa-doa yang kita panjatkan pada Tuhan untuk meminta uluran tanganNya tidak disertai dengan keyakinan. Berdoa sih berdoa, tapi ya gitu... kalau dijawab syukur, tidak dijawab ya sudah. Berdoa saja dulu, urusan percaya atau tidak nanti saja lihat hasilnya. Padahal firman Tuhan sama sekali tidak mengajarkan seperti itu. Sama-sama berdoa, tapi ada perbedaan besar antara orang yang berdoa dengan disertai keyakinan penuh bahwa Tuhan sangat sanggup menjawab doanya dengan orang yang sekedar berdoa tanpa iman yang disertai rasa percaya. Lebih parah lagi kalau jarak jawaban doa dari Tuhan dipaksa masuk menurut time-frame kita. Kalau dalam seminggu belum juga ada jawaban, maka berarti Tuhan tidak peduli. Kita dengan lancang memberikan batas jatuh tempo sesuai kehendak kita. Pola pikir seperti ini menempatkan Tuhan hanya secara sempit, sebatas penolong yang bisa kita atur sekehendak kita, atau selayaknya bodyguard atau tukang sulap sewaan yang harus patuh setiap saat kepada kita.

Ini fenomena yang sering terjadi pada banyak orang, bahkan di kalangan anak-anak Tuhan sendiri. Ada seorang bapak paruh baya yang awalnya sangat sulit hidupnya. Jangan salah, ia sangat rajin berdoa bahkan sejak masa mudanya. Tapi anehnya, ia masih terus diselimuti pikiran negatif dan rendah diri berlebihan. Ia pesimis memandang segala sesuatu dan melihat segala hal dari sudut pandang yang buruk saja. Ia berdoa tapi tidak menyadari besarnya kuasa doa, dan tidak menyadari bahwa doa yang dipanjatkan tanpa percaya akan jadi sia-sia. Ketika saya mengarahkannya untuk merubah pola pikir dan mulai perlahan melatih meningkatkan rasa percayanya dalam setiap doa yang ia panjatkan, secara perlahan hidupnya berubah. Hari ini ia sukses bekerja di pulau lain dengan semangat tinggi bak anak muda. Secara tidak sadar ia selama ini menutup sendiri berkat Tuhan. Ia mengabaikan begitu banyak peluang dimana Tuhan bisa memberkatinya berlipat kali ganda dengan segala pikiran negatifnya. Dan doa-doa yang ia panjatkan tidak disertai rasa percaya. Untunglah Tuhan selalu berkenan memberi kesempatan kedua. Puji Tuhan, hari ini ia sudah merasakan sendiri bahwa ternyata ia pun bisa mengalami perkara-perkara besar dalam hidupnya yang berasal dari Tuhan.

Ada begitu banyak orang yang membuang-buang kesempatan dalam hidup yang singkat ini karena mereka kurang atau bahkan tidak percaya. Mari kita lihat perjalanan Yesus melayani di kotaNya sendiri, di Nazaret. Pada saat itu kehebatan Yesus melakukan banyak mukjizat sudah tersiar dimana-mana, termasuk di Nazaret sendiri. Di mana ada Yesus, disana banyak orang yang berkumpul, dan mereka pun mengalami berbagai mukjizat kesembuhan, pemulihan dan lain-lain. Sangatlah menarik melihat fakta bahwa hal ini tidak terjadi di Nazaret, kota dimana Yesus berasal. Penduduk disana ternyata terlalu dikuasai oleh pikiran negatif yang suka menyepelekan sehingga mereka terburu-buru menghakimi hanya dengan memandang fisik manusia Yesus. Pertanyaan-pertanyaan hadir di pikiran mereka yang membuat mereka ragu. "Setibanya di tempat asal-Nya, Yesus mengajar orang-orang di situ di rumah ibadat mereka. Maka takjublah mereka dan berkata: "Dari mana diperoleh-Nya hikmat itu dan kuasa untuk mengadakan mujizat-mujizat itu? Bukankah Ia ini anak tukang kayu? Bukankah ibu-Nya bernama Maria dan saudara-saudara-Nya: Yakobus, Yusuf, Simon dan Yudas? Dan bukankah saudara-saudara-Nya perempuan semuanya ada bersama kita? Jadi dari mana diperoleh-Nya semuanya itu?" (Matius 13:54-56). Kebimbangan mengambil alih rasa percaya mereka. Dan inilah yang terjadi: "Dan karena ketidakpercayaan mereka, tidak banyak mujizat diadakan-Nya di situ." (ay 58). Lihatlah bagaimana mereka menutup sendiri perkara besar yang bisa dan akan Tuhan lakukan dalam hidup mereka hanya karena mereka menolak untuk percaya berdasarkan pemikiran-pemikiran pribadi dan tendensius. Their disbelief made them fail to receive big things from God. Rasa ketidakpercayaan ternyata membuat mereka kehilangan kesempatan untuk memperoleh mukjizat. Inilah yang terjadi apabila kita tidak memliki rasa percaya. Bukankah yang rugi kita sendiri?

Yesus jelas menyadari betul bahwa manusia memiliki keterbatasan kemampuan berlogika dan berpikir. Logika dan pikiran secara duniawi seringkali menjadi penghalang kita dalam menerima berkat dan mukjizatNya. Karena itulah berulang kali Yesus mengingatkan kita agar percaya, dan berkali-kali pula menegur mereka yang kurang atau tidak percaya.

(bersambung)

Friday, January 30, 2015

Datang dan Lihat

Ayat bacaan: Yohanes 1:47a
=====================
"Kata Filipus kepadanya: "Mari dan lihatlah!"

Ada banyak orang yang terburu-buru menilai ketimbang melihat terlebih dahulu. Bayangkan apabila anda diundang menonton sebuah konser dan anda memutuskan untuk tidak datang. Dengan sendirinya anda pun tidak melihat jalannya konser, tapi kemudian diminta untuk menceritakan secara detail apa yang terjadi disana. Itu tentu tidak mungkin bukan? Kalaupun dipaksakan maka cerita anda bisa ngawur. Kita bisa gagal melihat sesuatu yang benar ketika mata hati kita tertutup oleh banyak hal. Emosi, pikiran negatif, kebencian, ego, sinisme dan sebagainya, itu bisa membuat pandangan kita terhalang. Akibatnya kita bisa menjadi buta karena tidak bisa lagi melihat dengan jelas. Dan itu akan berakibat kepada banyak hal, salah satunya adalah kemudian mengeluarkan pernyataan atau penilaian terburu-buru, mengomentari tanpa mengetahui, mengatai tanpa mengenal. Itulah yang bisa terjadi jika kita tidak mau melihat sesuatu dengan benar terlebih dahulu, atau ketika pandangan mata terhalang (dihalangi) oleh berbagai macam hal.

Pada awal perjumpaan Natanael dengan Yesus, reaksinya skeptis bahkan negatif. Secara spontan sikap skeptisnya terlontar saat mendengar tentang seseorang yang datang dari Nazaret, sebuah kota yang menurut Natanael tidak ada baiknya. Ujarnya: "Mungkinkah sesuatu yang baik datang dari Nazaret?" (Yohanes 1:46). Ia sudah buru-buru menyimpulkan sebelum ia mengenal Kristus lebih jauh terlebih dahulu. Bukankah hal yang sama masih terjadi hari ini? Ada banyak pandangan skeptis tentang Yesus. Tidak sedikit yang mengejek, menghina bahkan menghujat Yesus bahkan dengan menggunakan kata-kata yang jauh dari norma kesopanan. Dalam menghadapi bentuk intimidasi atau hinaan, apakah orang percaya perlu ikut-ikutan berkata kasar bahkan tidak jarang malah menjadi penyulut pertengkaran. Perlukah kita emosi dan membalas dengan kembali mengeluarkan kata-kata yang tidak pantas? Tentu tidak. Sebab dengan berlaku sama seperti mereka, dan itu sama artinya kita tidaklah merepresentasikan sosok Kristus yang sebenarnya. Itu artinya kita bukannya membukakan mata orang lain untuk mengenal Yesus, tetapi malah sebaliknya semakin menghalangi pandangan mereka. Apakah sikap skeptis atau kontra itu hanya orang yang tidak percaya? Anda akan terkejut apabila di antara orang percaya pun ada yang masih saja bersikap seperti itu meski mungkin tidak kasar dan blak-blakan. Mengaku percaya tapi tidak yakin Yesus bisa menolongnya. Mengaku taat tetapi masih mencoba mencari pertolongan lewat hal-hal yang menduakan Allah. Ketika Natanael berkata: "Mungkinkah sesuatu yang baik datang dari Nazaret?" (Yohanes 1:46), ternyata reaksi Filipus sebagai lawan bicaranya bereaksi tenang dengan menjawab: "Mari dan lihatlah!" (ay 47a). Come and see. Know Him first before you judge. 

Yesus secara tegas mengatakan bahwa Dialah jalan dan kebenaran dan hidup. (Yohanes 14:6). Yesus adalah pintu yang menuju keselamatan (Yohanes 10:9). Yesus adalah juru selamat dunia (Yohanes 4:42), Anak Domba Allah yang menghapus dosa dunia (Yohanes 1:29). Kita mungkin percaya, tapi bagaimana kita mengenalkan Kristus kepada mereka yang skeptis, anti atau menolak? Apakah lewat pemaksaan, kekerasan atau bentuk intimidasi lainnya seperti yang dilakukan sebagian orang? Tidak, kekristenan tidak mengenal kekerasan, sebab ada tertulis "Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih." (1 Yohanes 4:8). Kita bisa melakukannya seperti cara Filipus yang berkata: "mari dan lihatlah." Ini sebuah bentuk ajakan simpatik tanpa pemaksaan atau emosi agar seseorang mengenal Kristus terlebih dahulu sebelum menyimpulkan apa-apa. Dalam ayat 47 di atas, reaksi Yesus pun ternyata sama. Alih-alih marah atau tersinggung atas komentar spontan Natanael, Yesus bereaksi seperti ini: "Yesus melihat Natanael datang kepada-Nya, lalu berkata tentang dia: "Lihat, inilah seorang Israel sejati, tidak ada kepalsuan di dalamnya!" (ay 47b). Lihatlah bahwa Yesus sendiri mau membuka diri dan tidak menolak Natanael, meski ia sudah berkata negatif tentang Dia sebelumnya.

Kalau kita mundur sehari sebelum kisah perjumpaan Natanael dan Yesus, kita menemukan kisah waktu Yesus mengundang dua murid Yohanes dengan kalimat yang sama. "Tetapi Yesus menoleh ke belakang. Ia melihat, bahwa mereka mengikut Dia lalu berkata kepada mereka: "Apakah yang kamu cari?" Kata mereka kepada-Nya: "Rabi (artinya: Guru), di manakah Engkau tinggal?" (Yohanes 1:38). Ketika mereka bertanya dimana Yesus tinggal, Yesus kemudian menjawab: "Marilah dan kamu akan melihatnya." (ay 39a). "He said to them, Come and see." Mari dan lihatlah sendiri. Mereka bukan ingin melihat dekorasi rumah tempat Yesus tinggal, melihat terbuat dari apa lantai, dinding dan sebagainya, bukan ingin melihat rumah tempat tinggal Yesus itu gedung mewah atau gubuk kumuh, tapi yang ingin mereka lihat adalah seperti apa hati Kristus, sehingga Dia disebut Yohanes sebagai Anak Domba Allah. Maka Yesus sendiri pun mengundang mereka. "Apakah kamu ingin mengenal hatiKu? apakah kamu ingin tahu apa yang menurutKu penting untuk kamu lakukan? Apakah kamu ingin tahu bagaimana Aku memberkatimu? Apakah kamu ingin mengenal atau bahkan melihat Tuhan? Kalau ya, "mari datang dan lihatlah." Seperti itulah kira-kira yang akan diucapkan Yesus kepada orang untuk mengenalNya lebih jauh. Begitu orang mengenal Yesus maka mereka pun akan mengenal Allah. "Sekiranya kamu mengenal Aku, pasti kamu juga mengenal Bapa-Ku. Sekarang ini kamu mengenal Dia dan kamu telah melihat Dia." (Yohanes 14:7).

Yesus tetap mengetuk pintu hati siapapun untuk mengenalNya. Dia membuka diri lebar-lebar, bahkan mau terlebih dahulu mengetuk pintu hati siapapun tanpa menunggu kita yang datang kepadaNya. "Lihat, Aku berdiri di muka pintu dan mengetok; jikalau ada orang yang mendengar suara-Ku dan membukakan pintu, Aku akan masuk mendapatkannya dan Aku makan bersama-sama dengan dia, dan ia bersama-sama dengan Aku." (Wayhu 3:20). Itu yang saya alami sendiri saat saya bertobat dan menerimaNya sebagai Tuhan dan Juru Selamat. Orang bisa mengenal Dia lewat tulisan-tulisan di dalam Alkitab menggambarkan dengan jelas seperti apa pribadi Kristus yang patut diteladani, tujuan kedatangan Kristus ke dunia dan apa yang Dia tebus lewat kematianNya di kayu salib. Begitu banyak nubuatan-nubuatan yang bahkan sudah hadir sebelum Kristus turun ke dunia. Kebangkitan Yesus yang disaksikan bukan hanya satu-dua orang, tapi begitu banyak orang pun dicatat alkitab membuktikan dengan jelas siapa Yesus sebenarnya. Tapi jangan lupa satu hal yang penting, bahwa orang bisa mengenal Kristus lewat kesaksian kita, lewat sikap dan perilaku orang percaya dalam kehidupan sehari-hari. Itulah sebenarnya yang ideal. Sebagai murid Yesus, kita harus mampu mencerminkan Yesus yang jika kita amalkan sungguh-sungguh akan membuat kita terlihat berbeda dari kebiasaan dunia. Ketika para murid Yesus datang memenuhi undangan Yesus dan kemudian mengenal Dia, mereka pun langsung mengakui bahwa Yesus adalah Mesias yang dijanjikan, dan tanpa ragu segera menjadi murid-muridNya, termasuk Natanael pun berkata: "Rabi, Engkau Anak Allah, Engkau Raja orang Israel!"(Yohanes 1:49).

