(sambungan)
Apa sebenarnya panggilan kita dalam hidup? Yang jelas kita tidak akan pernah bisa melaksanakannya dengan baik apabila kita tidak mengerti atau bahkan tidak tahu apa yang menjadi panggilan Tuhan bagi kita. Kita sering mengira bahwa panggilan hanyalah semata mengenai bentuk-bentuk pelayanan dalam bidang-bidang di gereja lantas lupa bahwa ada panggilan-panggilan yang Tuhan berikan secara spesifik kepada setiap kita. Apakah anda hari ini bekerja sebagai pengusaha, pedaganng, karyawan, guru/dosen, dokter atau berbagai profesi lainnya, ataupun anda adalah seorang hamba Tuhan penuh waktu, itupun merupakan sebuah panggilan dimana anda bisa menyatakan Terang Kristus dan memberkati banyak orang. Apa yang diperlukan untuk bisa maksimal dalam melayani panggilan? Apa dasar yang perlu kita pastikan ada dalam diri kita agar kita bisa memberi yang terbaik dalam panggilan kita masing-masing?
Sebelum kita lanjutkan lebih jauh mengenai panggilan, ada ayat yang secara sangat jelas menyatakan seperti apa sebenarnya gagasan Tuhan mengenai panggilanNya itu dalam bahasa yang sangat sederhana. "Allah memanggil kita bukan untuk melakukan apa yang cemar, melainkan apa yang kudus." (1 Tesalonika 4:7). Ayat singkat ini dengan begitu tegas menyatakannya. Kita bukan dipanggil untuk melakukan kecemaran, bukan apa yang menyakiti hati Tuhan, apa yang dipandang jahat di mata Tuhan, apa yang mengecewakanNya, melainkan untuk hidup kudus, seturut kehendakNya, sesuai perintahNya. Ini adalah firman Tuhan yang sederhana dan singkat namun keras, karena ayat selanjutnya menyatakan: "Karena itu siapa yang menolak ini bukanlah menolak manusia, melainkan menolak Allah yang telah memberikan juga Roh-Nya yang kudus kepada kamu." (ay 8). Bayangkan betapa seriusnya jika apa yang kita lakukan justru dinilai sebagai perbuatan yang menolak Allah yang telah memberikan Roh Kudus kepada kita. Atas kasihNya kita ditebus, diselamatkan dan dianugerahkan Roh Kudus sebagai Sang Penolong, tapi atas segala kecemaran yang kita lakukan kita justru menolak Allah. Itu jelas sebuah pelanggaran yang sangat serius.
Selanjutnya dikatakan "Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah." (Roma 3:23). Itulah gambaran manusia yang seharusnya penuh dosa dan sebenarnya jauh dari layak untuk mendapatkan kemuliaan Allah. Tapi oleh kasih karunia Allah yang begitu besar kita sudah ditebus lunas lewat Kristus. "dan oleh kasih karunia telah dibenarkan dengan cuma-cuma karena penebusan dalam Kristus Yesus." (ay 24).
Firman Tuhan lewat Petrus berkata: "Sebab kamu tahu, bahwa kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas, melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat." (1 Petrus 1:18-19). Ini semua telah kita terima, bahkan dikatakan dengan cuma-cuma. Artinya dengan menerima Kristus seharusnya kita bisa memulai sebuah kehidupan yang baru yang benar-benar kudus. Kecemaran akibat dosa bukanlah menjadi bagian dari kita lagi untuk menurut Tuhan. Hidup kudus, dan bukan cemar, itulah yang seharusnya kita lakukan setelah kita ditebus dan dibenarkan lewat darah Kristus.
Tuhan telah memberikan, selanjutnya tugas kita untuk mempertahankan. Kita tahu bahwa mempertahankan seringkali jauh lebih sulit dari memperoleh atau bahkan merebut. Inilah yang menjadi masalah, karena arus dunia dengan segala iming-iming yang ditawarkan di dalamnya akan terus menerus berusaha meracuni kita yang lemah ini. Segala bentuk tipu muslihat siap digelontorkan iblis untuk meruntuhkan kita. Menjauhkan kita dari kekudusan dan mengarahkan kita ke dalam berbagai bentuk kecemaran.
Pola pikir, kebiasaan, cara dan gaya hidup disusupi kecemaran ini sejak usia dini. Kelemahan kita membuat terdapatnya banyak lubang-lubang dalam pertahanan kita yang sangat rentan untuk diserang. Tapi Tuhan tahu bagaimana lemahnya kita. Tidak akan mungkin kita mampu bertahan melawan arus dunia dengan segala penyesatan di dalamnya apabila kita hanya mengandalkan kekuatan kita sendiri atau apapun yang ada di dunia ini. Oleh sebab itu Tuhan memberikan Penolong bagi kita, Roh Kudus, untuk menyertai, menolong, mengingatkan dan menguatkan kita dalam bertahan dan melawan arus ini. Jangan lupa pula bagaimana besarnya kuasa firman Tuhan yang tidak saja harus kita baca, renungkan dan perkatakan, tetapi harus diaplikasikan secara nyata pula dalam perbuatan kita. Dengan ini semua seharusnya kita mampu menjalankan apa yang menjadi panggilan Allah bagi kita. Sekali lagi bukan untuk kecemaran, melainkan untuk sebuah kekudusan.
Satu hal yang pasti, kita tidak akan bisa melihat Tuhan tanpa adanya kekudusan. Firman Tuhan berkata "..kejarlah kekudusan, sebab tanpa kekudusan tidak seorangpun akan melihat Tuhan." (Ibrani 12:14). Kita tidak akan bisa mengalami kemuliaan Tuhan apabila kita masih hidup penuh kecemaran. Itulah sebabnya Tuhan mengingatkan kita "Hiduplah sebagai anak-anak yang taat dan jangan turuti hawa nafsu yang menguasai kamu pada waktu kebodohanmu, tetapi hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu" (1 Petrus 1:14-15). Dengan kata lain, lewat ayat selanjutnya Tuhan berpesan "Kuduslah kamu, sebab Aku kudus." (ay 16). Sudahkah kita memperhatikan benar-benar hidup kita untuk melakukan yang kudus sesuai panggilan Tuhan? Maka menjaga kekudusan merupakan hal yang mutlak untuk kita lakukan agar kita bisa menjalankan panggilan dengan maksimal.
(bersambung)
Friday, July 31, 2015
Thursday, July 30, 2015
Menyikapi Panggilan (1)
Ayat bacaan: 1 Tesalonika 4:7
========================
"Allah memanggil kita bukan untuk melakukan apa yang cemar, melainkan apa yang kudus."
Seorang tokoh religius asal Amerika pada pertengahan tahun 1800an menuliskan tentang talenta sebagai berikut: "For all have not every gift given unto them; for there are many gifts, and to every man is given a gift by the Spirit of God. To some is given one, and to some is given another, that all may be profited thereby." Terjemahannya kira-kira seperti ini: "Tidak semua orang memiliki talenta yang sama: ada begitu banyak talenta, dan semua orang menerima talentanya sendiri dari Roh Allah. Kepada yang satu diberikan yang ini, kepada yang lain diberikan yang berbeda, sehingga semuanya bisa beroleh keuntungan."
Talenta akan mengarahkan anda untuk mengetahui panggilan anda. Mungkin tidak secara langsung, tetapi dalam perjalanannya Allah yang memberikan talenta itu akan mengarahkan anda untuk mengenal betul apa sebenarnya yang menjadi panggilan anda secara khusus.
Ada orang-orang yang beruntung mengetahui panggilannya sejak di usia muda, ada yang baru menemukannya setelah dewasa atau lanjut usia, ada pula yang masih kebingungan mencari tahu. Satu hal yang pasti, semua orang punya panggilannya sendiri-sendiri dan itu tidak bicara secara sempit hanya dalam hal melayani langsung di gereja saja. Amanat untuk menjadikan bangsa-bangsa sebagai murid Kristus, keharusan untuk menjadi terang dan garam berlaku untuk semua orang dan bisa dilakukan lewat apa saja. Dalam bidang apapun kita bisa melakukan misi tersebut. Panggilan punya karakteristiknya sendiri-sendiri dengan keunikan masing-masing, yang akan semakin jelas terlihat ketika kita semakin jelas mengetahui apa sebenarnya yang menjadi panggilan kita.
Ijinkan saya menceritakan tentang panggilan saya. Saya baru menyadari panggilan saya di usia lebih dari 30 tahun. Ketika saya melihat kilas balik hidup saya ke belakang, barulah saya mengerti apa yang harus saya lakukan, dan melihat bahwa sejak kecil Tuhan sebenarnya sudah memberi 'clue' yang ketika disambungkan membuat gambaran panggilan itu semakin jelas kelihatan. Kenapa saya waktu kecil sudah suka mendengar lagu-lagu yang bukan lagu anak-anak, lalu mencari tahu cerita tentang band tersebut dan albumnya? Pada waktu itu belum ada internet sehingga untuk mendapatkan informasi tidaklah mudah. Maka majalah yang membahas musik menjadi sesuatu yang menarik selain majalah anak-anak buat saya, selain mendapatkan sedikit cerita tentang seorang artis atau band dari ibu saya sejauh yang ia tahu. Lucunya, ingatan saya tentang hal ini melekat sangat kuat.
Karena ketertarikan di dunia musik, saya sempat les musik selama beberapa tahun dan berpikir bahwa mungkin saya panggilannya menjadi musisi (bukan penyanyi, karena suara saya biasa saja dan tidak punya vibrasi). Dalam proses itu, saya kemudian mengarah kepada satu genre musik yang khusus dan mengoleksi album-album dari luar dan dalam negeri, sambil tetap mendengarkan jenis-jenis musik lainnya. Semua ini membuat bank data tentang artis, karya dan profilnya terus bertambah di kepala saya.
Menjadi musisi ternyata bukan panggilan karena saya lebih suka mendengar dan mencermati/menganalisa lagu ketimbang memainkannya. Seiring waktu berjalan, saya semakin tertarik mempelajari sejarah musik dari berbagai majalah yang ada, baik tentang perjalanannya dari waktu ke waktu, perubahan trend, band-band atau artis yang terdepan di era masing-masing dan sebagainya. Lalu siapa yang mengira bahwa saya yang tidak suka menulis kemudian mulai hobi mengulas album di sebuah situs sekian tahun setelahnya? Dan diwaktu yang sama mulai mempelajari cara membuat situs yang interaktif dan multimedia.
Di usia ke 36 saya akhirnya menemukan panggilan saya untuk berkecimpung di dunia musik, bukan sebagai pelaku langsung tetapi sebagai jurnalis. Dalam perjalanannya, saya bersinggungan dengan banyak pelaku dan menyampaikan tentang kebenaran Firman Tuhan secara langsung dalam banyak kesempatan. Latihan menulis ulasan kemudian membawa saya juga untuk rutin menulis renungan sejak tahun 2006.
(bersambung)
========================
"Allah memanggil kita bukan untuk melakukan apa yang cemar, melainkan apa yang kudus."
Seorang tokoh religius asal Amerika pada pertengahan tahun 1800an menuliskan tentang talenta sebagai berikut: "For all have not every gift given unto them; for there are many gifts, and to every man is given a gift by the Spirit of God. To some is given one, and to some is given another, that all may be profited thereby." Terjemahannya kira-kira seperti ini: "Tidak semua orang memiliki talenta yang sama: ada begitu banyak talenta, dan semua orang menerima talentanya sendiri dari Roh Allah. Kepada yang satu diberikan yang ini, kepada yang lain diberikan yang berbeda, sehingga semuanya bisa beroleh keuntungan."
Talenta akan mengarahkan anda untuk mengetahui panggilan anda. Mungkin tidak secara langsung, tetapi dalam perjalanannya Allah yang memberikan talenta itu akan mengarahkan anda untuk mengenal betul apa sebenarnya yang menjadi panggilan anda secara khusus.
Ada orang-orang yang beruntung mengetahui panggilannya sejak di usia muda, ada yang baru menemukannya setelah dewasa atau lanjut usia, ada pula yang masih kebingungan mencari tahu. Satu hal yang pasti, semua orang punya panggilannya sendiri-sendiri dan itu tidak bicara secara sempit hanya dalam hal melayani langsung di gereja saja. Amanat untuk menjadikan bangsa-bangsa sebagai murid Kristus, keharusan untuk menjadi terang dan garam berlaku untuk semua orang dan bisa dilakukan lewat apa saja. Dalam bidang apapun kita bisa melakukan misi tersebut. Panggilan punya karakteristiknya sendiri-sendiri dengan keunikan masing-masing, yang akan semakin jelas terlihat ketika kita semakin jelas mengetahui apa sebenarnya yang menjadi panggilan kita.
Ijinkan saya menceritakan tentang panggilan saya. Saya baru menyadari panggilan saya di usia lebih dari 30 tahun. Ketika saya melihat kilas balik hidup saya ke belakang, barulah saya mengerti apa yang harus saya lakukan, dan melihat bahwa sejak kecil Tuhan sebenarnya sudah memberi 'clue' yang ketika disambungkan membuat gambaran panggilan itu semakin jelas kelihatan. Kenapa saya waktu kecil sudah suka mendengar lagu-lagu yang bukan lagu anak-anak, lalu mencari tahu cerita tentang band tersebut dan albumnya? Pada waktu itu belum ada internet sehingga untuk mendapatkan informasi tidaklah mudah. Maka majalah yang membahas musik menjadi sesuatu yang menarik selain majalah anak-anak buat saya, selain mendapatkan sedikit cerita tentang seorang artis atau band dari ibu saya sejauh yang ia tahu. Lucunya, ingatan saya tentang hal ini melekat sangat kuat.
Karena ketertarikan di dunia musik, saya sempat les musik selama beberapa tahun dan berpikir bahwa mungkin saya panggilannya menjadi musisi (bukan penyanyi, karena suara saya biasa saja dan tidak punya vibrasi). Dalam proses itu, saya kemudian mengarah kepada satu genre musik yang khusus dan mengoleksi album-album dari luar dan dalam negeri, sambil tetap mendengarkan jenis-jenis musik lainnya. Semua ini membuat bank data tentang artis, karya dan profilnya terus bertambah di kepala saya.
Menjadi musisi ternyata bukan panggilan karena saya lebih suka mendengar dan mencermati/menganalisa lagu ketimbang memainkannya. Seiring waktu berjalan, saya semakin tertarik mempelajari sejarah musik dari berbagai majalah yang ada, baik tentang perjalanannya dari waktu ke waktu, perubahan trend, band-band atau artis yang terdepan di era masing-masing dan sebagainya. Lalu siapa yang mengira bahwa saya yang tidak suka menulis kemudian mulai hobi mengulas album di sebuah situs sekian tahun setelahnya? Dan diwaktu yang sama mulai mempelajari cara membuat situs yang interaktif dan multimedia.
Di usia ke 36 saya akhirnya menemukan panggilan saya untuk berkecimpung di dunia musik, bukan sebagai pelaku langsung tetapi sebagai jurnalis. Dalam perjalanannya, saya bersinggungan dengan banyak pelaku dan menyampaikan tentang kebenaran Firman Tuhan secara langsung dalam banyak kesempatan. Latihan menulis ulasan kemudian membawa saya juga untuk rutin menulis renungan sejak tahun 2006.
(bersambung)
Wednesday, July 29, 2015
Identifying Your Calling (2)
(sambungan)
3. Mengambil Tindakan
Selanjutnya adalah kerinduan untuk turut ambil bagian dengan bertindak langsung, melakukan sebuah aksi atau taking action. Mungkin tidak harus mendadak melakukan sesuatu yang besar, tapi meski sedikit demi sedikit grafiknya akan meningkat naik. Paulus melanjutkan langkahnya dengan berdiri di atas Areopagus (tempat pertemuan penduduk Atena) dan langsung berkotbah mengingatkan mereka agar bertobat, kembali kepada Allah. Bagaimana hasilnya? Memang banyak yang tidak mengindahkannya, tapi Paulus berhasil membawa beberapa orang untuk bertobat dan menerima Yesus.
Sebuah panggilan biasanya mempunyai ciri tidak tergantung dari seberapa besar tingkat keberhasilannya tapi lebih kepada hati yang terus gelisah apabila hanya diam dan tidak melakukan apa-apa untuk menjawab rasa sedih yang muncul ketika melihat sesuatu yang belum beres.
Panggilan bisa jadi tidak mudah untuk dijalankan, terlebih di awal. Tetapi jika anda serius dalam menjalankannya, ada banyak berkat dan penyertaan Tuhan dalam setiap langkah yang akan menjadi pengalaman tersendiri yang luar biasa indahnya. Kesuksesan pun mungkin tidak serta merta datang, tapi anda akan merasakan sebentuk kebahagiaan tersendiri yang tidak bisa dinilai dengan uang sebesar apapun.
Panggilan saya dan istri saya berbeda. Sementara saya terhubung dengan para pelaku di dunia hiburan terutama musik, istri saya punya panggilan lebih kepada anjing-anjing jalanan yang terlantar. Di dunia hiburan yang terkenal jahat itu saya mencoba membagi prinsip-prinsip kebenaran Kristus terutama lewat semua yang saya lakukan, yang kerap terlihat aneh, berbanding terbalik dengan apa yang biasa dilakukan orang disana dan mereka percaya sebagai jalan menuju sukses. Tidak jarang mereka kemudian bertanya untuk tahu lebih jauh, dan saya dengan senang hati membagikannya kepada mereka. Di saat lain, saya mendukung penuh panggilan istri saya dengan sesekali mengantarkannya berkeliling membagikan sosis atau makanan lainnya dari rumah untuk anjing-anjing jalanan yang mengais peluang mencari makan di malam hari ketika jalanan sudah kosong. Mungkin pada suatu waktu nanti Tuhan akan mempercayakannya untuk membuka shelter atau rumah inap bagi hewan yang ter/dibuang? Saya menantikan waktu itu tiba. Dan mungkin pada waktunya Tuhan akan membuka jalan bagi saya untuk berbuat sesuatu yang lebih besar lagi untuk menyatakan terang di dunia gemerlap yang sesungguhnya kelam dan gelap itu? Yang pasti, sebelum sampai kesana, kami akan terus berbuat sesuatu, menjalani panggilan dengan sepenuh hati, menggunakan semua yang ada pada kami untuk melakukan sebaik mungkin.
Sebuah panggilan biasanya tidak memerlukan pujian, penghormatan atau popularitas atasnya melainkan merupakan sebuah reaksi nyata atas sesuatu yang membuat kita tidak tenang ketika melihatnya, menjawab dan melakukan panggilan sesuai apa yang telah direncanakan Tuhan sejak awal dalam diri kita, jauh sebelum kita diciptakan. Satu hal yang pasti, berita Kerajaan Allah harus bisa menjangkau hingga ke seluruh penjuru bumi. Itu artinya kita tidak boleh berhenti hanya pada ruangan gereja yang dibatasi oleh tembok-tembok saja.Marketplace, dunia hiburan, kantor, lingkungan anda atau dimanapun anda ditempatkan juga memerlukan jamahan Tuhan. Tidaklah kebetulan anda berada di tempat anda ada saat ini. Temukan panggilan anda dan jalani dengan sungguh-sungguh. Disanalah anda akan melihat indahnya berjalan bersama Tuhan, mengalami sebuah hubungan yang sangat indah dengan Tuhan dan merasakan perasaan-perasaan bahagia yang sulit dilukiskan dengan kata-kata ketika panggilan itu dijalankan setahap demi setahap.
Your calling is the way God plans to make an impact through you
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
3. Mengambil Tindakan
Selanjutnya adalah kerinduan untuk turut ambil bagian dengan bertindak langsung, melakukan sebuah aksi atau taking action. Mungkin tidak harus mendadak melakukan sesuatu yang besar, tapi meski sedikit demi sedikit grafiknya akan meningkat naik. Paulus melanjutkan langkahnya dengan berdiri di atas Areopagus (tempat pertemuan penduduk Atena) dan langsung berkotbah mengingatkan mereka agar bertobat, kembali kepada Allah. Bagaimana hasilnya? Memang banyak yang tidak mengindahkannya, tapi Paulus berhasil membawa beberapa orang untuk bertobat dan menerima Yesus.
Sebuah panggilan biasanya mempunyai ciri tidak tergantung dari seberapa besar tingkat keberhasilannya tapi lebih kepada hati yang terus gelisah apabila hanya diam dan tidak melakukan apa-apa untuk menjawab rasa sedih yang muncul ketika melihat sesuatu yang belum beres.
Panggilan bisa jadi tidak mudah untuk dijalankan, terlebih di awal. Tetapi jika anda serius dalam menjalankannya, ada banyak berkat dan penyertaan Tuhan dalam setiap langkah yang akan menjadi pengalaman tersendiri yang luar biasa indahnya. Kesuksesan pun mungkin tidak serta merta datang, tapi anda akan merasakan sebentuk kebahagiaan tersendiri yang tidak bisa dinilai dengan uang sebesar apapun.
Panggilan saya dan istri saya berbeda. Sementara saya terhubung dengan para pelaku di dunia hiburan terutama musik, istri saya punya panggilan lebih kepada anjing-anjing jalanan yang terlantar. Di dunia hiburan yang terkenal jahat itu saya mencoba membagi prinsip-prinsip kebenaran Kristus terutama lewat semua yang saya lakukan, yang kerap terlihat aneh, berbanding terbalik dengan apa yang biasa dilakukan orang disana dan mereka percaya sebagai jalan menuju sukses. Tidak jarang mereka kemudian bertanya untuk tahu lebih jauh, dan saya dengan senang hati membagikannya kepada mereka. Di saat lain, saya mendukung penuh panggilan istri saya dengan sesekali mengantarkannya berkeliling membagikan sosis atau makanan lainnya dari rumah untuk anjing-anjing jalanan yang mengais peluang mencari makan di malam hari ketika jalanan sudah kosong. Mungkin pada suatu waktu nanti Tuhan akan mempercayakannya untuk membuka shelter atau rumah inap bagi hewan yang ter/dibuang? Saya menantikan waktu itu tiba. Dan mungkin pada waktunya Tuhan akan membuka jalan bagi saya untuk berbuat sesuatu yang lebih besar lagi untuk menyatakan terang di dunia gemerlap yang sesungguhnya kelam dan gelap itu? Yang pasti, sebelum sampai kesana, kami akan terus berbuat sesuatu, menjalani panggilan dengan sepenuh hati, menggunakan semua yang ada pada kami untuk melakukan sebaik mungkin.
Sebuah panggilan biasanya tidak memerlukan pujian, penghormatan atau popularitas atasnya melainkan merupakan sebuah reaksi nyata atas sesuatu yang membuat kita tidak tenang ketika melihatnya, menjawab dan melakukan panggilan sesuai apa yang telah direncanakan Tuhan sejak awal dalam diri kita, jauh sebelum kita diciptakan. Satu hal yang pasti, berita Kerajaan Allah harus bisa menjangkau hingga ke seluruh penjuru bumi. Itu artinya kita tidak boleh berhenti hanya pada ruangan gereja yang dibatasi oleh tembok-tembok saja.Marketplace, dunia hiburan, kantor, lingkungan anda atau dimanapun anda ditempatkan juga memerlukan jamahan Tuhan. Tidaklah kebetulan anda berada di tempat anda ada saat ini. Temukan panggilan anda dan jalani dengan sungguh-sungguh. Disanalah anda akan melihat indahnya berjalan bersama Tuhan, mengalami sebuah hubungan yang sangat indah dengan Tuhan dan merasakan perasaan-perasaan bahagia yang sulit dilukiskan dengan kata-kata ketika panggilan itu dijalankan setahap demi setahap.
Your calling is the way God plans to make an impact through you
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Tuesday, July 28, 2015
Identifying Your Calling (1)
Ayat bacaan: Kisah Para Rasul 17:16
=======================
"Sementara Paulus menantikan mereka di Atena, sangat sedih hatinya karena ia melihat, bahwa kota itu penuh dengan patung-patung berhala."
Dalam renungan kemarin saya sudah menyampaikan topik mengenai panggilan yang tentu saja berbeda antar orang per-orang. Seperti yang sudah saya janjikan, hari ini saya akan melanjutkan lebih jauh mengenai perihal panggilan ini. Terutama bagi yang belum mengetahui atau menemukan panggilannya, bagaimana cara mengetahui apa yang menjadi panggilan dan bagaimana kita harus menyikapinya?
Ada banyak cara untuk bisa mengenali apa yang menjadi panggilan kita, misalnya dengan memperhatikan talenta apa yang diberikan Tuhan sejak semula dan kemana minat dan bakat kita sesungguhnya mengarah. Untuk kali ini, ada sesuatu yang menarik yang berkenaan akan hal ini yang diambil dari kisah Paulus di Atena dalam Kisah Para Rasul 17:16-34. Pada saat itu Paulus tengah menunggu Silas dan Timotius di Atena dan menyaksikan betapa kota itu ternyata dipenuhi patung berhala. Saya menganjurkan anda untuk terlebih dahulu membaca perikopnya secara lengkap sebelum melanjutkan kepada beberapa poin dibawah. Apa isi poin-poin berikut adalah mengenai mengenali panggilan dan menyikapinya, yang didasarkan kepada perikop tersebut.
