Sunday, January 18, 2015

Bapa Sayang Anaknya

Ayat bacaan: Ibrani 12:5-6
====================
"Dan sudah lupakah kamu akan nasihat yang berbicara kepada kamu seperti kepada anak-anak: "Hai anakku, janganlah anggap enteng didikan Tuhan, dan janganlah putus asa apabila engkau diperingatkan-Nya; karena Tuhan menghajar orang yang dikasihi-Nya, dan Ia menyesah orang yang diakui-Nya sebagai anak."

Beruntunglah saya dibesarkan oleh kedua orang tua yang sangat peduli kepada anak-anaknya. Meski ada saat-saat dimana mereka saling tidak harmonis, perhatian dan kasih sayang kepada anak tidak pernah berkurang. Mereka memberi segala yang diperlukan bagi kami untuk tumbuh, baik dari segi pendidikan maupun kemampuan-kemampuan sosial. Ibu saya sekarang sudah tiada, tapi ayah masih diberikan karunia berusia lanjut dalam keadaan yang sehat. Sampai sekarang ia masih tetap sosok bapa yang sayang anaknya meski kami sudah tidak muda lagi. Saya katakan beruntung, karena ada banyak anak yang tumbuh bersama sosok ayah yang jarang di rumah karena terlalu sibuk bekerja. Ada yang ayahnya punya sifat dingin dan kaku, tidak mau memuji dan membesarkan hati anaknya tapi akan menegur dengan keras apabila ada kesalahan yang dilakukan. Ada pula yang ayahnya ringan tangan, suka menyakiti secara fisik. Bersikap absolut dan kasar. Tapi bagaimanapun sifat seorang bapa, secara umum mereka menyayangi anaknya. Hanya saja caranya berbeda-beda. Benar, ada yang keliru dan bahkan kejam, tapi jumlahnya sangatlah sedikit dibanding mereka yang ingin agar anak-anaknya kelak tumbuh menjadi orang-orang yang sukses.

Seorang ayah teladan adalah ayah yang mampu meluangkan waktu untuk keluarga terlebih anak-anaknya ditengah kesibukan mencari nafkah yang menggunung, mampu menjadi imam dalam keluarganya dan mampu mendidik anak-anaknya untuk tumbuh dewasa dengan budi pekerti yang baik. Dalam mendidik anak-anak seorang ayah yang bijaksana tidak akan mungkin menuruti keinginan anaknya setiap waktu. Mengapa? Karena itu  tidak mendidik, dan akan membuat anaknya lupa diri, manja dan selalu mau menang sendiri. Ada kalanya hukuman harus dijatuhkan, mau tidak mau si ayah pun harus tega menjatuhkan itu dalam batas-batas yang wajar. Itu mungkin membuat hatinya sedih, tetapi demi kebaikan si anak sendiri ia harus bisa melakukannya. Saya waktu kecil juga pernah membuat kesalahan yang akhirnya mendapatkan hukuman. Waktu itu mungkin saya merasa sedih dan kecewa, tetapi hari ini saya bersyukur bahwa didikan yang diberikan kedua orang tua termasuk didalamnya hukuman saat saya salah akhirnya berperan penting dalam membentuk saya seperti sekarang.

Kasih sayang Tuhan kepada kita hadir dalam bentuk yang begitu intim dan dekat, begitu dekat sehingga dikatakan seperti kedekatan seorang ayah dengan anaknya. Yesus selalu menyebut Tuhan dengan panggilan Bapa, dan seperti itu pulalah kita dianjurkan untuk menjadi simbol sebuah kedekatan dan kekerabatan yang sangat dekat bagai seorang ayah dengan anaknya sendiri. Tapi sebenarnya jauh sebelum itu kita sudah melihat penyebutan Bapa kepada Allah oleh beberapa nabi dalam kitab Perjanjian Lama. Daud misalnya. Ia berkata: "Seperti bapa sayang kepada anak-anaknya, demikian TUHAN sayang kepada orang-orang yang takut akan Dia." (Mazmur 103:13). Yesaya berkata: "Bukankah Engkau Bapa kami? Sungguh, Abraham tidak tahu apa-apa tentang kami, dan Israel tidak mengenal kami. Ya TUHAN, Engkau sendiri Bapa kami; nama-Mu ialah "Penebus kami" sejak dahulu kala." (Yesaya 63:16), Lalu dalam Maleakhi ada ayat yang berbunyi: "Mereka akan menjadi milik kesayangan-Ku sendiri, firman TUHAN semesta alam, pada hari yang Kusiapkan. Aku akan mengasihani mereka sama seperti seseorang menyayangi anaknya yang melayani dia." (Maleakhi 3:17).