Untuk bisa mengenalNya dengan baik, kita harus mau membuka pintu hati kita dan membiarkan mata hati kita melihatNya dengan jelas. Yang pasti, Yesus terus mengetuk hati kita setiap saat, dan Dia terus menanti kita untuk membuka pintu agar Dia bisa masuk membawa keselamatan. Hingga hari ini Dia tetap mengundang siapapun untuk "datang dan melihat",  mengenalNya dan kemudian menerimaNya agar siapapun bisa mengetahui dengan benar siapa Dia yang sebenarnya dan seperti apa besar kasihNya kepada kita. Lewat hidup, kesaksian, perbuatan dan perkataan kita, kita bisa memperkenalkan sosok Yesus yang sebenarnya kepada orang lain. Itu akan jauh lebih efektif ketimbang mengkotbahi atau menceramahi orang. Yesus mengundang siapapun untuk mengenalNya. Filipus mengajak Natanael untuk datang dan melihatNya terlebih dahulu, kita pun seharusnya demikian. Dengan gaya atau cara hidup sendiri, kita berkesempatan untuk mengundang orang untuk mengenalNya. Tanpa memperhatikan tindakan dan perbuatan serta perkataan kita, niscaya kita tidak akan pernah bisa melakukan itu.

Come and see so you'll know

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Thursday, January 29, 2015

Berjaga-jaga, Berdoa

Ayat bacaan: Matius 26:41
==================
"Berjaga-jagalah dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan: roh memang penurut, tetapi daging lemah."

Bayangkan apabila anda dalam posisi bertahan dan terancam mendapat serangan dari luar. Anda dan kelompok anda tentu akan berusaha menjaga zona teritori anda agar tidak kecolongan diserbu musuh. Mungkin anda akan menetapkan shift bergantian untuk menjaga. Setiap orang akan melakukannya dengan hati-hati. Sepasang mata, sepasang telinga yang awas, mewaspadai setiap sisi dan memastikannya agar tetap aman. Apakah berjaga-jaga saja cukup? Kalau hanya itu yang kita lakukan, biasanya kita sulit untuk menenangkan hati dan pikiran. Kekuatiran akan terus berkecamuk menghadapi segala kemungkinan yang ada. Doa biasanya mampu kembali menyejukkan hati, membuat kita kembali tenang. Tapi dalam posisi sebaliknya, berdoa saja tanpa disertai kewaspadaan bisa membuat kita lengah. Ada sebuah film yang pernah saya tonton menggambarkan hal ini secara jelas. Dalam keadaan terancam diserang, mereka berjaga-jaga dengan penuh kewaspadaan sambil terus berdoa memohon pertolongan Tuhan agar mereka bisa lebih tenang.

Sadarkah kita bahwa dalam hidup pun kita senantiasa beresiko mendapat serangan? Mungkin bukan dari orang melainkan dari si jahat yang bisa melancarkannya dalam berbagai bentuk. Kalau hal-hal yang jelas jahat bisa kita hindari, bagaimana dengan godaan-godaan yang datang dalam berbagai bentuk atau kemasan yang menipu? Pada kenyataannya iblis suka memerangkap kita dalam dosa, dan itu seringkali dilakukan lewat hal-hal yang secara sepintas tampak menyenangkan. Dia akan selalu mengaum mencoba untuk masuk dan memangsa kita. Kalau lewat cara terang-terangan tidak mempan, dia cukup pintar untuk mencoba mempengaruhi kita lewat hal-hal yang mungkin tidak terlalu kita pusingkan. Iblis akan selalu mencari celah lewat kelemahan kita, dan sebagai manusia kita selalu punya titik-titik lemah yang berpotensi menjadi pintu masuknya. Kita menghindari dosa-dosa yang jelas nyata tapi cenderung memberi toleransi untuk masuknya dosa-dosa yang kita anggap kecil dan menganggapnya sebagai sebuah kewajaran atau manusiawi sifatnya. Kalau itu terus kita biarkan, suatu saat ketika kita sadar, bisa jadi kita sudah sulit melepaskan diri dari jeratan dosa yang membinasakan.

Kedagingan kita selalu menginginkan segala sesuatu yang enak, nikmat, nyaman dan menyenangkan. Sebaliknya keinginan Roh kerap dianggap sebagai sesuatu yang membatasi atau merusak kesenangan kita. Kita berpikir, sedikit melanggar untuk bersenang-senang seharusnya tidak apa-apa. Toh cuma sekali-kali saja.  Pikiran seperti itu sering hadir dalam benak setiap orang. Kita rasa itu wajar, padahal disanalah iblis sedang mengintip dan bersiap untuk menerkam kita hidup-hidup. Sedikit saja celah yang kita buka bisa beresiko fatal bagi keselamatan kita.

Alkitab mengatakan bahwa seringkali dosa bukan datang secara tiba-tiba melainkan melalui sebuah proses yang berawal dari ketidakmampuan kita mengatasi keinginan-keinginan daging kita. Lihat ayat berikut: "..tiap-tiap orang dicobai oleh keinginannya sendiri, karena ia diseret dan dipikat olehnya. Dan apabila keinginan itu telah dibuahi, ia melahirkan dosa; dan apabila dosa itu sudah matang, ia melahirkan maut." (Yakobus 1:14-15). Ayat ini secara jelas menggambarkan proses mulai dari masuknya dosa yang pada akhirnya melahirkan maut. Dari cobaan lewat keinginan-keinginan sendiri, lantas terseret dan terpikat, dibiarkan terus hingga berbuah dan melahirkan dosa, dan saat dosa sudah lahir, maka maut pun menanti disana. Itu artinya kita harus benar-benar berhati-hati terhadap penyimpangan-penyimpangan kecil yang kita anggap sepele. Jangan sampai hal-hal kecil yang tidak kita perhatikan itu kemudian berbuah menjadi dosa yang melahirkan maut.

Seruan bagi kita sangatlah jelas. Kita harus berusaha untuk sepenuhnya hidup dalam Roh dan bukan menuruti keinginan daging seperti yang dinyatakan dengan jelas dalam Roma 8:1-17. Mengapa? "Karena keinginan daging adalah maut, tetapi keinginan Roh adalah hidup dan damai sejahtera." (Roma 8:6). Sepintas keinginan-keinginan daging memang terlihat menggiurkan, tetapi berhati-hatilah karena semua itu bisa melahirkan dosa berujung maut. "Sebab, jika kamu hidup menurut daging, kamu akan mati; tetapi jika oleh Roh kamu mematikan perbuatan-perbuatan tubuhmu, kamu akan hidup." (ay 13). Kita bisa melihat pula bagaimana hidup menurut daging dan Roh dalam Galatia 5:16-26.

Lantas bagaimana seharusnya? Yesus sudah mengingatkan dengan tegas agar kita mewaspadai benar-benar keinginan-keinginan yang berasal dari daging ini. "Berjaga-jagalah dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan: roh memang penurut, tetapi daging lemah." (Matius 26:41). Kita harus berhati-hati, harus waspada, karena daging sebenarnya sangat lemah atau rentan terhadap godaan.  Terlebih karena keinginan daging justru bisa memikat kita lebih daripada roh. Ketika roh kita kalah dibandingkan daging, maka berbagai hal jahat pun berpotensi menghancurkan kita. Bagaimana caranya agar kita mampu mengatasi godaan-godaan dari kedagingan ini? Dari ayat ini kita bisa membaca bahwa metode yang diberikan Yesus adalah: "berjaga-jagalah dan berdoalah." Jangan hanya serius pada satu hal tapi mengabaikan yang lain, jangan cuma rajin berdoa tapi lengah berjaga-jaga, jangan pula tekun berjaga-jaga tapi jarang berdoa. Bukan salah satu tetapi dilakukan bersama-sama. Berjaga-jaga, berdoa. Berdoa, berjaga-jaga. Itulah kunci utama agar kita tidak menyerah kepada jebakan si jahat yang seringkali masuk melalui berbagai keinginan daging kita yang lemah.

Marilah kita mulai sejak awal membentengi diri kita dengan baik agar tahun 2015 bisa kita lewati dengan gemilang, penuh kemenangan bersama Tuhan. Jangan lewatkan saat-saat teduh dimana kita bisa membangun hubungan yang terus lebih dalam dengan Tuhan. Jangan berhenti untuk terus membekali diri kita dengan firman Tuhan yang hidup. Jangan menghindar tapi tetaplah biasakan diri untuk bersekutu bersama saudara-saudari seiman yang bisa saling menguatkan satu sama lain. Dan tetap libatkan Tuhan dalam apapun yang anda lakukan. Mumpung masih di bulan pertama tahun yang baru, mari kita mulai membangun komitmen yang kuat untuk hidup dalam Roh.

Jangan abaikan potensi kerusakan akibat dosa meski sekecil apapun

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Wednesday, January 28, 2015

Panggilan sebagai Pelindung/Penyayang Hewan (2)

(sambungan)

Selanjutnya mari kita lihat ayat berikut ini. "Pandanglah burung-burung di langit, yang tidak menabur dan tidak menuai dan tidak mengumpulkan bekal dalam lumbung, namun diberi makan oleh Bapamu yang di sorga. Bukankah kamu jauh melebihi burung-burung itu?" (Matius 6:26) lalu ayat ini: "Bukankah burung pipit dijual dua ekor seduit? Namun seekorpun dari padanya tidak akan jatuh ke bumi di luar kehendak Bapamu." (10:29). Kedua ayat ini memang berbicara untuk mengingatkan kita bahwa kita tidak perlu takut karena kita semua berada dalam pemeliharaan Tuhan yang penuh kasih. Tetapi apabila kita perhatikan kedua ayat itu baik-baik, maka kita bisa melihat bahwa Tuhan ternyata masih meluangkan waktu untuk menjaga kelangsungan hidup burung-burung kecil yang nilainya tentu jauh di bawah manusia. Ini menunjukkan betapa besarnya perhatian Tuhan bagi hewan-hewan yang bagi manusia mungkin dianggap tidak berguna, atau bahkan hanya dijadikan korban permainan demi kesenangan mereka pribadi.

Bagaimana kita tahu apa yang menjadi panggilan kita? Sebuah panggilan biasanya membuat kita gelisah ketika kita tidak melakukannya. Kita merasa bahagia, penuh dan puas ketika menjalankan itu meski harus merugi sekalipun, tapi kita resah kalau mengelak. Saat terjadi sesuatu yang buruk terhadap apa yang menjadi panggilan kita, maka kita bisa sangat sedih dan rasanya ingin bergerak melakukan sesuatu untuk bisa memperbaikinya. Itu semua tanda-tanda yang bisa jadi acuan untuk mengetahui apa yang menjadi panggilan anda masing-masing. Ada yang terpanggil untuk melayani di gereja, ada yang panggilannya mengurus anak-anak terlantar, gelandangan, orang sakit, mengajar, atau menjadi orang-orang yang menyampaikan kebenaran di market place. Selain itu, ada juga yang panggilannya sebagai penyayang hewan, menjaga kelestarian alam, lingkungan berserta hewan dan tumbuhan yang ada didalamnya. Semua orang punya panggilannya masing-masing, dan apapun bentuknya, panggilan itu akan sangat berkenan di hadapan Tuhan apabila kita melakukan yang terbaik di dalamnya.


Sesungguhnya orang-orang yang terpanggil untuk melakukan pekerjaan menyelamatkan hewan dan lingkungan hidup ini pun menunjukkan kasih yang tinggi dengan dedikasi dalam menjawab panggilannya. Ini sejalan dengan Firman Tuhan yang berkata dengan tegas: "Lakukanlah segala pekerjaanmu dalam kasih!" (1 Korintus 16:14). Disamping itu kita pun harus ingat bahwa apapun yang kita perbuat tidak boleh asal-asalan tetapi dengan serius, semangat dan sungguh-sungguh. "Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia." (Kolose 3:23). Apa yang dilakukan oleh orang-orang yang punya panggilan untuk menyelamatkan hewan tetaplah sejalan dengan ayat-ayat di atas. Jika kita melakukan segala sesuatu dalam kasih dan dengan segenap hati seperti untuk Tuhan maka kita pun tentu menyenangkan hati Tuhan, dan lewat itu Roh Kudus bisa bekerja untuk menyentuh jiwa-jiwa untuk selamat.

Panggilan untuk menyelamatkan hewan-hewan yang menderita dan terbuang merupakan tugas mulia yang akan sangat besar nilainya di mata Tuhan. Kita harus ingat bahwa kelestarian dan kelangsungan hidup satwa berada di atas pundak kita, menjadi tanggungjawab kita semua. Ada banyak spesies yang terancam punah, ada begitu banyak hewan yang saat ini terancam kelangsungan hidupnya, ada banyak pula diantara mereka yang saat ini sangat membutuhkan pertolongan dari kita. Melayani manusia dan mewartakan Injil kepada sesama itu penting, tapi melestarikan dan menyelamatkan ciptaan-ciptaan Tuhan seperti hewan dan tumbuhan yang juga Dia nilai baik pun tidak kalah pentingnya. Disana pun Tuhan bisa memakai kita untuk menjadi wakil-wakilNya untuk menjadi terang dan garam di dunia. Jika itu merupakan panggilan anda hari ini, jalankanlah dengan penuh sukacita dan serius. Bentuk kepedulian nyata seperti itu pun merupakan wujud pelayanan yang akan menyukakan hati Tuhan. Tuhan ingin kita melestarikan ciptaan-ciptaanNya di muka bumi ini, dan lewat karya nyata kita bisa mewujudkannya.