1. Rasa sedih atau gelisah ketika mengalami atau menyaksikan sesuatu
Ayat pertama yang mengawali perikop ini ditulis sebagai berikut: "Sementara Paulus menantikan mereka di Atena, sangat sedih hatinya karena ia melihat, bahwa kota itu penuh dengan patung-patung berhala." (Kisah Para Rasul 17:16). Perhatikan bagaimana reaksi Paulus ketika melihat sesuatu yang bersinggungan dengan panggilannya. Dalam ayat ini dikatakan bahwa Paulus merasakan rasa sedih yang mendalam. Dalam bahasa Inggrisnya disebut "his spirit was grieved and roused to anger."
Seperti inilah rasa yang akan muncul ketika panggilan kita tersentuh. Ada rasa sakit, sedih dan kasih yang bersinggungan satu sama lain dalam perasaan kita. Paulus punya panggilan sebagai rasul sehingga banyaknya berhala dan pemujanya di Atena membuatnya merasakan sedih dan kesal. Anda bisa merasakan hal yang sama tapi di tempat berbeda, jika itu berkenaan dengan panggilan anda.
Ada orang-orang yang panggilannya adalah memperhatikan anak-anak jalanan. Saat orang lain biasa saja melihat anak jalanan berkeliaran di pinggir jalan atau di lampu merah, mereka merasakan sebuah perasaan yang jauh lebih dalam dan sensitif, yaitu rasa sakit melihat penderitaan mereka terlunta-lunta di jalan bersamaan dengan rasa belas kasihan. Ada seorang nenek yang dahulu semasa hidupnya tinggal tidak jauh dari rumah saya, setiap malam ia keluar rumah berkeliling membawa makanan seplastik untuk dibagikan kepada setiap anjing liar yang berpapasan dengannya. Ia pernah berkata bahwa ia tidak bisa tidur sebelum melakukan itu. "Bagaimana saya bisa tidur kalau masih ada anjing-anjing liar di sekitar tempat tinggal saya masih kedinginan dan kelaparan? Hati saya merasa kasihan." Kata-katanya mungkin tidak persis seperti itu, tapi kira-kira seperti itulah bunyinya. Kata-katanya bagi saya sangat berkesan dan tidak akan pernah saya lupakan.
Mungkin anda tidak merasakan seperti yang mereka rasakan, tapi cobalah peka dalam mengamati sesuatu, dan temukan apa yang membuat anda gelisah ketika melihat sesuatu yang belum baik sementara anda merasa bisa melakukannya dengan lebih baik. Bisa jadi perasaan itu muncul saat melihat ketidak adilan, saat melihat pengemis, anak yatim piatu, melihat kondisi politik yang terang-terang mengangkangi rasa keadilan, harga bahan pokok yang tinggi, makanan olahan yang tidak sehat, rumah yang dibangun dengan kualitas buruk dan sebagainya. Anda biasanya akan merasa gelisah apabila tidak melakukan apa-apa untuk menjawab rasa sedih itu. Anda bisa menemukan panggilan dengan memperhatikan bagaimana perasaan anda ketika melihat hal-hal yang masih butuh pembenahan di sekeliling anda.
2. Dorongan untuk melakukan sesuatu, segera!
Ciri lainnya adalah adanya gairah, keinginan, desire/passion atau dorongan untuk melakukan sesuatu terhadap rasa sedih tadi, sesegera mungkin. Kembali kepada perikop Kisah Para Rasul pasal 17, ayat 17 mencatat bentuk reaksi dari sebuah rasa duka yang dialami Paulus. Ayatnya berbunyi demikian: "Karena itu di rumah ibadat ia bertukar pikiran dengan orang-orang Yahudi dan orang-orang yang takut akan Allah, dan di pasar setiap hari dengan orang-orang yang dijumpainya di situ."
Perhatikan bahwa Paulus tidak berhenti hanya pada rasa sedih dan marah saja, tetapi ia punya gairah atau semangat untuk memikirkan dan mencari solusi bersama saudara-saudara seiman yang berada di rumah ibadat di Atena. Bukan hanya di sinagoga tapi ia juga melakukan hal itu di pasar alias marketplace. Sebuah panggilan selain membuat hati anda sedih, biasanya akan diikuti dengan rasa untuk bisa terjun langsung mengerjakan sesuatu atasnya, Bisa jadi pada awalnya anda tidak menerima apa-apa atau malah merugi atau mengorbankan sesuatu, tetapi panggilan yang anda di dalam diri anda akan mendatangkan perasaan gelisah dan menuntut adanya aksi untuk segera dilakukan.
(bersambung)
=======================
"Sementara Paulus menantikan mereka di Atena, sangat sedih hatinya karena ia melihat, bahwa kota itu penuh dengan patung-patung berhala."
Dalam renungan kemarin saya sudah menyampaikan topik mengenai panggilan yang tentu saja berbeda antar orang per-orang. Seperti yang sudah saya janjikan, hari ini saya akan melanjutkan lebih jauh mengenai perihal panggilan ini. Terutama bagi yang belum mengetahui atau menemukan panggilannya, bagaimana cara mengetahui apa yang menjadi panggilan dan bagaimana kita harus menyikapinya?
Ada banyak cara untuk bisa mengenali apa yang menjadi panggilan kita, misalnya dengan memperhatikan talenta apa yang diberikan Tuhan sejak semula dan kemana minat dan bakat kita sesungguhnya mengarah. Untuk kali ini, ada sesuatu yang menarik yang berkenaan akan hal ini yang diambil dari kisah Paulus di Atena dalam Kisah Para Rasul 17:16-34. Pada saat itu Paulus tengah menunggu Silas dan Timotius di Atena dan menyaksikan betapa kota itu ternyata dipenuhi patung berhala. Saya menganjurkan anda untuk terlebih dahulu membaca perikopnya secara lengkap sebelum melanjutkan kepada beberapa poin dibawah. Apa isi poin-poin berikut adalah mengenai mengenali panggilan dan menyikapinya, yang didasarkan kepada perikop tersebut.
1. Rasa sedih atau gelisah ketika mengalami atau menyaksikan sesuatu
Ayat pertama yang mengawali perikop ini ditulis sebagai berikut: "Sementara Paulus menantikan mereka di Atena, sangat sedih hatinya karena ia melihat, bahwa kota itu penuh dengan patung-patung berhala." (Kisah Para Rasul 17:16). Perhatikan bagaimana reaksi Paulus ketika melihat sesuatu yang bersinggungan dengan panggilannya. Dalam ayat ini dikatakan bahwa Paulus merasakan rasa sedih yang mendalam. Dalam bahasa Inggrisnya disebut "his spirit was grieved and roused to anger."
Seperti inilah rasa yang akan muncul ketika panggilan kita tersentuh. Ada rasa sakit, sedih dan kasih yang bersinggungan satu sama lain dalam perasaan kita. Paulus punya panggilan sebagai rasul sehingga banyaknya berhala dan pemujanya di Atena membuatnya merasakan sedih dan kesal. Anda bisa merasakan hal yang sama tapi di tempat berbeda, jika itu berkenaan dengan panggilan anda.
Ada orang-orang yang panggilannya adalah memperhatikan anak-anak jalanan. Saat orang lain biasa saja melihat anak jalanan berkeliaran di pinggir jalan atau di lampu merah, mereka merasakan sebuah perasaan yang jauh lebih dalam dan sensitif, yaitu rasa sakit melihat penderitaan mereka terlunta-lunta di jalan bersamaan dengan rasa belas kasihan. Ada seorang nenek yang dahulu semasa hidupnya tinggal tidak jauh dari rumah saya, setiap malam ia keluar rumah berkeliling membawa makanan seplastik untuk dibagikan kepada setiap anjing liar yang berpapasan dengannya. Ia pernah berkata bahwa ia tidak bisa tidur sebelum melakukan itu. "Bagaimana saya bisa tidur kalau masih ada anjing-anjing liar di sekitar tempat tinggal saya masih kedinginan dan kelaparan? Hati saya merasa kasihan." Kata-katanya mungkin tidak persis seperti itu, tapi kira-kira seperti itulah bunyinya. Kata-katanya bagi saya sangat berkesan dan tidak akan pernah saya lupakan.
Mungkin anda tidak merasakan seperti yang mereka rasakan, tapi cobalah peka dalam mengamati sesuatu, dan temukan apa yang membuat anda gelisah ketika melihat sesuatu yang belum baik sementara anda merasa bisa melakukannya dengan lebih baik. Bisa jadi perasaan itu muncul saat melihat ketidak adilan, saat melihat pengemis, anak yatim piatu, melihat kondisi politik yang terang-terang mengangkangi rasa keadilan, harga bahan pokok yang tinggi, makanan olahan yang tidak sehat, rumah yang dibangun dengan kualitas buruk dan sebagainya. Anda biasanya akan merasa gelisah apabila tidak melakukan apa-apa untuk menjawab rasa sedih itu. Anda bisa menemukan panggilan dengan memperhatikan bagaimana perasaan anda ketika melihat hal-hal yang masih butuh pembenahan di sekeliling anda.
2. Dorongan untuk melakukan sesuatu, segera!
Ciri lainnya adalah adanya gairah, keinginan, desire/passion atau dorongan untuk melakukan sesuatu terhadap rasa sedih tadi, sesegera mungkin. Kembali kepada perikop Kisah Para Rasul pasal 17, ayat 17 mencatat bentuk reaksi dari sebuah rasa duka yang dialami Paulus. Ayatnya berbunyi demikian: "Karena itu di rumah ibadat ia bertukar pikiran dengan orang-orang Yahudi dan orang-orang yang takut akan Allah, dan di pasar setiap hari dengan orang-orang yang dijumpainya di situ."
Perhatikan bahwa Paulus tidak berhenti hanya pada rasa sedih dan marah saja, tetapi ia punya gairah atau semangat untuk memikirkan dan mencari solusi bersama saudara-saudara seiman yang berada di rumah ibadat di Atena. Bukan hanya di sinagoga tapi ia juga melakukan hal itu di pasar alias marketplace. Sebuah panggilan selain membuat hati anda sedih, biasanya akan diikuti dengan rasa untuk bisa terjun langsung mengerjakan sesuatu atasnya, Bisa jadi pada awalnya anda tidak menerima apa-apa atau malah merugi atau mengorbankan sesuatu, tetapi panggilan yang anda di dalam diri anda akan mendatangkan perasaan gelisah dan menuntut adanya aksi untuk segera dilakukan.
(bersambung)
Monday, July 27, 2015
Calling (2)
(sambungan)
Ada sebuah analogi menarik yang ingin saya kemukakan yaitu tentang mikrofon. Benda ini diciptakan sebagai alat bantu dengar untuk suara berintensitas rendah. Hari ini mikrofon bahkan sanggup membuat suara terdengar lebih indah ketimbang sekedar mengeraskan level volume saja. Mikrofon digunakan untuk banyak fungsi seperti buat menyanyi, penyiar radio dan televisi, alat perekam dan fungsi lainnya untuk membantu komunikasi atau hiburan. Ketika mikrofon diciptakan, penciptanya tentu memiliki tujuan tersendiri dalam membuatnya. Dengan kata lain, mikrofon seharusnya berfungsi sesuai tujuan penciptanya. Jika itu yang terjadi, maka mikrofon akan dikatakan sukses. Tapi apabila kita menggunakannya sebagai tujuan lain seperti melempar kepala orang lain atau menjadikannya sebagai alat penumbuk, tentu mikrofon akan melenceng dari fungsinya seperti saat dibuat. Bisa dipakai untuk tujuan lain seperti itu, tetapi itu sudah melenceng dari tujuan sebenarnya dan tidak lagi tepat guna.
Contoh ini bisa menggambarkan bagaimana kita seharusnya menemukan panggilan tepat sesuai dengan garis tujuan penciptaan dari Yang menciptakan. Ketahuilah bahwa kita semua sebenarnya memiliki jalan hidup sendiri yang telah ditetapkan Allah dengan tujuan utama untuk membangun KerajaanNya di muka bumi ini. Artinya, masing-masing dari kita memiliki panggilan seperti yang telah Dia rancang jauh sebelum kita ada. Pernahkah anda berpikir mengapa anda berada di tempat anda ada saat ini, pada waktu yang sedang dijalani saat ini? Apa tugas anda, tujuan anda, atau singkatnya, panggilan anda? Atau, mungkinkah kita diciptakan tanpa rencana sama sekali?
Semua pertanyaan ini punya jawaban seperti yang tertulis dalam Efesus 2:10. Mari kita lihat sama-sama ayatnya:
"Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya."
Kita ini diciptakan Tuhan (we are God's own handiwork), dirancang dalam Kristus (recreated in Christ Jesus), untuk melakukan pekerjaan baik (doing those good works). Yang sudah diciptakan Tuhan sebelumnya (which God predestined or lanned beforehead), dan Tuhan mau kita hidup di dalamnya, dalam rencananya. (we should walk in the good life which He has prearranged and made ready for us to live). Jadi ada destiny buatan sendiri, ada destiny Ilahi. Ketika kita berjalan dalam 'destiny Ilahi', kita akan mengalami pemeliharaan Ilahi, perlindungan Ilahi dan penyediaan Ilahi dalam kebahagiaannya sendiri. Jadi, penting bagi kita untuk menemukan apa yang menjadi panggilan, menjalankannya dan kemudian bukan hanya mengetahui tapi juga mengalami Tuhan. Bukan hanya berhenti bermimpi, tapi juga menduduki apa yang telah digariskan sejak semula bagi kita masing-masing.
Dari mana kita harus mulai? Firman Tuhan dalam Matius 6:33 bisa dijadikan awal yang baik untuk memulai semuanya. "Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu." Kebanyakan orang akan terus mencari hal lainnya seperti harta, karir, popularitas dan sebagainya. Ayat ini jika digabungkan dengan ayat bacaan hari ini akan memberi kesimpulan berbeda dari pandangan dunia. Kita harus mengejar rencana Tuhan untuk kita, agar kita mampu membangun Kerajaan Tuhan di muka bumi ini. So, our destiny is our divine calling, that's our promised land. Penting bagi kita untuk menemukan panggilan seperti yang ditugaskan Tuhan, dan itulah tanah terjanji kita.
Sekarang pertanyaannya, bagaimana kita bisa mencari tahu apa yang menjadi panggilan kita? Apa ciri utama agar kita bisa tahu itu? Saya akan membagikan lebih jauh akan hal ini dalam renungan berikutnya agar anda bisa terbantu untuk mengetahui panggilan anda. Untuk kali ini, ingatlah bahwa agar mengalami Tuhan, merasakan pemeliharaan, perlindungan dan penyediaan secara Ilahi serta mengalami hidup berkepenuhan seperti rencana yang telah Dia sediakan sejak semula, kita perlu tahu apa yang menjadi panggilan kita.
Find out your calling to fulfill the destiny according to God's masterplan
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Ada sebuah analogi menarik yang ingin saya kemukakan yaitu tentang mikrofon. Benda ini diciptakan sebagai alat bantu dengar untuk suara berintensitas rendah. Hari ini mikrofon bahkan sanggup membuat suara terdengar lebih indah ketimbang sekedar mengeraskan level volume saja. Mikrofon digunakan untuk banyak fungsi seperti buat menyanyi, penyiar radio dan televisi, alat perekam dan fungsi lainnya untuk membantu komunikasi atau hiburan. Ketika mikrofon diciptakan, penciptanya tentu memiliki tujuan tersendiri dalam membuatnya. Dengan kata lain, mikrofon seharusnya berfungsi sesuai tujuan penciptanya. Jika itu yang terjadi, maka mikrofon akan dikatakan sukses. Tapi apabila kita menggunakannya sebagai tujuan lain seperti melempar kepala orang lain atau menjadikannya sebagai alat penumbuk, tentu mikrofon akan melenceng dari fungsinya seperti saat dibuat. Bisa dipakai untuk tujuan lain seperti itu, tetapi itu sudah melenceng dari tujuan sebenarnya dan tidak lagi tepat guna.
Contoh ini bisa menggambarkan bagaimana kita seharusnya menemukan panggilan tepat sesuai dengan garis tujuan penciptaan dari Yang menciptakan. Ketahuilah bahwa kita semua sebenarnya memiliki jalan hidup sendiri yang telah ditetapkan Allah dengan tujuan utama untuk membangun KerajaanNya di muka bumi ini. Artinya, masing-masing dari kita memiliki panggilan seperti yang telah Dia rancang jauh sebelum kita ada. Pernahkah anda berpikir mengapa anda berada di tempat anda ada saat ini, pada waktu yang sedang dijalani saat ini? Apa tugas anda, tujuan anda, atau singkatnya, panggilan anda? Atau, mungkinkah kita diciptakan tanpa rencana sama sekali?
Semua pertanyaan ini punya jawaban seperti yang tertulis dalam Efesus 2:10. Mari kita lihat sama-sama ayatnya:
"Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya."
Kita ini diciptakan Tuhan (we are God's own handiwork), dirancang dalam Kristus (recreated in Christ Jesus), untuk melakukan pekerjaan baik (doing those good works). Yang sudah diciptakan Tuhan sebelumnya (which God predestined or lanned beforehead), dan Tuhan mau kita hidup di dalamnya, dalam rencananya. (we should walk in the good life which He has prearranged and made ready for us to live). Jadi ada destiny buatan sendiri, ada destiny Ilahi. Ketika kita berjalan dalam 'destiny Ilahi', kita akan mengalami pemeliharaan Ilahi, perlindungan Ilahi dan penyediaan Ilahi dalam kebahagiaannya sendiri. Jadi, penting bagi kita untuk menemukan apa yang menjadi panggilan, menjalankannya dan kemudian bukan hanya mengetahui tapi juga mengalami Tuhan. Bukan hanya berhenti bermimpi, tapi juga menduduki apa yang telah digariskan sejak semula bagi kita masing-masing.
Dari mana kita harus mulai? Firman Tuhan dalam Matius 6:33 bisa dijadikan awal yang baik untuk memulai semuanya. "Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu." Kebanyakan orang akan terus mencari hal lainnya seperti harta, karir, popularitas dan sebagainya. Ayat ini jika digabungkan dengan ayat bacaan hari ini akan memberi kesimpulan berbeda dari pandangan dunia. Kita harus mengejar rencana Tuhan untuk kita, agar kita mampu membangun Kerajaan Tuhan di muka bumi ini. So, our destiny is our divine calling, that's our promised land. Penting bagi kita untuk menemukan panggilan seperti yang ditugaskan Tuhan, dan itulah tanah terjanji kita.
Sekarang pertanyaannya, bagaimana kita bisa mencari tahu apa yang menjadi panggilan kita? Apa ciri utama agar kita bisa tahu itu? Saya akan membagikan lebih jauh akan hal ini dalam renungan berikutnya agar anda bisa terbantu untuk mengetahui panggilan anda. Untuk kali ini, ingatlah bahwa agar mengalami Tuhan, merasakan pemeliharaan, perlindungan dan penyediaan secara Ilahi serta mengalami hidup berkepenuhan seperti rencana yang telah Dia sediakan sejak semula, kita perlu tahu apa yang menjadi panggilan kita.
Find out your calling to fulfill the destiny according to God's masterplan
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Sunday, July 26, 2015
Calling (1)
Ayat bacaan: Efesus 2:10
=================
"Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya."
Saya sudah bertemu dengan banyak orang yang tidak mengetahui panggilannya saat mereka sudah berada di usia senja. Seorang bapak yang baru memasuki masa pensiun pernah mengungkapkan perasaannya langsung kepada saya pada suatu hari. Ia bekerja selama puluhan tahun kemudian masuk masa pensiun. Anak-anaknya bisa mengenyam pendidikan dan sekarang sudah bekerja. Keluarganya pun tidak hidup berkekurangan. Itu seharusnya sudah cukup dijadikan tolok ukur kesuksesan bukan? Secara umum mungkin ya, tetapi ia tetap merasakan kegelisahan yang membuatnya merenung panjang setelah pensiun. "Saya bekerja dan bekerja, menghidupi keluarga, menyekolahkan anak, lantas sekarang pensiun dan kemudian tinggal menunggu ajal menjemput. Yang saya bingung, apa sebenarnya yang menjadi panggilan saya hidup? Apakah ada yang namanya panggilan itu? Kalau ada, bagaimana saya tahu panggilan saya, dan kalau tidak ada, kenapa saya merasa masih ada yang kurang meski hasil dari pekerjaan selama ini sudah lebih dari cukup?" Itu yang ia katakan, dan itu membuat saya berpikir bahwa ternyata masih banyak orang yang belum mengetahui apa yang menjadi panggilannya.
Panggilan kalau dalam kamus disebutkan sebagai 'a strong desire to spend your life doing a certain kind of work', sebuah keinginan atau kerinduan kuat untuk mempergunakan masa hidup melakukan suatu pekerjaan. Atau 'the work that a person does or should be doing', alias sebuah pekerjaan yang seharusnya dilakukan seseorang. Seperti apa yang dirasakan bapak tadi, seringkali kita memang bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup tetapi apa yang kita jalani bisa saja tidak sesuai panggilan. We simply work because we need money to live, without thinking whether what we're doing fits our calling or not. Seperti sebuah pertanyaan yang tak terjawab, itu membuat adanya lubang dalam hati kita yang terasa mengganjal.
Masing-masing orang punya panggilannya sendiri-sendiri dan bisa mulai kita kenali lewat bakat atau talenta yang sejak semula dititipkan Tuhan kepada kita. Ada seorang musisi terkenal yang pada awalnya mencoba untuk menjalani pendidikan formal hingga kuliah. Ia mengesampingkan perasaan kuat untuk menekuni profesi sebagai pemain musik yang sudah ia rasakan sejak kecil, lalu mengambil jalur seperti kebanyakan orang untuk belajar kemudian mencari lowongan pekerjaan. Ia sukses di studi, tapi hatinya tetap terasa ada yang kosong. Kalau memang berprestasi, kenapa saya masih gelisah? Itu yang ia rasakan. Dan akhirnya ia memutuskan untuk menjalankan panggilannya bermusik, yang di awal sangat berat. Ia sempat sering tidak mendapat upah alias main gratisan, ditolak main dimana-mana, tidak dipedulikan karena dianggap tidak terkenal, tapi hari ini dia sukses menjalankan panggilannya. "And the feeling is awesome! I feel complete!" katanya.
Lalu ada teman lain yang panggilannya ada di dunia fotografi. Orang tuanya menganggap itu hanya hobi dan mengharuskannya untuk bekerja sebagai pegawai kantoran agar dapat gaji tetap. Gaji tetap, itu gambaran hidup mapan bagi banyak orang bukan? Ia mengikuti perintah orang tuanya tapi tetap saja ia merasa kosong. Kalau ia jenuh dan mumet, ia segera mengambil kameranya dan mulai berkeliling kota sambil berjalan kaki memotret objek-objek menarik yang ia temui. Itu bisa menyegarkannya kembali. Sampai pada satu ketika ia memutuskan untuk berhenti kerja dan mau menekuni fotografi secara serius. Seperti si musisi tadi, ia sempat kesulitan dalam hal finansial karena jarang mendapat job, tapi hari ini ia sukses menekuni apa yang menjadi panggilannya, dan perasaan puas pun ia rasakan. "Seperti kerja lainnya, melelahkan, apalagi kalau sedang banyak tugas. Tapi rasanya bahagia dan senang banget kalau pekerjaan dilakukan sesuai panggilan." katanya dengan wajah cerah.
Beberapa contoh di atas menunjukkan bahwa setiap orang punya panggilan masing-masing. Kita bisa memilih untuk mengabaikan dan memilih pekerjaan lain, tetapi rasa tidak puas, gelisah, kosong dan sejenisnya bisa membuat kita tidak maksimal dalam kebahagiaan. Talenta sudah dititipkan Tuhan sebagai modal awal, lalu tugas kita adalah untuk mengenal potensi diri serta mengasah dan mengolahnya agar bisa membawa hasil gemilang. Panggilan kita secara umum sama, yaitu untuk menjadi terang dan garam, mewartakan kabar gembira ke segala penjuru bumi seperti Amanat Agung yang disampaikan Yesus tepat sebelum Dia naik kembali ke Surga. Panggilan umumnya sama, tapi secara khusus masing-masing orang memiliki panggilan yang berbeda. Panggilan yang sesuai Amanat Agung itu tidak berarti bahwa kita semua harus menjadi pendeta atau pelayan Tuhan full-timer, tapi menjadi terang dan garam dan mewartakan kabar keselamatan itu pun bisa atau bahkan harus tampil multi-warna yang sanggup menjangkau atau meng-cover area yang lebih luas lagi ketimbang batas dinding gereja.
(bersambung)
=================
"Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya."