Tuhan sayang pada kita seperti Bapa sayang anaknya. Dia selalu ingin kita berhasil bukan cuma di dunia tapi terlebih agar berhasil menuai janji keselamatan yang sudah Dia berikan dalam Kristus. Dalam prosesnya Tuhan selalu siap memberkati kita berkelimpahan, tapi di sisi lain, ketika kita melakukan kesalahan, seperti ayah di dunia yang terkadang perlu mendisiplinkan kita melalui hukuman, Tuhan pun perlu menjatuhkan hukuman untuk mengajarkan dan mendisiplinkan kita demi kebaikan kita sendiri.

Penulis Ibrani mengingatkan akan hal ini. "Dan sudah lupakah kamu akan nasihat yang berbicara kepada kamu seperti kepada anak-anak: "Hai anakku, janganlah anggap enteng didikan Tuhan, dan janganlah putus asa apabila engkau diperingatkan-Nya." (Ibrani 12:5). Apa alasannya? Ia melanjutkan: "karena Tuhan menghajar orang yang dikasihi-Nya, dan Ia menyesah orang yang diakui-Nya sebagai anak." (ay 6). Kemudian dilanjutkan dengan penjelasan lebih jauh di ayat selanjutnya. "Jika kamu harus menanggung ganjaran; Allah memperlakukan kamu seperti anak. Di manakah terdapat anak yang tidak dihajar oleh ayahnya? Tetapi, jikalau kamu bebas dari ganjaran, yang harus diderita setiap orang, maka kamu bukanlah anak, tetapi anak-anak gampang." (ay 7-8). Jika lewat ayah kita di dunia kita didisplinkan, dan kita menghormati mereka, apalagi terhadap Bapa Surgawi kita, yang tetap mendidik kita demi kebaikan kita sendiri, agar kita layak untuk memperoleh bagian dalam kekudusanNya. (ay 9-10). Pada saat hukuman jatuh atas kita tentu menyakitkan. Bentuk pendisplinan memang tidak pernah terasa nyaman dan menyenangkan. Tapi lihatlah hasil akhirnya. Jikalau kita mau memperbaiki diri dan menerima hukuman itu dengan ketulusan, hasil dari hukuman itu pada suatu hari nanti akan menghasilkan buah kebenaran yang menyelamatkan kita.

Bentuk pendisiplinan yang terkadang hadir dalam bentuk hukuman dari Tuhan bukan terjadi atas keinginan untuk menyakiti, menyiksa atau menyengsarakan kita, tapi sebaliknya, karena Tuhan mengasihi kita dan hendak mendidik kita seperti layaknya seorang ayah mengajari anaknya. Dalam kitab Ulangan dikatakan: "Maka haruslah engkau insaf, bahwa TUHAN, Allahmu, mengajari engkau seperti seseorang mengajari anaknya." (Ulangan 8:5). Ingatlah bahwa dalam banyak kesempatan, penderitaan yang kita lalui adalah sebuah proses pemurnian dan pendisiplinan untuk mendatangkan kebaikan bagi kita sendiri juga. Hal ini juga disampaikan oleh Yakobus. "Saudara-saudaraku, anggaplah sebagai suatu kebahagiaan, apabila kamu jatuh ke dalam berbagai-bagai pencobaan, sebab kamu tahu, bahwa ujian terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan. Dan biarkanlah ketekunan itu memperoleh buah yang matang, supaya kamu menjadi sempurna dan utuh dan tak kekurangan suatu apapun." (Yakobus 1:2-4). Jadi ketika kita sedang dididik Tuhan, meski terkadang sakit rasanya, bersyukurlah karena itu tandanya Tuhan mengasihi kita, seperti seorang bapa yang sayang anaknya.

Tuhan mendisiplinkan kita karena Dia sangat mengasihi kita sebagai anak-anakNya sendiri

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

No comments:

Menjadi Anggur Yang Baik (1)

 Ayat bacaan: Yohanes 2:9 ===================== "Setelah pemimpin pesta itu mengecap air, yang telah menjadi anggur itu--dan ia tidak t...