Menjalani panggilan sebagai penyayang hewan merupakan tugas mulia yang tinggi nilainya dimata Tuhan

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho



Tuesday, January 27, 2015

Panggilan sebagai Pelindung/Penyayang Hewan (1)

Ayat bacaan: Kejadian 1:28
======================
"Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka: "Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi."

Saya tidak mengerti bagaimana orang bisa sangat kejam terhadap hewan. Beberapa hari lalu saat sedang berada di jalan, tepat di depan saya ada sebuah mobil pickup dengan banyak kandang dari kayu berisi anjing. Kejamnya, ada seekor anjing yang dirantai di belakang mobil dan harus berlari mengikuti laju mobil yang cepat. Berkali-kali anjing malang itu terseret apabila ia melambat karena tidak tahan mengejar kecepatan mobil. Sontak saya dan istri mengejar mobil itu dan meneriakkan si pengemudi yang tidak punya perasaan. Beberapa pengendara lain yang ada di tempat kejadian hanya tertawa, bahkan ada polisi yang naik motor melewati mereka tanpa bereaksi apa-apa. Setelah saya sampai di tujuan, istri saya kemudian menangis karena tidak tahan melihat ada anjing yang secara tega disiksa seperti itu. Anjing adalah hewan yang bisa menjadi teman manusia yang sangat setia harus mengalami nasib begitu tragis. Entah bagaimana nasib anjing malang itu setelahnya, saya tidak tahu. Selain tidak habis pikir bagaimana orang bisa berlaku sangat kejam, saya melihat bahwa sebagai penyayang anjing (dog lovers), istri saya menangis melihat kejadian itu, meski ia tidak mengenal anjing itu sama sekali. Artinya, itu merupakan panggilannya. Di waktu lain saya sering menemani istri saya untuk sekedar berkeliling sambil membawa sosis untuk memberi makan anjing-anjing jalanan yang kami temui secara acak. Saya mengerti panggilannya dan dengan senang hati keluar bersamanya untuk memenuhi panggilan yang ada pada dirinya tersebut.

Sebuah pertanyaan pun hadir: apakah pelayanan terbatas hanya untuk manusia saja? Benar bahwa kita masih harus bekerja keras untuk membawa jiwa-jiwa menuju keselamatan. TApi bagaimana dengan hewan-hewan terlantar, terabaikan, atau malah yang disiksa seperti anjing di atas? Apakah kita tidak bisa menjadi terang dan menyenangkan hati Tuhan apabila kita bergerak di bidang penyelamatan atau kepedulian terhadap hewan-hewan terlantar, mendukung animal atau dog/animal shelters dengan apapun yang kita bisa, atau bahkan ikut serta dalam pelestarian hewan langka yang hampir punah? Apakah tidak mungkin jika Tuhan memberi panggilan kepada sebagian orang untuk bekerja di ladang yang satu ini?

Manusia adalah ciptaan Tuhan, hewan pun sama, merupakan ciptaan Tuhan yang Dia bentuk dengan sangat baik. Ada begitu banyak hewan yang butuh pertolongan. Di beberapa acara televisi kita bisa melihat dimana-mana ada hewan yang sekarat, dalam kondisi sangat buruk dan akan segera mati jika tidak mendapatkan pertolongan. Banyak yang tega menyiksa atau memperlakukan hewan piaraannya secara kejam, ada yang tega meninggalkan begitu saja, di rantai dengan panjang rantai yang terlalu pendek, bahkan anjingnya sampai tidak bisa duduk saking pendeknya. Atau yang tega meracun dan menganiaya hewan-hewan malang ini tanpa perasaan. Tertawa ketika melempari hewan dengan batu. Ada anjing yang diikat diluar sepanjang hidupnya, terkena panas terik dan hujan begitu saja, ada yang tidak diberi makan, dibiarkan ketika diserang kutu, sekarat tertabrak mobil atau disiksa orang dan sebagainya. Ada beberapa lembaga yang aktif melakukan pelayanannya dan saya bersyukur karena ternyata masih banyak orang yang mau membantu mereka untuk menolong hewan-hewan ini bersama-sama tanpa memandang latar belakang masing-masing.

Manusia merupakan ciptaan Tuhan yang istimewa, itu benar. Tetapi bukan berarti bahwa Tuhan tidak mengasihi hewan dan tumbuhan yang notabene merupakan ciptaanNya juga. Manusia merusak lingkungan, menebang pohon sembarangan, merusak habitat hewan bahkan memburu mereka termasuk hewan-hewan langka di dalamnya tanpa merasa bersalah. Padahal ini pun sebenarnya sudah melanggar Firman Tuhan, karena sejak semula Tuhan sudah mengingatkan tugas kita dalam menjaga kelestarian alam beserta isinya.

Itu tertulis dalam kitab Kejadian. Sejak di awal penciptaan sesungguhnya kita bisa melihat bagaimana Tuhan telah berpesan langsung kepada kita mengenai hal ini. Lihatlah ayat berikut yang tertulis dalam kitab Kejadian "Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka: "Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi." (Kejadian 1:28). Menaklukkan dan berkuasa disini bukanlah  dimaksudkan bahwa kita bisa seenaknya mengeksploitasi isi bumi tanpa memikirkan kelangsungan hidup atau kelestariannya, tapi justru sebaliknya. Kepada kita disematkan sebuah tanggung jawab secara penuh untuk mengurus dan melestarikan segala yang ada di muka bumi ini, termasuk pula di dalamnya berbagai spesies atau jenis hewan yang hidup di bumi. Mengapa demikian? Sebab Tuhan telah menciptakan segalanya itu bukan sekedar baik saja, tetapi dikatakan "sungguh amat baik." "Maka Allah melihat segala yang dijadikan-Nya itu, sungguh amat baik." (ay 31). Kalau Tuhan telah menciptakan segala sesuatu dengan amat sangat baik dan Dia menugaskan kita untuk menjaganya dengan baik, bagaimana kita bisa tega memperlakukan alam beserta tumbuhan dan hewan di dalamnya dengan buruk, kasar bahkan kejam? Dan jika demikian, bukankah Tuhan pun menginginkan kita untuk melakukan hal-hal yang baik bagi ciptaan-ciptaan Tuhan ini?

(bersambung)

Monday, January 26, 2015

Belas Kasih

Ayat bacaan: Lukas 1:78-79
==========================
"oleh rahmat dan belas kasihan dari Allah kita, dengan mana Ia akan melawat kita, Surya pagi dari tempat yang tinggi untuk menyinari mereka yang diam dalam kegelapan dan dalam naungan maut untuk mengarahkan kaki kita kepada jalan damai sejahtera."

Sebagai pemimpin militer dan politik, Napoleon Bonaparte sangatlah disegani pada jamannya dan masih melegenda hingga saat ini. Di saat ia berkuasa pada fase-fase akhir Revolusi Perancis, ada sebuah kisah menarik yang dicatat oleh sejarah. Suatu kali datanglah seorang ibu kepada Napoleon untuk meminta pengampunan bagi putranya. Pada saat itu putranya sedang menanti untuk dihukum mati. Si ibu memohon agar anaknya diampuni. Tapi Napoleon mengingatkan bahwa kejahatan anaknya sudah keterlaluan, dan keadilan yang setimpal bagi tindak kejahatan yang dilakukan anaknya adalah hukuman mati. Si ibu menjawab, "sir, not justice, but mercy." "Yang aku mohon bukanlah keadilan, tetapi belas kasihan". Jawab Napoleon: "tapi anakmu tidak layak menerima belas kasihan, bu!" Sambil menangis ibu itu berkata: "But sir, it wouldn't be mercy if he deserved it." Terjemahannya, "Bukanlah belas kasihan namanya jika ia layak menerimanya.." Napoleon tertegun lalu berkata: "benar juga..ibu benar. Aku mau memberikan belas kasihan." Dan anaknya pun akhirnya dibebaskan.

Penggalan kisah nyata diatas bisa menjadi jendela bagi kita untuk mengenal konsep mengenai belas kasihan yang berasal dari Allah kepada kita. Pada pasal demi pasal yang ada dalam Alkitab kita bisa menemukan belas kasihan yang diberikan Tuhan kepada manusia dalam jumlah yang tak terhitung banyaknya. Ambillah beberapa contoh seperti kisah ibu Yunani bangsa Siro-Fenisia yang memohon belas kasih Yesus atas anak perempuannya yang kerasukan roh jahat (Markus 7:24-30). Lalu seorang ayah bernama Yarius yang memohon belas kasih Yesus turun atas anak perempuannya yang sedang sekarat. Yang terjadi adalah Yesus membangkitkan anaknya yang sebenarnya sudah keburu meninggal. (Markus 5:21-43). Dalam kisah itu terselip pula seorang wanita yang sudah 12 tahun lamanya mengalami pendarahan, yang mengharap belas kasih Yesus dengan menyentuh jubahNya. Orang buta, orang lumpuh, orang kusta, dan lain-lain, telah menjadi kesaksian akan luar biasa besarnya belas kasih Tuhan. Dalam perjanjian lama pun demikian. Ada begitu banyak kisah dimana Tuhan melimpahkan belas kasihNya yang luar biasa besar.

Kembali pada kisah sang ibu dengan Napoleon di atas, dari kisah itu kita bisa mendapat gambaran mengenai bagaimana sebenarnya bentuk belas kasih itu. Belas kasih dianugrahkan pada manusia yang sebenarnya tidak layak menerimanya. Itulah inti dasar dari sebuah belas kasih. Kita manusia yang setiap hari berlumur dosa, melakukan kejahatan terhadap Tuhan, dan ganjaran yang sesuai adalah binasa, karena upah dosa ialah maut (Roma 6:23). Tapi lihatlah betapa Tuhan mengasihi kita. Tuhan memilih untuk bertindak bagai seorang bapa yang penuh belas kasih. Atas segala dosa yang sudah mencemari manusia, Tuhan bereaksi bukan membiarkan kita semua binasa dalam api neraka, tetapi Dia rela menganugerahkan Kristus untuk menyelamatkan kita, keluar dari kebinasaan dan masuk ke dalam kehidupan keka (Yohanes 3:16). Daniel dari jauh hari sudah mengerti akan hal ini. "Pada Tuhan, Allah kami, ada kesayangan dan keampunan, walaupun kami telah memberontak terhadap Dia dan tidak mendengarkan suara TUHAN, Allah kami, yang menyuruh kami hidup menurut hukum yang telah diberikan-Nya kepada kami dengan perantaraan para nabi, hamba-hamba-Nya." (Daniel 9:9-10).

Kita datang menghadap Tuhan bukan dengan tangan kosong melainkan dengan tangan yang sangat kotor, bahkan berdarah. Kita datang dengan kesadaran penuh bahwa sesungguhnya atas segala pelanggaran yang kita lakukan kita layak menerima penghakiman. Kalau kita bicara hanya soal keadilan, kita seharusnya harus siap menerima hukuman tanpa berhak protes. Tetapi besarnya kasih Tuhan pada kita membuatNya justru menganugerahkan kita dengan keselamatan ditambah pemulihan hubungan yang sebelum kedatangan Yesus ke dunia terputus akibat dosa. Dalam Injil Lukas ada ayat yang berbunyi sebagai berikut: "oleh rahmat dan belas kasihan dari Allah kita, dengan mana Ia akan melawat kita, Surya pagi dari tempat yang tinggi untuk menyinari mereka yang diam dalam kegelapan dan dalam naungan maut untuk mengarahkan kaki kita kepada jalan damai sejahtera." (Lukas 1:78-79). Belas kasihan dari Allah disertai rahmatNya bisa membuat kita keluar dari kegelapan, lepas dari naungan maut untuk kemudian beralih kepada jalan menuju keselamatan yang penuh damai sejahtera.

Kerinduan Tuhan itu disampaikan oleh Petrus. "...karena Ia menghendaki supaya jangan ada yang binasa, melainkan supaya semua orang berbalik dan bertobat." (2 Petrus 3:9). Sungguh besar dan tak terbatas kasihNya pada kita. Tuhan selalu siap mengampuni kita, tidak peduli sebesar apa kesalahan kita di masa lalu. Tuhan siap mengampuni kita. "Sekalipun dosamu merah seperti kirmizi, akan menjadi putih seperti salju; sekalipun berwarna merah seperti kain kesumba, akan menjadi putih seperti bulu domba." (Yesaya 1:18). Dia terus menanti kedatangan kita berbalik dari dosa dan kembali kepada wilayah belas kasihNYa. Ketika kita datang padaNya dengan hati yang hancur, belas kasihNya pun akan turun atas kita. Kehendak Tuhan adalah kita semua diselamatkan dan dimenangkan. Belas kasihNya membebaskan kita. Adalah Tuhan sendiri yang menghapus dosa kita, dan Dia tidak lagi mengingat-ingat dosa kita. (Yesaya 43:25) Ketika manusia penuh dosa dan seharusnya layak binasa, kasih Allah yang besar siap memberi pengampunan dan menyelamatkan manusia sepenuhnya. Itulah belas kasih Tuhan.

