Thursday, September 1, 2016

Keras Hati dan Kepala (2)

(sambungan)

Lihatlah apa saja tingkah laku orang Farisi pada saat itu. Mereka mengecam pekerjaan Tuhan, mereka lebih tertarik untuk melindungi tradisi keagamaan ketimbang mematuhi Firman Tuhan, mereka hanya mementingkan kesejahteraan mereka sendiri ketimbang orang lain, dan mereka juga lebih peduli akan pendapat orang ketimbang melakukan segala yang berkenan di hadapan Tuhan. Semua itu jelas tertulis dalam Markus 3. Mereka menampilkan sosok yang sepertinya sangat suci, berdoa di jalan-jalan umum agar terlihat begitu alim. Sementara perilaku mereka sama sekali tidak mencerminkan itu semua.

Apakah cuma orang Farisi yang melakukan itu? Sayangnya tidak. Sampai hari ini pun kita masih sering melihat orang-orang dengan tipe sama, atau jangan-jangan kita pun masih atau pernah terjebak dalam perilaku yang sama. Ada banyak orang percaya yang terperangkap dalam sikap yang sama seperti yang dilakukan orang-orang Farisi pada masa itu. Cenderung merasa diri paling suci, paling benar dan menganggap mereka berhak untuk menghakimi orang lain. Mereka ingin terlihat sangat alim di mata orang lain, tampil bak paling rohani, padahal perbuatan mereka dibelakang atau dalam kehidupan sehari-hari sangatlah berseberangan. Mereka berpusat pada kepentingan diri sendiri dan tidak peduli atas penderitaan orang lain.

Kalau tidak hati-hati, kita pun bisa terjebak melakukan kesalahan serupa. Kita bisa terlalu asyik dalam melakukan dan mengucapkan hal-hal yang "benar" sehingga kita membiarkan kehangatan kasih Tuhan yang lembut dalam hati kita perlahan berubah menjadi dingin. Kita merasa paling benar sehingga merasa berhak menghakimi. Tahu memberitakan tapi tidak disertai perbuatan nyata. Selanjutnya hati kita pun mengeras. Kita kemudian menjadi tidak lagi peka, dan itu sesungguhnya sangatlah berbahaya.

Perhatikan reaksi Yesus terhadap sikap seperti ini. "Ia berdukacita karena kedegilan mereka dan dengan marah Ia memandang sekeliling-Nya kepada mereka.." (Markus 3:5). Ya, sikap dan perbuatan seperti itu sesungguhnya mendukakan Yesus. Itu membuatnya kecewa, dan membuatnya marah. Jika orang-orang percaya terus melakukan hal seperti ini, bagaimana mungkin kita bermimpi untuk melihat transformasi di sekitar kita? Bagaimana mungkin kita bisa menyaksikan kegerakan Tuhan yang luar biasa sementara kita sendiri masih menjadi batu sandungan bagi orang lain? Tuhan rindu untuk mencurahkan RohNya dalam kuasa dan kelimpahan melalui kita, gerejaNya. Dia terus ingin kita mengalami kepenuhan Ilahi, tetapi itu tidak akan bisa terjadi jika hati kita keras. Hati dan kepala yang keras, kedegilan, itu akan menghambat segala yang diturunkan Tuhan atas kita. Sebelum kita bermimpi untuk bisa mengalami ini semua, kita harus terlebih dahulu membuang jauh-jauh kedegilan dan kekerasan hati dan kepala seperti yang memenuhi para orang Farisi pada masa itu.

Firman Tuhan berkata: "Mengerti jalannya sendiri adalah hikmat orang cerdik, tetapi orang bebal ditipu oleh kebodohannya." (Amsal 14:8). Kekerasan hati dan kepala bisa sangat menipu. Membiarkan keadaan seperti itu bisa membuat kita tidak peka atau terjebak pada kebodohan sendiri. Oleh sebab itu kita kemudian diingatkan "Karena itu, perhatikanlah dengan saksama, bagaimana kamu hidup, janganlah seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif" (Efesus 5:15). Selanjutnya Firman Tuhan juga jelas berkata "Tetapi apabila pernah dikatakan: "Pada hari ini, jika kamu mendengar suara-Nya, janganlah keraskan hatimu seperti dalam kegeraman" (Ibrani 3:15).

Hati merupakan pusat kontrol dari segalanya, dan segala kecemaran itu timbul dari hati yang tidak terjaga dengan baik. "sebab dari dalam, dari hati orang, timbul segala pikiran jahat, percabulan, pencurian, pembunuhan, perzinahan, keserakahan, kejahatan, kelicikan, hawa nafsu, iri hati, hujat, kesombongan, kebebalan." (Markus 7:21-22). Hari ini juga, jika kita menginginkan pencurahan Roh Kudus dalam hidup kita dan melihat langsung manifestasi dan impartasiNya dalam gereja dimana anda bertumbuh, kita harus terlebih dahulu memeriksa kembali keadaan hati kita masing-masing dan memastikan hati kita masih lembut.

Periksalah kondisi hati dan pikiran kita saat ini. Jika kita menemukan ada bagian-bagian yang keras, bertobatlah dan lembutkan secepatnya. Tanpa itu semua kita tidak akan bisa mencapai apa-apa, tidak akan berdampak apa-apa dan hanya akan mendukakan serta mengecewakan Yesus.

Kekerasan hati bisa membutakan dan membahayakan hidup kita

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

No comments:

Menjadi Anggur Yang Baik (1)

 Ayat bacaan: Yohanes 2:9 ===================== "Setelah pemimpin pesta itu mengecap air, yang telah menjadi anggur itu--dan ia tidak t...