Saya sudah bertemu dengan banyak orang yang tidak mengetahui panggilannya saat mereka sudah berada di usia senja. Seorang bapak yang baru memasuki masa pensiun pernah mengungkapkan perasaannya langsung kepada saya pada suatu hari. Ia bekerja selama puluhan tahun kemudian masuk masa pensiun. Anak-anaknya bisa mengenyam pendidikan dan sekarang sudah bekerja. Keluarganya pun tidak hidup berkekurangan. Itu seharusnya sudah cukup dijadikan tolok ukur kesuksesan bukan? Secara umum mungkin ya, tetapi ia tetap merasakan kegelisahan yang membuatnya merenung panjang setelah pensiun. "Saya bekerja dan bekerja, menghidupi keluarga, menyekolahkan anak, lantas sekarang pensiun dan kemudian tinggal menunggu ajal menjemput. Yang saya bingung, apa sebenarnya yang menjadi panggilan saya hidup? Apakah ada yang namanya panggilan itu? Kalau ada, bagaimana saya tahu panggilan saya, dan kalau tidak ada, kenapa saya merasa masih ada yang kurang meski hasil dari pekerjaan selama ini sudah lebih dari cukup?" Itu yang ia katakan, dan itu membuat saya berpikir bahwa ternyata masih banyak orang yang belum mengetahui apa yang menjadi panggilannya.
Panggilan kalau dalam kamus disebutkan sebagai 'a strong desire to spend your life doing a certain kind of work', sebuah keinginan atau kerinduan kuat untuk mempergunakan masa hidup melakukan suatu pekerjaan. Atau 'the work that a person does or should be doing', alias sebuah pekerjaan yang seharusnya dilakukan seseorang. Seperti apa yang dirasakan bapak tadi, seringkali kita memang bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup tetapi apa yang kita jalani bisa saja tidak sesuai panggilan. We simply work because we need money to live, without thinking whether what we're doing fits our calling or not. Seperti sebuah pertanyaan yang tak terjawab, itu membuat adanya lubang dalam hati kita yang terasa mengganjal.
Masing-masing orang punya panggilannya sendiri-sendiri dan bisa mulai kita kenali lewat bakat atau talenta yang sejak semula dititipkan Tuhan kepada kita. Ada seorang musisi terkenal yang pada awalnya mencoba untuk menjalani pendidikan formal hingga kuliah. Ia mengesampingkan perasaan kuat untuk menekuni profesi sebagai pemain musik yang sudah ia rasakan sejak kecil, lalu mengambil jalur seperti kebanyakan orang untuk belajar kemudian mencari lowongan pekerjaan. Ia sukses di studi, tapi hatinya tetap terasa ada yang kosong. Kalau memang berprestasi, kenapa saya masih gelisah? Itu yang ia rasakan. Dan akhirnya ia memutuskan untuk menjalankan panggilannya bermusik, yang di awal sangat berat. Ia sempat sering tidak mendapat upah alias main gratisan, ditolak main dimana-mana, tidak dipedulikan karena dianggap tidak terkenal, tapi hari ini dia sukses menjalankan panggilannya. "And the feeling is awesome! I feel complete!" katanya.
Lalu ada teman lain yang panggilannya ada di dunia fotografi. Orang tuanya menganggap itu hanya hobi dan mengharuskannya untuk bekerja sebagai pegawai kantoran agar dapat gaji tetap. Gaji tetap, itu gambaran hidup mapan bagi banyak orang bukan? Ia mengikuti perintah orang tuanya tapi tetap saja ia merasa kosong. Kalau ia jenuh dan mumet, ia segera mengambil kameranya dan mulai berkeliling kota sambil berjalan kaki memotret objek-objek menarik yang ia temui. Itu bisa menyegarkannya kembali. Sampai pada satu ketika ia memutuskan untuk berhenti kerja dan mau menekuni fotografi secara serius. Seperti si musisi tadi, ia sempat kesulitan dalam hal finansial karena jarang mendapat job, tapi hari ini ia sukses menekuni apa yang menjadi panggilannya, dan perasaan puas pun ia rasakan. "Seperti kerja lainnya, melelahkan, apalagi kalau sedang banyak tugas. Tapi rasanya bahagia dan senang banget kalau pekerjaan dilakukan sesuai panggilan." katanya dengan wajah cerah.
Beberapa contoh di atas menunjukkan bahwa setiap orang punya panggilan masing-masing. Kita bisa memilih untuk mengabaikan dan memilih pekerjaan lain, tetapi rasa tidak puas, gelisah, kosong dan sejenisnya bisa membuat kita tidak maksimal dalam kebahagiaan. Talenta sudah dititipkan Tuhan sebagai modal awal, lalu tugas kita adalah untuk mengenal potensi diri serta mengasah dan mengolahnya agar bisa membawa hasil gemilang. Panggilan kita secara umum sama, yaitu untuk menjadi terang dan garam, mewartakan kabar gembira ke segala penjuru bumi seperti Amanat Agung yang disampaikan Yesus tepat sebelum Dia naik kembali ke Surga. Panggilan umumnya sama, tapi secara khusus masing-masing orang memiliki panggilan yang berbeda. Panggilan yang sesuai Amanat Agung itu tidak berarti bahwa kita semua harus menjadi pendeta atau pelayan Tuhan full-timer, tapi menjadi terang dan garam dan mewartakan kabar keselamatan itu pun bisa atau bahkan harus tampil multi-warna yang sanggup menjangkau atau meng-cover area yang lebih luas lagi ketimbang batas dinding gereja.
(bersambung)
Saturday, July 25, 2015
Bukan dengan Barang yang Fana
Ayat bacaan: 1 Petrus 1:18-19
========================
"Sebab kamu tahu, bahwa kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas, melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat."
Anda tentu ingat dengan lagu rohani evergreen karya Jonathan Prawira yang berjudul "Seperti Yang Kau Ingini." Liriknya adalah sebagai berikut:
Seperti Yang Kau Ingini
Bukan dengan barang fana
kau membayar dosaku
Dengan darah yg mahal
tiada noda dan celah
Bukan dengan emas perak
kau menebus diriku
Oleh segenap kasih
dan pengorbananmu
Ku telah mati dan tinggalkan
jalan hidupku yg lama
Semuanya sia-sisa
dan tak berarti lagi
Hidup ini kuletakkan
pada mesbahmu ya tuhan
Jadilah padaku seperti
yg kau ingini
Yesus menebus kita bukan dengan barang fana, tapi dengan darah yang mahal, tiada noda dan cela. Penggalan kalimat ini diambil dari surat Petrus yang berbunyi: "Sebab kamu tahu, bahwa kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas, melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat." (1 Petrus 1:18-19).
Lagu ini sesungguhnya mengingatkan kita bahwa apa yang dilakukan Yesus sungguh merupakan anugerah yang bukan main besarnya bagi masa depan kita sebagai manusia. Dengan taat Yesus menjalankan kehendak Bapa dengan sempurna, menebus kita semua dari dosa-dosa dengan nyawaNya sendiri. Jika hari ini kita bisa menikmati indahnya hadirat Tuhan, bersekutu denganNya, jika kita hari ini tahu bahwa ada kehidupan kekal penuh sukacita menanti di depan, semua itu adalah berkat karya penebusan Kristus yang mahal. Dia menebus kita bukan dengan barang fana, bukan pula dengan emas, perak, uang atau harta, tapi dengan darah Kristus yang tidak bernoda dan bercacat. Dia rela berkorban demi kita semua yang penuh dosa ini karena Dia begitu mengasihi kita,
Yesus membuka kesempatan bagi kita untuk mejadi manusia baru, the whole new creation. Firman Tuhan berkata: "Jadi siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang." (2 Korintus 5:17)." Ini adalah anugerah yang dimungkinkan lewat penebusan Kristus. Semua cara hidup lama, kebiasaan buruk kita, semua telah dimatikan, dan kita bisa memulai sebuah hidup baru yang terbebas dari belenggu-belenggu masa lalu.
Dengan adanya kesempatan emas seperti itu, alangkah keterlaluannya jika kita tidak bisa menghargai itu semua dan masih memilih untuk kembali kepada jalan hidup kita yang lama, yang dalam lagu Jonathan Prawira di atas digambarkan sebagai semua hidup yang sia-sia dan tidak berarti. Oleh karena itulah lagu "Seperti Yang Kau Ingini" menjadi sangat baik untuk diingat karena mengingatkan kita akan besarnya kasih Tuhan kepada kita dengan merelakan Yesus menebus kita dengan darahNya yang mahal, tiada cacat dan cela.
Dengan demikian, hendaklah kita semua mengimani hidup sebagai manusia ciptaan baru yang tidak lagi tunduk pada perhambaan berbagai bentuk dosa. Jangan sampai karya penebusan Kristus yang agung menjadi sia-sia kepada diri kita. Ingatlah bahwa dengan menerima Kristus kita yang lama yang penuh dosa telah mati, tetapi kini kita hidup bagi Allah dalam Kristus. (Roma 6:11).
Dan selanjutnya Paulus pun mengingatkan agar kita yang sudah disucikan dengan sebentuk manusia baru jangan sampai kita biarkan kembali cemar oleh dosa lagi. "Sebab itu hendaklah dosa jangan berkuasa lagi di dalam tubuhmu yang fana, supaya kamu jangan lagi menuruti keinginannya." (ay 12). Itulah yang harus kita lakukan selanjutnya. Menjaga agar jangan lagi dosa bisa berkuasa dalam tubuh fana kita ini. Lalu selanjutnya kita baca "Dan janganlah kamu menyerahkan anggota-anggota tubuhmu kepada dosa untuk dipakai sebagai senjata kelaliman, tetapi serahkanlah dirimu kepada Allah sebagai orang-orang, yang dahulu mati, tetapi yang sekarang hidup. Dan serahkanlah anggota-anggota tubuhmu kepada Allah untuk menjadi senjata-senjata kebenaran." (ay 13), sebab kini kita sudah hidup di bawah kasih karunia. (ay 14).
Ketika kita dulu dikuasai dengki dan iri hati, kini kita bersyukur bagi mereka. Ketika kita dulu hidup dengan kebiasaan-kebiasaan buruk, kini kita hidup kudus. Ketika kita dulu hidup penuh amarah dan kebencian, kini kita menikmati hidup yang penuh kasih terhadap sesama. Ketika kita dulu hanya mementingkan diri sendiri, kini kita peduli kepada sesama kita yang membutuhkan. Ketika kita dulu mengandalkan manusia, kini kita tahu bahwa mengandalkan Tuhan adalah segalanya. Inilah gambaran metamorfosa dari seekor larva yang geli dan menjijikkan menjadi seperti kupu-kupu yang indah, gemulai dan anggun.
Tetaplah bersyukur bahwa apa yang telah dianugerahkan Tuhan itu sesungguhnya begitu indah. Bukan dengan barang fana, bukan dengan emas, perak, tapi dengan darahNya yang mahal, tiada noda dan cela, Dia telah menebus kita semua. Karenanya mari kita hidup baru, meninggalkan semua cara hidup dan kebiasaan buruk kita yang lama. Letakkan diri kita di atas mesbah Tuhan sebagai persembahan yang kudus yang berkenan kepada Allah. (Roma 12:1).
Hidup kita adalah milik Tuhan, jadilah pada kita seperti yang Dia ingini
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
========================
"Sebab kamu tahu, bahwa kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas, melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat."
Anda tentu ingat dengan lagu rohani evergreen karya Jonathan Prawira yang berjudul "Seperti Yang Kau Ingini." Liriknya adalah sebagai berikut:
Seperti Yang Kau Ingini
Bukan dengan barang fana
kau membayar dosaku
Dengan darah yg mahal
tiada noda dan celah
Bukan dengan emas perak
kau menebus diriku
Oleh segenap kasih
dan pengorbananmu
Ku telah mati dan tinggalkan
jalan hidupku yg lama
Semuanya sia-sisa
dan tak berarti lagi
Hidup ini kuletakkan
pada mesbahmu ya tuhan
Jadilah padaku seperti
yg kau ingini
Yesus menebus kita bukan dengan barang fana, tapi dengan darah yang mahal, tiada noda dan cela. Penggalan kalimat ini diambil dari surat Petrus yang berbunyi: "Sebab kamu tahu, bahwa kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas, melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat." (1 Petrus 1:18-19).
Lagu ini sesungguhnya mengingatkan kita bahwa apa yang dilakukan Yesus sungguh merupakan anugerah yang bukan main besarnya bagi masa depan kita sebagai manusia. Dengan taat Yesus menjalankan kehendak Bapa dengan sempurna, menebus kita semua dari dosa-dosa dengan nyawaNya sendiri. Jika hari ini kita bisa menikmati indahnya hadirat Tuhan, bersekutu denganNya, jika kita hari ini tahu bahwa ada kehidupan kekal penuh sukacita menanti di depan, semua itu adalah berkat karya penebusan Kristus yang mahal. Dia menebus kita bukan dengan barang fana, bukan pula dengan emas, perak, uang atau harta, tapi dengan darah Kristus yang tidak bernoda dan bercacat. Dia rela berkorban demi kita semua yang penuh dosa ini karena Dia begitu mengasihi kita,
Yesus membuka kesempatan bagi kita untuk mejadi manusia baru, the whole new creation. Firman Tuhan berkata: "Jadi siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang." (2 Korintus 5:17)." Ini adalah anugerah yang dimungkinkan lewat penebusan Kristus. Semua cara hidup lama, kebiasaan buruk kita, semua telah dimatikan, dan kita bisa memulai sebuah hidup baru yang terbebas dari belenggu-belenggu masa lalu.
Dengan adanya kesempatan emas seperti itu, alangkah keterlaluannya jika kita tidak bisa menghargai itu semua dan masih memilih untuk kembali kepada jalan hidup kita yang lama, yang dalam lagu Jonathan Prawira di atas digambarkan sebagai semua hidup yang sia-sia dan tidak berarti. Oleh karena itulah lagu "Seperti Yang Kau Ingini" menjadi sangat baik untuk diingat karena mengingatkan kita akan besarnya kasih Tuhan kepada kita dengan merelakan Yesus menebus kita dengan darahNya yang mahal, tiada cacat dan cela.
Dengan demikian, hendaklah kita semua mengimani hidup sebagai manusia ciptaan baru yang tidak lagi tunduk pada perhambaan berbagai bentuk dosa. Jangan sampai karya penebusan Kristus yang agung menjadi sia-sia kepada diri kita. Ingatlah bahwa dengan menerima Kristus kita yang lama yang penuh dosa telah mati, tetapi kini kita hidup bagi Allah dalam Kristus. (Roma 6:11).
Dan selanjutnya Paulus pun mengingatkan agar kita yang sudah disucikan dengan sebentuk manusia baru jangan sampai kita biarkan kembali cemar oleh dosa lagi. "Sebab itu hendaklah dosa jangan berkuasa lagi di dalam tubuhmu yang fana, supaya kamu jangan lagi menuruti keinginannya." (ay 12). Itulah yang harus kita lakukan selanjutnya. Menjaga agar jangan lagi dosa bisa berkuasa dalam tubuh fana kita ini. Lalu selanjutnya kita baca "Dan janganlah kamu menyerahkan anggota-anggota tubuhmu kepada dosa untuk dipakai sebagai senjata kelaliman, tetapi serahkanlah dirimu kepada Allah sebagai orang-orang, yang dahulu mati, tetapi yang sekarang hidup. Dan serahkanlah anggota-anggota tubuhmu kepada Allah untuk menjadi senjata-senjata kebenaran." (ay 13), sebab kini kita sudah hidup di bawah kasih karunia. (ay 14).
Ketika kita dulu dikuasai dengki dan iri hati, kini kita bersyukur bagi mereka. Ketika kita dulu hidup dengan kebiasaan-kebiasaan buruk, kini kita hidup kudus. Ketika kita dulu hidup penuh amarah dan kebencian, kini kita menikmati hidup yang penuh kasih terhadap sesama. Ketika kita dulu hanya mementingkan diri sendiri, kini kita peduli kepada sesama kita yang membutuhkan. Ketika kita dulu mengandalkan manusia, kini kita tahu bahwa mengandalkan Tuhan adalah segalanya. Inilah gambaran metamorfosa dari seekor larva yang geli dan menjijikkan menjadi seperti kupu-kupu yang indah, gemulai dan anggun.
Tetaplah bersyukur bahwa apa yang telah dianugerahkan Tuhan itu sesungguhnya begitu indah. Bukan dengan barang fana, bukan dengan emas, perak, tapi dengan darahNya yang mahal, tiada noda dan cela, Dia telah menebus kita semua. Karenanya mari kita hidup baru, meninggalkan semua cara hidup dan kebiasaan buruk kita yang lama. Letakkan diri kita di atas mesbah Tuhan sebagai persembahan yang kudus yang berkenan kepada Allah. (Roma 12:1).
Hidup kita adalah milik Tuhan, jadilah pada kita seperti yang Dia ingini
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Friday, July 24, 2015
An Eye for An Eye (3)
(sambungan)
Secara konsisten Yesus terus fokus untuk menjalankan tugas yang digariskan Bapa. Bahkan ketika menghadapi siksaan mengerikan yang sangat sadis hingga wafatNya di atas kayu salib sekalipun, Yesus masih memohonkan pengampunan kepada orang-orang yang telah begitu kejam menyiksaNya? "Yesus berkata: "Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat." (Lukas 23:34).
So, don't fight fire with fire. Don't fight hatred with more hatred, don't response to anger with anger, but fight it with love. Jangan lawan kobaran api dengan menambah bahan bakar, tetapi padamkanlah dengan kasih. Tuhan tidak menginginkan kebencian apalagi sampai pembalasan dendam untuk menjadi prinsip hidup kita. Tuhan menginginkan kita untuk bisa hidup damai dengan semua orang, sekalipun itu terhadap orang-orang yang sulit dan kerap/sudah menyakiti kita.
"Sedapat-dapatnya, kalau hal itu bergantung padamu, hiduplah dalam perdamaian dengan semua orang!" (Roma 12:18). Perhatikan bahwa Firman Tuhan mengatakan "sedapat-dapatnya kalau hal itu TERGANTUNG PADAMU", bukan kalau tergantung orang lain, tergantung situasi dan kondisi, tergantung besar kecilnya kerugian, tergantung siapa orangnya, tergantung suasana hati, atau tergantung lainnya. Tapi secara jelas Tuhan mengatakan bahwa itu semua bergantung kepada respon kita. Apa yang menjadi keputusan kita, bagaimana cara kita menyikapi sebuah ketidakadilan, kejahatan atau bahkan kekejaman, itulah yang akan sangat menentukan.
Jangan tergoda untuk membalas perbuatan jahat orang lain terhadap diri kita, tetapi ikutilah petunjuk kebenaran ketetapan Tuhan. Bungkamlah kecaman picik dan berbagai sikap jahat dari mereka yang tidak paham prinsip hidup dan kebenaran dengan terus berbuat baik dengan berpegang pada ketetapan Tuhan. Meski mungkin aneh di mata manusia, kalau kita melakukan itu, maka pada suatu saat, ketika semua kecaman itu memudar, kita akan mendapatkan diri kita tetap berdiri teguh tanpa harus kehilangan segala berkat dan anugerah terbaik yang telah Dia sediakan sejak semula kepada kita.
"An eye for an eye only ends up making the whole world blind" - Mahatma Gandhi
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Secara konsisten Yesus terus fokus untuk menjalankan tugas yang digariskan Bapa. Bahkan ketika menghadapi siksaan mengerikan yang sangat sadis hingga wafatNya di atas kayu salib sekalipun, Yesus masih memohonkan pengampunan kepada orang-orang yang telah begitu kejam menyiksaNya? "Yesus berkata: "Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat." (Lukas 23:34).
So, don't fight fire with fire. Don't fight hatred with more hatred, don't response to anger with anger, but fight it with love. Jangan lawan kobaran api dengan menambah bahan bakar, tetapi padamkanlah dengan kasih. Tuhan tidak menginginkan kebencian apalagi sampai pembalasan dendam untuk menjadi prinsip hidup kita. Tuhan menginginkan kita untuk bisa hidup damai dengan semua orang, sekalipun itu terhadap orang-orang yang sulit dan kerap/sudah menyakiti kita.
"Sedapat-dapatnya, kalau hal itu bergantung padamu, hiduplah dalam perdamaian dengan semua orang!" (Roma 12:18). Perhatikan bahwa Firman Tuhan mengatakan "sedapat-dapatnya kalau hal itu TERGANTUNG PADAMU", bukan kalau tergantung orang lain, tergantung situasi dan kondisi, tergantung besar kecilnya kerugian, tergantung siapa orangnya, tergantung suasana hati, atau tergantung lainnya. Tapi secara jelas Tuhan mengatakan bahwa itu semua bergantung kepada respon kita. Apa yang menjadi keputusan kita, bagaimana cara kita menyikapi sebuah ketidakadilan, kejahatan atau bahkan kekejaman, itulah yang akan sangat menentukan.
Jangan tergoda untuk membalas perbuatan jahat orang lain terhadap diri kita, tetapi ikutilah petunjuk kebenaran ketetapan Tuhan. Bungkamlah kecaman picik dan berbagai sikap jahat dari mereka yang tidak paham prinsip hidup dan kebenaran dengan terus berbuat baik dengan berpegang pada ketetapan Tuhan. Meski mungkin aneh di mata manusia, kalau kita melakukan itu, maka pada suatu saat, ketika semua kecaman itu memudar, kita akan mendapatkan diri kita tetap berdiri teguh tanpa harus kehilangan segala berkat dan anugerah terbaik yang telah Dia sediakan sejak semula kepada kita.
"An eye for an eye only ends up making the whole world blind" - Mahatma Gandhi
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Thursday, July 23, 2015
An Eye for An Eye (2)
(sambungan)
Dalam Amsal dikatakan "Kebencian menimbulkan pertengkaran, tetapi kasih menutupi segala pelanggaran." (Amsal 10:12). Kalau kebencian tidak membawa kebaikan apa-apa selain malah menambah masalah, sedang kasih justru mampu menutupi segala pelanggaran yang mungkin muncul, mana yang seharusnya kita pilih? Mengapa kita masih berpikir bahwa adalah wajar untuk membalas sakit hati dan mengira bahwa mengampuni dan mendoakan merupakan pilihan yang tidak tepat atau malah dianggap bodoh?
Yesus datang membawa pesan berisi sebuah paradigma baru yang pasti terdengar kontroversial pada masa itu, terutama bagi mereka yang mendalami hukum Taurat. Yesus memulainya dengan menyitir hukum Taurat mengenai mata ganti mata di atas. "Kamu telah mendengar firman: Mata ganti mata dan gigi ganti gigi. Tetapi Aku berkata kepadamu: Janganlah kamu melawan orang yang berbuat jahat kepadamu, melainkan siapapun yang menampar pipi kananmu, berilah juga kepadanya pipi kirimu." (Matius 5:38-39). Itu sangat kontroversial bahkan sampai hari ini. Itupun merupakan reaksi yang sepertinya mustahil dilakukan ketika kita tengah dirugikan atau disakiti orang lain. Selanjutnya Yesus juga berkata : "Kamu telah mendengar firman: Kasihilah sesamamu manusia dan bencilah musuhmu. Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu." (ay 43-44). Sulit? Mungkin saja, tapi bukan tidak mungkin. Itulah tingkatan yang harus bisa kita capai, "karena dengan demikianlah kamu menjadi anak-anak Bapamu yang di sorga.." (ay 45).
Salah satu tugas Yesus turun ke dunia ini adalah untuk menggenapi hukum Taurat. "Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya." (Matius 5:17). Sebagai pengikutNya, kita diharuskan untuk menjalankan apa yang menjadi kehendak Tuhan persis seperti yang disampaikan oleh Yesus. Berhadapan dengan orang sulit? Orang yang menghujat, mengecam, menjelek-jelekkan kita, bahkan menyakiti kita? Hadapi bukan lagi dengan membalas, mendebat mereka kembali, bukan dengan membela diri kita dengan segala cara, melainkan dengan terus melakukan perbuatan baik dan mendoakan mereka. Lawan kebencian dengan kasih yang telah dianugerahkan Tuhan secara langsung dalam diri kita. Itulah yang menjadi kehendak Allah.
Kalau kita berkata sulit, Yesus bukan hanya mengharuskan kita menjalankannya tapi juga telah memberi teladan secara langsung pada masa-masa kedatanganNya hadir di dunia. Dalam perjalananNya di muka bumi ini bukan hanya sekali dua kali Yesus menghadapi kecaman oleh kalangan para petinggi agama di masa itu, tapi Dia tidak pernah membalas dengan perlawanan kembali. Sebagai gantinya, Kisah Para Rasul 10:38 memberikan kesaksian indah mengenai apa yang diperbuat Yesus menghadapi itu semua. "..tentang Yesus dari Nazaret: bagaimana Allah mengurapi Dia dengan Roh Kudus dan kuat kuasa, Dia, yang berjalan berkeliling sambil berbuat baik dan menyembuhkan semua orang yang dikuasai Iblis, sebab Allah menyertai Dia."