Belas kasih artinya memberikan pengampunan dan kebebasan kepada yang sebenarnya tidak layak menerimanya

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Sunday, January 25, 2015

Mendoakan Gembala dan Para Pemimpin Gereja (2)

(sambungan)

Banyak jemaat yang mengira bahwa gembala wajib mendoakan jemaat yang hanya berlaku satu arah, tidak timbal balik. Mereka mengira bahwa yang dijawab atau mujarab hanyalah doa para pemimpin rohani. Doa mereka tidak akan manjur karena mereka hanyalah jemaat biasa, dan mereka mengira bahwa mereka tidak perlu mendoakan gembalanya. Tapi dari kisah di atas kita tahu itu keliru. Doa jemaat pun dikabulkan Tuhan. Firman Tuhan tidak berkata bahwa hanya doa gembala atau pengerja yang didengarkan, tapi semua orang punya kuasa yang sama kuatnya, selama dilakukan oleh orang benar dengan dilandasi iman yang percaya. "Doa orang yang benar, bila dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya." (Yakobus 5:16). Jadi tidak peduli siapapun anda, meski hanya jemaat biasa, selama anda hidup dengan benar, anda tidak perlu ragu dengan kuasa doa yang anda panjatkan kepada Tuhan.

Dari kisah di atas, kita bisa melihat betapa besar kuasa doa para jemaat yang mampu menggerakkan Tuhan untuk langsung turun tangan. Menariknya, Tuhan tidak menunggu doa mereka selesai terlebih dahulu untuk melakukan mukjizat, tapi itu terjadi ketika mereka masih terus bertekun berdoa. Dengan jelas hal ini disebutkan dalam Alkitab. "Dan setelah berpikir sebentar, pergilah ia (Petrus) ke rumah Maria, ibu Yohanes yang disebut juga Markus. Di situ banyak orang berkumpul dan berdoa." (ay 12). Artinya, meski mereka masih terus berdoa, Tuhan sudah menjawab doa mereka terlebih dahulu. Luar biasa bukan?

Pelajaran penting lainnya dari kisah ini yang bisa kita petik adalah pentingnya mendoakan para gembala, pengerja dan semua pemimpin di gereja anda. Tugas yang mereka emban sesungguhnya tidaklah mudah. Mereka dengan tekun selalu mendoakan anda para jemaat dan melayani anda dengan sebaik-baiknya di samping kesibukan mengurus keluarga dan bekerja yang harus pula mereka jalankan. Mereka mendoakan anda, tapi sudahkah anda balik mendoakan mereka? Kita sering lupa bahwa kita pun mempunyai tugas untuk mendoakan para pemimpin. Jangan jadi orang yang hanya mau didoakan tapi tidak mau mendoakan. Dan ini bukanlah apa yang diajarkan Tuhan. Apa yang diajarkan Tuhan adalah saling mendoakan (Yakobus 5:16), termasuk mendoakan para pemimpin. (1 Timotius 2:1-2). Firman Tuhan mengatakan bahwa "Itulah yang baik dan yang berkenan kepada Allah, Juruselamat kita". (ay 3). Tidak hanya itu saja, tapi kita pun dituntut untuk taat kepada mereka. Tidak terus menentang, melawan, membangkang, membuat masalah sehingga pekerjaan mereka yang sudah sulit bisa menjadi jauh lebih sulit lagi. Pada akhirnya itu akan merugikan kita sendiri. "Taatilah pemimpin-pemimpinmu dan tunduklah kepada mereka, sebab mereka berjaga-jaga atas jiwamu, sebagai orang-orang yang harus bertanggung jawab atasnya. Dengan jalan itu mereka akan melakukannya dengan gembira, bukan dengan keluh kesah, sebab hal itu tidak akan membawa keuntungan bagimu." (Ibrani 13:17).

Ingatlah bahwa para gembala dan pemimpin gereja, para pengerja dan orang-orang yang selalu melayani anda adalah manusia juga sama seperti anda. Sekuat-kuatnya mereka, ada saat-saat dimana mereka lemah. Timbunan pekerjaan dan pelayanan bisa membuat mereka jatuh sakit, kehilangan semangat, kecapaian atau kejenuhan. Di saat-saat seperti ini anda bisa berperan. Doakan dan dukung mereka agar Tuhan selalu menguatkan mereka dan menambah hikmat atas mereka. Alangkah indahnya hubungan dalam gereja yang terdapat saling doa diantara para pemimpin dan jemaatnya. Paulus menyadari pentingnya doa para jemaat bagi pemimpin seperti dia. Lihatlah apa seruannya kepada jemaat di Tesalonika. "Saudara-saudara, doakanlah kami." (1 Tesalonika 5:25).

Ambillah waktu dan mulailah doakan mereka. Siapa tahu, mungkin saat ini mereka sangat membutuhkan dukungan doa dari anda semua. Mereka sudah dengan tekun terus mendoakan anda, para jemaat yang dikasihi Tuhan secara rutin. Sekarang giliran kita untuk mendoakan mereka pula, meminta Tuhan memberi kekuatan, perlindungan, kesehatan dan lain-lain agar mereka dapat tetap menjalankan tugas berat mereka dalam keadaan baik, sehat tanpa kurang suatu apapun.

Gembala mendoakan jemaat, jemaat mendoakan gembala. Kuasa doa sama besarnya berlaku bagi setiap orang benar

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Saturday, January 24, 2015

Mendoakan Gembala dan Para Pemimpin Gereja (1)

Ayat bacaan: Kisah Para Rasul 12:5
============================
"Demikianlah Petrus ditahan di dalam penjara. Tetapi jemaat dengan tekun mendoakannya kepada Allah."

Menjadi pemimpin itu tidak mudah, apalagi kalau berkomitmen untuk menjadi pemimpin yang baik. Mereka harus kuat, sabar dan tabah karena harus berusaha mengakomodasi berbagai orang yang punya keinginan-keinginan sendiri dengan sifat masing-masing. Dengan banyaknya orang yang mau menang sendiri dan bersifat egois, tidak jarang para pemimpin yang baik harus terus bekerja meski diganggu oleh orang-orang seperti itu. Kita menuntut para pemimpin untuk berhasil, tapi bukannya menolong malah rajin mengkritik. Lihat saja bagaimana tingkah laku mereka di televisi yang seolah peduli tetapi sebenarnya memojokkan dan mengganggu kinerja para pemimpin. Singkatnya, jadi pemimpin yang baik itu berat dan sulit.

Karena itulah maka saya yakin pemimpin itu sangat butuh bantuan bukan celaan. Pemimpin bangsa dalam segala tingkatan seperti itu, pemimpin rohani pun tentu sama. Seringkali para pemimpin rohani harus menghadapi situasi yang sama, karena sifat-sifat seperti itu pun banyak dijumpai di antara orang percaya. Bagai lokomotif yang harus menarik sekian gerbong dibelakangnya, mereka harus bekerja keras melakukan itu meski badai menerpa kiri dan kanan. Mereka mungkin terkenal di kalangan jemaat, punya jabatan itu sepertinya terlihat hebat, tetapi kalau mereka memang benar menjalankan panggilan, saya yakin beban tugas mereka jauh lebih besar dari sekedar mendapatkan popularitas tersebut. Ada berapa banyak jemaat yang harus mereka tuntun? Apa saja masalahnya? Bagaimana dengan menyusun program, memimpin anggota di berbagai bidang dan mengarahkan jemaat untuk terus bertumbuh dalam pengenalan yang baik akan Kristus?  Itu baru tugas mereka dalam menggembalakan jemaat. Bagaimana dengan kehidupan mereka di luar tugas sebagai gembala? Kalau mereka bukan full timer, mereka masih harus menjalani profesinya. Disamping itu para gembala juga punya keluarga yang harus diurus. Istri, anak, orang tua, saudara, semua itu seringkali membutuhkan perhatian dan waktu yang tidak sedikit. Waktu mereka bisa begitu tersita, sehingga mereka mungkin harus mengorbankan waktu-waktu untuk beristirahat.

Sekuat-kuatnya manusia, ada saat dimana kita menyentuh titik lemah. Kecapaian, sakit, burn out, dan sebagainya. Kelelahan saja bisa membuat orang kehilangan banyak hal. Sulit konsentrasi, kehilangan semangat atau gairah, juga bisa membuat orang jatuh sakit. Sekuat-kuatnya gembala kita, sehebat-hebatnya mereka, mereka tetaplah manusia yang sama seperti kita. Manusia yang terbatas, manusia yang lemah dan rentan. Maka jelas, gembala atau para pengerja dan pemimpin rohani butuh doa, agar mereka menjadi lebih kuat, lebih sabar, lebih tabah, lebih kokoh sehingga jemaat yang mereka tuntun bisa bertumbuh dengan baik.

Kita bisa melihat sebuah contoh dari pentingnya kuasa doa yang ditujukan kepada gembala atau pemimpin rohani, yaitu dalam Kisah Para Rasul 12:1-19. Pada waktu itu Herodes mulai bertindak keras menindas orang percaya.Ia memerintahkan kepada algojo bahwa Yakobus harus dibunuh dengan pedang. Yakobus pun tewas sebagai martir. Demi melihat perilaku jahatnya ternyata disukai orang Yahudi, maka ia pun ketagihan melanjutkan perbuatannya dengan menahan Petrus. Petrus pun ditangkap. Tapi untunglah hari itu jatuh kepada Hari raya Roti Tidak Beragi, sehingga Petrus tidak langsung diadili untuk kemudian dihukum mati. Sebagai gantinya, Petrus dijebloskan kepenjara dan dijaga oleh 4 regu dengan 4 prajurit pada masing-masing regu. Enam belas orang ditugaskan untuk menjaga satu orang. Mengapa? Karena Herodes tidak ingin ada apa-apa terjadi pada Petrus sebelum dia diadili di depan rakyatnya dan bisa dibunuh. Apa yang akan terjadi atas diri Petrus sudah jelas. Hukuman mati telah menanti. Sebentar lagi ia akan mengalami nasib yang sama dengan Yakobus.

Tapi bukan itu yang terjadi. Alkitab mencatat seperti ini: "Demikianlah Petrus ditahan di dalam penjara. Tetapi jemaat dengan tekun mendoakannya kepada Allah." (Kisah Para Rasul 12:5). Jemaat ternyata tidak tinggal diam. Mereka berkumpul dan terus menerus berdoa dengan sungguh-sungguh untuk Petrus. Dan terjadilah mukjizat luar biasa, Tuhan mengutus malaikat untuk melepaskan Petrus. "Tiba-tiba berdirilah seorang malaikat Tuhan dekat Petrus dan cahaya bersinar dalam ruang itu. Malaikat itu menepuk Petrus untuk membangunkannya, katanya: "Bangunlah segera!" Maka gugurlah rantai itu dari tangan Petrus." (ay 7). Petrus pun segera mengikuti malaikat itu meski masih bingung tentang apa yang sedang terjadi, apakah itu nyata atau cuma mimpi. Baru setelah sampai di luar di tempat yang aman dan malaikat itu meninggalkannya, ia baru sadar mengenai apa yang terjadi. "Dan setelah sadar akan dirinya, Petrus berkata: "Sekarang tahulah aku benar-benar bahwa Tuhan telah menyuruh malaikat-Nya dan menyelamatkan aku dari tangan Herodes dan dari segala sesuatu yang diharapkan orang Yahudi." (ay 11). Lihatlah betapa hebatnya kuasa doa. Dan itu adalah doa yang dipanjatkan para jemaat terhadap pemimpin mereka. Seperti itulah besarnya kuasa doa.

(bersambung)

Friday, January 23, 2015

Cha dan Kesabarannya yang Menginspirasi

Ayat bacaan: 1 Timotius 6:11
======================
"Tetapi engkau hai manusia Allah, jauhilah semuanya itu, kejarlah keadilan, ibadah, kesetiaan, kasih, kesabaran dan kelembutan."

Sekitar beberapa tahun yang lalu ada berita menarik dari negara K-pop, Korea Selatan yang buat saya sangat menginspirasi dan memberkati. Seorang nenek bernama Cha Sa soon dikabarkan telah melakukan hampir 800 kali ujian teori pembuatan SIM (Surat Ijin Mengemudi) tapi tidak kunjung lulus! Sejak 2005 Cha terus menerus datang ke kantor polisi mulai dari setiap hari hingga seminggu sekali dengan satu tujuan: membuat SIM. Hingga 4 tahun setelahnya ia masih tetap tidak lulus karena skornya masih jauh di bawah standar kelayakan. Selama 4 tahun ia sudah menghabiskan sekitar 4 juta Won atau sekitar 45 juta rupiah hanya untuk memperoleh SIM tapi tetap saja gagal. Meski sudah lanjut usia, ia sangat memerlukan SIM sehubungan profesinya berjualan makanan dan kebutuhan rumah tangga. Di kota Jeonju dimana ia tinggal, sementara belum mendapat SIM ia menjalankan pekerjaannya dengan gerobak dorong dari satu pintu ke pintu lain di kompleks perumahan. Para polisi di sana sudah mengenalnya dan terharu, tetapi undang-undang melarang mereka untuk menolong si nenek ini.

Bagaimana seorang nenek bisa terus berjuang dengan sabarnya untuk memperoleh SIM? Tidak ada catatan bahwa ia mengeluh, bersungut-sungut dan patah semangat. Sebaliknya ia tetap sabar dan tidak kehilangan harapan, meski sampai sekian tahun masih saja gagal. Saya tidak tahu apakah sekarang ia sudah berhasil dan bisa lebih mudah berjualan atau belum, tapi yang pasti 4 tahun saja sampai saat diberitakan, Cha sudah menunjukkan kegigihan dan kesabaran yang luar biasa.

