Ayat bacaan: Matius 6:12
======================
"dan ampunilah kami akan kesalahan kami, seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada kami"
Berapa lama waktu yang kita butuhkan untuk bisa memaafkan orang? Anda akan terkejut jika mendengar ada yang memendam dendam selama puluhan tahun, dan itu nyata adanya. Meski orang tersebut memang bukan dalam posisi yang bersalah, ia sudah membuang waktu sekian lama berkubang dalam dendam. Tidak ada sukacita saat kita mendendam, dan bayangkan dalam masa hidup yang singkat ini, sekian puluh tahun ia harus hidup tanpa sukacita karena membiarkan dendam menguasai dirinya. Kalau itu saja sudah parah, ada yang bahkan bertikai dan bermusuhan lebih dari satu generasi. Sampai tujuh turunan bahkan lebih. Generasi yang dibawah mungkin tidak lagi mengetahui latar belakangnya, tetapi mereka tetap harus bermusuhan dengan keturunan musuh nenek buyutnya. Dari pengalaman saya sendiri, mengampuni orang dan hidup tanpa dendam membuat hidup terasa jauh lebih ringan. Benar, ada kalanya orang berlaku demikian buruk kepada kita sehingga melukai perasaan atau bisa saja merugikan kita habis-habisan, tetapi pengampunan tetap saja harus diberikan agar hidup kita terasa lebih lega tanpa ada perasaan yang terus memberatkan kita. Dan Tuhan pun mengharuskan itu sebagai syarat agar pelanggaran-pelanggaran kita pun bisa dimaafkan.
Karena hal ini penting dan seringkali sulit untuk dilakukan, saya ingin membagikan dua contoh dari kisah nyata tokoh dunia. Yang pertama, mari kita lihat sosok Nelson Mandela. Sejak usia muda ia gigih menentang rasisme di negaranya Afrika Selatan. Pada tahun 1964 ia ditangkap dan kemudian dimasukkan ke dalam penjara. Saat ditangkap ia sudah tidak muda lagi, usianya 46 tahun. Dan ia mendekam di penjara bukan untuk waktu yang singkat melainkan selama 27 tahun. Saat ia bebas di tahun 1990, usianya sudah mencapai lebih dari 70 tahun.
Di penjara yang lembab ia sempat menderita berbagai penyakit seperti tuberkolosis dan kehilangan kesempatan untuk menikmati usia produktifnya. Jika kita yang mengalami hal itu, mungkin yang terpikir adalah bagaimana membalas dendam terhadap mereka yang sudah begitu kejam mengurung kita selama lebih dari dua setengah dekade seperti itu. Tapi tidak dengan Mandela. Ia mengajak bangsanya untuk melepaskan pengampunan tanpa syarat. Bukan hanya mengajak, tetapi ia pun memberi keteladanan secara langsung. Ia duduk semeja dengan para 'musuh'nya, bersalaman dengan mereka dan menatap masa depan Afrika Selatan yang lebih cerah.
Itulah yang dilakukan oleh orang yang dipenjara selama 27 tahun terhadap mereka yang menjebloskannya. Inilah yang ia katakan: "Forgiveness liberates the soul. It removes fear. That's why it's such a powerful weapon." Terjemahannya: "Pengampunan memerdekakan jiwa. Pengampunan menyingkirkan rasa takut." Karena itulah pengampunan merupakan senjata yang sangat kuat." Meski ia telah mangkat di usia ke 95, kata-kata dan kebesaran jiwanya tetap diingat orang, dan karya persatuannya lewat mengampuni masih dinikmati rakyatnya sampai sekarang.
Kemudian ada kisah nyata yang ditulis dalam bentuk autobiografi oleh Eric Lomax. Pada masa Perang Dunia II Lomax bertugas sebagai tentara Inggris dan ditangkap oleh tentara Jepang di Singapura. Ia kemudian disekap di Thailand, mengalami kerja paksa membangun rel kereta api dan mengalami penyiksaan mengerikan diluar batas kemanusiaan oleh Kempetai karena ketahuan merangkai radio secara diam-diam. Puluhan tahun ia mengalami trauma psikologis dan di usia tuanya ia mengambil sebuah langkah luar biasa hebatnya, yaitu mengampuni dan rekonsiliasi dengan pimpinan tentara yang menyiksanya. Itu ia lakukan di lokasi dimana ia dahulu mengalami penyiksaan. Mereka bahkan kemudian bisa menjadi sahabat dekat hingga akhir hayatnya. Mengapa ia mau melakukan itu? Alasan Lomax hanya satu: untuk membebaskan dirinya dari kepahitan dan rasa benci/dendam sepanjang hidupnya. Kisah ini sudah difilmkan dengan judul "The Railway Man".
Ada orang yang sulit mengampuni meski masalahnya sebenarnya tidaklah terlalu berat, tapi sebaliknya ada orang yang sanggup membuka pintu pengampunan meski kerugian dan penderitaan yang mereka tanggung luar biasa besarnya. Terlepas dari ketulusan orang untuk meminta maaf saat menyadari kesalahan atau masih tetap bersikukuh tidak mau minta maaf, pada kenyataannya kemampuan untuk memaafkan pun ternyata tidak kalah sulitnya. Itulah sebabnya Mahatma Gandhi pada suatu kali mengatakan bahwa "The weak can never forgive. Forgiveness is the attribute of the strong." Orang lemah tidak akan pernah bisa mengampuni, karena mengampuni hanyalah atribut dari yang kuat.
(bersambung)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Menjadi Anggur Yang Baik (1)
Ayat bacaan: Yohanes 2:9 ===================== "Setelah pemimpin pesta itu mengecap air, yang telah menjadi anggur itu--dan ia tidak t...
-
Ayat bacaan: Ibrani 10:24-25 ====================== "Dan marilah kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih ...
-
Ayat bacaan: Ibrani 10:24 ===================== "Dan marilah kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih dan ...
-
Ayat bacaan: Mazmur 23:4 ====================== "Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau...
No comments:
Post a Comment