Monday, June 20, 2016

Saya Bersedia! (2)

(sambungan)

Sebuah pernikahan kudus dan suci. Pernikahan dimateraikan bukan lagi dua melainkan menjadi satu langsung oleh Tuhan, bukan oleh pendeta, penghulu, orang tua dan sebagainya. Kita berbicara mengenai materai Tuhan, dimana Tuhan sendiri menjadi saksi sebuah pernikahan, bukan materai yang kita beli di kantor pos. Jika orang sudah takut melanggar sebuah perjanjian yang dimateraikan dengan keping kertas seharga sekian ribu rupiah, apalagi jika materai tersebut menyangkut Tuhan di dalamnya. Sebuah pernikahan di mata Tuhan adalah sebuah perjanjian Ilahi yang harus diisi dengan menghayati sebuah kesatuan. "Dan firman-Nya: Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging. Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia." (Matius 19:5-6).

Sebuah pernikahan, seperti yang dikatakan oleh artis senior di awal renungan ini, berarti sebuah komitmen untuk mengemban tanggung jawab. Mari kita lihat kitab Efesus. "Bagaimanapun juga, bagi kamu masing-masing berlaku: kasihilah isterimu seperti dirimu sendiri dan isteri hendaklah menghormati suaminya." (Efesus 5:33). Suami dan istri memiliki peran masing-masing yang haruslah saling isi, karena mereka bukan lagi dua melainkan satu.

"Demikian juga kamu, hai suami-suami, hiduplah bijaksana dengan isterimu, sebagai kaum yang lebih lemah! Hormatilah mereka sebagai teman pewaris dari kasih karunia, yaitu kehidupan, supaya doamu jangan terhalang." (1 Petrus 3:7). Lihatlah bahwa ada konsekuensi serius jika seorang tidak menghormati konstitusi pernikahan. Jika dalam Maleakhi pasal 2 di atas kita membaca Allah tidak berkenan menerima apapun dari tangan mereka lagi, dalam 1 Petrus 3:7 kita membaca bahwa doa-doa kita akan terhalang jika kita bisa menghormati pasangan hidup kita.

Masalah akan selalu ada, baik dalam keluarga yang paling harmonis di dunia sekalipun. Yang membedakan adalah bagaimana menyikapinya. Semua masalah bisa diselesaikan dengan keterbukaan dan kejujuran, dan hendaklah diselesaikan dengan cepat, jangan ditunda-tunda hingga menumpuk dan menjadi rumit. Mencari pelarian di luar bukanlah sebuah penyelesaian, malah seringkali membuka permasalahan demi permasalahan baru yang akan mempersulit segalanya. Lebih dari itu, hal tersebut pun dibenci Tuhan.

Walaupun ada teman-teman pembaca yang saat ini belum menikah, suatu saat nanti akan tiba saatnya bagi anda untuk memasuki jenjang pernikahan ini. Baik teman-teman yang sudah menikah maupun yang belum, mari kita bangun sebuah hubungan pernikahan yang sesuai dengan prinsip-prinsip firman Tuhan, sehingga rumah tangga kita bisa menjadi sebuah kesaksian yang indah bagi keluarga-keluarga lainnya. Pernikahan yang benar-benar disadari dipersatukan oleh Tuhan seharusnya bisa memberkati dan menginspirasi. Ketika dunia penuh dengan kawin-cerai, ini saatnya kita memperkenalkan keindahan keluarga ilahi yang dimateraikan langsung oleh Tuhan. Adalah tugas kita untuk menyatakan seperti apa pernikahan yang harmonis itu agar bisa diteladani oleh orang lain.

"Marriage is not a noun, it's a verb. It isn't something you get, it's something you do. It's the way you love your partner every day." - Barbara De Angelis

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

No comments:

Menjadi Anggur Yang Baik (1)

 Ayat bacaan: Yohanes 2:9 ===================== "Setelah pemimpin pesta itu mengecap air, yang telah menjadi anggur itu--dan ia tidak t...