Pertanyaan pun hadir di benak saya. Apakah Cha memang kurang kerjaan? Tentu tidak, karena ia bekerja keras mendorong gerobak untuk berjualan di usia senjanya. Apakah Cha punya uang tak terbatas sampai rela menghabiskan puluhan juta hanya untuk selembar SIM? Itu pun tidak karena kita tahu profesinya bukanlah sesuatu yang berpenghasilan tinggi. Atau, bagaimana nenek Cha bisa tidak emosi, kesal, marah atau kecewa? Apakah ia manusia yang tidak punya perasaan? Rasanya nenek Cha pun sama seperti kita manusia lainnya. Ketika di Indonesia kita terbiasa mencari jalur singkat buat urusan birokrasi, lebih tertarik menggunakan calo atau lewat pintu belakang, kisah kesabaran dan kegigihan Cha ini menjadi sangat luar biasa. Artinya, jika Cha bisa, kita pun bisa. Yang membedakan hanyalah sikap dalam memandang persoalan. Orang lain gampang menyerah, orang lain cepat emosi dan akan menuduh sana sini yang bukan-bukan, Cha tetap bertekun dalam kesabaran. Soal berhasil atau tidak itu nomor dua, yang penting teruslah giat berusaha. Ia pun menunjukkan tingkat keyakinan yang berbeda. Meski sudah sekian ratus kali gagal, ia percaya bahwa suatu hari kelak ia pasti berhasil. Itu sangat menginspirasi saya.

Cha bisa jadi teladan buat kita dalam hal kesabaran, keuletan, semangat pantang menyerah dan iman yang percaya. Itu semua merupakan kualitas yang seharusnya dimiliki oleh orang-orang percaya. Paulus pernah mengingatkan mengenai hal ini. "Tetapi engkau hai manusia Allah, jauhilah semuanya itu, kejarlah keadilan, ibadah, kesetiaan, kasih, kesabaran dan kelembutan." (1 Timotius 6:11). Sebagai anak-anak Allah kita harus menjauhi hal-hal yang negatif, semua yang tidak berkenan di hadapan Allah, yang bertentangan dengan Firman-firman-Nya. Apa yang harus kita tuju adalah hal-hal yang berkenan bagi Dia, salah satunya adalah kesabaran. Benar manusia diciptakan mempunyai emosi, yang gampang tersulut ketika berada dalam tekanan, dan punya kecenderungan untuk menyerah pada suatu titik tertentu. Manusia punya batas kesabaran yang bisa putus pada waktunya. Itu memang manusiawi. Tetapi kita selalu dapat melatih diri kita untuk kuat dan terus meningkatkan kesabaran. Berhentilah memusatkan diri pada hal-hal negatif atau kegagalan, karena itu akan melemahkan kita hingga kita berhenti berusaha. Sebaliknya fokuslah pada hal-hal yang baik, dengan memusatkan pandangan kepada Tuhan yang memampukan kita untuk melakukan apapun diluar logika dan batas-batas kesanggupan manusia.

Paulus melanjutkan nasihat di atas dengan kalimat berikut: "Bertandinglah dalam pertandingan iman yang benar dan rebutlah hidup yang kekal. Untuk itulah engkau telah dipanggil dan telah engkau ikrarkan ikrar yang benar di depan banyak saksi." (ay 12). Ketika kita mengaku percaya Kristus, itu tentu baik. Namun ketika kita menunjukkan sebuah perubahan pola pikir, perubahan gaya hidup, perubahan sikap dan tingkah laku, menjadi semakin seperti pribadi Kristus, hanya di saat itulah kita menunjukkan bahwa ada iman yang tumbuh dalam diri kita sebagai hasil nyata dari menerima Kristus sebagai Tuhan dan Juru Selamat. Mengucapkan percaya itu mudah, namun membuktikannya sama sekali tidak mudah. Ketika orang duniawi penuh emosi, kita sabar. Ketika dunia penuh kebencian, kita mengasihi. Ketika orang mencari jalan pintas, kita tekun menjalani proses. Ketika orang bersungut-sungut dan penuh keluhan, kita dipenuhi ucapan syukur. Ketika dunia memandang harta duniawi, kita memandang harta surgawi. Ketika orang cari jalan pintas dengan macam-macam kecurangan, kita tetap jujur apapun resikonya. Dengan memandang segalanya dari kacamata iman, kita tidak akan mudah jatuh pada kehidupan yang penuh keluhan, komplain dan sebagainya. Iman yang terpusat pada Kristus akan membuat kita selalu mampu melihat sudut positif dari hal sulit sekalipun, dan kita pun akan senantiasa penuh dengan ucapan syukur. "Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu." (1 Tesalonika5:18). Itulah yang Tuhan mau.

Tidak satupun tokoh Alkitab  yang hidupnya mulus-mulus saja sepenuhnya. Masing-masing punya pergumulannya sendiri. Ada yang gagal, tapi banyak pula yang berhasil menunjukkan ketaatan mereka pada Tuhan. Mereka melalui segala proses dengan tetap fokus pada Tuhan, dan bukan pada masalah. Ada saat dimana mereka terkadang jatuh, namun mereka selalu mampu bangkit kembali dan memperoleh hasil akhir yang gemilang pada akhirnya. Ada yang harus menanti selama bertahun-tahun agar janji Tuhan dalam hidupnya digenapi. Bahkan banyak diantara mereka yang harus membayar dengan nyawa, tapi iman mereka tetap tidak tergoyahkan. Imannya yang teguh membuat mereka tetap percaya sepenuhnya kepada Tuhan, tetap bersabar dan tidak kehilangan sukacita. Pengharapan mereka tetap utuh sampai pada akhirnya. Apa yang dijalani tokoh-tokoh Alkitab ini hendaknya bisa menjadi teladan bagi kita semua. Itu pula yang diingatkan Yakobus. "Saudara-saudara, turutilah teladan penderitaan dan kesabaran para nabi yang telah berbicara demi nama Tuhan. Sesungguhnya kami menyebut mereka berbahagia, yaitu mereka yang telah bertekun; kamu telah mendengar tentang ketekunan Ayub dan kamu telah tahu apa yang pada akhirnya disediakan Tuhan baginya, karena Tuhan maha penyayang dan penuh belas kasihan." (Yakobus 5:11).

Tuhan itu maha penyayang dan penuh belas kasihan. Dalam sebuah proses perjuangan hidup anda yang mungkin saat ini masih belum menunjukkan keberhasilan. Jika ya, ingatlah kepada Cha dan bersabarlah. Teruslah bertekun dan jangan berhenti bersyukur. "Bersukacitalah dalam pengharapan, sabarlah dalam kesesakan, dan bertekunlah dalam doa!" (Roma 12:12). Ketiga hal ini seharusnya bisa menguatkan anda untuk terus berjuang dengan sabar sambil terus memegang pengharapan kepada Tuhan.

Ada banyak hikmah yang bisa anda peroleh dari setiap kesulitan yang anda lalui saat ini. Bersabarlah menghadapi segala sesuatu, dan pada suatu hari nanti, percayalah bahwa anda akan memetik buah dari kesabaran anda. Kalau Cha sanggup melakukannya, kitapun pasti bisa.

Sebuah ketekunan dan kesabaran tidak akan pernah sia-sia

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Thursday, January 22, 2015

Menggadaikan Hak Kesulungan (2)

(sambungan)

Sebagai anak-anak Tuhan adalah penting bagi kita untuk menjaga diri kita agar tidak bertindak seperti Esau, meremehkan kasih karunia Tuhan dan sanggup menukarkannya dengan kenikmatan yang ditawarkan dunia dalam berbagai bentuk. Di kemudian hari Penulis Ibrani kembali mengangkat kisah ini. "Janganlah ada orang yang menjadi cabul atau yang mempunyai nafsu yang rendah seperti Esau, yang menjual hak kesulungannya untuk sepiring makanan." (Ibrani 12:16).

Bagi orang yang rela menjual hak kesulungannya, inilah yang terjadi: "Sebab kamu tahu, bahwa kemudian, ketika ia hendak menerima berkat itu, ia ditolak, sebab ia tidak beroleh kesempatan untuk memperbaiki kesalahannya, sekalipun ia mencarinya dengan mencucurkan air mata." (ay 17). Saya sudah menyaksikan sendiri banyak contoh nyata akan hal ini bahkan dari orang-orang yang saya kenal. Karena itu waspadalah terhadap segala godaan duniawi yang bisa membuat kita melakukan kesalahan fatal menggadaikan hak kesulungan kita. Bagi orang yang menjual hak kesulungannya, tidak peduli sebanyak apapun mereka berseru-seru kepada Tuhan, beginilah akhirnya: "Pada waktu itulah Aku akan berterus terang kepada mereka dan berkata: Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari pada-Ku, kamu sekalian pembuat kejahatan!" (Matius 7:23). Jangan sampai kita memutuskan untuk melakukan tindakan bodoh yang akan mengakibatkan kita ditolak dan dihapus dari daftar ahli waris Kerajaan Allah.

Kita diingatkan agar jangan sampai terlambat untuk memperbaiki kesalahan kita, dan akibatnya sangatlah fatal. Sesal kemudian tidak lagi berguna, tidak peduli sederas apa urai air mata penyesalan kita nanti sekalipun. Ketika kita saat ini masih punya kesempatan, jagalah iman kita dan pertahankan hak kesulungan yang telah dikaruniakan Tuhan kepada kita dengan serius. Bersyukurlah ketika saat ini kita diberi hak yang sungguh istimewa dan terhormat, jangan gadaikan hak kesulungan demi alasan-alasan kenikmatan dan kepentingan duniawi yang sesaat. Hak kesulungan sudah kita peroleh sebagai anak-anak Allah. Dia sudah mengangkat kita sebagai ahli waris yang akan menerima segala janji-janji Allah. Jangan sepelekan apa yang telah dianugerahkan Tuhan kepada kita. Dan jangan salahkan Tuhan apabila pada akhirnya pintu itu tertutup, sebab itu adalah pilihan ceroboh kita sendiri. Jika di antara teman-teman ada yang sedang menghadapi dilema seperti ini atau mungkin malah sudah terlanjur melakukannya, berbaliklah segera, sebelum semuanya terlambat. "Sebab itu ingatlah betapa dalamnya engkau telah jatuh! Bertobatlah dan lakukanlah lagi apa yang semula engkau lakukan. Jika tidak demikian, Aku akan datang kepadamu dan Aku akan mengambil kaki dianmu dari tempatnya, jikalau engkau tidak bertobat." (Wahyu 2:5).

Benar bahwa semangkuk kacang merah punya nutrisi dan khasiat tinggi bagi kesehatan. Tetapi bukankah anda bisa memperoleh nutrisi yang sama dengan mengkonsumsi makanan lainnya? Iman kita pun seperti itu. Akan ada banyak orang yang meminta hak kesulungan kita untuk kita lepaskan dan seringkali iming-imingnya terlihat sangat menarik. Tapi yang pasti, semenarik atau seberharga apapun, itu tidak akan pernah sebanding dengan hak kesulungan yang sudah kita terima langsung dari Tuhan. Hak kesulungan bukanlah sesuatu yang sepele dan main-main, karenanya peganglah dengan baik dan jangan gadaikan tak peduli apapun alasannya.

Jangan gadaikan kehormatan atas hak kesulungan yang telah dianugerahkan Tuhan dengan tujuan-tujuan sesaat

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Wednesday, January 21, 2015

Menggadaikan Hak Kesulungan (1)

Ayat bacaan: Kejadian 25:32
=====================
"Sahut Esau: "Sebentar lagi aku akan mati; apakah gunanya bagiku hak kesulungan itu?"

Suatu kali saya bertemu dengan seorang teman lama. Obrol sana obrol sini, pembicaraan kemudian sampai kepada momen apa dalam hidupnya yang paling ia sesalkan, dan ia berkata bahwa apa yang paling ia sesalkan adalah saat ia menjual koleksi lengkap kaset salah satu grup band progresif rock legendaris di tahun 70'an hanya dengan harga yang sangat murah. Ia pun lalu bercerita bahwa waktu itu ia masih baru lulus kuliah dan butuh uang untuk bersenang-senang. Apa yang ada padanya adalah koleksi kaset tersebut dengan jumlah puluhan. Semua dalam kondisi baik dan covernya pun masih mulus. Tanpa mengetahui harga yang pantas dan hanya karena ingin buru-buru punya uang, ia pun bergegas menawarkan kemana-mana. Bisa diduga, dalam waktu sangat singkat koleksinya berpindah tangan dengan harga yang murah.Pada waktu itu ia merasa senang, tetapi penyesalan langsung datang ketika tidak sampai sehari uang tersebut sudah ludes tak bersisa. Apalagi waktu belakangan ia mengetahui koleksinya ternyata menjadi langka dan diburu kolektor dengan nilai yang fantastis. Yang menarik, menurutnya meski ia sekarang harganya sangat tinggi, kalau koleksi itu masih ada dia tidak akan menjualnya. "Bukan soal harga sih, tapi lebih kepada penyesalan bahwa koleksi itu tidak lagi ada pada saya, padahal itu sangatlah berharga." katanya. Ia menyesal karena tanpa pikir panjang melepas atau menjual koleksi kaset album grup tersebut.