(bersambung)
Dalam Amsal dikatakan "Kebencian menimbulkan pertengkaran, tetapi kasih menutupi segala pelanggaran." (Amsal 10:12). Kalau kebencian tidak membawa kebaikan apa-apa selain malah menambah masalah, sedang kasih justru mampu menutupi segala pelanggaran yang mungkin muncul, mana yang seharusnya kita pilih? Mengapa kita masih berpikir bahwa adalah wajar untuk membalas sakit hati dan mengira bahwa mengampuni dan mendoakan merupakan pilihan yang tidak tepat atau malah dianggap bodoh?
Yesus datang membawa pesan berisi sebuah paradigma baru yang pasti terdengar kontroversial pada masa itu, terutama bagi mereka yang mendalami hukum Taurat. Yesus memulainya dengan menyitir hukum Taurat mengenai mata ganti mata di atas. "Kamu telah mendengar firman: Mata ganti mata dan gigi ganti gigi. Tetapi Aku berkata kepadamu: Janganlah kamu melawan orang yang berbuat jahat kepadamu, melainkan siapapun yang menampar pipi kananmu, berilah juga kepadanya pipi kirimu." (Matius 5:38-39). Itu sangat kontroversial bahkan sampai hari ini. Itupun merupakan reaksi yang sepertinya mustahil dilakukan ketika kita tengah dirugikan atau disakiti orang lain. Selanjutnya Yesus juga berkata : "Kamu telah mendengar firman: Kasihilah sesamamu manusia dan bencilah musuhmu. Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu." (ay 43-44). Sulit? Mungkin saja, tapi bukan tidak mungkin. Itulah tingkatan yang harus bisa kita capai, "karena dengan demikianlah kamu menjadi anak-anak Bapamu yang di sorga.." (ay 45).
Salah satu tugas Yesus turun ke dunia ini adalah untuk menggenapi hukum Taurat. "Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya." (Matius 5:17). Sebagai pengikutNya, kita diharuskan untuk menjalankan apa yang menjadi kehendak Tuhan persis seperti yang disampaikan oleh Yesus. Berhadapan dengan orang sulit? Orang yang menghujat, mengecam, menjelek-jelekkan kita, bahkan menyakiti kita? Hadapi bukan lagi dengan membalas, mendebat mereka kembali, bukan dengan membela diri kita dengan segala cara, melainkan dengan terus melakukan perbuatan baik dan mendoakan mereka. Lawan kebencian dengan kasih yang telah dianugerahkan Tuhan secara langsung dalam diri kita. Itulah yang menjadi kehendak Allah.
Kalau kita berkata sulit, Yesus bukan hanya mengharuskan kita menjalankannya tapi juga telah memberi teladan secara langsung pada masa-masa kedatanganNya hadir di dunia. Dalam perjalananNya di muka bumi ini bukan hanya sekali dua kali Yesus menghadapi kecaman oleh kalangan para petinggi agama di masa itu, tapi Dia tidak pernah membalas dengan perlawanan kembali. Sebagai gantinya, Kisah Para Rasul 10:38 memberikan kesaksian indah mengenai apa yang diperbuat Yesus menghadapi itu semua. "..tentang Yesus dari Nazaret: bagaimana Allah mengurapi Dia dengan Roh Kudus dan kuat kuasa, Dia, yang berjalan berkeliling sambil berbuat baik dan menyembuhkan semua orang yang dikuasai Iblis, sebab Allah menyertai Dia."
(bersambung)
Wednesday, July 22, 2015
An Eye for an Eye (1)
Ayat bacaan: Amsal 10:12
======================
"Kebencian menimbulkan pertengkaran, tetapi kasih menutupi segala pelanggaran."
"An eye for an eye." Mata ganti mata. Itu beberapa kali dijadikan tema di film-film dan masih dijalankan oleh banyak orang hari ini. Kalau disakiti, kita harus sakiti lagi orangnya. Kalau diserang, kita serang balik. Kalau dirugikan, rugikan lagi. Pendeknya kalau kita dirugikan, kita harus segera membalas, minimal pikiran di setel dulu ke arah sana. Tidak bisa dipungkiri bahwa dalam hidup kita akan terus berhadapan dengan orang-orang yang mengecewakan, merugikan atau bahkan menyakiti kita. Bisa jadi mereka membuat kita menderita hingga waktu yang lama. Dan kita pun sering didorong oleh pola pikir dunia sejak kecil untuk bersikap tergantung dari reaksi yang kita peroleh dari orang lain. Apakah kita berbuat baik atau jahat, itu tergantung dari sikap orang yang kita hadapi. Bukankah itu yang tertanam di kepala kita?
Apakah seperti itu yang harus kita lakukan? Bagaimana cara kita menghadapi orang-orang yang berlaku tidak benar sehingga membuat kita susah? Apakah perbuatan baik memang harus dilakukan dalam bentuk berbalas pantun, yang artinya tergantung dari bagaimana seseorang itu menurut kita?
An eye for an eye, sebuah mata untuk sebuah mata alias mata ganti mata merupakan salah satu hukum yang tertulis dalam hukum Taurat. Kita bisa menjumpai hal tersebut dalam beberapa bagian kitab Perjanjian Lama seperti dalam Imamat 24:19-20, Ulangan 19:21 dan Keluaran 21:24. Hukum ini diberlakukan dengan tujuan untuk mencegah semangat balas dendam yang berlebihan yang sering terjadi saat itu. Hukum yang sudah berusia sangat tua ini ternyata masih dianggap relevan oleh banyak orang sampai saat ini, dan malah diarahkan kepada prinsip balas dendam. Prinsip ini berlaku bukan saja untuk perorangan, tapi seringkali sudah menyangkut lintas suku, kepercayaan, lingkungan warga bahkan bangsa dan negara. Lihatlah bahwa peperangan kerap kali terjadi disebabkan oleh prinsip mata ganti mata alias balas membalas. Perang antar etnis, antar penganut kepercayaan, antar warga dan kelompok-kelompok tertentu. Kalau perbuatan menyentuh tindak pidana dan ditangkap, dengan mudah pelakunya akan berkata bahwa bukan dia yang memulai tapi dia hanya membalas. Apakah membalas itu dibenarkan? Secara hukum saja itu tidak dibenarkan. Tapi pada kenyataannya masih banyak yang menganut prinsip ini dalam hidupnya. Yang sangat disayangkan, sikap ini bukan saja dilakukan oleh orang-orang dunia, tetapi juga dilakukan oleh mereka yang mengaku percaya pada Kristus.
Ketika kita merasa dikecam, dipersulit, dipermalukan atau dihujat orang, kita menganggap wajar atau manusiawi kalau membalas kembali. Jika tidak, artinya kita menyerah kalah dan akan semakin dipijak-pijak. Kita meletakkan harga diri disana. Apalagi kalau sudah menyusahkan, merugikan, melukai dan membuat kita menderita. Wah, kalau bisa balasannya lebih lagi baru puas. Padahal jika dipikir lagi, apa yang bisa kita dapatkan dari balas dendam seperti itu? Kepuasan? Biasanya tidak, karena masalah puas dan tidak itu sangat subjektif dan begitu semu. Kecenderungan kita adalah membalas, bahkan kalau bisa lebih parah dari apa yang diperbuat orang. Simply put, we try to fight fire with fire. Ibarat bertemu dengan rumah terbakar, kita bukannya menyiramkan air supaya padam tetapi malah menambah lebih banyak api lagi agar tersulut disana. Aneh? Tapi itulah yang dianggap banyak orang sebagai keadilan. Orang yang diam saja berarti kalau bukan pengecut ya bodoh. Padahal yang sering terjadi kalau kita melakukan balas-membalas, kita hanya akan menambah masalah, menambah bahan bakar pada api yang sudah menyala. Api akan semakin besar, dan pada akhirnya kita tidak lagi bisa memadamkannya. Kehancuran bukan hanya antar pribadi atau individu, tetapi bisa menyentuh suatu generasi atau bangsa. Sejarah sudah membuktikan itu.
Bagaimana pandangan Firman Tuhan akan hal ini? Lewat Petrus dikatakan: "Sebab inilah kehendak Allah, yaitu supaya dengan berbuat baik kamu membungkamkan kepicikan orang-orang yang bodoh." (1 Petrus 2:15). Tuhan ternyata mengingatkan kita untuk melawan kecaman atau serangan dari orang lain bukan dengan membalas, melainkan lewat perbuatan baik. When the fire starts, we have to stop it. Bukan malah dengan menambah bara api untuk semakin menjadi-jadi tapi memadamkannya. Dengan cara apa? Dengan cara tetap berbuat baik bahkan terus mendoakan mereka dan memohon pengampunan bagi mereka. Seperti itulah yang seharusnya dilakukan orang percaya, dan dengan cara demikian kita akan mampu membungkam kepicikan mereka yang telah menyakiti kita.
(bersambung)
======================
"Kebencian menimbulkan pertengkaran, tetapi kasih menutupi segala pelanggaran."
"An eye for an eye." Mata ganti mata. Itu beberapa kali dijadikan tema di film-film dan masih dijalankan oleh banyak orang hari ini. Kalau disakiti, kita harus sakiti lagi orangnya. Kalau diserang, kita serang balik. Kalau dirugikan, rugikan lagi. Pendeknya kalau kita dirugikan, kita harus segera membalas, minimal pikiran di setel dulu ke arah sana. Tidak bisa dipungkiri bahwa dalam hidup kita akan terus berhadapan dengan orang-orang yang mengecewakan, merugikan atau bahkan menyakiti kita. Bisa jadi mereka membuat kita menderita hingga waktu yang lama. Dan kita pun sering didorong oleh pola pikir dunia sejak kecil untuk bersikap tergantung dari reaksi yang kita peroleh dari orang lain. Apakah kita berbuat baik atau jahat, itu tergantung dari sikap orang yang kita hadapi. Bukankah itu yang tertanam di kepala kita?
Apakah seperti itu yang harus kita lakukan? Bagaimana cara kita menghadapi orang-orang yang berlaku tidak benar sehingga membuat kita susah? Apakah perbuatan baik memang harus dilakukan dalam bentuk berbalas pantun, yang artinya tergantung dari bagaimana seseorang itu menurut kita?
An eye for an eye, sebuah mata untuk sebuah mata alias mata ganti mata merupakan salah satu hukum yang tertulis dalam hukum Taurat. Kita bisa menjumpai hal tersebut dalam beberapa bagian kitab Perjanjian Lama seperti dalam Imamat 24:19-20, Ulangan 19:21 dan Keluaran 21:24. Hukum ini diberlakukan dengan tujuan untuk mencegah semangat balas dendam yang berlebihan yang sering terjadi saat itu. Hukum yang sudah berusia sangat tua ini ternyata masih dianggap relevan oleh banyak orang sampai saat ini, dan malah diarahkan kepada prinsip balas dendam. Prinsip ini berlaku bukan saja untuk perorangan, tapi seringkali sudah menyangkut lintas suku, kepercayaan, lingkungan warga bahkan bangsa dan negara. Lihatlah bahwa peperangan kerap kali terjadi disebabkan oleh prinsip mata ganti mata alias balas membalas. Perang antar etnis, antar penganut kepercayaan, antar warga dan kelompok-kelompok tertentu. Kalau perbuatan menyentuh tindak pidana dan ditangkap, dengan mudah pelakunya akan berkata bahwa bukan dia yang memulai tapi dia hanya membalas. Apakah membalas itu dibenarkan? Secara hukum saja itu tidak dibenarkan. Tapi pada kenyataannya masih banyak yang menganut prinsip ini dalam hidupnya. Yang sangat disayangkan, sikap ini bukan saja dilakukan oleh orang-orang dunia, tetapi juga dilakukan oleh mereka yang mengaku percaya pada Kristus.
Ketika kita merasa dikecam, dipersulit, dipermalukan atau dihujat orang, kita menganggap wajar atau manusiawi kalau membalas kembali. Jika tidak, artinya kita menyerah kalah dan akan semakin dipijak-pijak. Kita meletakkan harga diri disana. Apalagi kalau sudah menyusahkan, merugikan, melukai dan membuat kita menderita. Wah, kalau bisa balasannya lebih lagi baru puas. Padahal jika dipikir lagi, apa yang bisa kita dapatkan dari balas dendam seperti itu? Kepuasan? Biasanya tidak, karena masalah puas dan tidak itu sangat subjektif dan begitu semu. Kecenderungan kita adalah membalas, bahkan kalau bisa lebih parah dari apa yang diperbuat orang. Simply put, we try to fight fire with fire. Ibarat bertemu dengan rumah terbakar, kita bukannya menyiramkan air supaya padam tetapi malah menambah lebih banyak api lagi agar tersulut disana. Aneh? Tapi itulah yang dianggap banyak orang sebagai keadilan. Orang yang diam saja berarti kalau bukan pengecut ya bodoh. Padahal yang sering terjadi kalau kita melakukan balas-membalas, kita hanya akan menambah masalah, menambah bahan bakar pada api yang sudah menyala. Api akan semakin besar, dan pada akhirnya kita tidak lagi bisa memadamkannya. Kehancuran bukan hanya antar pribadi atau individu, tetapi bisa menyentuh suatu generasi atau bangsa. Sejarah sudah membuktikan itu.
Bagaimana pandangan Firman Tuhan akan hal ini? Lewat Petrus dikatakan: "Sebab inilah kehendak Allah, yaitu supaya dengan berbuat baik kamu membungkamkan kepicikan orang-orang yang bodoh." (1 Petrus 2:15). Tuhan ternyata mengingatkan kita untuk melawan kecaman atau serangan dari orang lain bukan dengan membalas, melainkan lewat perbuatan baik. When the fire starts, we have to stop it. Bukan malah dengan menambah bara api untuk semakin menjadi-jadi tapi memadamkannya. Dengan cara apa? Dengan cara tetap berbuat baik bahkan terus mendoakan mereka dan memohon pengampunan bagi mereka. Seperti itulah yang seharusnya dilakukan orang percaya, dan dengan cara demikian kita akan mampu membungkam kepicikan mereka yang telah menyakiti kita.
(bersambung)
Tuesday, July 21, 2015
A Perfect Solitude to Connect with God (3)
(sambungan)
Alkitab dengan jelas mencatat perjumpaan mereka dengan Yesus dan mengalami sesuatu disana. Menghadapi begitu banyak orang dengan masalahnya sendiri-sendiri, Yesus dengan sabar melayani mereka satu persatu dan menjawab segala ratapan mereka. Tetapi perhatikan bahwa meski Yesus sibuk dan selalu tergerak atas rasa belas kasihanNya, Dia tetap berusaha pula meluangkan waktu untuk mencari tempat sepi agar bisa berdoa kepada Bapa di Surga. Alkitab mencatat hal itu dengan jelas. Seringkali itu tidak mudah, karena untuk mencari keheningan dan kesunyian Yesus harus rela repot terlebih dahulu untuk naik ke atas bukit. Disanalah Dia bisa mengambil waktu sejenak jauh dari kerumunan dan keramaian untuk bersekutu dengan Bapa.
Kita bisa mendapati contoh yang sama sebelum kisah angin sakal yang menerpa murid-murid Yesus lewat tengah malam. "Dan setelah orang banyak itu disuruh-Nya pulang, Yesus naik ke atas bukit untuk berdoa seorang diri. Ketika hari sudah malam, Ia sendirian di situ." (Matius 14:23). Atau lihat contoh lainnya saat Yesus menarik diri untuk menghabiskan waktu selama empat puluh hari di padang gurun untuk berdoa dan berpuasa, yang bisa kita baca dalam perikop "Pencobaan di padang gurun." (Matius 4:1-11). Menjelang akhir hidupNya di dunia, kita bisa melihat bahwa Yesus kembali menarik diri dari kerumunan termasuk dari para muridNya untuk berdoa sendirian di taman Getsemani. (Markus 14:32-42). Disana dikatakan "Yesus pergi lebih jauh sedikit lalu tersungkur ke tanah dan berdoa." (ay 14a:BIS). Semua ini menunjukkan contoh dari Yesus sendiri akan pentingnya ,engambil waktu secara khusus, di sebuah tempat dimana kita bisa dengan khusyuk dan tenang dalam berdoa, merenung dan mendengar Tuhan. Sebuah tempat yang sepi, jauh dari hiruk pikuk yang mampu mengganggu konsentrasi dan fokus kita.
Kalau Yesus butuh itu untuk menuntaskan misi berat yang Dia emban untuk menebus dan menyelamatkan kita, itu artinya mengambil waktu tenang untuk berhubungan dengan Allah tanpa terganggu keriuhan dan orang-orang disekitar kita merupakan hal yang sangat penting. Jika demikian pertanyaan bagi kita selanjutnya adalah, sudahkah kita menyediakan waktu yang cukup untuk berdiam diri bersama Tuhan, atau segala kesibukan pekerjaan, berbagai tugas dinas, rapat, tugas-tugas yang menuntut deadline atau malah saat bermain, beraktivitas sosial atau menikmat berbagai sarana hiburan lewat berbagai media seperti televisi, majalah, koran dan radio masih menjadi penghalang terbesar bagi kita untuk membangun saat-saat teduh, berdoa dan bersekutu intim dengan Tuhan?
Kita tidak perlu naik jauh ke atas bukit untuk memperoleh itu, kita tidak perlu melakukan perjalanan jauh ke tengah gurun untuk itu. It's just a matter of taking a step into our own room and finding a quiet time, as simple as that. Kata Yesus, kamar kita bisa menjadi tempat yang sangat baik untuk itu. Kalaupun ada orang-orang yang berbagi ruangan dengan kita, pasti selalu ada saat yang bisa kita cari untuk itu.
Pada akhirnya masalahnya hanya terletak pada kemauan untuk menyadari pentingnya menyediakan waktu untuk berdiam diri bersama Tuhan. Ambillah saat teduh yang khusus. Tidak masalah subuh, siang, sore atau malam, atau kalau anda terganggu dengan keadaan yang terlalu sunyi, anda bisa ditemani lagu-lagu penyembahan yang diputar pelan. Pendeknya jangan sampai ada yang memecah konsentrasi kita saat berada di dalam hadiratNya yang kudus. Rasakanlah bagaimana jiwa kita dikuatkan dan iman kita bertumbuh ketika kita menarik diri sejenak dari keramaian dan rutinitas sehari-hari untuk membangun hubungan yang sangat erat dengan Tuhan.
Jangan abaikan pentingnya mengambil waktu khusus tanpa terganggu oleh apapun untuk membangun hubungan berkualitas dengan Tuhan
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Kita bisa mendapati contoh yang sama sebelum kisah angin sakal yang menerpa murid-murid Yesus lewat tengah malam. "Dan setelah orang banyak itu disuruh-Nya pulang, Yesus naik ke atas bukit untuk berdoa seorang diri. Ketika hari sudah malam, Ia sendirian di situ." (Matius 14:23). Atau lihat contoh lainnya saat Yesus menarik diri untuk menghabiskan waktu selama empat puluh hari di padang gurun untuk berdoa dan berpuasa, yang bisa kita baca dalam perikop "Pencobaan di padang gurun." (Matius 4:1-11). Menjelang akhir hidupNya di dunia, kita bisa melihat bahwa Yesus kembali menarik diri dari kerumunan termasuk dari para muridNya untuk berdoa sendirian di taman Getsemani. (Markus 14:32-42). Disana dikatakan "Yesus pergi lebih jauh sedikit lalu tersungkur ke tanah dan berdoa." (ay 14a:BIS). Semua ini menunjukkan contoh dari Yesus sendiri akan pentingnya ,engambil waktu secara khusus, di sebuah tempat dimana kita bisa dengan khusyuk dan tenang dalam berdoa, merenung dan mendengar Tuhan. Sebuah tempat yang sepi, jauh dari hiruk pikuk yang mampu mengganggu konsentrasi dan fokus kita.
Kalau Yesus butuh itu untuk menuntaskan misi berat yang Dia emban untuk menebus dan menyelamatkan kita, itu artinya mengambil waktu tenang untuk berhubungan dengan Allah tanpa terganggu keriuhan dan orang-orang disekitar kita merupakan hal yang sangat penting. Jika demikian pertanyaan bagi kita selanjutnya adalah, sudahkah kita menyediakan waktu yang cukup untuk berdiam diri bersama Tuhan, atau segala kesibukan pekerjaan, berbagai tugas dinas, rapat, tugas-tugas yang menuntut deadline atau malah saat bermain, beraktivitas sosial atau menikmat berbagai sarana hiburan lewat berbagai media seperti televisi, majalah, koran dan radio masih menjadi penghalang terbesar bagi kita untuk membangun saat-saat teduh, berdoa dan bersekutu intim dengan Tuhan?
Kita tidak perlu naik jauh ke atas bukit untuk memperoleh itu, kita tidak perlu melakukan perjalanan jauh ke tengah gurun untuk itu. It's just a matter of taking a step into our own room and finding a quiet time, as simple as that. Kata Yesus, kamar kita bisa menjadi tempat yang sangat baik untuk itu. Kalaupun ada orang-orang yang berbagi ruangan dengan kita, pasti selalu ada saat yang bisa kita cari untuk itu.
Pada akhirnya masalahnya hanya terletak pada kemauan untuk menyadari pentingnya menyediakan waktu untuk berdiam diri bersama Tuhan. Ambillah saat teduh yang khusus. Tidak masalah subuh, siang, sore atau malam, atau kalau anda terganggu dengan keadaan yang terlalu sunyi, anda bisa ditemani lagu-lagu penyembahan yang diputar pelan. Pendeknya jangan sampai ada yang memecah konsentrasi kita saat berada di dalam hadiratNya yang kudus. Rasakanlah bagaimana jiwa kita dikuatkan dan iman kita bertumbuh ketika kita menarik diri sejenak dari keramaian dan rutinitas sehari-hari untuk membangun hubungan yang sangat erat dengan Tuhan.
Jangan abaikan pentingnya mengambil waktu khusus tanpa terganggu oleh apapun untuk membangun hubungan berkualitas dengan Tuhan
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Monday, July 20, 2015
A Perfect Solitude to Connect with God (2)
(sambungan)
Selanjutnya, mari kita lihat salah satu pernyataan dari Daud yang dicatat dalam kitab Mazmur. "Hatiku siap, ya Allah, hatiku siap; aku mau menyanyi, aku mau bermazmur. Bangunlah, hai jiwaku, bangunlah, hai gambus dan kecapi, aku mau membangunkan fajar!Aku mau bersyukur kepada-Mu di antara bangsa-bangsa, ya Tuhan, aku mau bermazmur bagi-Mu di antara suku-suku bangsa." (Mazmur 57:8-10). Daud tahu kesibukan akan segera datang di siang hari, maka ia mengambil waktu di waktu subuh untuk bermazmur dan memuji Tuhan. Daud memilih untuk membangun hubungan di pagi hari sebelum ia mulai beraktivitas sepanjang hari. Ia percaya bahwa itu bisa memberinya kekuatan dan tenaga dalam menjalani hari.
Alangkah baiknya jika kita bisa mengikuti gaya hidup Daud ini. Di pagi hari kita biasanya bisa lebih mudah mendapatkan saat-saat yang tenang dan sunyi ketimbang di siang hari ketika semua orang mulai sibuk dengan kegiatan masing-masing. Tetapi mungkin tidak semua orang lebih suka memilih pagi, dan itu tidaklah masalah. Apa yang penting bagi kita adalah menyadari bahwa kita harus menyediakan waktu khusus untuk bersaat teduh, untuk berdiam di hadiratNya, merasakan kasihNya dan mendengar suaraNya serta berbagi cerita mengenai apa yang sedang kita alami atau rasakan. Mungkin anda merasa lebih suka melakukannya di siang hari, sore atau malam? Tidak apa-apa, selama anda bisa betul-betul fokus tanpa terganggu atau terpecah konsentrasi dari kesibukan di sekitar anda.
Contoh yang sama kita dapatkan dari Yesus sendiri. Kita tentu paham betul bagaimana sibuknya Yesus melayani ditengah kerumunan orang kemanapun Dia pergi. Begitu banyak orang berbondong-bondong mendatangiNya hampir setiap saat, bahkan ada yang hanya untuk sekedar menyentuh jubahNya. Bagaimana dengan malam hari? Ternyata Yesus juga punya waktu-waktu sibuk di malam hari misalnya ketika Nikodemus menemuinya seperti yang tertulis dalam Yohanes 3:1-21. Kita bisa melihat betapa dunia pada saat itu persis sama seperti sekarang. Ada begitu banyak orang yang benar-benar membutuhkan pertolongan, rindu akan jamahan Tuhan yang mampu memberi pertolongan, kesembuhan, kelepasan dan sebagainya.
Dalam beberapa kesempatan kita bahkan melihat Yesus terhubung dengan manusia dalam jumlah yang begitu besar hingga mencapai ribuan jiwa, seperti yang bisa kita lihat dalam kisah Yesus menggandakan lima roti dan dua ikan. Yesus melayani sepanjang waktu tanpa kenal lelah. Dia menjangkau semua orang tanpa terkecuali, tanpa peduli siapa ataupun apa latar belakangnya. Tapi lihatlah bahwa Yesus pun mencari waktu-waktu khusus untuk dipakai berdoa kepada Bapa.
