Friday, June 3, 2016

Hindari Pertengkaran Sebelum Terlambat (1)

Ayat bacaan: Amsal 17:14
====================
"Memulai pertengkaran adalah seperti membuka jalan air; jadi undurlah sebelum perbantahan mulai."

Apa gunanya keran air? Keran ada agar kita bisa membuka-tutup jalan air sesuai keinginan kita. Kalau kita butuh air kecil keran cukup diputar sedikit, kalau butuh air deras, buka keran sampai putarannya mentok. Kalau kita mau cuci tangan keran dibuka maka air mengucur keluar, dan kalau sudah selesai maka keran tinggal ditutup lagi. Sekarang keran sudah ada yang otomatis, itu memudahkan kita karena kita tidak perlu lagi memutarnya. Untuk air yang banyak, kita mengenal bendungan. Seperti namanya, tembok tebal ini dibuat untuk membendung air agar tidak melimpah membanjiri kota. Bayangkan kalau bendungannya retak. Air akan mulai menerobos dari celah-celah kecil. Kalau tidak cepat ditangani, tekanan air akan semakin melemahkan tembok yang retak. Dan pada suatu ketika, tembok bisa pecah dan akibatnya bisa fatal. Lihatlah malapetaka yang terjadi saat bendungan jebol. Air kita perlukan. Mana mungkin kita bisa hidup tanpa air? Air yang kita gunakan sehari-hari tentu tidak perlu kita takuti karena tidak akan berbahaya apa-apa. Tapi air dalam jumlah besar yang mengamuk misalnya saat bendungan jebol, itu bisa membunuh. Dan kalau sudah terjadi, sulit bagi kita untuk menghentikannya. Alangkah menarik saat air dan bendungan ini dipakai menjadi perumpamaan ribuan tahun yang lalu. Siapa yang memakainya? Yang memakainya adalah manusia yang paling berhikmat yang pernah ada, yaitu Salomo. Untuk apa? Untuk mengingatkan kita agar tidak melakukan sesuatu yang seringkali tidak kita anggap bahaya tetapi sebenarnya bisa sangat berat dampaknya, yaitu bertengkar.

Apa yang dikatakan Salomo tercatat dalam kitab Amsal. Mari kita lihat ayatnya. "Memulai pertengkaran adalah seperti membuka jalan air; jadi undurlah sebelum perbantahan mulai." (Amsal 17:14). Dalam bahasa Inggrisnya dikatakan "The beginning of strife is as when water first trickles (from a crack in a dam)." Bertengkar biasanya tidak langsung besar tapi kalau dibiarkan eskalasinya meningkat, bagaikan air yang mulai menerobos keluar dari retakan-retakan kecil bendungan. Lalu dilanjutkan "Therefore stop contention before it becomes worse and quarreling breaks out." 

Bukankah itu yang biasanya terjadi? Pertengkaran biasanya dimulai dengan perselisihan kecil saja. Tetapi kalau kita biarkan maka pada suatu saat kita tidak lagi mampu mengendalikan pertengkaran itu. Apalagi kalau kita bukan cuma membiarkan tapi terus memperbesarnya, bagai menambah pecah pada bendungan. Sejarah mencatat bahwa berbagai perang yang terjadi di dunia seringkali berawal dari pertengkaran atau perselisihan yang terus dibiarkan berlarut-larut dan tidak cepat diselesaikan. Keinginan membalas tanpa mau mencari penyelesaian damai. Gengsi untuk memulai dialog sebelum pertengkaran bertambah parah. Pada akhirnya kita melihat akibatnya. Ribuan atau bahkan jutaan orang harus mati sia-sia, kehancuran sebuah bangsa yang porak poranda, yang bisa membutuhkan puluhan tahun untuk pulih kembali. Bahkan ada yang sulit untuk bisa kembali lagi seperti sedia kala.

Seperti air yang akan memancar deras, ganas dan mengamuk, menenggelamkan segala yang ada disekitarnya tanpa terkendali, seperti itu pula pertengkaran bisa menelan bukan hanya pelakunya tapi bisa mengorbankan orang lain yang tidak tersangkut paut dengannya.

Tuhan tidak sembarangan mengingatkan bahaya pertengkaran, karena ini merupakan satu dari masalah yang paling umum terdapat dalam kehidupan dan seringkali tidak ditanggapi serius karena dianggap tidak berbahaya. Pertengkaran bahkan sering menyerang orang-orang percaya. Perselisihan yang mengakibatkan gereja pecah, lantas jemaat yang jadi korban. Kita tidak sadar dan membiarkan hal ini masuk kemana-mana. Di rumah, di tempat kerja, di kampus, sekolah, lingkungan rumah, gereja, semua tidak luput dari bahaya pertengkaran ini. Sayang sekali, padahal Firman Tuhan sudah mengingatkan akan bahayanya membiarkan pertengkaran.

Siapa sih yang dengan sengaja mau bertengkar? Bangun pagi lantas bilang: "Hari ini saya mau bertengkar." Tentu saja tidak ada. Tidak seorangpun berniat untuk melakukan pertengkaran. Yang terjadi biasanya adalah kita tidak memperhatikan masuknya kekesalan ke dalam hati kita, lalu membiarkan kekesalan kecil  ini terus membesar hingga pada suatu saat tidak lagi bisa dikendalikan. Maka pertengkaran itu kemudian bagai air yang mengamuk dari tanggul jebol. Kita pikir emosi itu biasa, pertengkaran itu lumrah dan manusiawi, tapi tanpa sadar, kita sudah masuk ke dalam sebuah pertengkaran yang sulit dikendalikan.

Dalam skala terkecil, yaitu keluarga, a fight can be so nasty. Lihatlah ada berapa banyak rumah tangga yang hancur akibat tingginya frekuensi pertengkaran di rumah. Rumah tidak lagi nyaman. Bukannya hangat tapi panas membara. Seisi rumah saling benci. Kita membiarkan ego menguasai kita, memasang harga diri yang terlalu tinggi, tabu untuk meminta maaf atau setidaknya meredakan perselisihan, dan semua itu akan membuat perselisihan kecil kemudian berubah menjadi raksasa yang akan menghancurkan kita semua. Pada suatu ketika kita sesali, tapi sudah sulit untuk diperbaiki.

Lalu bagaimana? Sebuah ayat memberikan sebuah solusi cantik yang saat saya terapkan ternyata berhasil dengan sangat baik. "Apabila kamu menjadi marah, janganlah kamu berbuat dosa: janganlah matahari terbenam, sebelum padam amarahmu" (Efesus 4:26).


(bersambung)

No comments:

Sukacita Kedua (3)

 (sambungan) Saya menyadari adanya sukacita kedua saat saya baru saja dihubungi oleh sahabat saya yang sudah melayani sebagai pendeta selama...