Kecerobohan melepas barang saja sudah bisa mendatangkan penyesalan dalam hidup. Sesusah-susahnya, barang masih bisa dicari kembali meski mungkin harus dibayar dengan harga yang sangat tinggi. Bayangkan apabila yang dibuang atau dilepas itu sesuatu yang jauh lebih berharga atau lebih penting, yang menyangkut soal hidup dan mati, bukan saja dalam kehidupan yang sekarang tetapi juga untuk fase yang akan datang. Mungkin secara sadar kita mengira bahwa tidak mungkin kita bakal sebodoh itu. Tapi pada kenyataannya ada begitu banyak penawaran dan godaan yang bisa membuat kita terjebak, melepas hak kita sebagai Anak Allah, sebagai ahli waris Kerajaan yang sudah Dia berikan kepada kita, atau dengan kata lain menggadaikan hak kesulungan. Seperti apa misalnya? Contohnya, ada banyak orang yang tergiur dan rela menggadaikan imannya demi kepentingan-kepentingan yang sifatnya duniawi atau kenikmatan sesaat saja. Apakah untuk kepentingan jabatan, karena takut disisihkan atau karena jatuh cinta, orang bisa dengan mudah berpaling meninggalkan Tuhan dan segala hak sebagai anak Allah dan ahli waris Kerajaan yang sudah diberikan kepadanya. Istilah hak kesulungan ini muncul dalam sebuah kisah antara Esau dan Yakub atas semangkuk kacang merah.

Dikisahkan pada suatu kali ketika Esau pulang berburu dan merasa sangat lelah dan lapar, ia tergiur mencium bau makanan yang lezat yang tengah dimasak Yakub. Esau lalu meminta sedikit kacang merah itu. Tapi ternyata Yakub menolak memberikannya. Yakub hanya akan memberikan semangkuk kacang merah itu jika Esau menjual hak kesulungannya, yaitu segala hal yang menjadi hak Esau sebagai anak kembar yang sulung dari Ishak. "Tetapi kata Yakub: "Juallah dahulu kepadaku hak kesulunganmu." (Kejadian 25:31).

Apa reaksi Esau? Kita lalu melihat betapa mudahnya Esau mengambil keputusan. Tanpa pikir panjang ia menjawab "Sebentar lagi aku akan mati; apakah gunanya bagiku hak kesulungan itu?" (ay 32). Kalau orang jaman sekarang bilang, sifatnya lebay. Begitu mudah bagi Esau untuk menggadaikan hak kesulungannya, bahkan dengan gampangnya ia berikan diikat dengan sumpah. (ay 33). Kita bisa melihat bahwa Esau memandang hak kesulungan yang ia miliki sebagai sesuatu yang ringan, rendah atau tak berharga. Ia menganggap remeh hak yang sebegitu besar. Itulah satu-satunya alasan mengapa ia bisa rela menukarkan hak istimewa itu hanya dengan semangkuk kacang merah.

 Apa yang ditunjukkan oleh Esau adalah bagaimana ia memandang rendah atau menganggap remeh anugerah Tuhan dan status yang seharusnya ia sandang sebagai anak sulung. Pada ayat selanjutnya tertulis: "Lalu Yakub memberikan roti dan masakan kacang merah itu kepada Esau; ia makan dan minum, lalu berdiri dan pergi. Demikianlah Esau memandang ringan hak kesulungan itu." (ay 34). Esau memilih untuk menyia-nyiakan kasih karunia Tuhan yang berlaku kekal dan dengan mudah menggadaikannya, demi semangkuk kacang merah yang justru tidak lama bisa dirasakan nikmatnya.

Hak kesulungan adalah sebuah hak istimewa yang dimiliki oleh anak sulung sebagai ahli waris. Tidak semua orang bisa dengan mudah memperoleh hak kesulungan. Jadi betapa ironisnya apabila ada orang yang sudah memiliki hak ini namun rela menjualnya demi sesuatu yang sama sekali tidak sebanding dengan apa yang diberikan lewat kepemilikan hak kesulungan ini. Sebagai orang yang percaya kepada Kristus sang Juru Selamat dan telah lahir baru, kita menyandang status sebagai anak-anak Allah. Alkitab berkata "Semua orang, yang dipimpin Roh Allah, adalah anak Allah." (Roma 8:14). Roh Allah ini akan bersaksi bersama-sama dengan roh kita bahwa kita ini adalah anak-anak Allah. (ay 16). Kemudian, dengan menyandang anak-anak Allah kita menjadi ahli waris Kerajaan pula. "Dan jika kita adalah anak, maka kita juga adalah ahli waris, maksudnya orang-orang yang berhak menerima janji-janji Allah, yang akan menerimanya bersama-sama dengan Kristus, yaitu jika kita menderita bersama-sama dengan Dia, supaya kita juga dipermuliakan bersama-sama dengan Dia." (ay 17). Itu adalah hak kesulungan kita, sebuah kasih karunia yang begitu istimewa yang seharusnya menjadi sebuah kehormatan besar bagi kita yang sudah menerimanya. Sangatlah keterlaluan kalau anugerah sebesar itu justru kita anggap remeh dan bisa kita gadaikan dengan berbagai alasan.

(bersambung)

Tuesday, January 20, 2015

Tidak Mengenal Allah

Ayat bacaan: Hosea 4:6a
===================
"Umat-Ku binasa karena tidak mengenal Allah"

Seberapa dekat anda mengenal keluarga terdekat anda? Kata kenal biasanya tidak sebatas luar saja tapi minimal tahu sifat dan tabiatnya. Kenal itu biasanya berjalan dua arah, kedua pihak sama-sama saling kenal, tahu apa yang disukai dan apa yang tidak. Kenyataannya ada banyak keluarga yang biarpun saling tahu tetapi tidak cukup kenal satu sama lain. Ada seorang teman saya yang bahkan tidak tahu tanggal ulang tahun saudaranya sendiri, dan keluarganya pun tidak pernah mengingat tanggal lahirnya. Apa hobi saudaranya, apa kerjanya, dia tidak tahu, padahal tinggalnya serumah. Dalam kondisi keluarga seperti ini biasanya masalah mudah muncul. Saya bertemu dengan banyak keluarga seperti ini. Mereka punya banyak masalah, dingin, renggang dan kerap berselisih, dan setelah ditelaah ternyata masalahnya hanya karena mereka tidak mengenal satu sama lain secara dekat dan mendalam.

Kalau antar manusia saja saling mengenal itu penting, apalagi dalam hubungan kita dengan Sang Pencipta. Alangkah bahayanya jika kita tidak mengenal Allah. Dan itu bukan mengenai rajin ke gereja dan berdoa semata. Mungkin kita mengira bahwa dengan rajin ke gereja, rajin berdoa itu secara otomatis membuat kita kenal dengan pribadi Allah. Benar, itu adalah sarana yang sangat baik untuk mengenal Dia, tetapi kenyataannya ada banyak orang yang melakukan itu semua bukanlah atas dasar kerinduan untuk mengenal Allah secara mendalam melainkan sekadar menjalankan rutinitas, karena disuruh orang tua, karena kebiasaan dan tradisi, hanya karena takut masuk neraka atau takut mengalami kesusahan dalam hidup dan alasan lainnya. Hal-hal seperti ini jika tidak dicermati akan membuat kita tidak kunjung mengenal Allah, dan itu bisa berakibat sangat buruk dan fatal bagi kita.

Dalam kitab Hosea kita bisa melihat mengapa Israel jadi binasa. Kelakuan mereka yang buruk pada akhirnya mendatangkan murka Tuhan. Dari mana akar permasalahannya? Alasannya jelas dikemukakan disana. "Umat-Ku binasa karena tidak mengenal Allah" (Hosea 4:6a).

Tidak mengenal bagaimana? Kalau kita lihat Hosea pasal 4, perikopnya berjudul "Menentang imam dan bangsa yang tidak setia". Pasal ini dimulai dengan: "Dengarlah firman TUHAN, hai orang Israel, sebab TUHAN mempunyai perkara dengan penduduk negeri ini, sebab tidak ada kesetiaan dan tidak ada kasih, dan tidak ada pengenalan akan Allah di negeri ini." (ay 1). Tiga alasan penting yang membuat Tuhan marah diberikan Tuhan disini yaitu: tidak setia, tidak ada kasih dan tidak mengenal Allah. Apa yang dilakukan orang Israel pada masa itu sungguh keterlaluan, "hanya mengutuk, berbohong, membunuh, mencuri, berzinah, melakukan kekerasan dan penumpahan darah menyusul penumpahan darah." (ay 2). Dalam ayat 6 dijelaskan juga bahwa para imam yang seharusnya jadi tulang punggung justru melupakan ajaran Tuhan. Kegagalan para imam tidak hanya berbicara mengenai para pendeta, pelayan Tuhan, tapi lebih luas lagi berbicara mengenai semua anak-anak Tuhan seperti yang tertulis dalam kitab Wahyu berikut ini. "dan dari Yesus Kristus, Saksi yang setia, yang pertama bangkit dari antara orang mati dan yang berkuasa atas raja-raja bumi ini. Bagi Dia, yang mengasihi kita dan yang telah melepaskan kita dari dosa kita oleh darah-Nya--dan yang telah membuat kita menjadi suatu kerajaan, menjadi imam-imam bagi Allah, Bapa-Nya, --bagi Dialah kemuliaan dan kuasa sampai selama-lamanya. Amin." (Wahyu 1:5-6). Semua ini membuat Israel akhirnya harus menanggung konsekuensinya.

Mengacu dari apa yang dialami bangsa Israel yang tegar tengkuk, kita bisa melihat bahwa menolak pengenalan akan Tuhan bisa mendatangkan bahaya besar. Ada banyak orang yang hanya mengandalkan pendeta atau pelayan Tuhan saja tanpa keinginan untuk mengenal Allah lebih jauh dalam hidupnya. Ada banyak yang menunda-nunda karena masih mau "menikmati" hidup, ada yang menganggap bahwa urusan kerohanian hanya urusan orang yang tua saja. Ada yang hanya menjalankan liturgi saja tanpa mengetahui makna yang terkandung di dalamnya. Apa  yang dialami bangsa Israel pada masa itu secara jelas menunjukkan konsekuensi berat yang harus dialami akibat kesalahan mereka sendiri yang tidak menganggap penting pengenalan yang benar akan Tuhan. Itu bisa mendatangkan masalah besar dalam hidup kita.

Hanya mengandalkan tata cara peribadatan dan tradisi serta kebiasaan dan rutinitas dalam menjalankan ibadah belumlah mencerminkan usaha kita yang benar untuk mengenal Allah. Yesus menyinggung hal ini dengan keras. "Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga." (Matius 7:21). Hanya rajin berseru tapi tidak mencerminkan terang dalam hidup itu artinya tidak mengenal Tuhan. "Pada hari terakhir banyak orang akan berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan, bukankah kami bernubuat demi nama-Mu, dan mengusir setan demi nama-Mu, dan mengadakan banyak mujizat demi nama-Mu juga?" (ay 22). Bahkan jika kita berpikir bahwa kita sudah melakukan banyak pekerjaan Tuhan, tapi hati kita sebenarnya tidak tulus melakukan itu dan bukan berbuat itu demi kemuliaan Tuhan, jika kita rajin beribadah namun sebatas dibibir saja tanpa aplikasi nyata dalam hidup, maka kita pun akan kehilangan kesempatan untuk beroleh keselamatan. "Pada waktu itulah Aku akan berterus terang kepada mereka dan berkata: Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari pada-Ku, kamu sekalian pembuat kejahatan!" (ay 23).

Pengenalan akan Tuhan bisa kita dapati dengan mengenal diriNya melalui firman-firman Tuhan yang terdapat di dalam Alkitab. Alkitab bukanlah buku usang yang ketinggalan jaman dan membosankan untuk dibaca. Ada banyak tuntunan hidup dan rahasia-rahasia keselamatan di dalamnya yang mampu membuat kita semakin dekat mengenal pribadi Tuhan. Jangan berhenti hanya sampai membaca, tapi renungkan dan perbuatlah apa yang telah kita baca itu dalam kehidupan nyata. "Tetapi barangsiapa meneliti hukum yang sempurna, yaitu hukum yang memerdekakan orang, dan ia bertekun di dalamnya, jadi bukan hanya mendengar untuk melupakannya, tetapi sungguh-sungguh melakukannya, ia akan berbahagia oleh perbuatannya."(Yakobus 1:25) Lantas ingat pula bahwa kita bisa mengenal Bapa lewat Yesus. "Sekiranya kamu mengenal Aku, pasti kamu juga mengenal Bapa-Ku. Sekarang ini kamu mengenal Dia dan kamu telah melihat Dia." (Yohanes 14:7). Tanpa mengenal Kristus, kita tidak akan pernah bisa mengenal Tuhan, dan dengan demikian kita tidak akan pernah bisa datang menghampiriNya dan menerima janji-janjiNya. Yesus berkata : "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku." (ay 6).

Mari renungkan, sudahkah kita serius untuk lebih mengenal Allah? Teruslah kenali pribadiNya baik lewat Alkitab, kotbah, bacaan-bacaan rohani dan sumber lainnya, dan tentu saja, miliki pengenalan yang benar tentang Kristus. Jangan berhenti disana, tapi kemudian aplikasikanlah semua yang telah kita baca, dengar dan tahu itu ke dalam hidup kita sehari-hari. Kenali Dia, kenali suara hatiNya, keinginanNya dan kerinduanNya.

Mengenal Allah akan membuat kita hidup bahagia dan penuh sukacita

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Monday, January 19, 2015

Karena Tuhan Baik

Ayat bacaan: Mazmur 100:2,5
========================
"Beribadahlah kepada TUHAN dengan sukacita, datanglah ke hadapan-Nya dengan sorak-sorai...Sebab TUHAN itu baik, kasih setia-Nya untuk selama-lamanya, dan kesetiaan-Nya tetap turun-temurun."