Alkitab mencatat bahwa berkali-kali Yesus ingin mengambil waktu untuk menyendiri sejenak buat berdoa sendirian, tetapi kerumunan orang seperti enggan melepaskanNya. "Setelah Yesus mendengar berita itu menyingkirlah Ia dari situ, dan hendak mengasingkan diri dengan perahu ke tempat yang sunyi. Tetapi orang banyak mendengarnya dan mengikuti Dia dengan mengambil jalan darat dari kota-kota mereka." (Matius 14:13). Yesus tentu saja tidak mengabaikan mereka. Dikatakan, "maka tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan kepada mereka dan Ia menyembuhkan mereka yang sakit." (ay 14). Mukjizat lima roti dan dua ikan yang mampu mengenyangkan lima ribu orang belum termasuk wanita dan anak-anak juga merupakan bentuk kepedulian Yesus kepada kebutuhan manusia.
Contoh lainnya: "Ketika hari siang, Yesus berangkat dan pergi ke suatu tempat yang sunyi. Tetapi orang banyak mencari Dia, lalu menemukan-Nya dan berusaha menahan Dia supaya jangan meninggalkan mereka." (Lukas 4:42). Selama pelayananNya di muka bumi ini Yesus bersinggungan dan berinteraksi dengan begitu banyak orang hampir-hampir tanpa jeda. Rakyat biasa, para rasul, pejabat, petinggi militer, janda, anak-anak, orang-orang sakit parah, orang yang dirasuk setan, para petinggi agama, orang-orang yang terbuang dan diasingkan seperti pengidap kusta, tidak terkecuali pula orang-orang berdosa seperti pemungut cukai, pezinah, keluarga-keluarga yang baru kehilangan anggota keluarganya, dan lain-lain.
(bersambung)
Selanjutnya, mari kita lihat salah satu pernyataan dari Daud yang dicatat dalam kitab Mazmur. "Hatiku siap, ya Allah, hatiku siap; aku mau menyanyi, aku mau bermazmur. Bangunlah, hai jiwaku, bangunlah, hai gambus dan kecapi, aku mau membangunkan fajar!Aku mau bersyukur kepada-Mu di antara bangsa-bangsa, ya Tuhan, aku mau bermazmur bagi-Mu di antara suku-suku bangsa." (Mazmur 57:8-10). Daud tahu kesibukan akan segera datang di siang hari, maka ia mengambil waktu di waktu subuh untuk bermazmur dan memuji Tuhan. Daud memilih untuk membangun hubungan di pagi hari sebelum ia mulai beraktivitas sepanjang hari. Ia percaya bahwa itu bisa memberinya kekuatan dan tenaga dalam menjalani hari.
Alangkah baiknya jika kita bisa mengikuti gaya hidup Daud ini. Di pagi hari kita biasanya bisa lebih mudah mendapatkan saat-saat yang tenang dan sunyi ketimbang di siang hari ketika semua orang mulai sibuk dengan kegiatan masing-masing. Tetapi mungkin tidak semua orang lebih suka memilih pagi, dan itu tidaklah masalah. Apa yang penting bagi kita adalah menyadari bahwa kita harus menyediakan waktu khusus untuk bersaat teduh, untuk berdiam di hadiratNya, merasakan kasihNya dan mendengar suaraNya serta berbagi cerita mengenai apa yang sedang kita alami atau rasakan. Mungkin anda merasa lebih suka melakukannya di siang hari, sore atau malam? Tidak apa-apa, selama anda bisa betul-betul fokus tanpa terganggu atau terpecah konsentrasi dari kesibukan di sekitar anda.
Contoh yang sama kita dapatkan dari Yesus sendiri. Kita tentu paham betul bagaimana sibuknya Yesus melayani ditengah kerumunan orang kemanapun Dia pergi. Begitu banyak orang berbondong-bondong mendatangiNya hampir setiap saat, bahkan ada yang hanya untuk sekedar menyentuh jubahNya. Bagaimana dengan malam hari? Ternyata Yesus juga punya waktu-waktu sibuk di malam hari misalnya ketika Nikodemus menemuinya seperti yang tertulis dalam Yohanes 3:1-21. Kita bisa melihat betapa dunia pada saat itu persis sama seperti sekarang. Ada begitu banyak orang yang benar-benar membutuhkan pertolongan, rindu akan jamahan Tuhan yang mampu memberi pertolongan, kesembuhan, kelepasan dan sebagainya.
Dalam beberapa kesempatan kita bahkan melihat Yesus terhubung dengan manusia dalam jumlah yang begitu besar hingga mencapai ribuan jiwa, seperti yang bisa kita lihat dalam kisah Yesus menggandakan lima roti dan dua ikan. Yesus melayani sepanjang waktu tanpa kenal lelah. Dia menjangkau semua orang tanpa terkecuali, tanpa peduli siapa ataupun apa latar belakangnya. Tapi lihatlah bahwa Yesus pun mencari waktu-waktu khusus untuk dipakai berdoa kepada Bapa.
Alkitab mencatat bahwa berkali-kali Yesus ingin mengambil waktu untuk menyendiri sejenak buat berdoa sendirian, tetapi kerumunan orang seperti enggan melepaskanNya. "Setelah Yesus mendengar berita itu menyingkirlah Ia dari situ, dan hendak mengasingkan diri dengan perahu ke tempat yang sunyi. Tetapi orang banyak mendengarnya dan mengikuti Dia dengan mengambil jalan darat dari kota-kota mereka." (Matius 14:13). Yesus tentu saja tidak mengabaikan mereka. Dikatakan, "maka tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan kepada mereka dan Ia menyembuhkan mereka yang sakit." (ay 14). Mukjizat lima roti dan dua ikan yang mampu mengenyangkan lima ribu orang belum termasuk wanita dan anak-anak juga merupakan bentuk kepedulian Yesus kepada kebutuhan manusia.
Contoh lainnya: "Ketika hari siang, Yesus berangkat dan pergi ke suatu tempat yang sunyi. Tetapi orang banyak mencari Dia, lalu menemukan-Nya dan berusaha menahan Dia supaya jangan meninggalkan mereka." (Lukas 4:42). Selama pelayananNya di muka bumi ini Yesus bersinggungan dan berinteraksi dengan begitu banyak orang hampir-hampir tanpa jeda. Rakyat biasa, para rasul, pejabat, petinggi militer, janda, anak-anak, orang-orang sakit parah, orang yang dirasuk setan, para petinggi agama, orang-orang yang terbuang dan diasingkan seperti pengidap kusta, tidak terkecuali pula orang-orang berdosa seperti pemungut cukai, pezinah, keluarga-keluarga yang baru kehilangan anggota keluarganya, dan lain-lain.
(bersambung)
Sunday, July 19, 2015
A Perfect Solitude to Connect with God (1)
Ayat bacaan: Matius 6:6
==================
"Tetapi jika engkau berdoa, masuklah ke dalam kamarmu, tutuplah pintu dan berdoalah kepada Bapamu yang ada di tempat tersembunyi. Maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu."
Seandainya bisa memilih alias sedang tidak dihadapkan pada banyak deadline, saya lebih suka mengerjakan artikel-artikel tulisan termasuk renungan di malam hari. Mengapa demikian? Alasannya sederhana saja. Di malam hari gangguan yang bisa memecah konsentrasi lebih minim dibandingkan di siang atau sore hari. Tidak ada yang lalu lalang, tidak ada bunyi kendaraan, orang yang datang dan sebagainya, sehingga pekerjaan bisa lebih cepat dikerjakan. Seringkali inspirasi-inspirasi untuk menulis buyar karena konsentrasi tiba-tiba terpecah lewat banyak hal. Kalau itu sudah terjadi, biasanya saya butuh waktu lagi untuk kembali 'nyetel' sepenuhnya dengan apa yang tengah dikerjakan, dan itu membuat waktu pengerjaan bisa lebih panjang. Di malam hari ketika sudah sunyi konsentrasi tidak harus terbagi, dan saya bisa lancar menyelesaikan satu demi satu tulisan-tulisan sesuai deadline.
Ditengah kesibukan dan keramaian dunia, ada saat-saat dimana kita butuh jeda dari itu semua dan menikmati kesendirian. Kalau sudah terlalu sering berada di tempat ramai, bukankah kita merindukan suasana yang tenang dan sunyi, jauh dari hingar bingar dan keberadaan orang lain? Itu adalah hal yang semakin lama semakin sulit untuk bisa diperoleh, karena yang sering terjadi adalah agenda sudah menanti tepat begitu kita membuka mata bangun dari tidur. Dimana-mana selalu ada banyak orang dengan suaranya masing-masing, hiruk pikuk gerakan dan suara ada di semua sisi. There are times when we need to find a solitude out from all the crowds and hectic world, the part of stillness with ourselves, withdrawn from the crowds, taking up a moment to be alone, far from everyone else. Tidakkah itu yang seringkali kita butuhkan?
Hal seperti itu sesungguhnya penting, terutama dalam membangun hubungan yang berkualitas dengan Tuhan. Itu akan sulit dilakukan apabila kita terus berada dalam keramaian dan kesibukan sehari-hari. Dimana kita bisa memperoleh hal itu? Yesus mengatakan itu bisa kita peroleh di kamar kita. "Tetapi jika engkau berdoa, masuklah ke dalam kamarmu, tutuplah pintu dan berdoalah kepada Bapamu yang ada di tempat tersembunyi. Maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu." (Matius 6:6). Jesus said, our room actually can be a perfect solitude. Disanalah kita bisa benar-benar fokus tanpa terganggu oleh apapun. Hanya kita dengan Tuhan, just us and God alone. Itu waktu yang indah dimana kita bisa merenungkan kebaikanNya, mendengar apa kataNya kepada kita, dan berbicara dari hati ke hati tanpa harus terganggu atau terpecah konsentrasi dari hiruk pikuk yang biasa menyertai kita kemanapun kita berada. Menghadapi perjalanan kehidupan yang berat ini kita benar-benar butuh pegangan, dan di dalam kesunyian yang syahdu itu kita bisa mendapatkan pegangan lewat terbangunnya hubungan yang erat dan intim dengan Tuhan.
Kembali kepada ayat dalam Matius 6:6 di atas, perhatikan bagian penutupnya. "...Maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalas kepadamu." Tuhan menghargai keseriusan kita dalam berhadapan denganNya. Dia bisa melihat apakah kita benar-benar fokus dengan sungguh-sungguh atau melakukannya sambil lalu saja. Salahkah jika kita berdoa atau terhubung dengan Tuhan saat sedang berada di tengah keramaian, atau misalnya sambil mengemudi? Tentu tidak. Kita bisa kapan saja berdoa dan berhubungan dengan Tuhan. Dia selalu membuka diri untuk itu. Tapi perhatikanlah bahwa Tuhan akan sangat menghargai jika dalam 24 jam ada waktu-waktu khusus yang kita dedikasikan kepadaNya, atas dasar kerinduan dan kasih kita kepadaNya.
Ambil contoh sederhana saja. Tidakkah anda lebih senang apabila orang yang berbicara dengan anda benar-benar fokus kepada anda? Dan sebaliknya, tidakkah anda kesal jika lawan bicara anda mendengar sambil lalu saja sembari mengutak-atik telepon genggamnya, sambil mengetik/menulis atau sambil melakukan hal-hal lainnya? Kalau kita tidak suka diperlakukan seperti itu, kenapa kita harus berbuat itu terhadap Tuhan? Maka dari ayat ini kita bisa jelas melihat bagaimana cara yang baik untuk menjalin hubungan yang erat dengan Tuhan. Dan Tuhan akan membalas kepada kita. Itu jelas dikatakan oleh ayat ini. Bukan untuk melarang kita berhubungan denganNya di waktu-waktu lain, tetapi untuk mengajarkan kita untuk menaruh hormat yang pantas dengan meluangkan waktu secara khusus untuk berdiam dalam persekutuan yang erat dan indah dengan Bapa.
(bersambung)
==================
"Tetapi jika engkau berdoa, masuklah ke dalam kamarmu, tutuplah pintu dan berdoalah kepada Bapamu yang ada di tempat tersembunyi. Maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu."
Seandainya bisa memilih alias sedang tidak dihadapkan pada banyak deadline, saya lebih suka mengerjakan artikel-artikel tulisan termasuk renungan di malam hari. Mengapa demikian? Alasannya sederhana saja. Di malam hari gangguan yang bisa memecah konsentrasi lebih minim dibandingkan di siang atau sore hari. Tidak ada yang lalu lalang, tidak ada bunyi kendaraan, orang yang datang dan sebagainya, sehingga pekerjaan bisa lebih cepat dikerjakan. Seringkali inspirasi-inspirasi untuk menulis buyar karena konsentrasi tiba-tiba terpecah lewat banyak hal. Kalau itu sudah terjadi, biasanya saya butuh waktu lagi untuk kembali 'nyetel' sepenuhnya dengan apa yang tengah dikerjakan, dan itu membuat waktu pengerjaan bisa lebih panjang. Di malam hari ketika sudah sunyi konsentrasi tidak harus terbagi, dan saya bisa lancar menyelesaikan satu demi satu tulisan-tulisan sesuai deadline.
Ditengah kesibukan dan keramaian dunia, ada saat-saat dimana kita butuh jeda dari itu semua dan menikmati kesendirian. Kalau sudah terlalu sering berada di tempat ramai, bukankah kita merindukan suasana yang tenang dan sunyi, jauh dari hingar bingar dan keberadaan orang lain? Itu adalah hal yang semakin lama semakin sulit untuk bisa diperoleh, karena yang sering terjadi adalah agenda sudah menanti tepat begitu kita membuka mata bangun dari tidur. Dimana-mana selalu ada banyak orang dengan suaranya masing-masing, hiruk pikuk gerakan dan suara ada di semua sisi. There are times when we need to find a solitude out from all the crowds and hectic world, the part of stillness with ourselves, withdrawn from the crowds, taking up a moment to be alone, far from everyone else. Tidakkah itu yang seringkali kita butuhkan?
Hal seperti itu sesungguhnya penting, terutama dalam membangun hubungan yang berkualitas dengan Tuhan. Itu akan sulit dilakukan apabila kita terus berada dalam keramaian dan kesibukan sehari-hari. Dimana kita bisa memperoleh hal itu? Yesus mengatakan itu bisa kita peroleh di kamar kita. "Tetapi jika engkau berdoa, masuklah ke dalam kamarmu, tutuplah pintu dan berdoalah kepada Bapamu yang ada di tempat tersembunyi. Maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu." (Matius 6:6). Jesus said, our room actually can be a perfect solitude. Disanalah kita bisa benar-benar fokus tanpa terganggu oleh apapun. Hanya kita dengan Tuhan, just us and God alone. Itu waktu yang indah dimana kita bisa merenungkan kebaikanNya, mendengar apa kataNya kepada kita, dan berbicara dari hati ke hati tanpa harus terganggu atau terpecah konsentrasi dari hiruk pikuk yang biasa menyertai kita kemanapun kita berada. Menghadapi perjalanan kehidupan yang berat ini kita benar-benar butuh pegangan, dan di dalam kesunyian yang syahdu itu kita bisa mendapatkan pegangan lewat terbangunnya hubungan yang erat dan intim dengan Tuhan.
Kembali kepada ayat dalam Matius 6:6 di atas, perhatikan bagian penutupnya. "...Maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalas kepadamu." Tuhan menghargai keseriusan kita dalam berhadapan denganNya. Dia bisa melihat apakah kita benar-benar fokus dengan sungguh-sungguh atau melakukannya sambil lalu saja. Salahkah jika kita berdoa atau terhubung dengan Tuhan saat sedang berada di tengah keramaian, atau misalnya sambil mengemudi? Tentu tidak. Kita bisa kapan saja berdoa dan berhubungan dengan Tuhan. Dia selalu membuka diri untuk itu. Tapi perhatikanlah bahwa Tuhan akan sangat menghargai jika dalam 24 jam ada waktu-waktu khusus yang kita dedikasikan kepadaNya, atas dasar kerinduan dan kasih kita kepadaNya.
Ambil contoh sederhana saja. Tidakkah anda lebih senang apabila orang yang berbicara dengan anda benar-benar fokus kepada anda? Dan sebaliknya, tidakkah anda kesal jika lawan bicara anda mendengar sambil lalu saja sembari mengutak-atik telepon genggamnya, sambil mengetik/menulis atau sambil melakukan hal-hal lainnya? Kalau kita tidak suka diperlakukan seperti itu, kenapa kita harus berbuat itu terhadap Tuhan? Maka dari ayat ini kita bisa jelas melihat bagaimana cara yang baik untuk menjalin hubungan yang erat dengan Tuhan. Dan Tuhan akan membalas kepada kita. Itu jelas dikatakan oleh ayat ini. Bukan untuk melarang kita berhubungan denganNya di waktu-waktu lain, tetapi untuk mengajarkan kita untuk menaruh hormat yang pantas dengan meluangkan waktu secara khusus untuk berdiam dalam persekutuan yang erat dan indah dengan Bapa.
(bersambung)
Saturday, July 18, 2015
Yesus Mengetuk Pintu Tak Bergagang (2)
(sambungan)
Pada kesempatan lain ada juga kisah Zakheus, yang juga seorang pemungut cukai (Lukas 19:1-10). Kali ini bukan cuma makan, tapi Yesus menumpang di rumahnya. (ay 5). Penerimaan Zakheus dan seisi rumahnya terhadap Yesus membuahkan pertobatan. Cibiran dan cercaan sempat dialamatkan oleh orang yang melihat itu terhadap Yesus, tapi Yesus menjawabnya demikian: "Kata Yesus kepadanya: "Hari ini telah terjadi keselamatan kepada rumah ini, karena orang inipun anak Abraham. Sebab Anak Manusia datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang." (ay 9-10). Tepatlah seperti itu, karena keselamatan segera hadir di dalam rumah Zakheus pada saat itu juga.
Ada pula kisah seorang Farisi yang mengundang Yesus untuk makan ke rumahnya, dan Yesus menerima undangan tersebut. (Lukas 7:36-50). Di sana Yesus bertemu dengan seorang wanita yang terkenal sebagai orang berdosa (ay 37) yang kemudian mendapat pengampunan (ay 48).
Kita lihat berkali-kali Yesus mendapat kesempatan untuk masuk ke rumah orang berdosa. Yesus tidak pernah menolak undangan, malah beberapa kali menawarkan diriNya sendiri untuk masuk ke rumah mereka, dan kedatangan Yesus itu berbuah pertobatan.
Jika Yesus tidak pernah menolak undangan manusia, termasuk atau terutama orang-orang yang berdosa sekalipun pada saat Dia ada di dunia, maka saat ini pun Yesus tidak akan menolak undangan anda juga! Dia pasti menerima dengan senang hati. Dia bahkan masih mengetuk pintu hati setiap orang dan akan senang sekali seandainya ada yang mendengar dan menyambutNya, mempersilahkan masuk dan duduk dalam perjamuan bersamaNya. Yesus mengetuk hati semua manusia, tapi hanya orang-orang yang mendengar suaraNya lah yang akan membukakan pintu, dan hanya yang membuka pintu hatinya lah yang bisa menerima anugerah keselamatan sebagai bentuk dari kasih karunia Allah yang begitu besar.
Siapapun anda, sebesar apapun dosa yang pernah anda perbuat, Yesus tetap mau datang dan siap memurnikan anda dari segala kecemaran di masa lalu. Semua orang punya kesempatan yang sama untuk selamat, tapi hanya mereka yang mendengar suaraNya dan mau membukakan pintu lah yang menerimanya. Seperti seorang tabib, Dia datang untuk menyembuhkan penyakit-penyakit yang siap membinasakan kita, Dia hadir untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang.
Pandanglah sekali lagi gambar dalam renungan kali ini dan renungkan baik-baik apa yang digambarkan disana. Ya, Yesus saat ini tengah mengetuk hati anda dan mengharapkan anda mendengar suaraNya dan menerima kehadiranNya di dalam dengan senang hati.
Apakah Yesus sudah hadir dalam hati anda saat ini? Jika belum, apakah anda mendengar Dia yang tengah mengetuk pintu hati anda lalu mau mempersilahkanNya masuk? Atau anda masih tidak peduli dengan Yesus yang menunggu dengan sabar sambil mengetuk pintu agar anda mengetahui kehadiranNya tepat di depan pintu hati anda? Bukakanlah pintu hati anda agar Yesus dapat masuk. Keselamatan juga menjadi kasih karunia Tuhan yang luar biasa buat semua manusia bisa menjadi milik anda juga, tak peduli siapapun anda dan apa latar belakang anda.
He's knocking, do you hear Him and would you let Him in?
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Pada kesempatan lain ada juga kisah Zakheus, yang juga seorang pemungut cukai (Lukas 19:1-10). Kali ini bukan cuma makan, tapi Yesus menumpang di rumahnya. (ay 5). Penerimaan Zakheus dan seisi rumahnya terhadap Yesus membuahkan pertobatan. Cibiran dan cercaan sempat dialamatkan oleh orang yang melihat itu terhadap Yesus, tapi Yesus menjawabnya demikian: "Kata Yesus kepadanya: "Hari ini telah terjadi keselamatan kepada rumah ini, karena orang inipun anak Abraham. Sebab Anak Manusia datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang." (ay 9-10). Tepatlah seperti itu, karena keselamatan segera hadir di dalam rumah Zakheus pada saat itu juga.
Ada pula kisah seorang Farisi yang mengundang Yesus untuk makan ke rumahnya, dan Yesus menerima undangan tersebut. (Lukas 7:36-50). Di sana Yesus bertemu dengan seorang wanita yang terkenal sebagai orang berdosa (ay 37) yang kemudian mendapat pengampunan (ay 48).
Kita lihat berkali-kali Yesus mendapat kesempatan untuk masuk ke rumah orang berdosa. Yesus tidak pernah menolak undangan, malah beberapa kali menawarkan diriNya sendiri untuk masuk ke rumah mereka, dan kedatangan Yesus itu berbuah pertobatan.
Jika Yesus tidak pernah menolak undangan manusia, termasuk atau terutama orang-orang yang berdosa sekalipun pada saat Dia ada di dunia, maka saat ini pun Yesus tidak akan menolak undangan anda juga! Dia pasti menerima dengan senang hati. Dia bahkan masih mengetuk pintu hati setiap orang dan akan senang sekali seandainya ada yang mendengar dan menyambutNya, mempersilahkan masuk dan duduk dalam perjamuan bersamaNya. Yesus mengetuk hati semua manusia, tapi hanya orang-orang yang mendengar suaraNya lah yang akan membukakan pintu, dan hanya yang membuka pintu hatinya lah yang bisa menerima anugerah keselamatan sebagai bentuk dari kasih karunia Allah yang begitu besar.
Siapapun anda, sebesar apapun dosa yang pernah anda perbuat, Yesus tetap mau datang dan siap memurnikan anda dari segala kecemaran di masa lalu. Semua orang punya kesempatan yang sama untuk selamat, tapi hanya mereka yang mendengar suaraNya dan mau membukakan pintu lah yang menerimanya. Seperti seorang tabib, Dia datang untuk menyembuhkan penyakit-penyakit yang siap membinasakan kita, Dia hadir untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang.
Pandanglah sekali lagi gambar dalam renungan kali ini dan renungkan baik-baik apa yang digambarkan disana. Ya, Yesus saat ini tengah mengetuk hati anda dan mengharapkan anda mendengar suaraNya dan menerima kehadiranNya di dalam dengan senang hati.
Apakah Yesus sudah hadir dalam hati anda saat ini? Jika belum, apakah anda mendengar Dia yang tengah mengetuk pintu hati anda lalu mau mempersilahkanNya masuk? Atau anda masih tidak peduli dengan Yesus yang menunggu dengan sabar sambil mengetuk pintu agar anda mengetahui kehadiranNya tepat di depan pintu hati anda? Bukakanlah pintu hati anda agar Yesus dapat masuk. Keselamatan juga menjadi kasih karunia Tuhan yang luar biasa buat semua manusia bisa menjadi milik anda juga, tak peduli siapapun anda dan apa latar belakang anda.
He's knocking, do you hear Him and would you let Him in?
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Friday, July 17, 2015
Yesus Mengetuk Pintu Tak Bergagang (1)
Ayat bacaan: Wahyu 3:20
====================
"Lihat, Aku berdiri di muka pintu dan mengetok; jikalau ada orang yang mendengar suara-Ku dan membukakan pintu, Aku akan masuk mendapatkannya dan Aku makan bersama-sama dengan dia, dan ia bersama-sama dengan Aku."
Suatu kali saya datang berkunjung ke rumah seorang teman lama. Lama saya mengetuk pintu rumah, tapi tidak ada yang membukakan. Sepertinya sedang tidak ada orang di rumah. Saya pun mencoba meneleponnya, sesuatu yang mungkin tidak bisa kita lakukan sebelum ada teknologi telepon genggam seperti saat ini. Ternyata ia ada di rumah, tapi sedang berada jauh di taman belakang sehingga tidak mendengar ketukan saya. Satu hal yang pasti, saya tidak bisa masuk ke rumahnya apabila tidak ada yang membukakan pintu, meski saya sudah mengetuknya berulang-ulang. Kalau saya masih bisa masuk tanpa dibukakan pintu, itu maling namanya dan bukan tamu.
