=======================
"Dan bukan untuk mereka ini saja Aku berdoa, tetapi juga untuk orang-orang, yang percaya kepada-Ku oleh pemberitaan mereka; supaya mereka semua menjadi satu, sama seperti Engkau, ya Bapa, di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau, agar mereka juga di dalam Kita, supaya dunia percaya, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku."
Miris sekali melihat kecenderungan bangsa kita yang sulit untuk bersatu. Di berbagai bidang kita melihat sendiri, bahwa cepat atau lambat perpecahan akan jadi pemenang. Seorang teman mencoba menganalisa, dan menurutnya kita masih sulit keluar dari strategi kolonial yang dikenal dengan divide et impera. Pecah-pecah atau bagi-bagi, lalu kuasai. Dipecah dengan cara dihasut, melontarkan berbagai hal negatif dengan tujuan supaya pecah. Kalau sudah terpecah, bagian-bagian yang lebih kecil tentu mudah dikuasai. Itu kan jaman kolonial. Tapi sekarang di alam merdeka, kok kita tetap saja belum bisa move on? Apa benar itu merupakan faktor penyebab sulitnya kita bersatu? Entahlah. Padahal semangat persatuan dicantumkan dalam sila ketiga Pancasila, yang tidak lain adalah dasar negara kita. Dasar, itu artinya pondasi dimana negara kita sebenarnya dibangun. Kalau katanya negara dibangun dengan dasar itu, dimana bersatu merupakan satu dari lima pilar, kenapa kita masih saja sulit melakukannya? Perbedaan kini malah sepertinya boleh dijadikan dasar untuk membantai orang lain. Kalau dulu ada kata toleransi, itu sudah hilang lama dari sebagian besar bangsa ini.
Yang lebih miris lagi, orang-orang percaya bukannya mencontohkan sikap berbeda tapi malah ikut-ikutan berbuat sama, dengan frekuensi dan intensitas yang kurang lebih sama pula. Gereja terus seperti amuba membelah diri saat ada konflik. Orang-orang di dalamnya juga sama, baik yang harusnya jadi panutan maupun jemaat. Bukan persatuan, tapi perbedaan lah yang berkuasa. Kalau agen-agen Tuhan saja begitu, bagaimana kita bisa bermimpi untuk hidup di dunia yang ramah? Di luar orang pecah, di dalam pecah. Kalau tentara kolonial dulu memakai strategi ini, sesungguhnya si jahat pun sangat suka memakai hal yang sana. Bukankah akan jauh lebih mudah menyesatkan orang yang sudah terpecah-pecah dibandingkan orang yang dengan kompak bersatu? Kalau kita sudah tahu itu, betapa sayangnya apabila kita masih saja tergoda untuk membelah diri bukannya bersatu.
Memperbesar jurang perbedaan memang lebih mudah daripada mencari kesamaan. Ini sudah menjadi hal yang lumrah di jaman sekarang. Perpecahan di tubuh gereja yang bisa sampai menyebabkan permusuhan antar gereja bukan lagi hal yang aneh terjadi hari-hari ini. Dari atas kemudian menular ke bawah. Maka tidak jarang kita mendengar orang berkata bahwa gerejanya paling benar dan menganggap gereja lainnya buruk, bahkan belum apa-apa sudah berani menuduh sesat. Saling mengejek, merendahkan, memojokkan, menganggap hanya dirinya yang benar sedangkan yang lainnya salah. Anehnya, ini bisa terjadi pada denominasi yang sama tapi beda 'merek.'
Itu jelas hal yang menyedihkan. Bagaimana kita mau menjadi berkat jika di antara kita saja sudah saling menyalahkan? Bagaimana kita bisa bermimpi untuk hidup di dunia yang penuh sukacita dan kedamaian kalau diantara kita saja masih ribut soal hal-hal yang sebenarnya sepele? Bukannya mencari titik persamaan tapi malah semakin sibuk menggali jurang perbedaan. Bukannya semakin dekat, tapi malah semakin jauh. Jangan mimpi dulu untuk bisa menjadi saluran berkat dan cerminan kasih Kristus jika kepada saudara seiman saja kita tidak mampu mengaplikasikannya. Berbagai alasan yang kita ciptakan sendiri menjadi lahan bermain yang menyenangkan bagi iblis untuk menghancurkan kita.
(bersambung)
No comments:
Post a Comment