Pernahkah anda merenungkan mengapa Tuhan berkenan atau bahkan rindu untuk terus memberkati kita, melimpahi kita dengan berbagai karunia, berjalan bersama kita, melindungi dan memberi rahmat setiap pagi? Normalnya apabila seseorang mendapat pemberian seperti itu, tentu ia punya prestasi membanggakan, berjasa buat si pemberi atau melakukan perbuatan-perbuatan luar biasa besar yang menyebabkan pemberinya berhutang budi. Di dunia dimana pemberian hanya diukur dengan alasan balas jasa atau investasi masa depan, Tuhan ternyata punya pandangan lain. Apakah Tuhan berhutang budi pada kita? Apakah kita begitu luar biasa baiknya, tanpa cela dan berjasa kepada Tuhan sehingga Dia memberikan penghargaan atas jasa-jasa kita? Apakah Tuhan berkewajiban untuk membalas budi baik atau jasa-jasa kita? Tentu saja tidak. Suatu kali seorang teman mengatakan bahwa Tuhan ingin melakukan perkara-perkara yang baik bagi kita bukan karena kita baik dan layak, tetapi karena Dia baik. Not because we are so great, flawless, not even because we deserve it, but it's simply because God is good. Karena Tuhan baik. Karena Tuhan penuh kasih. He is good, He is a loving Father. Karena itulah Dia memberi anugerahNya kepada kita, baik untuk dipakai dalam kehidupan sekarang maupun anugerah keselamatan bagi kehidupan kekal nanti. Itulah sebabnya disebut dengan anugerah, sesuatu yang sebenarnya tidak pantas kita terima tapi diberikan secara cuma-cuma.

Tuhan itu baik. Tuhan selalu rindu melakukan perkara-perkara yang baik bagi hidup kita. Coba simak Firman Tuhan berikut ini: "Setiap pemberian yang baik dan setiap anugerah yang sempurna, datangnya dari atas, diturunkan dari Bapa segala terang; pada-Nya tidak ada perubahan atau bayangan karena pertukaran." (Yakobus 1:17). Ayat ini secara jelas menunjukkan bahwa segala yang baik dan anugerah yang sempurna itu berasal dari Tuhan, tanpa ada yang berkurang, tanpa ada yang tertukar, tanpa ada yang berubah. Semua itu diberikan Tuhan bukan karena kita yang baik, tetapi karena Dia baik. Ketika beban pikiran dan masalah sedang rajin menghampiri kita, renungan sederhana seperti ini hendaknya mengingatkan saya kembali bahwa ada kebaikan Tuhan yang senantiasa menyertai anak-anakNya bahkan di tengah kondisi yang terlihat tidak baik. Dan untuk itu dalam kondisi apapun sudah sepantasnya jika kita bersukacita dengan penuh rasa syukur.

Yang sering terjadi adalah sebaliknya. Betapa mudahnya kita melupakan kebaikan Tuhan. Kita dengan ringan menyalahkan Tuhan dan menuduh Tuhan tidak adil atau pilih kasih kalau Dia tidak kunjung turun tangan sesuai jangka waktu yang kita tetapkan sendiri. Itu kita lakukan buru-buru tanpa menelaah lebih jauh apakah yang jadi akar masalah adalah karena kesalahan kita sendiri atau bukan. Kalaupun bukan, mungkin kita tengah dibentuk agar jadi lebih kuat, lebih bijaksana dan lebih teguh imannya. Dan kalau ini yang terjadi, semua hanya masalah waktu saja, dan kesabaran menjadi faktor penting dalam hal ini. Di sisi lain, ada banyak orang pula yang dengan segera kembali melupakan kebaikan Tuhan begitu lepas dari masalah dan nanti kembali kecewa, menggerutu, bersungut-sungut atau bahkan menghujat Tuhan saat bertemu dengan masalah lagi. Selain itu ada banyak pula orang yang terus mengeluh meski keadaannya sebenarnya tidaklah begitu parah. Pertanyaannya, apakah kebaikan Tuhan harus selalu diukur lewat ada tidaknya masalah? Pantaskah kita berlaku seperti itu? Tentu saja tidak. Ada banyak alasan mengapa kita harus tetap melalui lembaran-lembaran sulit dalam perjalanan hidup kita. Bisa jadi Tuhan sedang melatih otot rohani kita, bisa jadi itu untuk memberi pelajaran bagi kita, bisa jadi pula akibat dosa kita sendiri. Apapun itu, satu hal yang pasti adalah bahwa Tuhan itu baik, dan kebaikan serta kasih setiaNya untuk selamanya.

Dengan menyadari kebaikan Tuhan seharusnya kita tetap dipenuhi sukacita dalam segala musim. Dalam kitab Yesaya kita bisa menemukan hubungan yang indah antara menyadari kebaikan Tuhan dengan datangnya perasaan sukacita. "Aku hendak menyebut-nyebut perbuatan kasih setia TUHAN, perbuatan TUHAN yang masyhur, sesuai dengan segala yang dilakukan TUHAN kepada kita, dan kebajikan yang besar kepada kaum Israel yang dilakukan-Nya kepada mereka sesuai dengan kasih sayang-Nya dan sesuai dengan kasih setia-Nya yang besar." (Yesaya 63:7). Kemudian dilanjutkan dengan: "..maka Ia menjadi Juruselamat mereka dalam segala kesesakan mereka. Bukan seorang duta atau utusan, melainkan Ia sendirilah yang menyelamatkan mereka; Dialah yang menebus mereka dalam kasih-Nya dan belas kasihan-Nya. Ia mengangkat dan menggendong mereka selama zaman dahulu kala." (ay 8-9). Ketika Yesus datang ke bumi, ia langsung turun tangan menyelamatkan umat manusia, menebus kita dalam kasih dan belas kasihNya yang begitu besar. Untuk itu saja kita sudah sangat pantas mengucap syukur tak henti-hentinya.
Di zaman Salomo kita bisa menemukan sebuah lagu pujian yang dipersembahkan kepada Tuhan lewat ensambel dan paduan suara besar yang megah. "Demikian pula para penyanyi orang Lewi semuanya hadir, yakni Asaf, Heman, Yedutun, beserta anak-anak dan saudara-saudaranya. Mereka berdiri di sebelah timur mezbah, berpakaian lenan halus dan dengan ceracap, gambus dan kecapinya, bersama-sama seratus dua puluh imam peniup nafiri. Lalu para peniup nafiri dan para penyanyi itu serentak memperdengarkan paduan suaranya untuk menyanyikan puji-pujian dan syukur kepada TUHAN. Mereka menyaringkan suara dengan nafiri, ceracap dan alat-alat musik sambil memuji TUHAN dengan ucapan: "Sebab Ia baik! Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya." Pada ketika itu rumah itu, yakni rumah TUHAN, dipenuhi awan." (2 Tawarikh 5:12-13). Lihatlah lagu pujian yang menyatakan kebaikan Tuhan itu mampu membuat kemuliaanNya turun dari langit. Kebaikan Allah haruslah selalu kita ingat, dari sana kita bisa beroleh sumber sukacita yang hebat dari Tuhan sendiri.

Selanjutnya dalam kitab Nehemia dikatakan "Jangan kamu bersusah hati, sebab sukacita karena Tuhan itulah perlindunganmu!" (Nehemia 8:10b). Perhatikanlah bahwa sumber sukacita yang sejati sesungguhnya berasal dari Tuhan dan bukan tergantung dari kondisi yang kita alami. Jika kita tetap menyadari kebaikan Tuhan, maka sukacita kita tidak perlu luntur atau hilang. Disanalah sesungguhnya letak perlindungan kita. Lalu lihat apa kata Pemazmur berikut ini. "Beribadahlah kepada TUHAN dengan sukacita, datanglah ke hadapan-Nya dengan sorak-sorai!" (Mazmur 100:2). Dalam bahasa Inggrisnya dikatakan: "Serve the Lord with gladness! Come before His presence with singing!" Mengapa seruan ini dinyatakan Pemazmur? Alasannya sederhana, "Sebab TUHAN itu baik, kasih setia-Nya untuk selama-lamanya, dan kesetiaan-Nya tetap turun-temurun." (ay 5). Pemazmur menyadari betul bahwa Tuhan itu baik. Kasih setiaNya berlaku untuk selama-lamanya dan turun temurun. Kebaikan dan kemurahan Tuhan itu berlaku tidak hanya sesaat tapi sepanjang masa. Pemazmur tahu itu dan berkata "Kebajikan dan kemurahan belaka akan mengikuti aku, seumur hidupku; dan aku akan diam dalam rumah TUHAN sepanjang masa." (Mazmur 23:6).

Adalah mudah bagi kita untuk mengeluh. Mudah bagi kita untuk memandang dan menimbang masalah, tetapi seringkali sulit bagi kita untuk menyadari segala kebaikan Tuhan yang telah Dia beri dalam hidup kita. Apakah saat ini anda sedang berbeban berat atau sedang dalam kondisi baik-baik saja, jangan pernah lupakan kebaikan Tuhan dan untuk itu tetaplah bersukacita. Mengeluh dan terus meratapi masalah tidak akan membawa solusi apa-apa selain memperkeruh situasi dan bisa jadi malah menambah masalah. Sebaliknya hati yang bersukacita akan membawa segala kebaikan Allah untuk turun atas kita. "Percayakan segalanya pada Tuhan, dan bersukacitalah, maka Tuhan akan melepaskan kita. "dan bergembiralah karena TUHAN; maka Ia akan memberikan kepadamu apa yang diinginkan hatimu." (Mazmur 37:4). Tetaplah ingat kebaikan Tuhan, dan bersukacitalah karenanya.

"Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakan: Bersukacitalah!" (Filipi 4:4)

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Sunday, January 18, 2015

Bapa Sayang Anaknya

Ayat bacaan: Ibrani 12:5-6
====================
"Dan sudah lupakah kamu akan nasihat yang berbicara kepada kamu seperti kepada anak-anak: "Hai anakku, janganlah anggap enteng didikan Tuhan, dan janganlah putus asa apabila engkau diperingatkan-Nya; karena Tuhan menghajar orang yang dikasihi-Nya, dan Ia menyesah orang yang diakui-Nya sebagai anak."

Beruntunglah saya dibesarkan oleh kedua orang tua yang sangat peduli kepada anak-anaknya. Meski ada saat-saat dimana mereka saling tidak harmonis, perhatian dan kasih sayang kepada anak tidak pernah berkurang. Mereka memberi segala yang diperlukan bagi kami untuk tumbuh, baik dari segi pendidikan maupun kemampuan-kemampuan sosial. Ibu saya sekarang sudah tiada, tapi ayah masih diberikan karunia berusia lanjut dalam keadaan yang sehat. Sampai sekarang ia masih tetap sosok bapa yang sayang anaknya meski kami sudah tidak muda lagi. Saya katakan beruntung, karena ada banyak anak yang tumbuh bersama sosok ayah yang jarang di rumah karena terlalu sibuk bekerja. Ada yang ayahnya punya sifat dingin dan kaku, tidak mau memuji dan membesarkan hati anaknya tapi akan menegur dengan keras apabila ada kesalahan yang dilakukan. Ada pula yang ayahnya ringan tangan, suka menyakiti secara fisik. Bersikap absolut dan kasar. Tapi bagaimanapun sifat seorang bapa, secara umum mereka menyayangi anaknya. Hanya saja caranya berbeda-beda. Benar, ada yang keliru dan bahkan kejam, tapi jumlahnya sangatlah sedikit dibanding mereka yang ingin agar anak-anaknya kelak tumbuh menjadi orang-orang yang sukses.

Seorang ayah teladan adalah ayah yang mampu meluangkan waktu untuk keluarga terlebih anak-anaknya ditengah kesibukan mencari nafkah yang menggunung, mampu menjadi imam dalam keluarganya dan mampu mendidik anak-anaknya untuk tumbuh dewasa dengan budi pekerti yang baik. Dalam mendidik anak-anak seorang ayah yang bijaksana tidak akan mungkin menuruti keinginan anaknya setiap waktu. Mengapa? Karena itu  tidak mendidik, dan akan membuat anaknya lupa diri, manja dan selalu mau menang sendiri. Ada kalanya hukuman harus dijatuhkan, mau tidak mau si ayah pun harus tega menjatuhkan itu dalam batas-batas yang wajar. Itu mungkin membuat hatinya sedih, tetapi demi kebaikan si anak sendiri ia harus bisa melakukannya. Saya waktu kecil juga pernah membuat kesalahan yang akhirnya mendapatkan hukuman. Waktu itu mungkin saya merasa sedih dan kecewa, tetapi hari ini saya bersyukur bahwa didikan yang diberikan kedua orang tua termasuk didalamnya hukuman saat saya salah akhirnya berperan penting dalam membentuk saya seperti sekarang.

Kasih sayang Tuhan kepada kita hadir dalam bentuk yang begitu intim dan dekat, begitu dekat sehingga dikatakan seperti kedekatan seorang ayah dengan anaknya. Yesus selalu menyebut Tuhan dengan panggilan Bapa, dan seperti itu pulalah kita dianjurkan untuk menjadi simbol sebuah kedekatan dan kekerabatan yang sangat dekat bagai seorang ayah dengan anaknya sendiri. Tapi sebenarnya jauh sebelum itu kita sudah melihat penyebutan Bapa kepada Allah oleh beberapa nabi dalam kitab Perjanjian Lama. Daud misalnya. Ia berkata: "Seperti bapa sayang kepada anak-anaknya, demikian TUHAN sayang kepada orang-orang yang takut akan Dia." (Mazmur 103:13). Yesaya berkata: "Bukankah Engkau Bapa kami? Sungguh, Abraham tidak tahu apa-apa tentang kami, dan Israel tidak mengenal kami. Ya TUHAN, Engkau sendiri Bapa kami; nama-Mu ialah "Penebus kami" sejak dahulu kala." (Yesaya 63:16), Lalu dalam Maleakhi ada ayat yang berbunyi: "Mereka akan menjadi milik kesayangan-Ku sendiri, firman TUHAN semesta alam, pada hari yang Kusiapkan. Aku akan mengasihani mereka sama seperti seseorang menyayangi anaknya yang melayani dia." (Maleakhi 3:17).