Sangatlah menarik apabila kita melihat lukisan yang didasarkan kepada Wahyu 3:20 yang saya jadikan ayat bacaan hari ini. Ada banyak versi lukisan, tetapi menariknya, hampir semua lukisan memiliki keanehan yang sama, yaitu bahwa pintu yang diketuk Yesus tidak punya gagang pintu di luar. Saya yakin itu bukanlah suatu kebetulan dan pasti ada alasannya. Ayat dalam Wahyu tersebut berbunyi: "Lihat, Aku berdiri di muka pintu dan mengetok; jikalau ada orang yang mendengar suara-Ku dan membukakan pintu, Aku akan masuk mendapatkannya dan Aku makan bersama-sama dengan dia, dan ia bersama-sama dengan Aku."
Secara jelas Yesus mengatakan bahwa Dia akan berdiri di muka pintu hati setiap orang dan mengetuknya. Dia tidak akan membuka sendiri karena semua itu tergantung kita, apakah kita mendengar suaraNya memanggil lalu tergantung pula apakah kita mau membukakan pintu hati kita supaya Yesus masuk. Yesus tidak akan memaksa, tetapi ketahuilah bahwa karya penebusan yang Dia lakukan itu bukan hanya untuk segelintir orang melainkan ditujukan untuk seluruh manusia. Bukan saja Yesus harus mengalami segala penyiksaan sampai pembunuhan mengerikan demi menebus kita, tetapi Dia pun kemudian mengetuk pintu hati kita masing-masing agar kita masuk ke dalam Perjamuan Nya yang kudus. Bukankah itu suatu bentuk kasih yang luar biasa besarnya bagi kita? Sulit sekali membayangkan ada manusia yang bisa memiliki kasih sebesar itu, tapi seperti itulah hati Allah yang ingin kita semua selamat tanpa terkecuali.
Mengapa kita bisa sepenting itu? Semua manusia di dunia ini berasal dari buah karya "masterpiece" Tuhan sendiri yang sungguh berarti bagiNya. Begitu berarti, sehingga manusia telah dilukiskan pada telapak tangan Tuhan dan tetap berada di ruang mataNya, dalam jarak pandangNya. (Yesaya 49:16). Dosa dan pelanggaran kita boleh saja besar di masa lalu, namun Tuhan tetap membukakan pintu pengampunan lebar-lebar. Dia sudah menyediakan keselamatan dan akan terus mengetuk hati kita agar mau menerima anugerah besar itu. Bukankah aneh dan keterlaluan kalau kita masih menampik dan membiarkan Tuhan lama diluar dan memaksanya beranjak pergi meninggalkan kita?
Ada banyak ayat yang menggambarkan bagaimana sikap Yesus terhadap undangan manusia, termasuk orang-orang yang berdosa. Alkitab mencatat beberapa kejadian yang berhubungan dengan kesediaan Yesus memenuhi undangan orang berdosa tersebut. Salah satunya adalah saat Yesus memenuhi undangan makan di rumah Matius seorang pemungut cukai. (Matius 9:9-13) Pada saat itu bukan saja Matius yang hadir, tapi ada banyak pula pemungut cukai lainnya yang hadir, termasuk orang-orang berdosa. Ayatnya berbunyi demikian: "Kemudian ketika Yesus makan di rumah Matius, datanglah banyak pemungut cukai dan orang berdosa dan makan bersama-sama dengan Dia dan murid-murid-Nya." (ay 10).
Orang Farisi melihat hal itu dan mulai mempertanyakan sikap Yesus. Sebagai manusia-manusia yang merasa paling suci, mereka tentu merasa najis untuk masuk ke dalam rumah orang yang dicap berdosa, apalagi kalau sampai makan segala bersama mereka. Tapi Yesus menjawab : "Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit." (ay 12). Dan Yesus menutup perkataanNya dengan sebuah ajakan untuk merenung: "Jadi pergilah dan pelajarilah arti firman ini: Yang Kukehendaki ialah belas kasihan dan bukan persembahan, karena Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa." (ay 13).
(bersambung)
====================
"Lihat, Aku berdiri di muka pintu dan mengetok; jikalau ada orang yang mendengar suara-Ku dan membukakan pintu, Aku akan masuk mendapatkannya dan Aku makan bersama-sama dengan dia, dan ia bersama-sama dengan Aku."
Suatu kali saya datang berkunjung ke rumah seorang teman lama. Lama saya mengetuk pintu rumah, tapi tidak ada yang membukakan. Sepertinya sedang tidak ada orang di rumah. Saya pun mencoba meneleponnya, sesuatu yang mungkin tidak bisa kita lakukan sebelum ada teknologi telepon genggam seperti saat ini. Ternyata ia ada di rumah, tapi sedang berada jauh di taman belakang sehingga tidak mendengar ketukan saya. Satu hal yang pasti, saya tidak bisa masuk ke rumahnya apabila tidak ada yang membukakan pintu, meski saya sudah mengetuknya berulang-ulang. Kalau saya masih bisa masuk tanpa dibukakan pintu, itu maling namanya dan bukan tamu.
Sangatlah menarik apabila kita melihat lukisan yang didasarkan kepada Wahyu 3:20 yang saya jadikan ayat bacaan hari ini. Ada banyak versi lukisan, tetapi menariknya, hampir semua lukisan memiliki keanehan yang sama, yaitu bahwa pintu yang diketuk Yesus tidak punya gagang pintu di luar. Saya yakin itu bukanlah suatu kebetulan dan pasti ada alasannya. Ayat dalam Wahyu tersebut berbunyi: "Lihat, Aku berdiri di muka pintu dan mengetok; jikalau ada orang yang mendengar suara-Ku dan membukakan pintu, Aku akan masuk mendapatkannya dan Aku makan bersama-sama dengan dia, dan ia bersama-sama dengan Aku."
Secara jelas Yesus mengatakan bahwa Dia akan berdiri di muka pintu hati setiap orang dan mengetuknya. Dia tidak akan membuka sendiri karena semua itu tergantung kita, apakah kita mendengar suaraNya memanggil lalu tergantung pula apakah kita mau membukakan pintu hati kita supaya Yesus masuk. Yesus tidak akan memaksa, tetapi ketahuilah bahwa karya penebusan yang Dia lakukan itu bukan hanya untuk segelintir orang melainkan ditujukan untuk seluruh manusia. Bukan saja Yesus harus mengalami segala penyiksaan sampai pembunuhan mengerikan demi menebus kita, tetapi Dia pun kemudian mengetuk pintu hati kita masing-masing agar kita masuk ke dalam Perjamuan Nya yang kudus. Bukankah itu suatu bentuk kasih yang luar biasa besarnya bagi kita? Sulit sekali membayangkan ada manusia yang bisa memiliki kasih sebesar itu, tapi seperti itulah hati Allah yang ingin kita semua selamat tanpa terkecuali.
Mengapa kita bisa sepenting itu? Semua manusia di dunia ini berasal dari buah karya "masterpiece" Tuhan sendiri yang sungguh berarti bagiNya. Begitu berarti, sehingga manusia telah dilukiskan pada telapak tangan Tuhan dan tetap berada di ruang mataNya, dalam jarak pandangNya. (Yesaya 49:16). Dosa dan pelanggaran kita boleh saja besar di masa lalu, namun Tuhan tetap membukakan pintu pengampunan lebar-lebar. Dia sudah menyediakan keselamatan dan akan terus mengetuk hati kita agar mau menerima anugerah besar itu. Bukankah aneh dan keterlaluan kalau kita masih menampik dan membiarkan Tuhan lama diluar dan memaksanya beranjak pergi meninggalkan kita?
Ada banyak ayat yang menggambarkan bagaimana sikap Yesus terhadap undangan manusia, termasuk orang-orang yang berdosa. Alkitab mencatat beberapa kejadian yang berhubungan dengan kesediaan Yesus memenuhi undangan orang berdosa tersebut. Salah satunya adalah saat Yesus memenuhi undangan makan di rumah Matius seorang pemungut cukai. (Matius 9:9-13) Pada saat itu bukan saja Matius yang hadir, tapi ada banyak pula pemungut cukai lainnya yang hadir, termasuk orang-orang berdosa. Ayatnya berbunyi demikian: "Kemudian ketika Yesus makan di rumah Matius, datanglah banyak pemungut cukai dan orang berdosa dan makan bersama-sama dengan Dia dan murid-murid-Nya." (ay 10).
Orang Farisi melihat hal itu dan mulai mempertanyakan sikap Yesus. Sebagai manusia-manusia yang merasa paling suci, mereka tentu merasa najis untuk masuk ke dalam rumah orang yang dicap berdosa, apalagi kalau sampai makan segala bersama mereka. Tapi Yesus menjawab : "Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit." (ay 12). Dan Yesus menutup perkataanNya dengan sebuah ajakan untuk merenung: "Jadi pergilah dan pelajarilah arti firman ini: Yang Kukehendaki ialah belas kasihan dan bukan persembahan, karena Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa." (ay 13).
(bersambung)
Thursday, July 16, 2015
Kesempatan yang Sama (2)
(sambungan)
Perbedaan antara yang masuk ke dalam Kerajaan Allah dan yang tidak bukanlah tergantung dari apa yang terjadi di masa lalu, tapi dari bagaimana kita menyikapi hidup dan keputusan apa yang kita ambil pada saat ini. Apakah dengan menyesali penolakan kemudian berbalik untuk percaya atau tetap menolak. Para imam kepala dan pemimpin Yahudi itu tahu persis apa yang telah berulang kali dinubuatkan sebelumnya, karena mereka tentu mendalami apa yang sudah tertulis sebelumnya. Tetapi kenyataannya mereka tidak juga bisa percaya meski sudah langsung bertemu muka dengan Kristus. Sementara di sisi lain, orang-orang berlumur dosa mungkin hidup dalam kegelapan sepanjang hidupnya, namun ketika mereka membuka hati mereka dan bertobat, mau mempercayakan hidup mereka sepenuhnya pada Yesus, maka Kerajaan Allah pun menjadi bagian dari mereka.
Perumpamaan ini mengajarkan hal penting bagi kita. Yaitu, bahwa setiap orang, yang berlumur dosa sekotor apapun tetap diberikan kesempatan untuk mendapatkan janji Tuhan akan keselamatan dan menjadi bagian dalam Kerajaan Allah. Ada begitu banyak contoh lain mengenai hal ini, misalnya kisah perumpamaan mengenai orang Farisi dengan pemungut cukai (Lukas 18:9-14). Ketika keduanya masuk ke bait Allah, ada perbedaan nyata dari sikap hati keduanya. Sementara orang Farisi menyombongkan kerajinannya beribadah dan tata cara hidupnya yang dianggapnya paling benar, pemungut cukai merendahkan dirinya habis-habisan. "Tetapi pemungut cukai itu berdiri jauh-jauh, bahkan ia tidak berani menengadah ke langit, melainkan ia memukul diri dan berkata: Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini" (ay 13). Pemungut cukai lah yang akhirnya pulang sebagai orang yang dibenarkan. (ay 14). Sementara mengenai wanita pelacur, kemarin kita sudah melihat bagaimana Rahab yang awalnya merupakan wanita tuna susila kemudian menjadi satu dari sederet pahlawan iman lainnya sekaliber Musa, Abraham, Yusuf dan lain-lain lewat imannya.
Semua orang dapat kesempatan yang sama tanpa terkecuali untuk bertobat. Tidak terkecuali pendosa seperti wanita pelacur atau pemungut cukai sekalipun, yang biasanya akan mendapatkan stereotipe negatif dari masyarakat. Asalkan mereka menyesali perbuatan-perbuatan mereka dan memilih untuk kembali kepada Tuhan, hidup sesuai firmanNya dan tentunya percaya kepada Kristus, maka mereka pun mempunyai kesempatan yang sama untuk mendapatkan bagian di Kerajaan Allah. Kenyataannya, justru kepada kita yang berlumur dosa inilah Yesus datang. "Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, tetapi orang berdosa, supaya mereka bertobat." (Lukas 5:32). Dia sudah menyerahkan nyawaNya sendiri untuk menebus dosa-dosa kita di atas kayu salib demi kita semua, agar kita bisa diselamatkan. Kesempatan diberikan secara luas kepada siapapun, tapi ingatlah bahwa kesempatan untuk itu tidak akan ada selamanya. "kata-Nya: "Waktunya telah genap; Kerajaan Allah sudah dekat. Bertobatlah dan percayalah kepada Injil!" (Markus 1:15).
Jangan terlena dengan status kita yang dirasa sudah "aman" ketika kita sudah menerima Kristus, lalu terlena dalam status kita dan lalai dalam menjalankan kewajiban-kewajiban kita seperti halnya anak sulung dalam perumpamaan tentang dua orang anak di atas. Seorang anak sulung bisa luput dari mendapatkan hak-haknya, sebaliknya yang tadinya bukan anak sulung bisa mendapat bagian apabila mereka menyadari kesalahan dan berbalik kepada yang benar.
Hendaklah kita terus menjaga diri kita dan terus berusaha hidup lebih taat lagi dari hari ke hari. Semua orang punya kesempatan yang sama, tidak peduli apapun latar belakang dan dosa-dosa di masa lalu. Kita yang sudah menyandang status sebagai anak sulung pun bisa terpeleset jika kita tidak berhati-hati. Hari ini mari kita semua melembutkan hati dan taat melakukan apa yang dikehendaki Allah untuk kita lakukan, agar kita semua bisa bersama-sama mendapat bagian dalam KerajaanNya.
Siapapun yang percaya dan melakukan Firman Tuhan akan mendapat tempat dalam Kerajaan Allah
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Perbedaan antara yang masuk ke dalam Kerajaan Allah dan yang tidak bukanlah tergantung dari apa yang terjadi di masa lalu, tapi dari bagaimana kita menyikapi hidup dan keputusan apa yang kita ambil pada saat ini. Apakah dengan menyesali penolakan kemudian berbalik untuk percaya atau tetap menolak. Para imam kepala dan pemimpin Yahudi itu tahu persis apa yang telah berulang kali dinubuatkan sebelumnya, karena mereka tentu mendalami apa yang sudah tertulis sebelumnya. Tetapi kenyataannya mereka tidak juga bisa percaya meski sudah langsung bertemu muka dengan Kristus. Sementara di sisi lain, orang-orang berlumur dosa mungkin hidup dalam kegelapan sepanjang hidupnya, namun ketika mereka membuka hati mereka dan bertobat, mau mempercayakan hidup mereka sepenuhnya pada Yesus, maka Kerajaan Allah pun menjadi bagian dari mereka.
Perumpamaan ini mengajarkan hal penting bagi kita. Yaitu, bahwa setiap orang, yang berlumur dosa sekotor apapun tetap diberikan kesempatan untuk mendapatkan janji Tuhan akan keselamatan dan menjadi bagian dalam Kerajaan Allah. Ada begitu banyak contoh lain mengenai hal ini, misalnya kisah perumpamaan mengenai orang Farisi dengan pemungut cukai (Lukas 18:9-14). Ketika keduanya masuk ke bait Allah, ada perbedaan nyata dari sikap hati keduanya. Sementara orang Farisi menyombongkan kerajinannya beribadah dan tata cara hidupnya yang dianggapnya paling benar, pemungut cukai merendahkan dirinya habis-habisan. "Tetapi pemungut cukai itu berdiri jauh-jauh, bahkan ia tidak berani menengadah ke langit, melainkan ia memukul diri dan berkata: Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini" (ay 13). Pemungut cukai lah yang akhirnya pulang sebagai orang yang dibenarkan. (ay 14). Sementara mengenai wanita pelacur, kemarin kita sudah melihat bagaimana Rahab yang awalnya merupakan wanita tuna susila kemudian menjadi satu dari sederet pahlawan iman lainnya sekaliber Musa, Abraham, Yusuf dan lain-lain lewat imannya.
Semua orang dapat kesempatan yang sama tanpa terkecuali untuk bertobat. Tidak terkecuali pendosa seperti wanita pelacur atau pemungut cukai sekalipun, yang biasanya akan mendapatkan stereotipe negatif dari masyarakat. Asalkan mereka menyesali perbuatan-perbuatan mereka dan memilih untuk kembali kepada Tuhan, hidup sesuai firmanNya dan tentunya percaya kepada Kristus, maka mereka pun mempunyai kesempatan yang sama untuk mendapatkan bagian di Kerajaan Allah. Kenyataannya, justru kepada kita yang berlumur dosa inilah Yesus datang. "Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, tetapi orang berdosa, supaya mereka bertobat." (Lukas 5:32). Dia sudah menyerahkan nyawaNya sendiri untuk menebus dosa-dosa kita di atas kayu salib demi kita semua, agar kita bisa diselamatkan. Kesempatan diberikan secara luas kepada siapapun, tapi ingatlah bahwa kesempatan untuk itu tidak akan ada selamanya. "kata-Nya: "Waktunya telah genap; Kerajaan Allah sudah dekat. Bertobatlah dan percayalah kepada Injil!" (Markus 1:15).
Jangan terlena dengan status kita yang dirasa sudah "aman" ketika kita sudah menerima Kristus, lalu terlena dalam status kita dan lalai dalam menjalankan kewajiban-kewajiban kita seperti halnya anak sulung dalam perumpamaan tentang dua orang anak di atas. Seorang anak sulung bisa luput dari mendapatkan hak-haknya, sebaliknya yang tadinya bukan anak sulung bisa mendapat bagian apabila mereka menyadari kesalahan dan berbalik kepada yang benar.
Hendaklah kita terus menjaga diri kita dan terus berusaha hidup lebih taat lagi dari hari ke hari. Semua orang punya kesempatan yang sama, tidak peduli apapun latar belakang dan dosa-dosa di masa lalu. Kita yang sudah menyandang status sebagai anak sulung pun bisa terpeleset jika kita tidak berhati-hati. Hari ini mari kita semua melembutkan hati dan taat melakukan apa yang dikehendaki Allah untuk kita lakukan, agar kita semua bisa bersama-sama mendapat bagian dalam KerajaanNya.
Siapapun yang percaya dan melakukan Firman Tuhan akan mendapat tempat dalam Kerajaan Allah
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Wednesday, July 15, 2015
Kesempatan yang Sama (1)
Ayat bacaan: Matius 21:31
=====================
"Siapakah di antara kedua orang itu yang melakukan kehendak ayahnya?" Jawab mereka: "Yang terakhir." Kata Yesus kepada mereka: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya pemungut-pemungut cukai dan perempuan-perempuan sundal akan mendahului kamu masuk ke dalam Kerajaan Allah."
Ada seseorang yang cukup punya nama sekitar tahun lalu mengagetkan banyak orang karena tiba-tiba secara jelas menunjukkan keimanannya kepada Yesus di sebuah jejaring sosial miliknya. Saya pun termasuk yang kaget, terutama karena saya tahu betapa sinisnya ia kepada iman kekristenan di waktu lalu. Ia bisa mengeluarkan kata-kata menyindir begitu saja tanpa alasan jelas, menolak tampil bersama rekan-rekannya yang berbeda keyakinan dan berbagai bentuk sikap lain. Karena itulah saya terkejut ketika melihat fotonya saat dibaptis. Ketika saya tanyakan, ia bercerita bahwa sepanjang hidupnya ia merasakan kekosongan yang membuat sikap sinis mudah muncul dalam dirinya. Ditambah lagi bentuk-bentuk ajaran yang ditanamkan sejak kecil bahwa ia tidak boleh berteman; kalau tidak memusuhi; orang yang berbeda keyakinan. Ia menjadi pembenci dan itu membuat dirinya semakin jauh dari rasa bahagia, meski secara finansial ia bisa dikatakan lebih dari cukup. Dan sekarang ia merasakan sebuah transformasi menyeluruh yang prosesnya berlangsung relatif cepat. Saat saya tanyakan apakah ia tidak takut dihujat oleh kerabat atau masyarakat, ia berkata "untuk apa takut? saya hanya takut kepada Tuhan. Supaya kamu tahu, sikap kasar seperti itulah yang membuat saya akhirnya mencari tahu seperti apa hidup dalam Kristus dan kemudian memutuskan untuk mengikutiNya." Ia sudah tidak muda lagi, bahkan sudah memasuki masa senja. Tapi ternyata kesempatan untuk beroleh keselamatan tetap terbuka baginya dan keputusannya membawanya untuk menerima semua yang telah diperjuangkan Kristus lewat karya penebusanNya dua ribuan tahun lalu.
Secara logika, ia bukanlah termasuk orang yang mungkin untuk mengenal kebenaran, mengacu kepada sikap-sikap yang ia tunjukkan dahulu. Tidak pernah dibayangkan kalau ia ternyata menerima anugerah keselamatan. Pada sisi lain, ada banyak orang yang mungkin menganggap dirinya sudah terlalu jauh jatuh ke dalam dosa sehingga pintu kesempatan untuk selamat tidak akan mungkin lagi dibukakan baginya. Tapi dengarlah, siapapun bisa mendapatkan keselamatan selama orang itu mau mempergunakan kesempatan yang masih ada untuk berbalik jalan, mengakui semua perkara di hadapan Tuhan dan bertobat dengan kesungguhan hati yang utuh.
Mungkin ada banyak di antara kita yang terlalu mudah menghakimi orang lain, menganggap bahwa dosa mereka jauh lebih besar dari kita, sehingga terburu-buru menganggap bahwa mereka sudah pasti berakhir di sisi yang lain. Kita menganggap si A mungkin, si B tidak mungkin menurut pemikiran kita sendiri. Pada kenyataannya saya sudah menyaksikan begitu banyak orang-orang yang termasuk dalam kategori 'tidak mungkin' ini kemudian mengalami anugerah besar untuk mengenal Kristus dan menerimaNya sebagai Tuhan dan Juru Selamat. Paulus kalau dilihat dari track recordnya juga sulit dibayangkan bisa bertobat, tetapi bukan saja ia berbalik kepada terang, tetapi ia pun menjadi salah satu tokoh yang paling berpengaruh dalam keimanan Kristen. Sulit dibayangkan apa jadinya apabila tidak ada Paulus. Dia bukan seperti Timotius yang memang sudah mengenal Kristus sejak masa mudanya, tapi meski masa lalunya kelam, Paulus juga ternyata mendapat kesempatan yang sama untuk selamat. Keputusannya untuk membaktikan sisa hidupnya kepada penyebaran berita keselamatan hingga menyentuh daerah-daerah yang jauh dari asalnya menjadi sebuah keputusan yang dampaknya masih kita rasakan hingga hari ini.
Saya tertarik untuk mengangkat sebuah perumpamaan singkat namun dalam maknanya yang disampaikan oleh Yesus sendiri, yaitu perumpamaan tentang dua orang anak. Tuhan Yesus memberikan perumpamaan ini di hadapan para imam-imam kepala dan pemimpin Yahudi yang merasa diri mereka paling alim di antara yang lainnya, yang begitu mudahnya menghakimi orang lain.
Yesus berkata demikian: "Tetapi apakah pendapatmu tentang ini: Seorang mempunyai dua anak laki-laki. Ia pergi kepada anak yang sulung dan berkata: Anakku, pergi dan bekerjalah hari ini dalam kebun anggur." (Matius 21:28). Inilah pembuka perumpamaan itu. Ketika anak sulung itu diminta untuk bekerja di kebun anggur, ternyata anak sulung itu menolak. (ay 29). Mungkin anak sulung menganggap bahwa sebagai anak tertua ia sudah pasti mendapatkan segalanya sehingga ia tidak perlu lagi repot-repot mengusahakan sendiri. Anak sulung itu tentu tahu ia wajib melakukan kehendak ayahnya, tapi ia tidak melakukannya karena merasa dirinya sudah aman. Lalu sang ayah mendatangi anak keduanya dan mengulangi permintaannya. Tanggapan si anak kedua ternyata berbeda. Mulanya menolak, namun kemudian ia menyesal dan menuruti permintaan ayahnya. "Lalu orang itu pergi kepada anak yang kedua dan berkata demikian juga. Dan anak itu menjawab: Aku tidak mau. Tetapi kemudian ia menyesal lalu pergi juga." (ay 30). Ada perbedaan nyata antara sikap keduanya. Yesus pun kemudian menanyakan pendapat para imam dan tua-tua Yahudi: "Siapakah di antara kedua orang itu yang melakukan kehendak ayahnya?" Jawab mereka: "Yang terakhir." Kata Yesus kepada mereka: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya pemungut-pemungut cukai dan perempuan-perempuan sundal akan mendahului kamu masuk ke dalam Kerajaan Allah." (ay 31). Mengapa? Inilah sebabnya: "Sebab Yohanes datang untuk menunjukkan jalan kebenaran kepadamu, dan kamu tidak percaya kepadanya. Tetapi pemungut-pemungut cukai dan perempuan-perempuan sundal percaya kepadanya. Dan meskipun kamu melihatnya, tetapi kemudian kamu tidak menyesal dan kamu tidak juga percaya kepadanya." (ay 32).
(bersambung)
=====================
"Siapakah di antara kedua orang itu yang melakukan kehendak ayahnya?" Jawab mereka: "Yang terakhir." Kata Yesus kepada mereka: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya pemungut-pemungut cukai dan perempuan-perempuan sundal akan mendahului kamu masuk ke dalam Kerajaan Allah."
Ada seseorang yang cukup punya nama sekitar tahun lalu mengagetkan banyak orang karena tiba-tiba secara jelas menunjukkan keimanannya kepada Yesus di sebuah jejaring sosial miliknya. Saya pun termasuk yang kaget, terutama karena saya tahu betapa sinisnya ia kepada iman kekristenan di waktu lalu. Ia bisa mengeluarkan kata-kata menyindir begitu saja tanpa alasan jelas, menolak tampil bersama rekan-rekannya yang berbeda keyakinan dan berbagai bentuk sikap lain. Karena itulah saya terkejut ketika melihat fotonya saat dibaptis. Ketika saya tanyakan, ia bercerita bahwa sepanjang hidupnya ia merasakan kekosongan yang membuat sikap sinis mudah muncul dalam dirinya. Ditambah lagi bentuk-bentuk ajaran yang ditanamkan sejak kecil bahwa ia tidak boleh berteman; kalau tidak memusuhi; orang yang berbeda keyakinan. Ia menjadi pembenci dan itu membuat dirinya semakin jauh dari rasa bahagia, meski secara finansial ia bisa dikatakan lebih dari cukup. Dan sekarang ia merasakan sebuah transformasi menyeluruh yang prosesnya berlangsung relatif cepat. Saat saya tanyakan apakah ia tidak takut dihujat oleh kerabat atau masyarakat, ia berkata "untuk apa takut? saya hanya takut kepada Tuhan. Supaya kamu tahu, sikap kasar seperti itulah yang membuat saya akhirnya mencari tahu seperti apa hidup dalam Kristus dan kemudian memutuskan untuk mengikutiNya." Ia sudah tidak muda lagi, bahkan sudah memasuki masa senja. Tapi ternyata kesempatan untuk beroleh keselamatan tetap terbuka baginya dan keputusannya membawanya untuk menerima semua yang telah diperjuangkan Kristus lewat karya penebusanNya dua ribuan tahun lalu.
Secara logika, ia bukanlah termasuk orang yang mungkin untuk mengenal kebenaran, mengacu kepada sikap-sikap yang ia tunjukkan dahulu. Tidak pernah dibayangkan kalau ia ternyata menerima anugerah keselamatan. Pada sisi lain, ada banyak orang yang mungkin menganggap dirinya sudah terlalu jauh jatuh ke dalam dosa sehingga pintu kesempatan untuk selamat tidak akan mungkin lagi dibukakan baginya. Tapi dengarlah, siapapun bisa mendapatkan keselamatan selama orang itu mau mempergunakan kesempatan yang masih ada untuk berbalik jalan, mengakui semua perkara di hadapan Tuhan dan bertobat dengan kesungguhan hati yang utuh.
Mungkin ada banyak di antara kita yang terlalu mudah menghakimi orang lain, menganggap bahwa dosa mereka jauh lebih besar dari kita, sehingga terburu-buru menganggap bahwa mereka sudah pasti berakhir di sisi yang lain. Kita menganggap si A mungkin, si B tidak mungkin menurut pemikiran kita sendiri. Pada kenyataannya saya sudah menyaksikan begitu banyak orang-orang yang termasuk dalam kategori 'tidak mungkin' ini kemudian mengalami anugerah besar untuk mengenal Kristus dan menerimaNya sebagai Tuhan dan Juru Selamat. Paulus kalau dilihat dari track recordnya juga sulit dibayangkan bisa bertobat, tetapi bukan saja ia berbalik kepada terang, tetapi ia pun menjadi salah satu tokoh yang paling berpengaruh dalam keimanan Kristen. Sulit dibayangkan apa jadinya apabila tidak ada Paulus. Dia bukan seperti Timotius yang memang sudah mengenal Kristus sejak masa mudanya, tapi meski masa lalunya kelam, Paulus juga ternyata mendapat kesempatan yang sama untuk selamat. Keputusannya untuk membaktikan sisa hidupnya kepada penyebaran berita keselamatan hingga menyentuh daerah-daerah yang jauh dari asalnya menjadi sebuah keputusan yang dampaknya masih kita rasakan hingga hari ini.
Saya tertarik untuk mengangkat sebuah perumpamaan singkat namun dalam maknanya yang disampaikan oleh Yesus sendiri, yaitu perumpamaan tentang dua orang anak. Tuhan Yesus memberikan perumpamaan ini di hadapan para imam-imam kepala dan pemimpin Yahudi yang merasa diri mereka paling alim di antara yang lainnya, yang begitu mudahnya menghakimi orang lain.
Yesus berkata demikian: "Tetapi apakah pendapatmu tentang ini: Seorang mempunyai dua anak laki-laki. Ia pergi kepada anak yang sulung dan berkata: Anakku, pergi dan bekerjalah hari ini dalam kebun anggur." (Matius 21:28). Inilah pembuka perumpamaan itu. Ketika anak sulung itu diminta untuk bekerja di kebun anggur, ternyata anak sulung itu menolak. (ay 29). Mungkin anak sulung menganggap bahwa sebagai anak tertua ia sudah pasti mendapatkan segalanya sehingga ia tidak perlu lagi repot-repot mengusahakan sendiri. Anak sulung itu tentu tahu ia wajib melakukan kehendak ayahnya, tapi ia tidak melakukannya karena merasa dirinya sudah aman. Lalu sang ayah mendatangi anak keduanya dan mengulangi permintaannya. Tanggapan si anak kedua ternyata berbeda. Mulanya menolak, namun kemudian ia menyesal dan menuruti permintaan ayahnya. "Lalu orang itu pergi kepada anak yang kedua dan berkata demikian juga. Dan anak itu menjawab: Aku tidak mau. Tetapi kemudian ia menyesal lalu pergi juga." (ay 30). Ada perbedaan nyata antara sikap keduanya. Yesus pun kemudian menanyakan pendapat para imam dan tua-tua Yahudi: "Siapakah di antara kedua orang itu yang melakukan kehendak ayahnya?" Jawab mereka: "Yang terakhir." Kata Yesus kepada mereka: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya pemungut-pemungut cukai dan perempuan-perempuan sundal akan mendahului kamu masuk ke dalam Kerajaan Allah." (ay 31). Mengapa? Inilah sebabnya: "Sebab Yohanes datang untuk menunjukkan jalan kebenaran kepadamu, dan kamu tidak percaya kepadanya. Tetapi pemungut-pemungut cukai dan perempuan-perempuan sundal percaya kepadanya. Dan meskipun kamu melihatnya, tetapi kemudian kamu tidak menyesal dan kamu tidak juga percaya kepadanya." (ay 32).
(bersambung)
Tuesday, July 14, 2015
Hati Bapa (3)
(sambungan)
Bentuk hati seperti itulah yang dimiliki Tuhan terhadap setiap orang yang terhilang. Itulah bentuk hatinya selagi kita masih bergelimang kesesatan dalam dunia ini. Dia tidak pernah ingin kita terus tersesat. Dia tetap mengasihi kita semua bahkan ketika kita masih terus berlumuran dosa. Satu bukti nyata betapa besarnya kasih Allah terhadap kita orang berdosa ini adalah dengan hadirnya Yesus agar kita semua tidak binasa melainkan layak untuk beroleh hidup yang kekal. (Yohanes 3:16). Satu hal yang perlu kita ketahui adalah benar bahwa Tuhan membenci dosa, tapi Dia tidak membenci orang berdosa. Dia terus berharap agar setiap orang yang tersesat bisa kembali ke jalanNya. Dia rindu melihat kita semua berbalik dari jalan-jalan yang salah untuk kembali kepangkuanNya.Dia rindu untuk menyambut 'kepulangan' kita.
Dalam Mazmur Daud pun hal ini dengan jelas dinyatakan. "Seperti bapa sayang kepada anak-anaknya, demikian TUHAN sayang kepada orang-orang yang takut akan Dia." (Mazmur 103:13). Hati Bapa yang penuh kasih dan penuh pengampunan seperti inilah yang mewarnai sikap Tuhan kepada kita semua. Bukankah ini luar biasa? Tuhan mengatakan bahwa Dia siap untuk membuang dosa kita sejauh timur dari barat (ay 12), melemparkannya jauh ke dalam tubir laut (Mikha 7:9), tidak lagi mengingat-ingat dosa kita (Yesaya 43:25) bahkan dikatakan siap untuk dibenarkan oleh Allah melalui Kristus. (2 Korintus 5:21). Bukan sekedar dipulihkan, diampuni, tapi malah dibenarkan. Hati Bapa adalah hati yang penuh belas kasih. Dia merindukan kita yang terlanjur hilang, dan berharap kita akan kembali kepadaNya. Itulah yang akan menyukacitakan hatiNya lebih dari apapun.
Apabila ada keraguan akan besar pengampunan Tuhan, berhati-hatilah karena dalam pola pemikiran seperti itu iblis akan berpesta pora membuat kita semakin parah sebagai tertuduh atau terdakwa. Itu adalah salah satu kesukaan iblis dalam menjatuhkan kita sekaligus menjauhkan kita dari Tuhan. Ada banyak orang yang menganggap Tuhan sebagai Sosok yang kejam, yang tidak akan segan-segan menghukum kita habis-habisan. Dalam hal tertentu Tuhan memang akan menghukum manusia yang tidak juga bertobat hingga kesempatannya habis. Tapi apakah Tuhan senang dengan itu? Apakah Dia tertawa puas melihat kita disiksa di dalam api neraka?
Sama sekali tidak. Tuhan bukanlah figur beringas, kejam dan penuh kebencian. Dia adalah Bapa yang penuh kasih. Tuhan akan sangat sedih jika sampai kita berakhir di sana. HatiNya akan menangis perih. Dia sudah merelakan Yesus untuk turun ke dunia menyelamatkan kita, dan jika kita masih saja berakhir di ujung yang seburuk itu, maka semua pengorbanan Tuhan akan menjadi sia-sia. Hati Bapa adalah hati yang lembut yang mengasihi kita dengan begitu luar biasa besar.
Tidak ada kata terlambat untuk bertobat selagi kesempatan untuk itu masih ada. Hati Bapa adalah hati yang penuh belas kasih dan akan segera merangkul menyambut kita. sebuah pertobatan pribadi yang sungguh-sungguh akan disambut Allah dengan penuh sukacita bersama seisi surga. Disamping itu, ingat pula bahwa ada banyak orang yang sangat membutuhkan bentuk kasih seperti ini dalam masa-masa sulit mereka. Jangan sampai kita mengabaikan mereka. Alangkah bahagianya jika lebih banyak lagi orang yang akhirnya menemukan jalan menuju Bapa, disambut dengan berlari dan rangkulan penuh sukacita olehNya sendiri, dimana malaikat dan seisi Surga pun akan turut menyambut dengan bersorak sorai. Dan kita bisa berperan di dalamnya untuk mengantarkan mereka pulang menuju sambutan meriah dari Surga.
Jangan pernah berpikir bahwa anda sudah terlambat untuk bertobat, dan jangan abaikan mereka yang masih hilang. Ketahuilah seperti apa isi hati Bapa dan rasakan bersama-sama kehangatan sambutanNya dan pintu kemaafan dariNya yang begitu lembut dan penuh kasih.
Tuhan berlari menyambut kepulangan anak-anakNya dengan rangkulan, ciuman dan pesta besar
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Bentuk hati seperti itulah yang dimiliki Tuhan terhadap setiap orang yang terhilang. Itulah bentuk hatinya selagi kita masih bergelimang kesesatan dalam dunia ini. Dia tidak pernah ingin kita terus tersesat. Dia tetap mengasihi kita semua bahkan ketika kita masih terus berlumuran dosa. Satu bukti nyata betapa besarnya kasih Allah terhadap kita orang berdosa ini adalah dengan hadirnya Yesus agar kita semua tidak binasa melainkan layak untuk beroleh hidup yang kekal. (Yohanes 3:16). Satu hal yang perlu kita ketahui adalah benar bahwa Tuhan membenci dosa, tapi Dia tidak membenci orang berdosa. Dia terus berharap agar setiap orang yang tersesat bisa kembali ke jalanNya. Dia rindu melihat kita semua berbalik dari jalan-jalan yang salah untuk kembali kepangkuanNya.Dia rindu untuk menyambut 'kepulangan' kita.
Dalam Mazmur Daud pun hal ini dengan jelas dinyatakan. "Seperti bapa sayang kepada anak-anaknya, demikian TUHAN sayang kepada orang-orang yang takut akan Dia." (Mazmur 103:13). Hati Bapa yang penuh kasih dan penuh pengampunan seperti inilah yang mewarnai sikap Tuhan kepada kita semua. Bukankah ini luar biasa? Tuhan mengatakan bahwa Dia siap untuk membuang dosa kita sejauh timur dari barat (ay 12), melemparkannya jauh ke dalam tubir laut (Mikha 7:9), tidak lagi mengingat-ingat dosa kita (Yesaya 43:25) bahkan dikatakan siap untuk dibenarkan oleh Allah melalui Kristus. (2 Korintus 5:21). Bukan sekedar dipulihkan, diampuni, tapi malah dibenarkan. Hati Bapa adalah hati yang penuh belas kasih. Dia merindukan kita yang terlanjur hilang, dan berharap kita akan kembali kepadaNya. Itulah yang akan menyukacitakan hatiNya lebih dari apapun.
Apabila ada keraguan akan besar pengampunan Tuhan, berhati-hatilah karena dalam pola pemikiran seperti itu iblis akan berpesta pora membuat kita semakin parah sebagai tertuduh atau terdakwa. Itu adalah salah satu kesukaan iblis dalam menjatuhkan kita sekaligus menjauhkan kita dari Tuhan. Ada banyak orang yang menganggap Tuhan sebagai Sosok yang kejam, yang tidak akan segan-segan menghukum kita habis-habisan. Dalam hal tertentu Tuhan memang akan menghukum manusia yang tidak juga bertobat hingga kesempatannya habis. Tapi apakah Tuhan senang dengan itu? Apakah Dia tertawa puas melihat kita disiksa di dalam api neraka?
Sama sekali tidak. Tuhan bukanlah figur beringas, kejam dan penuh kebencian. Dia adalah Bapa yang penuh kasih. Tuhan akan sangat sedih jika sampai kita berakhir di sana. HatiNya akan menangis perih. Dia sudah merelakan Yesus untuk turun ke dunia menyelamatkan kita, dan jika kita masih saja berakhir di ujung yang seburuk itu, maka semua pengorbanan Tuhan akan menjadi sia-sia. Hati Bapa adalah hati yang lembut yang mengasihi kita dengan begitu luar biasa besar.
Tidak ada kata terlambat untuk bertobat selagi kesempatan untuk itu masih ada. Hati Bapa adalah hati yang penuh belas kasih dan akan segera merangkul menyambut kita. sebuah pertobatan pribadi yang sungguh-sungguh akan disambut Allah dengan penuh sukacita bersama seisi surga. Disamping itu, ingat pula bahwa ada banyak orang yang sangat membutuhkan bentuk kasih seperti ini dalam masa-masa sulit mereka. Jangan sampai kita mengabaikan mereka. Alangkah bahagianya jika lebih banyak lagi orang yang akhirnya menemukan jalan menuju Bapa, disambut dengan berlari dan rangkulan penuh sukacita olehNya sendiri, dimana malaikat dan seisi Surga pun akan turut menyambut dengan bersorak sorai. Dan kita bisa berperan di dalamnya untuk mengantarkan mereka pulang menuju sambutan meriah dari Surga.
Jangan pernah berpikir bahwa anda sudah terlambat untuk bertobat, dan jangan abaikan mereka yang masih hilang. Ketahuilah seperti apa isi hati Bapa dan rasakan bersama-sama kehangatan sambutanNya dan pintu kemaafan dariNya yang begitu lembut dan penuh kasih.
Tuhan berlari menyambut kepulangan anak-anakNya dengan rangkulan, ciuman dan pesta besar
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Monday, July 13, 2015
Hati Bapa (2)
(sambungan)
Sekarang mari kita lihat apa yang terjadi dari sisi sang ayah. Apa yang terjadi selama si anak itu pergi meninggalkan dirinya? Apa yang ia lakukan dan bagaimana reaksinya ketika melihat anaknya kembali? "..Ketika ia masih jauh, ayahnya telah melihatnya, lalu tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. Ayahnya itu berlari mendapatkan dia lalu merangkul dan mencium dia." (Lukas 15:20).
Mari perhatikan baik-baik ayat ini. "Ketika ia masih jauh, ayahnya telah melihatnya." itu bagian pertama. Jika sang ayah sudah melihat si anak ketika ia masih jauh, tentu itu artinya ia terus menanti dengan memandang jauh ke depan. Saya membayangkan sosok sang bapa yang sedih hatinya terus menanti di depan jendela, melihat sejauh matanya bisa memandang, berharap pada suatu ketika sosok anaknya akan muncul jauh di ujung sana. Jika ia tidak menanti secara khusus seperti itu, tentu ia tidak akan melihat anaknya sejak masih jauh bukan?
Penantian yang sudah ia lakukan justru ketika anaknya belum bertobat, bahkan melewati hari-hari yang panjang dengan penantian itu ketika si anak masih terus berlumur dosa. Bapa itu dengan penuh harap merindukan kepulangan si anak yang hilang. Ia tidak membenci anaknya, sebaliknya ia penuh pengampunan. Saya yakin anaknya selalu berada dalam pikiran dan hatinya, dan ia terus mengasihi anaknya meski perbuatan si anak sungguh memilukan hatinya. Hanya orang yang demikianlah yang menanti sambil memandang jauh, berharap anaknya bisa suatu hari menyesali perbuatannya dan kembali kepangkuannya.
Berikutnya, apabila anda tengah menanti sesuatu yang anda tidak tahu kapan datangnya, apa perasaan anda ketika apa yang anda nanti-nantikan itu akhirnya hadir? Bersukacita? Excited? Melonjak kegirangan? Bergegas lari menyongsongnya? Semua itu tentu akan menjadi reaksi spontan kita, dan itulah yang si ayah lakukan. "lalu tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. Ayahnya itu berlari mendapatkan dia lalu merangkul dan mencium dia."
Lihatlah bagaimana besarnya sukacita sang ayah. Bukannya menolak kedatangan anaknya yang sudah begitu berdosa, bukannya mengusir atau memusuhi, memberi hukuman dan sebagainya, tetapi dikatakan berlari mendapatkan sang anak, lalu langsung merangkul dan mencium. Dia tidak menanti dengan berdiam di tempat, tetapi langsung berlari mendapatkan anak yang hilang. Anaknya yang dari kandang ternak dan sempat hidup dengan mengambil sedikit dari makanan hewan mungkin baunya ampun-ampunan. Tapi si ayah tidak peduli. Apa yang ada dalam hatinya hanyalah sukacita melihat sang anak kembali lagi.
Seperti itulah bentuk hati Bapa. KasihNya yang begitu besar mendorongNya untuk berlari ke arah sang anak, langsung memeluk dan mencium, bukan memukul, menampar atau menghukum. Bukan menghapuskan hak sebagai anak, mengusir, tetapi menerima kembali dengan penuh sukacita. Hanya memeluk dan mencium? Tidak. "Tetapi ayah itu berkata kepada hamba-hambanya: Lekaslah bawa ke mari jubah yang terbaik, pakaikanlah itu kepadanya dan kenakanlah cincin pada jarinya dan sepatu pada kakinya. Dan ambillah anak lembu tambun itu, sembelihlah dia dan marilah kita makan dan bersukacita." (ay 22-23). Sebuah pesta besar pun segera Dia siapkan menyambut kembalinya kita. Apapun dosa yang pernah kita lakukan, seberapa besarpun itu, selama kita bertobat dan datang dengan hati hancur kepadaNya, Tuhan akan menyambut kita tepat seperti itu, tepat seperti bapa yang menyambut anaknya yang hilang dalam perumpamaan yang disampaikan Yesus ini.
(bersambung)
Sekarang mari kita lihat apa yang terjadi dari sisi sang ayah. Apa yang terjadi selama si anak itu pergi meninggalkan dirinya? Apa yang ia lakukan dan bagaimana reaksinya ketika melihat anaknya kembali? "..Ketika ia masih jauh, ayahnya telah melihatnya, lalu tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. Ayahnya itu berlari mendapatkan dia lalu merangkul dan mencium dia." (Lukas 15:20).
Mari perhatikan baik-baik ayat ini. "Ketika ia masih jauh, ayahnya telah melihatnya." itu bagian pertama. Jika sang ayah sudah melihat si anak ketika ia masih jauh, tentu itu artinya ia terus menanti dengan memandang jauh ke depan. Saya membayangkan sosok sang bapa yang sedih hatinya terus menanti di depan jendela, melihat sejauh matanya bisa memandang, berharap pada suatu ketika sosok anaknya akan muncul jauh di ujung sana. Jika ia tidak menanti secara khusus seperti itu, tentu ia tidak akan melihat anaknya sejak masih jauh bukan?
Penantian yang sudah ia lakukan justru ketika anaknya belum bertobat, bahkan melewati hari-hari yang panjang dengan penantian itu ketika si anak masih terus berlumur dosa. Bapa itu dengan penuh harap merindukan kepulangan si anak yang hilang. Ia tidak membenci anaknya, sebaliknya ia penuh pengampunan. Saya yakin anaknya selalu berada dalam pikiran dan hatinya, dan ia terus mengasihi anaknya meski perbuatan si anak sungguh memilukan hatinya. Hanya orang yang demikianlah yang menanti sambil memandang jauh, berharap anaknya bisa suatu hari menyesali perbuatannya dan kembali kepangkuannya.
Berikutnya, apabila anda tengah menanti sesuatu yang anda tidak tahu kapan datangnya, apa perasaan anda ketika apa yang anda nanti-nantikan itu akhirnya hadir? Bersukacita? Excited? Melonjak kegirangan? Bergegas lari menyongsongnya? Semua itu tentu akan menjadi reaksi spontan kita, dan itulah yang si ayah lakukan. "lalu tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. Ayahnya itu berlari mendapatkan dia lalu merangkul dan mencium dia."
Lihatlah bagaimana besarnya sukacita sang ayah. Bukannya menolak kedatangan anaknya yang sudah begitu berdosa, bukannya mengusir atau memusuhi, memberi hukuman dan sebagainya, tetapi dikatakan berlari mendapatkan sang anak, lalu langsung merangkul dan mencium. Dia tidak menanti dengan berdiam di tempat, tetapi langsung berlari mendapatkan anak yang hilang. Anaknya yang dari kandang ternak dan sempat hidup dengan mengambil sedikit dari makanan hewan mungkin baunya ampun-ampunan. Tapi si ayah tidak peduli. Apa yang ada dalam hatinya hanyalah sukacita melihat sang anak kembali lagi.
Seperti itulah bentuk hati Bapa. KasihNya yang begitu besar mendorongNya untuk berlari ke arah sang anak, langsung memeluk dan mencium, bukan memukul, menampar atau menghukum. Bukan menghapuskan hak sebagai anak, mengusir, tetapi menerima kembali dengan penuh sukacita. Hanya memeluk dan mencium? Tidak. "Tetapi ayah itu berkata kepada hamba-hambanya: Lekaslah bawa ke mari jubah yang terbaik, pakaikanlah itu kepadanya dan kenakanlah cincin pada jarinya dan sepatu pada kakinya. Dan ambillah anak lembu tambun itu, sembelihlah dia dan marilah kita makan dan bersukacita." (ay 22-23). Sebuah pesta besar pun segera Dia siapkan menyambut kembalinya kita. Apapun dosa yang pernah kita lakukan, seberapa besarpun itu, selama kita bertobat dan datang dengan hati hancur kepadaNya, Tuhan akan menyambut kita tepat seperti itu, tepat seperti bapa yang menyambut anaknya yang hilang dalam perumpamaan yang disampaikan Yesus ini.
(bersambung)
Sunday, July 12, 2015
Hati Bapa (1)
Ayat bacaan: Lukas 15:20
=======================
"..Ketika ia masih jauh, ayahnya telah melihatnya, lalu tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. Ayahnya itu berlari mendapatkan dia lalu merangkul dan mencium dia."
Ada banyak orang yang mengira bahwa ukuran dosanya sudah terlalu berat sehingga pintu surga sudah tertutup selamanya buat mereka meski mereka masih punya kesempatan untuk bertobat. Ada seseorang yang saya kenal memang punya masa lalu yang sangat kelam. Kalau pakai kacamata manusia, sudah terlalu banyak perbuatan buruk yang ia lakukan sehingga ia mendapat penghakiman di dunia. Bahkan menurutnya, ia ditolak untuk berjemaat di gereja di tempat ia tinggal karena sudah mendapat cap buruk tersebut. "Mereka tidak percaya saya bertobat dan menolak memberi saya kesempatan..." katanya lirih. Dan ia mengira bahwa seperti itu pula Tuhan terhadapnya. Ia menangis dan merasa dijauhi semua orang, justru setelah ia mau mulai membenahi hidupnya. Gereja membuang jemaat karena merasa mereka terlalu kotor? Saya berpikir, jangan-jangan seandainya Yesus turun lagi di dunia dan datang ke gereja itu, Yesus pun bisa diusir karena standar yang mereka pakai sudah tidak lagi mempergunakan standar gereja yang seharusnya.