Tuhan sayang pada kita seperti Bapa sayang anaknya. Dia selalu ingin kita berhasil bukan cuma di dunia tapi terlebih agar berhasil menuai janji keselamatan yang sudah Dia berikan dalam Kristus. Dalam prosesnya Tuhan selalu siap memberkati kita berkelimpahan, tapi di sisi lain, ketika kita melakukan kesalahan, seperti ayah di dunia yang terkadang perlu mendisiplinkan kita melalui hukuman, Tuhan pun perlu menjatuhkan hukuman untuk mengajarkan dan mendisiplinkan kita demi kebaikan kita sendiri.

Penulis Ibrani mengingatkan akan hal ini. "Dan sudah lupakah kamu akan nasihat yang berbicara kepada kamu seperti kepada anak-anak: "Hai anakku, janganlah anggap enteng didikan Tuhan, dan janganlah putus asa apabila engkau diperingatkan-Nya." (Ibrani 12:5). Apa alasannya? Ia melanjutkan: "karena Tuhan menghajar orang yang dikasihi-Nya, dan Ia menyesah orang yang diakui-Nya sebagai anak." (ay 6). Kemudian dilanjutkan dengan penjelasan lebih jauh di ayat selanjutnya. "Jika kamu harus menanggung ganjaran; Allah memperlakukan kamu seperti anak. Di manakah terdapat anak yang tidak dihajar oleh ayahnya? Tetapi, jikalau kamu bebas dari ganjaran, yang harus diderita setiap orang, maka kamu bukanlah anak, tetapi anak-anak gampang." (ay 7-8). Jika lewat ayah kita di dunia kita didisplinkan, dan kita menghormati mereka, apalagi terhadap Bapa Surgawi kita, yang tetap mendidik kita demi kebaikan kita sendiri, agar kita layak untuk memperoleh bagian dalam kekudusanNya. (ay 9-10). Pada saat hukuman jatuh atas kita tentu menyakitkan. Bentuk pendisplinan memang tidak pernah terasa nyaman dan menyenangkan. Tapi lihatlah hasil akhirnya. Jikalau kita mau memperbaiki diri dan menerima hukuman itu dengan ketulusan, hasil dari hukuman itu pada suatu hari nanti akan menghasilkan buah kebenaran yang menyelamatkan kita.

Bentuk pendisiplinan yang terkadang hadir dalam bentuk hukuman dari Tuhan bukan terjadi atas keinginan untuk menyakiti, menyiksa atau menyengsarakan kita, tapi sebaliknya, karena Tuhan mengasihi kita dan hendak mendidik kita seperti layaknya seorang ayah mengajari anaknya. Dalam kitab Ulangan dikatakan: "Maka haruslah engkau insaf, bahwa TUHAN, Allahmu, mengajari engkau seperti seseorang mengajari anaknya." (Ulangan 8:5). Ingatlah bahwa dalam banyak kesempatan, penderitaan yang kita lalui adalah sebuah proses pemurnian dan pendisiplinan untuk mendatangkan kebaikan bagi kita sendiri juga. Hal ini juga disampaikan oleh Yakobus. "Saudara-saudaraku, anggaplah sebagai suatu kebahagiaan, apabila kamu jatuh ke dalam berbagai-bagai pencobaan, sebab kamu tahu, bahwa ujian terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan. Dan biarkanlah ketekunan itu memperoleh buah yang matang, supaya kamu menjadi sempurna dan utuh dan tak kekurangan suatu apapun." (Yakobus 1:2-4). Jadi ketika kita sedang dididik Tuhan, meski terkadang sakit rasanya, bersyukurlah karena itu tandanya Tuhan mengasihi kita, seperti seorang bapa yang sayang anaknya.

Tuhan mendisiplinkan kita karena Dia sangat mengasihi kita sebagai anak-anakNya sendiri

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Saturday, January 17, 2015

Don't Miss Going to Church (2)

(sambungan)

Paulus sudah mengingatkan kita akan hal tersebut. "Tetapi jauhilah takhayul dan dongeng nenek-nenek tua. Latihlah dirimu beribadah. Latihan badani terbatas gunanya, tetapi ibadah itu berguna dalam segala hal, karena mengandung janji, baik untuk hidup ini maupun untuk hidup yang akan datang."(1 Timotius 4:7-8). It's like a spiritual fitness, melatih agar kerohanian kita, jiwa dan roh kita, bisa tetap bugar, dan itu akan sangat besar manfaatnya baik bagi kehidupan kita sekarang maupun yang kekal nanti. Selain itu, ingatlah pula bahwa fellowship atau persekutuan akan membuat kita lebih kuat dalam menghadapi masalah. Anda akan punya teman-teman yang siap membantu, memberi masukan bahkan mengingatkan dan menegur apabila kita keliru dalam bertindak.

Tentu sangat baik apabila kita sudah rajin meluangkan waktu untuk bersekutu dengan intim dengan Tuhan lewat saat-saat teduh kita. Tapi penting pula untuk diingat bahwa Gereja adalah tempat dimana anggota-anggota keluarga Allah berkumpul menjadi satu keluarga dengan Yesus sebagai kepala, sedangkan kita adalah bagian dari tubuhNya. We are a part of the body of Christ. "Dan segala sesuatu telah diletakkan-Nya di bawah kaki Kristus dan Dia telah diberikan-Nya kepada jemaat sebagai Kepala dari segala yang ada. Jemaat yang adalah tubuh-Nya, yaitu kepenuhan Dia, yang memenuhi semua dan segala sesuatu." (Efesus 1:22-23) Selanjutnya Paulus mengingatkan lagi: "Demikianlah kamu bukan lagi orang asing dan pendatang, melainkan kawan sewarga dari orang-orang kudus dan anggota-anggota keluarga Allah, yang dibangun di atas dasar para rasul dan para nabi, dengan Kristus Yesus sebagai batu penjuru. Di dalam Dia tumbuh seluruh bangunan, rapih tersusun, menjadi bait Allah yang kudus, di dalam Tuhan." (2:19-21).

Kita adalah bagian tubuh Kristus, dimana Yesus adalah Kepala. Ini adalah suatu kesatuan luar biasa. Tidak ada manusia yang sanggup hidup sendiri. Alangkah indahnya jika kita mempunyai teman berbagi, saling mendoakan, saling mengingatkan dan saling menolong. Ketika kita sedang dalam kesusahan, saudara yang lain yang kebetulan sedang tidak mengalami kesusahan akan mengulurkan tangan, begitu pula sebaliknya. Hidup bersama dan saling menguatkan sebagai satu kesatuan sebagai tubuh Kristus. "Karena tubuh juga tidak terdiri dari satu anggota, tetapi atas banyak anggota." (1 Korintus 12:20). Dan ingatlah bahwa Kristus sendiri akan hadir jika kita berkumpul dalam namaNya. "Sebab di mana dua atau tiga orang berkumpul dalam Nama-Ku, di situ Aku ada di tengah-tengah mereka." (Matius 18:20).

Kemudian, kita juga bisa memiliki wadah dimana iman kita bisa bertumbuh. "sehingga kita bukan lagi anak-anak, yang diombang-ambingkan oleh rupa-rupa angin pengajaran, oleh permainan palsu manusia dalam kelicikan mereka yang menyesatkan,tetapi dengan teguh berpegang kepada kebenaran di dalam kasih kita bertumbuh di dalam segala hal ke arah Dia, Kristus, yang adalah Kepala.Dari pada-Nyalah seluruh tubuh, -yang rapih tersusun dan diikat menjadi satu oleh pelayanan semua bagiannya, sesuai dengan kadar pekerjaan tiap-tiap anggota-menerima pertumbuhannya dan membangun dirinya dalam kasih." (Efesus 4:14-16). Belajar dari ibu dalam renungan hari ini, mari kita sama-sama menyadari perlunya saling membangun dalam kasih, saling menguatkan, dengan Kristus bertahta sebagai kepala dari kita semua, sehingga kita bisa berkata seperti Daud : "Aku bersukacita, ketika dikatakan orang kepadaku: "Mari kita pergi ke rumah TUHAN."

Saling membangun dalam kasih sebagai satu tubuh utuh yang tidak tercerai-berai

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Friday, January 16, 2015

Don't Miss Going to Church (1)

Ayat bacaan: Mazmur 122:1
=========================
"Nyanyian ziarah Daud. Aku bersukacita, ketika dikatakan orang kepadaku: "Mari kita pergi ke rumah TUHAN."

Apakah anda termasuk orang yang teratur beribadah ke gereja di hari Minggu/akhir pekan atau bolong-bolong? Jujur saja, saya pun pernah bolong karena ada kalanya saya harus keluar kota untuk bekerja. Sibuk bekerja bisa jadi merupakan salah satu alasan untuk tidak ke gereja. Apakah karena lelah bekerja sehingga malas bangun pagi, atau masih harus bekerja di hari ibadah raya diadakan. Ada banyak lagi alasan lain seperti kurang enak badan, ada acara keluarga dan sebagainya.

Saya tidak ingin membicarakan soal teratur tidaknya kita ke gereja. Tetapi ada sebuah cerita tentang seorang ibu di Amerika yang masuk tajuk utama sebuah harian lokal di kotanya mengenai hal ini. Kisahnya sederhana tapi bagi saya sangat menarik dan terasa menegur saya yang masih ada absennya. Si ibu masuk koran hanya karena satu hal: ia tidak pernah absen ke Gereja selama 20 tahun. Bukan satu-dua tahun, tapi 20 tahun! Itu jelas rentang waktu yang sangat panjang. Bagaimana ia bisa melakukan itu? Beberapa pertanyaan pun bisa muncul mengenai ibu ini.
- Apakah si ibu tidak pernah sakit atau kurang enak badan pada hari beribadah?
- Apakah ia tidak pernah kecapaian dan terlalu lelah untuk keluar di hari Minggu?
- Apakah ia tidak pernah berhalangan akibat ada kegiatan yang kebetulan jatuh di hari itu?
- Tidakkah ia pernah berlibur akhir pekan ke tempat lain?
- Apakah tidak pernah ada kendala cuaca sama sekali pada hari Minggu selama 20 tahun?
- Apakah ia tidak pernah ketiduran sehingga terlambat untuk berangkat?
- Atau mungkin, dia tidak punya sanak saudara, keluarga, teman atau tamu yang kebetulan datang pada hari itu?
- Apakah jemaat di gerejanya semuanya baik sehingga ia tidak punya ganjalan apapun jika harus bertemu mereka saat beribadah?
- Tidakkah ia pernah merasa bosan mendengar kotbah yang itu-itu lagi?
- Bagaimana ia bisa tidak pernah malas terhadap pendeta tertentu dan selalu hadir siapapun pendeta yang berkotbah?
- Tidak adakah satupun alasan yang bisa ia pakai untuk menghindari ibadah di pagi hari saat kebanyakan orang beristirahat sepuasnya?

Semua hal di atas seringkali menjadi alasan untuk absen dari ibadah Gereja. Kita selalu punya seribu satu alasan untuk mengelak dari kewajiban kita untuk berkumpul bersama saudara-saudari seiman dan bersama-sama memuji Tuhan. Kita berkata, "Sekali-sekali kan tidak apa-apa.." "Wajar dong kalau sekali ini absen, soalnya saya sangat lelah." "Kalau harus keluar lagi takut sakitnya tambah parah." "Malas, yang kotbah si pendeta A, terlalu serius dan membosankan.." Dan banyak lagi alasan yang bisa kita kemukakan sebagai pembenaran untuk itu. Tapi ketahuilah bahwa iblis akan dengan senang hati memanfaatkan celah ini untuk membuat kita tidak beribadah raya, mencari dan bertemu Tuhan, memuliakan Tuhan, mendengar firman dan menerima berkat. Iblis akan selalu berusaha untuk mencegah anak-anak Tuhan bersekutu dalam nama Yesus dan saling mendoakan. Lama-lama, kemalasan bisa menebal seperti karat dan orang yang demikian akan kehilangan damai sejahtera dan sukacita karena terus semakin jauh dari Tuhan. Jiwa dan roh kita menjadi kering dan lemah, dan disanalah berbagai kecemaran mengintip untuk memangsa kita.

Benar sekali bahwa beribadah itu bisa dilakukan kapan saja, dimana saja, dan sudah seharusnya kita beribadah tanpa membatasi waktu. Benar bahwa ibadah yang sejati bukanlah seminggu sekali di gereja tetapi adalah seperti yang disebutkan dalam Roma 12:1, "Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati." (Roma 12:1). Tetapi itu bukan berarti bahwa kita boleh dengan mudah melewatkan saat-saat beribadah raya seminggu sekali. Mengapa? Alasannya jelas: karena seperti halnya tubuh kita yang butuh makanan, jiwa dan roh kita juga butuh asupan yang bisa memberi kita kekuatan dan daya tahan dalam menghadapi hari-hari kerja kita. Anda bisa bayangkan bagaimana jika anda tidak makan selama sekian hari, tubuh akan melemah dan pada akhirnya ajal akan menjemput. Jiwa dan roh kita pun sama, butuh makan agar bisa tetap kuat menghadapi segala problema kehidupan dan godaan yang setiap saat muncul di hadapan kita.

(bersambung)

Menjadi Anggur Yang Baik (1)

 Ayat bacaan: Yohanes 2:9 ===================== "Setelah pemimpin pesta itu mengecap air, yang telah menjadi anggur itu--dan ia tidak t...