Kita yang berlumur dosa seringkali merasa diri kita compang camping, jijik dan kotor, bagaikan gelandangan yang merasa tidak layak masuk ke dalam sebuah restoran mewah. Pernahkan anda melihat gelandangan yang diusir keluar agar para tamu yang makan tidak terganggu di dalam? Atau sebuah butik mewah yang segera mengusir pengamen atau pengemis karena dianggap tidak layak menginjakkan kaki di tempat mereka? Bahkan saya pernah mendengar tempat mewah yang menolak tamu dan mempermalukannya karena dikira tidak sanggup berbelanja disana. Tendensi kebanyakan manusia adalah cenderung menghakimi sesamanya. Betapa mudahnya melihat dosa pada diri orang lain sementara untuk menyadari dosa sendiri sulitnya bukan main.
Bahkan Yesus pun pernah menegur sikap seperti ini. "Mengapakah engkau melihat selumbar di mata saudaramu, sedangkan balok di dalam matamu tidak engkau ketahui?" (Matius 7:3). Di sisi lain, kita sering merasa terlalu buruk dan tidak layak sama sekali untuk menerima anugerah kasih Tuhan yang luar biasa besarnya itu. Tapi apakah reaksi Allah sama seperti reaksi sebagian orang-orang tersebut? Kembali kepada cerita tentang seseorang di awal tulisan, apa yang saya bagikan kepadanya akan saya tulis hari ini sebagai bahan renungan. Seperti apa sebenarnya hati Allah yang kita panggil Bapa itu? Apakah Dia punya standar seperti gereja yang mengusir atau sebenarnya bukan seperti itu sama sekali?
Tuhan tidak pernah memilih untuk menjauhi kita, mengabaikan kita dan menolak kita yang datang dengan hancur hati. Justru sebaliknya, Tuhan bergegas untuk mendekati kita, bahkan berlari untuk merangkul dan mencium kita. Dari mana saya bisa yakin seperti itu? Karena hal tersebut jelas tertulis di dalam Alkitab, disampaikan oleh Yesus sendiri, yaitu lewat kisah anak yang hilang (Lukas 15:11-32).
Kisah ini tidak asing lagi bagi kita. Tapi ada baiknya saya berikan lagi saja gambaran ringkasnya. Kita sudah tahu bagaimana sikap si anak durhaka itu yang sungguh keterlaluan. Ia meminta hak warisannya selagi ayahnya masih hidup lalu hidup berfoya-foya. Ia memilih meninggalkan ayahnya dan mengejar segala kenikmatan yang ditawarkan dunia. Apa yang terjadi kemudian adalah kehancuran dalam waktu singkat. Ia menyesal dan memutuskan kembali kepada bapanya walaupun mungkin harus menghadapi resiko diusir atau tidak diakui lagi sebagai anak. Itu ringkasan awal dari perumpamaan yang sangat terkenal ini.
(bersambung)
=======================
"..Ketika ia masih jauh, ayahnya telah melihatnya, lalu tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. Ayahnya itu berlari mendapatkan dia lalu merangkul dan mencium dia."
Ada banyak orang yang mengira bahwa ukuran dosanya sudah terlalu berat sehingga pintu surga sudah tertutup selamanya buat mereka meski mereka masih punya kesempatan untuk bertobat. Ada seseorang yang saya kenal memang punya masa lalu yang sangat kelam. Kalau pakai kacamata manusia, sudah terlalu banyak perbuatan buruk yang ia lakukan sehingga ia mendapat penghakiman di dunia. Bahkan menurutnya, ia ditolak untuk berjemaat di gereja di tempat ia tinggal karena sudah mendapat cap buruk tersebut. "Mereka tidak percaya saya bertobat dan menolak memberi saya kesempatan..." katanya lirih. Dan ia mengira bahwa seperti itu pula Tuhan terhadapnya. Ia menangis dan merasa dijauhi semua orang, justru setelah ia mau mulai membenahi hidupnya. Gereja membuang jemaat karena merasa mereka terlalu kotor? Saya berpikir, jangan-jangan seandainya Yesus turun lagi di dunia dan datang ke gereja itu, Yesus pun bisa diusir karena standar yang mereka pakai sudah tidak lagi mempergunakan standar gereja yang seharusnya.
Kita yang berlumur dosa seringkali merasa diri kita compang camping, jijik dan kotor, bagaikan gelandangan yang merasa tidak layak masuk ke dalam sebuah restoran mewah. Pernahkan anda melihat gelandangan yang diusir keluar agar para tamu yang makan tidak terganggu di dalam? Atau sebuah butik mewah yang segera mengusir pengamen atau pengemis karena dianggap tidak layak menginjakkan kaki di tempat mereka? Bahkan saya pernah mendengar tempat mewah yang menolak tamu dan mempermalukannya karena dikira tidak sanggup berbelanja disana. Tendensi kebanyakan manusia adalah cenderung menghakimi sesamanya. Betapa mudahnya melihat dosa pada diri orang lain sementara untuk menyadari dosa sendiri sulitnya bukan main.
Bahkan Yesus pun pernah menegur sikap seperti ini. "Mengapakah engkau melihat selumbar di mata saudaramu, sedangkan balok di dalam matamu tidak engkau ketahui?" (Matius 7:3). Di sisi lain, kita sering merasa terlalu buruk dan tidak layak sama sekali untuk menerima anugerah kasih Tuhan yang luar biasa besarnya itu. Tapi apakah reaksi Allah sama seperti reaksi sebagian orang-orang tersebut? Kembali kepada cerita tentang seseorang di awal tulisan, apa yang saya bagikan kepadanya akan saya tulis hari ini sebagai bahan renungan. Seperti apa sebenarnya hati Allah yang kita panggil Bapa itu? Apakah Dia punya standar seperti gereja yang mengusir atau sebenarnya bukan seperti itu sama sekali?
Tuhan tidak pernah memilih untuk menjauhi kita, mengabaikan kita dan menolak kita yang datang dengan hancur hati. Justru sebaliknya, Tuhan bergegas untuk mendekati kita, bahkan berlari untuk merangkul dan mencium kita. Dari mana saya bisa yakin seperti itu? Karena hal tersebut jelas tertulis di dalam Alkitab, disampaikan oleh Yesus sendiri, yaitu lewat kisah anak yang hilang (Lukas 15:11-32).
Kisah ini tidak asing lagi bagi kita. Tapi ada baiknya saya berikan lagi saja gambaran ringkasnya. Kita sudah tahu bagaimana sikap si anak durhaka itu yang sungguh keterlaluan. Ia meminta hak warisannya selagi ayahnya masih hidup lalu hidup berfoya-foya. Ia memilih meninggalkan ayahnya dan mengejar segala kenikmatan yang ditawarkan dunia. Apa yang terjadi kemudian adalah kehancuran dalam waktu singkat. Ia menyesal dan memutuskan kembali kepada bapanya walaupun mungkin harus menghadapi resiko diusir atau tidak diakui lagi sebagai anak. Itu ringkasan awal dari perumpamaan yang sangat terkenal ini.
(bersambung)
Saturday, July 11, 2015
Julukan
Ayat bacaan: Mazmur 96:4
====================
"Sebab TUHAN maha besar dan terpuji sangat, Ia lebih dahsyat dari pada segala allah."
Nama julukan adalah nama yang disematka kepada seseorang yang bukan nama asli pemberian orang tua. Salah satu asal datangnya nama julukan biasanya diambil dari bagaimana orang melihat sesuatu yang mereka kerjakan atau gambaran dari sifat, pencapaian, ciri khas atau karakter seseorang. Dalam dunia musik misalnya, ada beberapa tokoh ternama yang menyandang predikat-predikat tinggi seperti The King of Pop untuk Michael Jackson, The King of Rock n Roll untuk Elvis, The King of Soul untuk James Brown dan The Queen of Soul untuk Aretha Franklin. Di Indonesia ada gelar Raja Dangdut untuk Rhoma Irama, Mutiara dari Selatan untuk Andi Meriem Matalatta dan banyak lagi. Di dunia olah raga ada julukan Si Leher Beton untuk Mike Tyson diantara sekian banyak julukan yang diberikan pada tokoh-tokoh legendaris dunia olah raga, atau tim sepakbola yang dijuluki sesuai karakter seperti Tim Panser untuk Jerman, Tim Samba untuk Brazil, Tim Tango untuk Argentina, the Red Devil untuk Manchester United dan lain-lain. Julukan juga bisa muncul dari sebentuk kasih sayang dari orang lain atau juga bukti kedekatan antara satu dengan lainnya. Disamping itu julukan biasanya juga mengacu kepada pengenalan seseorang akan diri kita, bagaimana orang menilai diri kita atau apa yang menonjol dari kita di mata orang lain. Dari nama julukan yang diberikan, biasanya kita bisa mengetahui sifat seseorang, karakternya, apa yang istimewa dari mereka atau dari mana mereka berasal.
Hari ini mari kita renungkan sebesar apa Tuhan itu. Apa saja sebutan atau julukan yang bisa kita utarakan untuk menggambarkan kebesaran, keagungan dan kemuliaanNya? Pemazmur jelas terlihat memiliki kedekatan, hubungan yang sangat erat dengan Tuhan. Ada begitu banyak sebutan yang menggambarkan atau mendeskripsikan kehebatan Tuhan dalam kitab Mazmur. Jika anda membaca Mazmur 1 sampai 48 saja anda sudah menemukan begitu banyak gambaran dahsyatnya Tuhan dalam berbagai sebutan. Mari kita lihat apa saja sebutan yang menggambarkan berbagai sifat Tuhan beserta kehebatannya dari sepertiga bagian kitab Mazmur.
Tuhan adalah:
perisai yang melindungi aku (3:4)
yang membiarkan aku diam dengan aman (the source of safety) (4:98)
Rajaku dan Allahku (5:3)
Hakim (7:9. 9-9)
Yang Maha Tinggi (The Most High) (7:18)
tempat perlindungan (our refuge and high tower, a stronghold) (9:10)
penolong anak yatim (the helper of the fatherless) (10:14)
Raja untuk seterusnya dan selama-lamanya (10:16)
adil (11:7)
bukit batuku, kubu pertahananku dan penyelamatku (my Rock, my Fortress and my Deliverer) (18:3, 31:3-4)
sandaranku (my stay and support) (18:19)
Penebusku (my Redeemer) (19:15)
Tuhan adalah gembalaku (23:1)
Raja Kemuliaan (24:7)
Maha Kuasa (the Lord of hosts) (24:10)
Penyelamat (25:5)
terangku dan keselamatanku (27:1)
gunung batuku (28:1)
kekuatanku dan perisaiku (28:7)
benteng pertahanan (28:8)
Tuhan adalah Allah yang mulia (29:3)
Allah yang setia (31:6)
Allah yang hidup (42:3)
penolong dalam kesesakan (46:2)
Mahatinggi dan dahsyat
Raja yang besar atas seluruh bumi (47:3).
"Great is the Lord and highly to be praised in the city of our God.. Besarlah Tuhan dan sangat terpuji di kota Allah kita!" begitulah yang disebutkan dalam Mazmur 48:1. Dalam Mazmur 96:4 kita bisa membaca seruan Daud: "Sebab TUHAN maha besar dan terpuji sangat, Ia lebih dahsyat dari pada segala allah" yang juga terdapat dalam 1 Tawarikh 16:25. Ada begitu banyak kebesaran dan kemuliaan Tuhan yang menggambarkan pribadi Allah kita yang dahsyatnya luar biasa. Tidak akan ada habisnya untuk kita renungkan.
Apakah kita sudah menyadari kebesaran Tuhan dan betapa banyaknya julukan luar biasa sepanjang isi Alkitab? Apa yang saya kutip dari sepertiga bagian kitab Mazmur di atas hanyalah "sedikit" dari sekian banyak gambaran Allah yang tertulis kekal di dalam alkitab. Sudahkah kita memakai waktu kita secara khusus untuk memuji dan menyembahNya? Sudahkah kita bersyukur dengan memiliki Tuhan yang berkuasa di atas segalanya? Lihatlah ada begitu banyak dasar atau alasan bagi kita untuk memuji Tuhan. Tidak akan pernah ada kata cukup untuk memuji Tuhan. Karena itu mari kita sama-sama mencari Dia hari ini untuk mengucap syukur atas segala kebaikanNya kepada kita.
Great is the Lord, and greatly to be praised!
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
====================
"Sebab TUHAN maha besar dan terpuji sangat, Ia lebih dahsyat dari pada segala allah."
Nama julukan adalah nama yang disematka kepada seseorang yang bukan nama asli pemberian orang tua. Salah satu asal datangnya nama julukan biasanya diambil dari bagaimana orang melihat sesuatu yang mereka kerjakan atau gambaran dari sifat, pencapaian, ciri khas atau karakter seseorang. Dalam dunia musik misalnya, ada beberapa tokoh ternama yang menyandang predikat-predikat tinggi seperti The King of Pop untuk Michael Jackson, The King of Rock n Roll untuk Elvis, The King of Soul untuk James Brown dan The Queen of Soul untuk Aretha Franklin. Di Indonesia ada gelar Raja Dangdut untuk Rhoma Irama, Mutiara dari Selatan untuk Andi Meriem Matalatta dan banyak lagi. Di dunia olah raga ada julukan Si Leher Beton untuk Mike Tyson diantara sekian banyak julukan yang diberikan pada tokoh-tokoh legendaris dunia olah raga, atau tim sepakbola yang dijuluki sesuai karakter seperti Tim Panser untuk Jerman, Tim Samba untuk Brazil, Tim Tango untuk Argentina, the Red Devil untuk Manchester United dan lain-lain. Julukan juga bisa muncul dari sebentuk kasih sayang dari orang lain atau juga bukti kedekatan antara satu dengan lainnya. Disamping itu julukan biasanya juga mengacu kepada pengenalan seseorang akan diri kita, bagaimana orang menilai diri kita atau apa yang menonjol dari kita di mata orang lain. Dari nama julukan yang diberikan, biasanya kita bisa mengetahui sifat seseorang, karakternya, apa yang istimewa dari mereka atau dari mana mereka berasal.
Hari ini mari kita renungkan sebesar apa Tuhan itu. Apa saja sebutan atau julukan yang bisa kita utarakan untuk menggambarkan kebesaran, keagungan dan kemuliaanNya? Pemazmur jelas terlihat memiliki kedekatan, hubungan yang sangat erat dengan Tuhan. Ada begitu banyak sebutan yang menggambarkan atau mendeskripsikan kehebatan Tuhan dalam kitab Mazmur. Jika anda membaca Mazmur 1 sampai 48 saja anda sudah menemukan begitu banyak gambaran dahsyatnya Tuhan dalam berbagai sebutan. Mari kita lihat apa saja sebutan yang menggambarkan berbagai sifat Tuhan beserta kehebatannya dari sepertiga bagian kitab Mazmur.
Tuhan adalah:
perisai yang melindungi aku (3:4)
yang membiarkan aku diam dengan aman (the source of safety) (4:98)
Rajaku dan Allahku (5:3)
Hakim (7:9. 9-9)
Yang Maha Tinggi (The Most High) (7:18)
tempat perlindungan (our refuge and high tower, a stronghold) (9:10)
penolong anak yatim (the helper of the fatherless) (10:14)
Raja untuk seterusnya dan selama-lamanya (10:16)
adil (11:7)
bukit batuku, kubu pertahananku dan penyelamatku (my Rock, my Fortress and my Deliverer) (18:3, 31:3-4)
sandaranku (my stay and support) (18:19)
Penebusku (my Redeemer) (19:15)
Tuhan adalah gembalaku (23:1)
Raja Kemuliaan (24:7)
Maha Kuasa (the Lord of hosts) (24:10)
Penyelamat (25:5)
terangku dan keselamatanku (27:1)
gunung batuku (28:1)
kekuatanku dan perisaiku (28:7)
benteng pertahanan (28:8)
Tuhan adalah Allah yang mulia (29:3)
Allah yang setia (31:6)
Allah yang hidup (42:3)
penolong dalam kesesakan (46:2)
Mahatinggi dan dahsyat
Raja yang besar atas seluruh bumi (47:3).
"Great is the Lord and highly to be praised in the city of our God.. Besarlah Tuhan dan sangat terpuji di kota Allah kita!" begitulah yang disebutkan dalam Mazmur 48:1. Dalam Mazmur 96:4 kita bisa membaca seruan Daud: "Sebab TUHAN maha besar dan terpuji sangat, Ia lebih dahsyat dari pada segala allah" yang juga terdapat dalam 1 Tawarikh 16:25. Ada begitu banyak kebesaran dan kemuliaan Tuhan yang menggambarkan pribadi Allah kita yang dahsyatnya luar biasa. Tidak akan ada habisnya untuk kita renungkan.
Apakah kita sudah menyadari kebesaran Tuhan dan betapa banyaknya julukan luar biasa sepanjang isi Alkitab? Apa yang saya kutip dari sepertiga bagian kitab Mazmur di atas hanyalah "sedikit" dari sekian banyak gambaran Allah yang tertulis kekal di dalam alkitab. Sudahkah kita memakai waktu kita secara khusus untuk memuji dan menyembahNya? Sudahkah kita bersyukur dengan memiliki Tuhan yang berkuasa di atas segalanya? Lihatlah ada begitu banyak dasar atau alasan bagi kita untuk memuji Tuhan. Tidak akan pernah ada kata cukup untuk memuji Tuhan. Karena itu mari kita sama-sama mencari Dia hari ini untuk mengucap syukur atas segala kebaikanNya kepada kita.
Great is the Lord, and greatly to be praised!
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Friday, July 10, 2015
Makna Spiritual Dibalik Bekerja (2)
(sambungan)
Paulus tidak meminta hak khusus untuk tidak bekerja, meskipun waktu dan fisiknya jelas tersita untuk melayani kemana-mana. Ia mengalami deraan, siksaan dan sebagainya, namun ia tetap bekerja. Bahkan lebih dari sekedar untuk membiayai pelayanan, Paulus pun menyatakan bahwa ia bekerja agar bisa memberi, membantu orang lain. "Dalam segala sesuatu telah kuberikan contoh kepada kamu, bahwa dengan bekerja demikian kita harus membantu orang-orang yang lemah dan harus mengingat perkataan Tuhan Yesus, sebab Ia sendiri telah mengatakan: Adalah lebih berbahagia memberi dari pada menerima." (Kisah Para Rasul 20:35).
Dari rangkaian fakta ini kita bisa menyimpulkan bahwa Paulus sangat sadar ia bisa memuliakan Tuhan lewat pekerjaannya. Tidak bersungut-sungut dalam melayani dan bekerja sekaligus, membiayai pelayanannya dan rekan-rekan, plus memberi bantuan kepada orang lain, bukankah semua itu merupakan sesuatu yang berharga di mata Tuhan? Artinya jelas, ada makna spiritual yang harus terkandung di dalam pekerjaan yang kita lakukan sehari-hari.
Firman Tuhan berkata: "Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia." (Kolose 3:23). Ayat ini mengikuti ayat sebelumnya yang berbunyi "Hai hamba-hamba, taatilah tuanmu yang di dunia ini dalam segala hal, jangan hanya di hadapan mereka saja untuk menyenangkan mereka, melainkan dengan tulus hati karena takut akan Tuhan." (ay 22). Ada sebuah alasan yang lebih dari sekedar menyambung hidup atau memenuhi kebutuhan sehari-hari dalam bekerja, yaitu untuk menyenangkan hati Tuhan. Dan karena itulah kita dituntut untuk bekerja dengan serius dan sungguh-sungguh, bukan seperti untuk manusia melainkan seperti untuk Tuhan.
Tokoh reformasi gereja Martin Luther pernah berkata: "Even if I knew that tomorrow the world would go to pieces, I would still plant my apple tree." Martin akan tetap bekerja dengan semangat dan keseriusan yang sama meski besok dunia hancur lebur.
Semua ini bisa membuka cakrawala pemikiran kita bahwa sudah seharusnya pekerjaan kita memiliki nilai spiritual yang sama dalamnya dengan segala kegiatan kerohanian kita seperti berdoa, membaca firman Tuhan, beribadah, bersekutu dan sebagainya. Bekerja merupakan hal yang sangat penting, bukan saja karena Tuhan tidak menyukai orang malas, tetapi karena ada banyak hal yang bisa kita lakukan di dalamnya untuk menyatakan kemuliaan Tuhan.
Oleh sebab itu kita harus memandang dan memperlakukan pekerjaan kita sama serius dan dalamnya seperti segala kegiatan kerohanian kita. Mulai hari ini, mari kita sama-sama pastikan bahwa kita telah meletakkan profesi, pekerjaan atau apapun yang kita lakukan kepada Tuhan dan menjadikannya sebagai salah satu ibadah kita.
Ada makna spiritual yang seharusnya terkandung di dalam pekerjaan. Pray often, Work Hard, Trust God
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Paulus tidak meminta hak khusus untuk tidak bekerja, meskipun waktu dan fisiknya jelas tersita untuk melayani kemana-mana. Ia mengalami deraan, siksaan dan sebagainya, namun ia tetap bekerja. Bahkan lebih dari sekedar untuk membiayai pelayanan, Paulus pun menyatakan bahwa ia bekerja agar bisa memberi, membantu orang lain. "Dalam segala sesuatu telah kuberikan contoh kepada kamu, bahwa dengan bekerja demikian kita harus membantu orang-orang yang lemah dan harus mengingat perkataan Tuhan Yesus, sebab Ia sendiri telah mengatakan: Adalah lebih berbahagia memberi dari pada menerima." (Kisah Para Rasul 20:35).
Dari rangkaian fakta ini kita bisa menyimpulkan bahwa Paulus sangat sadar ia bisa memuliakan Tuhan lewat pekerjaannya. Tidak bersungut-sungut dalam melayani dan bekerja sekaligus, membiayai pelayanannya dan rekan-rekan, plus memberi bantuan kepada orang lain, bukankah semua itu merupakan sesuatu yang berharga di mata Tuhan? Artinya jelas, ada makna spiritual yang harus terkandung di dalam pekerjaan yang kita lakukan sehari-hari.
Firman Tuhan berkata: "Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia." (Kolose 3:23). Ayat ini mengikuti ayat sebelumnya yang berbunyi "Hai hamba-hamba, taatilah tuanmu yang di dunia ini dalam segala hal, jangan hanya di hadapan mereka saja untuk menyenangkan mereka, melainkan dengan tulus hati karena takut akan Tuhan." (ay 22). Ada sebuah alasan yang lebih dari sekedar menyambung hidup atau memenuhi kebutuhan sehari-hari dalam bekerja, yaitu untuk menyenangkan hati Tuhan. Dan karena itulah kita dituntut untuk bekerja dengan serius dan sungguh-sungguh, bukan seperti untuk manusia melainkan seperti untuk Tuhan.
Tokoh reformasi gereja Martin Luther pernah berkata: "Even if I knew that tomorrow the world would go to pieces, I would still plant my apple tree." Martin akan tetap bekerja dengan semangat dan keseriusan yang sama meski besok dunia hancur lebur.
Semua ini bisa membuka cakrawala pemikiran kita bahwa sudah seharusnya pekerjaan kita memiliki nilai spiritual yang sama dalamnya dengan segala kegiatan kerohanian kita seperti berdoa, membaca firman Tuhan, beribadah, bersekutu dan sebagainya. Bekerja merupakan hal yang sangat penting, bukan saja karena Tuhan tidak menyukai orang malas, tetapi karena ada banyak hal yang bisa kita lakukan di dalamnya untuk menyatakan kemuliaan Tuhan.
Oleh sebab itu kita harus memandang dan memperlakukan pekerjaan kita sama serius dan dalamnya seperti segala kegiatan kerohanian kita. Mulai hari ini, mari kita sama-sama pastikan bahwa kita telah meletakkan profesi, pekerjaan atau apapun yang kita lakukan kepada Tuhan dan menjadikannya sebagai salah satu ibadah kita.
Ada makna spiritual yang seharusnya terkandung di dalam pekerjaan. Pray often, Work Hard, Trust God
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Subscribe to:
Posts (Atom)
Menjadi Anggur Yang Baik (1)
Ayat bacaan: Yohanes 2:9 ===================== "Setelah pemimpin pesta itu mengecap air, yang telah menjadi anggur itu--dan ia tidak t...
-
Ayat bacaan: Ibrani 10:24-25 ====================== "Dan marilah kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih ...
-
Ayat bacaan: Ibrani 10:24 ===================== "Dan marilah kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih dan ...
-
Ayat bacaan: Mazmur 23:4 ====================== "Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau...