Monday, October 31, 2016

Berdoa Dengan Tak Jemu-Jemu (1)

Ayat bacaan: Lukas 18:1
====================
"Yesus mengatakan suatu perumpamaan kepada mereka untuk menegaskan, bahwa mereka harus selalu berdoa dengan tidak jemu-jemu."

Jaman semakin maju, segala sesuatu pun dibuat semakin mudah. Kalau dahulu orang yang tidak suka kopi tubruk hendak buat kopi harus menyendok sendiri, menambah gula, menyaring, sekarang kopi banyak sekali yang instan. Bukan cuma kopi dan gula tapi juga dengan berbagai campuran lainnya mulai dari susu, cream, ginseng sampai durian. Tuangkan satu sachet, tuangkan air panas, aduk, langsung jadi. Yang suka kopi dingin, ada produk-produk yang bisa langsung menggunakan air dingin saja. Dalam banyak hal lainnya pun kita mendapati semakin banyak yang instan, mudah dan cepat. Berbagai kemudahan ini baik-baik saja, tapi sisi buruknya kita semakin tidak menghargai proses dan ingin segala sesuatu langsung jadi secara instan pula. Itu termasuk dalam hal berdoa saat kita butuh sesuatu dari Tuhan.

Ada banyak orang yang ingin doanya langsung dijawab instan. Begitu bilang amin langsung dapat. Bisakah Tuhan melakukan itu? Tentu saja. Tapi masalahnya, saat bukan itu yang terjadi, bagaimana reaksi kita? Yang banyak terjadi, orang berdoa hanya sekedarnya, begitu tidak dikabulkan lantas berhenti dan menuduh Tuhan tidak peduli atau bahkan tidak ada. Doa dianggap sebagai sarana meminta yang harus dikabulkan, atau kalau tidak maka Tuhan dipersalahkan. Bagi mereka-mereka ini Tuhan tak ubahnya seperti kopi instan yang hanya tinggal diseduh air panas langsung jadi.

Seorang teman bercerita tentang kegigihannya dalam mencoba mendapatkan dana lewat proposal yang diedarkan ke beberapa perusahaan demi menyokong acaranya. Ia sudah sering melakukan itu dan seringkali ia tidak berhasil. "Ya tidak apa-apa. Saya akan terus coba lagi. Namanya juga usaha... yang penting saya akan terus usahakan sampai berhasil." katanya. Saya pikir itu merupakan sebuah cara berpikir yang baik. Gigih, ulet, berpikir positif, bukan bersungut-sungut, kecewa, menyebar kata-kata negatif dan menyerah.

Kita juga mungkin bisa belajar dari cara anak kecil dalam meminta sesuatu. Anak yang bijak tidak akan merengek-rengek memaksa orang tuanya, karena selain hal tesebut tidak akan membawa hasil, mereka pun bisa dimarahi orang tuanya. Mereka mungkin akan pasang wajah yang menggemaskan, meminta dengan baik sampai hati orang tuanya luluh. Begitu sayangnya kepada anak, orang tua biasanya akan berusaha semaksimal mungkin untuk mengabulkan permintaan anaknya selama masih dalam batas kewajaran dan tidak membawa pengaruh buruk bagi anaknya. Terlebih jika apa yang mereka minta merupakan sesuatu yang penting, tentu orang tua akan lebih mati-matian lagi berusaha memenuhinya.

Doa pun seperti itu. Dalam menghadapi masalah dan mengharapkan pertolongan Tuhan, seberapa besar kesabaran kita untuk berharap kepadaNya? Kita kerap lupa bahwa seringkali ketidaksabaran menjadi penghalang terbesar bagi kita untuk menikmati janji-janji Tuhan. Awalnya mungkin kita berdoa dengan rajin, tapi ketika jawaban tidak kunjung datang secepat yang kita kehendaki, intensitas doa pun menurun drastis hingga akhirnya berhenti total. Ada yang bahkan hanya sekali dua kali dan kalau tidak cepat dijawab maka mereka segera kecewa. Lalu banyak pula yang segera mencari alternatif-alternatif lain termasuk yang berhubungan dengan kuasa kegelapan akibat merasa kecewa kepada Tuhan.

Mereka sulit untuk bersabar dengan menerima kenyataan bahwa waktunya Tuhanlah yang terbaik, lebih baik dari apa yang baik menurut kita. Mereka sulit untuk percaya pada rencana Tuhan dan lebih berpusat pada keinginan diri sendiri yang disetel lebih absolut dari Tuhan. Padahal Tuhan sudah berjanji untuk sediakan segala yang terbaik itu kepada kita semua, tapi kita tidak bisa mengimani itu. Waktu yang terbaik menurut kita hanyalah berpusat pada pandangan kita pribadi, dimana waktunya Tuhan tidak lagi punya nilai apa-apa disana. Sebagian orang malah hanya menganggap doa seperti mengirim paket permintaan semata. Ada perlu baru berdoa, jika semua berjalan sesuai keinginan, maka doa pun selesai. Padahal lebih dari apapun, doa merupakan sarana bagi kita untuk berhubungan dengan Tuhan. Semakin rajin kita berdoa, hubungan kita akan semakin dekat, kita pun akan semakin peka terhadap suaraNya. Itu akan sangat bermanfaat baik buat kita.

Akan hal ini, Yesus memberikan sebuah perumpamaan menarik mengenai kekuatan dari ketekunan berdoa yang dicatat dalam Lukas 18:1-8. Perikop ini dibuka dengan kalimat berikut: "Yesus mengatakan suatu perumpamaan kepada mereka untuk menegaskan, bahwa mereka harus selalu berdoa dengan tidak jemu-jemu." (Lukas 18:1). Dalam perumpamaan ini Yesus mengambil contoh tentang seorang janda (di jaman itu merupakan sosok yang lemah dan sering digambarkan sebagai figur yang tertindas, hidup susah dan diperlakukan tidak adil di dalam Alkitab) dan seorang hakim yang lalim. Dalam kisah ini, seorang janda diceritakan terus memohon kepada hakim yang lalim agar berkenan membela haknya. (ay 3). Sementara hakim dalam kisah ini bukanlah orang yang takut akan Tuhan, dan mempunyai sikap arogan, tidak menghormati siapapun apalagi hanya seorang janda miskin yang tidak punya apa-apa.

(bersambung)


Sunday, October 30, 2016

Iman Radikal (2)

(sambungan)

Itukah yang terjadi? Ternyata tidak. Raja Nebukadnezar kaget melihat bahwa ketiga orang itu tidak terbakar sama sekali. Alkitab bahkan menyatakan bahwa ia melihat ada "orang keempat" berjalan bebas ditengah-tengah api, dan seluruhnya tidak terbakar. (ay 25). Lalu takutlah Nebukadnezar dan segera bergegas membebaskan ketiga pemuda tadi. Mereka tidak terbakar sama sekali, bahkan bau hangus pun tidak ada pada mereka. (ay 27). Sang raja pun kemudian berkata "Terpujilah Allahnya Sadrakh, Mesakh dan Abednego! Ia telah mengutus malaikat-Nya dan melepaskan hamba-hamba-Nya, yang telah menaruh percaya kepada-Nya, dan melanggar titah raja, dan yang menyerahkan tubuh mereka, karena mereka tidak mau memuja dan menyembah allah manapun kecuali Allah mereka." (ay 28).

Inilah sebuah contoh sempurna mengenai iman yang radikal. Apa yang dikatakan radikal bukan mengacu kepada pengertian hari ini bahwa kita harus memusuhi saudara-saudara kita yang tidak seiman, apalagi sampai melakukan kekerasan atau membunuh. Radikal bukanlah berarti melakukan sebuah gerakan penuh kebencian. Memaksakan kehendak lalu merasa berhak untuk menghancurkan orang lain yang berbeda paham. Radikal bukanlah bentuk perilaku-perilaku keji seperti itu dengan mengatasnamakan Tuhan. Namun seperti yang saya sampaikan di atas, radikal yang saya maksudkan adalah mengacu pada pengertian sebenarnya, yakni sampai ke akar suatu masalah, mengerti secara mendalam hingga ke akar-akarnya, bahkan melewati batas-batas logika atau fisik yang ada. Apa yang dimiliki Sadrakh, Mesakh dan Abednego jelas merupakan bentuk iman yang radikal, yang tidak pamrih dan hanya terfokus pada berkat dan pertolongan Tuhan semata.

Agat lebih jelas, mari kita lihatlah sekali lagi jawaban mereka.

"Jika Allah kami yang kami puja sanggup melepaskan kami, maka Ia akan melepaskan kami...tetapi seandainya tidak, hendaklah tuanku mengetahui, ya raja, bahwa kami tidak akan memuja dewa tuanku."

Kalau Tuhan mau melepaskan kami, Dia pasti akan melepaskan kami. Tapi kalaupun tidak, anda harus tahu bahwa kami akan tetap setia menyembah Allah dan tidak bakal pernah menyerah dan menyembah dewamu. Itu kata mereka. Ada pertolongan atau tidak, iman mereka tidak goyah sedikitpun. Inilah iman yang radikal, iman sesungguhnya yang berakar dalam hidup mereka.

Saat kita dihadapkan pada sebuah persimpangan dimana iman kita harus diuji, mampukah kita memiliki keyakinan seperti Sadrakh, Mesakh dan Abednego? Akankahkita mendahulukan iman kita lebih dari segalanya dalam situasi genting? Atau lebih jauh lagi, mampukah kita berkorban  dan menghadapi ancaman bahkan kematian sekalipun demi iman kita akan Kristus? Benar, Sadrakh, Mesakh dan Abednego mengalami langsung mukjizat Tuhan. Tapi perhatikanlah apa kata mereka. Bahwa, sekiranyapun Tuhan memutuskan untuk tidak menyelamatkan mereka, iman mereka tidak akan berubah sedikitpun.

Hari ini, marilah kita terus melatih diri agar bisa memiliki iman radikal kepada Kristus. Hendaklah kita memperhatikan betul pertumbuhan iman yang bisa percaya sepenuhnya tanpa melihat kondisi dan situasi serta tidak pernah putus pengharapan. Ketika pertolongan Tuhan belum tiba pada anda, janganlah tergesa-gesa meragukan kemampuan Tuhan, apalagi sampai meragukan keberadaanNya. Apa yang direncanakan Tuhan bagi setiap kita adalah rancangan damai sejahtera, bukan rancangan kecelakaan untuk memberikan hari depan yang penuh harapan. (Yeremia 29: 11). Dan ingatlah bahwa segala yang diturunkan Bapa pada kita adalah pemberian yang baik dan anugrah yang sempurna. (Yakobus 1:17).

Jika anda merasa belum mendapat jawaban, jangan putus asa, dan tetaplah pegang janji Tuhan dengan iman penuh. Mau ada berkat, pertolongan, mukjizat atau tidak, mau mengalami jamahan atau pertolongan Tuhan yang ajaib atau pada akhirnya kita harus menyerahkan nyawa, iman terhadap Tuhan tidak boleh goyah sedikitpun. Marilah miliki iman yang radikal terhadap Tuhan, sebuah iman luar biasa sepeti iman Sadrakh, Mesakh dan Abednego.

Iman radikal adalah iman yang tetap berakar pada Tuhan, menyerahkan sepenuhnya percaya kepada keputusan Tuhan bukan karena apa yang dapat Dia lakukan melainkan semata-mata karena mengasihiNya sepenuh hati

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Saturday, October 29, 2016

Iman Radikal (1)

Ayat bacaan: Daniel 3:17-18
====================
"Jika Allah kami yang kami puja sanggup melepaskan kami, maka Ia akan melepaskan kami dari perapian yang menyala-nyala itu, dan dari dalam tanganmu, ya raja; tetapi seandainya tidak, hendaklah tuanku mengetahui, ya raja, bahwa kami tidak akan memuja dewa tuanku, dan tidak akan menyembah patung emas yang tuanku dirikan itu."

Sebesar apa iman kita hari ini? Mudah bagi kita untuk mengatakan kita percaya pada Tuhan saat hidup sedang baik, saat kita mengalami sesuatu yang besar, mukjizatnya yang ajaib atau saat kita merasa doa kita dijawab. Tuhan itu baik saat hidup kita baik. Tentu saja. Tetapi, mampukah kita mengatakan hal yang sama saat kita menghadapi masalah termasuk situasi hidup dan mati? Apakah kita bisa tetap mengucap syukur dan mengatakan bahwa Tuhan baik, merasakan keberadaanNya dan percaya kepada rencanaNya ketika kita berada di tepi jurang atau di ujung tanduk? Apakah kita masih punya iman yang sama besarnya ketika kita berada di titik nadir dan tidak kunjung melihat satupun 'tangga' yang bisa membawa kita keluar?

Beberapa waktu belakangan ini saya melatih diri dalam melihat sesuatu dibalik masalah. Setiap ada masalah, ketimbang fokus kepada kesulitannya saya mempergunakannya untuk memeriksa apakah iman yang saya miliki itu benar kuat atau ternyata masih rapuh. Mengapa? Sebab sebuah iman seharusnya tidak tergantung pada situasi atau keadaan melainkan kepada Tuhan. Percaya, bergantung dan berserah sepenuhnya kepada Tuhan, mengasihiNya dengan sebuah unconditional love.

Saya suka menyebutnya dengan iman yang radikal. Radikal, bukankah itu negatif? Paham radikal, ormas radikal, dan radikal-radikal lainnya yang berbahaya? Tunggu dulu. Saya mengacu kepada pengertian radikal yang sesungguhnya, sebelum kata ini mengalami pergeseran makna karena seringnya dipakai pada gerakan-gerakan berbahaya. Kata radikal berasal dari kata 'radix', bahasa Latin yang berarti 'root' atau 'akar'. Jadi pengertian sebenarnya dari radikal adalah sesuatu yang mengarah jauh ke dalam, sampai ke akar-akarnya, sampai kepada hal yang menyangkut prinsip, sesuatu yang sangat mendasar.

Pada definisi awal atau aslinya ini kita bisa melihat bahwa belum ada arti yang menunjukkan bahwa radikal merupakan sesuatu yang negatif. Iman yang radikal adalah iman yang berakar hingga ke dasar hati kita, sebuah iman yang tidak mudah goyah dengan goncangan-goncangan di permukaan, sebuah iman yang keluar dari dalam dan berakar kuat pada seluruh sendi kehidupan kita.Kalau bicara soal iman yang radikal, kita bisa melihat bukti nyatanya pada tiga orang luar biasa yang tertulis dalam Perjanjian Lama yaitu Sadrakh, Mesakh dan Abednego.

Kisahnya adalah seperti ini. Tercatat ada tiga pemuda yang berani melawan titah raja Nebukadnezar. Kenapa melawan? Pada saat itu, sang raja baru membuat patung emas dengan tinggi enam puluh hasta dan lebar enam hasta. Itu ukuran yang sangat besar, kurang lebih 27 x 3 meter. Dan ia memerintahkan seluruh bangsa, suku dan bahasa untuk menyembah patung tersebut. Mendengar perintah tersebut, bangsa-bangsa itu pun sujud menyembah patung tersebut, karena di masa itu hukuman bagi mereka yang melanggar perintah raja tidak main-main, yaitu hukuman mati. "dan bahwa siapa yang tidak sujud menyembah, akan dicampakkan ke dalam perapian yang menyala-nyala." (Daniel 3:11). Itu jelas sesuatu yang serius. Rasanya orang akan berpikir dua-tiga kali kalau mau menolak. Daripada dihukum mati dengan cara kejam, mendingan ikuti saja. Itu akan menjadi keputusan kebanyakan orang.

Tapi lihatlah apa yang terjadi. Diantara rakyat disana, ternyata ada 3 orang yang berani membantah. Mereka adalah Sadrakh, Mesakh dan Abednego. Seketika mereka pun ditangkap dan dibawa menghadap raja. Raja pun berkata: "...jika kamu tidak menyembah, kamu akan dicampakkan seketika itu juga ke dalam perapian yang menyala-nyala. Dan dewa manakah yang dapat melepaskan kamu dari dalam tanganku?" (ay 15). "Kalau kalian masih tetap bandel, kalian akan saya perintahkan untuk dibakar hidup-hidup. Siapa yang bisa membebaskan mereka kalau saya sudah bertitah?" Begitu kira-kira ucapan si raja. Tapi ketiga pemuda ini menjawab: "Jika Allah kami yang kami puja sanggup melepaskan kami, maka Ia akan melepaskan kami dari perapian yang menyala-nyala itu, dan dari dalam tanganmu, ya raja; tetapi seandainya tidak, hendaklah tuanku mengetahui, ya raja, bahwa kami tidak akan memuja dewa tuanku, dan tidak akan menyembah patung emas yang tuanku dirikan itu." (ay 17-18).

Itu jawaban yang sangat berani. Kita bisa bayangkan bagaiamana reaksi sang raja yang absolut mendengar itu. Nebukadnezar pun murka. Dia memerintahkan prajuritnya untuk menyiapkan perapian tujuh kali lebih panas dari biasanya untuk membakar ketiga pemuda itu hidup-hidup. Saking panasnya, api itu bahkan sampai membakar orang-orang yang mengangkat Sadrakh, Mesakh dan Abednego ke perapian. Logikanya, itulah akhir dari hidup ketiga pemuda berani ini. Mereka sebentar lagi meregang nyawa dengan rasa sakit yang tak terperikan.

(bersambung)


Friday, October 28, 2016

Belajar Terbang (2)

(sambungan)

Lihatlah fakta menyedihkan pada masa hidup Penulis Ibrani ini. Seharusnya dari sudut waktu sudah siap menjadi pelayan Tuhan, tetapi perilaku, sikap, tindakan dan perbuatan mereka masih seperti bayi kecil saja. Dulu seperti itu, hari ini pun sama. Masih banyak orang yang dari sudut waktu seharusnya sudah siap menjalankan Amanat Agung, menjadi duta-duta Kerajaan Allah di bumi dimanapun ditempatkan, menjalankan tugas sebagai rekan sekerja Kristus lewat panggilan dan pekerjaan kita masing-masing. Tapi sayangnya sebagian dari kita belum siap untuk dewasa dan lebih memilih untuk terus seperti anak kecil, yang bahkan belum bisa membedakan antara baik dan jahat. Kalau seperti itu, bagaimana Tuhan bisa mengajarkan kita untuk naik ke atas, dan menerima begitu banyak janji Tuhan di atas sana, terbang lebih tinggi dari segala permasalahan dan goncangan-goncangan kehidupan? Bagaimana kita bisa melakukan tugas-tugas kita yang nantinya harus kita pertanggungjawabkan langsung kepada Tuhan apabila kita masih terus saja berlaku seperti bayi?

Jika anda melihat orang dewasa yang kelakuannya masih seperti anak-anak, anda tentu tahu bahwa itu tidak baik bukan? Orang-orang seperti ini akan sangat mengesalkan, mengganggu dan merepotkan. Seperti itu pula orang-orang yang seharusnya sudah dewasa rohani  tapi ternyata tidak bertumbuh dan tetap seperti bayi. Alih-alih giat melakukan kewajiban dan punya iman matang seiring kedewasaan rohani, mereka malah kerap jadi batu sandungan bagi orang lain, mengganggu dan merepotkan pekerjaan dan pelayanan kita.

Tuhan merawat dan mengasuh kita saat kita masih sebagai bayi-bayi rohani. Tapi pada waktunya, Tuhan ingin kita terbang. There will come a time when He wants us to fly. For that, He will personally teach and guide us. Dia sendiri yang akan mengajar dan menuntun kita sampai kita kuat untuk melakukannya sendiri.

Kembali pada Ulangan 32, kisah rajawali menggoyang sarang ini didahului oleh ayat berikut: "Didapati-Nya dia di suatu negeri, di padang gurun, di tengah-tengah ketandusan dan auman padang belantara. Dikelilingi-Nya dia dan diawasi-Nya, dijaga-Nya sebagai biji mata-Nya." (Ulangan 32:10). Dan kemudian setelah ayat bacaan hari ini kita dapati ayat demikian: "Dibuat-Nya dia berkendaraan mengatasi bukit-bukit di bumi, dan memakan hasil dari ladang; dibuat-Nya dia mengisap madu dari bukit batu, dan minyak dari gunung batu yang keras" (ay 14).

Lihatlah di padang gurun, ditengah ketandusan dan auman padang belantara, Tuhan ada bersama kita. Dia melatih kita untuk menjadi kuat, untuk mampu terbang tinggi, sehingga kita sanggup melintasi semua ketandusan, kegersangan dan ganasnya kehidupan dan mendapatkan berkat melimpah dari bukit batu dan gunung batu yang keras sekalipun! Seperti itulah kerinduan Tuhan, dan seperti itulah yang Dia sediakan bagi kita. Hanya saja ingat bahwa itu tidaklah bisa kita peroleh jika kita terus menerus berlaku seperti layaknya bayi.

Miliki pertumbuhan iman yang baik, berhentilah menjadi bayi dan tumbuhlah dewasa. Grow, spread your wings and go fly! 

"I'll spread my wings and I'll learn how to fly, I'll do what it takes 'til I touch the sky" - Kelly Clarkson - "Breakaway"

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Thursday, October 27, 2016

Belajar Terbang (1)

Ayat bacaan: Ulangan 32:11
======================
"Laksana rajawali menggoyangbangkitkan isi sarangnya, melayang-layang di atas anak-anaknya, mengembangkan sayapnya, menampung seekor, dan mendukungnya di atas kepaknya, demikianlah TUHAN sendiri menuntun dia, dan tidak ada allah asing menyertai dia."

Bagi yang menonton film animasi box office Hotel Transylvania 2 tahun lalu tentu ingat adegan kocak saat kakek Dracula hendak mengajar cucunya terbang. Cucunya Dennis ternyata sangat kurang skil vampirnya termasuk berubah menjadi kelelawar dan terbang. Oleh karena itulah saat Dennis dititipkan kepadanya, ia naik ke puncak menara untuk mengajar cucunya terbang. Caranya adalah dengan dilepas jatuh ke bawah, dengan harapan naluri terbang Dennis bisa muncul di saat genting dan kemudian bisa terbang. Yang terjadi, si cucu ternyata tidak punya naluri itu, dan tepat sesaat sebelum ia menghantam tanah, kakek Dracula bergegas terbang menyelamatkannya.

Adegan ini tampaknya terinspirasi dari cara burung rajawali mengajari anak-anaknya terbang. Sebuah film dokumenter yang pernah saya tonton menggambarkan cara sang induk mengajar anak-anaknya terbang. Burung rajawali membuat sarang jauh tinggi di atas gunung. Di sanalah biasanya burung rajawali menetaskan telurnya. Posisi tinggi seperti itu dipilih agar burung rajawali bisa meminimalisasi jumlah predator yang bisa memangsa bayi-bayinya. Pada awal kelahiran, seperti halnya bayi manusia, bayi-bayi burung rajawali akan menghabiskan waktunya dengan makan dan tidur dengan penuh kenyamanan dalam sarang. Sang induk pun akan mengurus mereka dengan sepenuhnya, mencari makanan dan menyuapi mereka satu persatu. Tapi akan datang satu hari dimana sang induk akan terbang mengitari sarangnya sambil memperhatikan anak-anaknya dengan seksama. Pada suatu ketika, sang induk rajawali akan meluncur cepat menuju sarangnya, menabrak sarang tersebut lalu mengguncang-guncang sarang itu. Dengan adanya guncangan itu, si anak akan berkali-kali jatuh, namun induknya akan dengan cepat meraih anaknya kembali, mengangkat anaknya naik ke atas, dan melepaskannya kembali hingga semua anaknya terlatih dan siap untuk terbang.

Ada banyak di antara kita yang percaya pada Yesus tapi tidak mau dewasa dan terus berlaku selayaknya bayi burung rajawali. Kita hanya mau berada di sarang yang nyaman, disuapi terus, diurusi terus tanpa mau melangkah, mau masuk lebih dalam atau mau belajar untuk terbang naik lebih tinggi lagi. Kita takut menghadapi perubahan. Kita hanya mau mendengar firman yang berisi berkat-berkat yang nyaman bagi telinga, dan menolak ayat-ayat yang mengajarkan untuk bertekun dalam penderitaan. Kita hanya mau dimanja dan menolak untuk tumbuh dewasa. Kita hanya mau makanan bayi karena malas mengunyah makanan keras. Hanya mau diurus tanpa mau melakukan panggilan. Akan ada saatnya dimana Tuhan akan mulai mengguncang sarang nyaman kita dengan tujuan bukan mau menyiksa tapi karena Dia ingin kita tumbuh dewasa. Kabar baiknya, seperti induk rajawali Tuhan akan mempersiapkan dan melatih kita belajar sampai pada akhirnya bisa terbang.


Hal tersebut bisa kita baca pada ayat bacaan hari ini. "Laksana rajawali menggoyangbangkitkan isi sarangnya, melayang-layang di atas anak-anaknya, mengembangkan sayapnya, menampung seekor, dan mendukungnya di atas kepaknya, demikianlah TUHAN sendiri menuntun dia, dan tidak ada allah asing menyertai dia." (Ulangan 32:11). God Himself wants to teach us how to fly. Dia ingin mengajari kita secara langsung. Ada masa dimana kita harus disuapi dan diberi susu, tapi ada saat dimana kita cukup "dewasa" dan akan dipersiapkan Tuhan untuk berdiri, berjalan dan berlari. Mulai mengepakkan sayap dan terus berusaha untuk naik ke atas. Mulai bertolak dari pinggiran pantai dan masuk ke laut yang lebih dalam. Dalam proses itu, Tuhan sendirilah yang akan menuntun kita. Dia akan menuntun dan melatih kita hingga kita siap untuk terbang.

Akan halnya makanan lembut buat bayi dan makanan keras buat orang dewasa, Paulus menyampaikan seperti ini: "Dan aku, saudara-saudara, pada waktu itu tidak dapat berbicara dengan kamu seperti dengan manusia rohani, tetapi hanya dengan manusia duniawi, yang belum dewasa dalam Kristus. Susulah yang kuberikan kepadamu, bukanlah makanan keras, sebab kamu belum dapat menerimanya. Dan sekarangpun kamu belum dapat menerimanya. Karena kamu masih manusia duniawi. Sebab, jika di antara kamu ada iri hati dan perselisihan bukankah hal itu menunjukkan, bahwa kamu manusia duniawi dan bahwa kamu hidup secara manusiawi?" (1 Korintus 3:1-3). Berbagai perselisihan dan saling menjatuhkan di antara sesama anak-anak Tuhan yang banyak terjadi menunjukkan sebuah proses iman yang masih jauh dari dewasa.

Selanjutnya, mari kita lihat dalam kitab lain. "Sebab sekalipun kamu, ditinjau dari sudut waktu, sudah seharusnya menjadi pengajar, kamu masih perlu lagi diajarkan asas-asas pokok dari penyataan Allah, dan kamu masih memerlukan susu, bukan makanan keras. Sebab barangsiapa masih memerlukan susu ia tidak memahami ajaran tentang kebenaran, sebab ia adalah anak kecil.Tetapi makanan keras adalah untuk orang-orang dewasa, yang karena mempunyai pancaindera yang terlatih untuk membedakan yang baik dari pada yang jahat." (Ibrani 5:12-14).

(bersambung)


Wednesday, October 26, 2016

Bintang yang Menghiasi Langit (2)

(sambungan)

Apa landasan pikiran Kaleb sampai bisa berkata seyakin itu? Dalam pasal berikutnya kita bisa melihat dasar dari ucapan Kaleb itu. "Tetapi Yosua bin Nun dan Kaleb bin Yefune, yang termasuk orang-orang yang telah mengintai negeri itu, mengoyakkan pakaiannya, dan berkata kepada segenap umat Israel: "Negeri yang kami lalui untuk diintai itu adalah luar biasa baiknya.Jika TUHAN berkenan kepada kita, maka Ia akan membawa kita masuk ke negeri itu dan akan memberikannya kepada kita, suatu negeri yang berlimpah-limpah susu dan madunya." (14:6-8). Tidak sampai disitu saja, tetapi kemudian Yosua dan Kaleb lalu melanjutkan dengan memberi pesan. "Hanya, janganlah memberontak kepada TUHAN, dan janganlah takut kepada bangsa negeri itu, sebab mereka akan kita telan habis. Yang melindungi mereka sudah meninggalkan mereka, sedang TUHAN menyertai kita; janganlah takut kepada mereka." (ay 9).

Inilah kuncinya. Kaleb dan Yosua percaya bahwa meski mereka tidak tahu apa yang akan terjadi di kemudian hari, mereka selalu bisa mengandalkan Tuhan. Percaya sepenuhnya kepada Tuhan dan paham bahwa mereka tetap harus memegang keyakinan itu secara utuh. Tidak memberontak dan jangan takut. Itu harus dilakukan agar kita bisa memperoleh penyertaan Tuhan yang ajaib secara maksimal. Dengan kata lain, melekatlah erat kepada Tuhan tanpa keraguan sedikitpun, atau kita tidak akan pernah bisa mendapatkan yang terbaik dalam jaminan Tuhan yang penuh dalam hidup kita.

Tuhan tetap sama, baik kemarin, hari ini dan sampai selamanya. Surat Ibrani 13:8 dengan jelas menyatakan hal itu. Kalau dulu Tuhan sanggup, mengapa hari ini tidak? Bukankah bintang-bintang di langit bisa menjadi bukti bagaimana luar biasanya Tuhan dalam mengatur segalanya agar berada dalam lintasan dan polanya masing-masing? Daud mengerti betul akan hal itu. Dari seorang anak yang menggembalakan ternak ia mampu membalikkan semua prediksi dengan menumbangkan raksasa bersenjata dan perisai lengkap hanya dengan umban. Di kemudian hari kita tahu bahwa hingga masa tuanya Daud tetaplah seorang pejuang yang memenangi berbagai peperangan. Kuncinya hanyalah hubungannya yang erat dengan Tuhan, dengan kepercayaan penuh di dalamnya.

Apa yang jadi dasar keyakinan Daud adalah bentuk pikiran yang seperti ini: "Kuda adalah harapan sia-sia untuk mencapai kemenangan, yang sekalipun besar ketangkasannya tidak dapat memberi keluputan. Sesungguhnya, mata TUHAN tertuju kepada mereka yang takut akan Dia, kepada mereka yang berharap akan kasih setia-Nya, untuk melepaskan jiwa mereka dari pada maut dan memelihara hidup mereka pada masa kelaparan." (Mazmur 33:17-19). Daud mengerti bahwa kesuksesan bukan terletak di tangan kehebatan dan kekuatan kita, menggantungkan harapan kepada segala yang ada di dunia ini, sekuat kuda-kuda paling kokoh dan kuat sekalipun hanyalah akan sia-sia. Daud mengerti bahwa kuncinya bukan disana, tetapi ada pada Tuhan.

Ambillah waktu sejenak dan pandanglah bintang-bintang langit malam ini. Lihatlah bagaimana Tuhan mengatur segalanya untuk berada pada lintasan masing-masing dan semuanya berjalan dengan sangat baik, sempurna. Jika Tuhan mampu mengatur semua bintang sesuai polanya, kenapa kita harus ragu bahwa Dia tidak sanggup untuk menuntun dan memetakan arah yang aman bagi kita?

Apakah ada tantangan atau masalah yang hari ini menghadang langkah anda? Apakah anda hari ini berhadapan dengan berbagai pikiran buruk akan ketidakpastian? Berjalanlah bersama Tuhan, melekatlah kepadaNya, maka anda akan tahu bahwa tidak ada satupun yang perlu anda takuti.

"TUHAN di pihakku. Aku tidak akan takut. Apakah yang dapat dilakukan manusia terhadap aku?" (Mazmur 118:6)

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Tuesday, October 25, 2016

Bintang yang Menghiasi Langit (1)

Ayat bacaan: Mazmur 91:14-16
======================
"Sungguh, hatinya melekat kepada-Ku, maka Aku akan meluputkannya, Aku akan membentenginya, sebab ia mengenal nama-Ku. Bila ia berseru kepada-Ku, Aku akan menjawab, Aku akan menyertai dia dalam kesesakan, Aku akan meluputkannya dan memuliakannya. Dengan panjang umur akan Kukenyangkan dia, dan akan Kuperlihatkan kepadanya keselamatan dari pada-Ku."

Salah satu hobi saya sejak kecil adalah duduk di luar di malam hari saat langit cerah. Saya bisa menghabiskan waktu lama menikmati keindahan bintang-bintang yang bgaikan mutiara berkilauan di langit gelap. Kalau tinggal di kota besar, bintang pun semakin jarang bisa dinikmati. Karena itulah saya memilih untuk tinggal lebih kepinggir dan di area pegunungan supaya hobi ini masih bisa saya nikmati, plus udara yang masih relatif lebih segar dan sejuk dibanding udara berpolusi di perkotaan. Kesibukan membuat saya jarang punya waktu untuk memandangi bintang di langit, tapi kalau lagi sempat dan langitnya cerah, saya akan memaksimalkannya.

Malam ini saat menulis saya akhirnya kembali bisa menjalankan hobi ini. Langit malam yang cerah tampaknya karena hujan baru saja menyuci bersih kabut disana. Indah sekali, itu pasti. Tapi malam ini saya memikirkan sesuatu yang berbeda. Ada begitu banyak bintang di langit. Kalau mereka saling bertabrakan satu sama lain, apa jadinya tata surya kita? Dan dampaknya bagi dunia pun bisa sangat fatal. Tapi itu tidak terjadi. Bintang semua ada di lintasannya masing-masing, dengan polanya masing-masing pula, yang saya pikir rumit. Tuhan yang mendesain tahu bahwa bintang harus punya lintasannya masing-masing, menuntun bintang-bintang agar kita bisa menikmati keindahnnya dan tidak perlu takut bintang-bintang itu nanti bertabrakan. Menyadari hal itu, saya memandang bintang yang menghiasi langit sebagai sebuah pesan kasih yang sungguh indah dari Tuhan. Kalau Tuhan mau menjaga bintang-bintang tetap di lintasannya, kalau Dia mau menjaga pola bintang, tentu Dia pun akan atau malah lebih memperhatikan manusia, ciptaanNya yang teristimewa. Tuhan  pasti akan memetakan arah yang aman dalam perjalanan kita menuju penggenapan panggilan maupun tujuan terutama kita untuk terus bertumbuh menjadi seperti Kristus. Kita jelas butuh itu dalam menjalani hidup yang sesungguhnya tidak mudah.

Tidak satupun dari kita yang pernah tahu apa yang akan terjadi didepan. Kemampuan berpikir dan melihat kita terbatas. Sehebat-hebatnya kita memprediksi, tidak akan ada yang pernah tepat seratus persen bisa kita tebak. Karena itu tidaklah mudah untuk menjalani hari lepas hari dalam kehidupan kita. Kekuatiran bahkan ketakutan bisa dengan mudah menyerang. Tetapi kita harus ingat bahwa kita punya Allah yang selalu setia menjaga kita dan akan selalu siap membimbing kita dalam setiap langkah.  Kita tahu itu dari Alkitab.

Seperti apa yang berulang kali telah Dia janjikan. Tuhan memberi janji yang luar biasa kepada setiap orang yang tidak mendua, yang hatinya melekat erat kepada Tuhan. "Sungguh, hatinya melekat kepada-Ku, maka Aku akan meluputkannya, Aku akan membentenginya, sebab ia mengenal nama-Ku. Bila ia berseru kepada-Ku, Aku akan menjawab, Aku akan menyertai dia dalam kesesakan, Aku akan meluputkannya dan memuliakannya. Dengan panjang umur akan Kukenyangkan dia, dan akan Kuperlihatkan kepadanya keselamatan dari pada-Ku." (Mazmur 91:14-16).

Baca dan renungkan, resapi dalam-dalam. Bukankah ini janji yang luar biasa? Tuhan akan: meluputkan, membentengi, menjawab, menyertai, memuliakan, mengenyangkan dan menjadikan kita anak-anakNya yang menjadi saksi bagaimana hebatnya keselamatan yang berasal daripadaNya.

Kuncinya ternyata tidak rumit. Yang Tuhan minta hanyalah hati kita melekat kepadaNya, dan dengan demikian kita mengenal namaNya. Kalau itu kita lakukan maka Tuhan menjanjikan semua itu kepada kita.

Dalam kesempatan lain lihatlah bagaimana Tuhan mengingatkan kita agar jangan takut dalam memandang masa depan. "janganlah takut, sebab Aku menyertai engkau, janganlah bimbang, sebab Aku ini Allahmu; Aku akan meneguhkan, bahkan akan menolong engkau; Aku akan memegang engkau dengan tangan kanan-Ku yang membawa kemenangan." (Yesaya 41:10). Kitanya terbatas, tapi Tuhan yang ada bersama kita tidak. Kemampuan kita untuk membaca atau mengetahui masa depan terbatas, tapi Tuhan tidak. Dengarlah, kita bisa selalu mengandalkan Tuhan dalam menyertai, menuntun dan menjaga kita. KekuasaanNya yang tidak terbatas tidak Dia pelitkan. Sebaliknya, Dia siap memberi itu semua dalam kelimpahan kepada anak-anakNya yang melekat kepadaNya.

Mari kita ambil sebuah contoh menarik. Suatu kali Musa meminta 12 orang untuk mengintai tanah yang dijanjikan itu. Semua sepakat bahwa tanah itu memang tepat seperti yang dijanjikan Tuhan, sebuah tanah yang menghasilkan susu dan madu, buah-buah masak yang siap dipanen. Ke 12 pengintai pergi dan kembali dengan dua kesimpulan berbeda. Sepuluh orang berkata bahwa disana terlalu banyak raksasa, orang-orang Enak dan prajurit-prajurit perkasa yang tidak akan pernah bisa ditaklukkan. Itu membuat mereka merasa kecil, seperti belalang yang tidak berarti.

Tetapi lihatlah, dua orang, Kaleb dan Yosua tidak sependapat dengan itu. Kaleb berseru: "Tidak! Kita akan maju dan menduduki negeri itu, sebab kita pasti akan mengalahkannya!" (Bilangan 13:31).

(bersambung)


Monday, October 24, 2016

Pol-Tra (2)

(sambungan)

Jangan sampai kita lupa terhadap cara pandang Tuhan. Kalau manusia cenderung memandang tampilan luar, Tuhan justru melihat apa yang jarang dilihat orang lain, yaitu hati. Firman Tuhan berkata: "Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati." (1 Samuel 16:7). Mencari ketenaran, pamor, popularitas atau pujian di mata orang lain di muka bumi yang fana ini tidaklah penting. Perjalanan di bumi ini teramat sangat singkat jika dibandingkan dengan kekekalan yang akan kita masuki setelahnya. Apa yang kita lakukan seharusnya untuk Tuhan dan bukan untuk dipertontonkan kepada orang lain.

Tuhan yang mengasihi kita sudah menjamin keselamatan kita, dan Dia ingin kita kelak bersama dengan Dia menikmati kehidupan kekal yang penuh damai, sukacita tanpa ratap tangis. Bisakah manusia yang sama dengan kita memberikan itu? Tentu tidak. Lalu buat apa kita repot-repot mencari pujian dan popularitas di mata manusia untuk sebuah fase waktu yang singkat lantas mengabaikan atau melupakan pentingnya memelihara hidup agar berkenan bagi Tuhan? Singkatnya seperti bagaimana Firman Tuhan berkata: "Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia, tetapi ia kehilangan nyawanya." (Markus 8:36).

Apa yang dikejar menurut pola ajaran dunia tidak ada gunanya. Inipun sudah dinyatakan di dalam Alkitab. "Dan dunia ini sedang lenyap dengan keinginannya, tetapi orang yang melakukan kehendak Allah tetap hidup selama-lamanya." (1 Yohanes 2:17). Lihatlah bahwa hanya orang-orang yang terus melakukan kehendak Allah, menjauhkan diri dari kecemaran dan memelihara hidupnya seturut keinginan Tuhan, itulah yang akan hidup kekal selama-lamanya. Sementara dunia akan terus menyeret orang-orang yang tertipu dibalik kuasanya untuk jatuh dan lenyap bersama-sama. Yesus sendiri dengan tegas mengatakan: "Aku tidak memerlukan hormat dari manusia." (Yohanes 5:41).

Yesus tidak butuh itu. BagiNya, sebuah misi yang diemban sesuai perintah Bapa jauh lebih penting untuk dilakukan ketimbang mencari pamor di mata orang. Keselamatan bagi manusia, pemulihan hubungan antara Tuhan dan ciptaanNya yang teristimewa, penebusan atas dosa dan kutuk-kutuk serta mengalahkan iblis dan kuasanya, semua itu jauh lebih penting dan itulah yang dilakukan Yesus. Yesus bahkan rela menanggung segala kesakitan dan penderitaan agar kita semua selamat, dan itu adalah sebuah gambaran bagaimana besarnya kasih Tuhan terhadap ciptaanNya yang teristimewa. Betapa menyedihkannya ketika kita terus berlaku munafik agar mendapat pujian dari orang lain lalu menolak dan mengabaikanNya dalam hidup kita.

Kita harus menyadari bahwa apa yang dilakukan Yesus untuk kita sesungguhnya sangatlah besar. Alangkah keterlaluan jika kita tidak menghargai itu semua dan lebih mengejar popularitas, pamor, kekuasaan, citra atau persepsi di mata orang lain. Alangkah sayangnya kalau kita hanya mencari pujian dari orang lalu mengabaikan bagaimana Tuhan memandang kita. Untuk waktu singkat mungkin bisa mendatangkan keuntungan pribadi, itu benar. Tetapi apalah artinya itu jika kita malah kehilangan kesempatan untuk menerima anugerah terbesar dari Tuhan?

Dunia terus semakin mementingkan politik pencitraan. Sebagai orang percaya yang ingin hidup sesuai kebenaran, hendaklah kita tidak ikut-ikutan melakukan itu. Tidak ada gunanya membuat-buat pencitraan untuk memperoleh penghargaan dari manusia. Apa yang penting adalah bagaimana kita dipandang indah di mata Tuhan. Meski kita tidak mendapat pujian apa-apa dari manusia, apaila kita melakukannya demi kemuliaan Tuhan, melakukan Firman Tuhan yang memberkati orang lain dengan sungguh-sungguh, menaati perintahNya dan menjauhi laranganNya lalu Tuhan memandangnya sebagai sesuatu yang baik, yang berkenan, yang berharga, bukankah itu jauh lebih penting?

Oleh sebab itu, hindarilah bentuk-bentuk keinginan untuk terlihat sempurna di mata orang lain lewat kemunafikan dan politik pencitraan. Hiduplah jujur dalam hubungan dengan Tuhan. Patuhilah semua perintahNya dan lakukan tepat seperti yang Dia kehendaki. Saya percaya, orang yang hidup benar akan memancarkan kebenaran pula. Tanpa kita minta sekalipun, percayalah bahwa cepat atau lambat orang akan bisa melihat dan merasakan Kristus dan segala kebenarannya lewat diri kita.

Bukan apa kata orang tapi apa kata Tuhan, bukan yang dilihat manusia tapi hati yang dilihat Tuhan

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Sunday, October 23, 2016

Pol-Tra (1)

Ayat bacaan: Matius 6:1
===================
"Ingatlah, jangan kamu melakukan kewajiban agamamu di hadapan orang supaya dilihat mereka, karena jika demikian, kamu tidak beroleh upah dari Bapamu yang di sorga."

Pencitraan dan politik semakin lama semakin tak terpisahkan. Seorang teman memakai istilah pol-tra untuk menggambarkan fenomena ini, yang merupakan singkatan dari politik pencitraan.  Sebuah politik pencitraan merupakan upaya dari (calon) pejabat, partai, organisasi, perusahaan dan lain sebagainya agar terlihat baik di mata orang lain. Menutupi keburukan bukan dengan memberbaiki tapi dengan memoles dan memanipulasi sedemikian rupa sehingga tampak tak bercela. Poster, billboard, selebaran, berbagai iklan di media massa dipakai sebagai salah satu bentuknya. Mereka biasanya berusaha tampil di acara-acara dengan rating tinggi, membagi-bagikan sembako, kaos, agar bisa terpilih atau dilihat punya citra baik.

Mereka tidak segan mengeluarkan biaya besar untuk itu, kalau perlu hutang dulu juga tidak apa-apa asal tujuannya tercapai. Tidak jarang mereka rela merogoh kocek habis-habisan untuk menyewa konsultan-konsultan besar baik dari dalam dan luar negeri untuk membentuk citra mereka, memberikan persepsi yang baik tentang diri mereka kepada masyarakat dan menyimpan dalam-dalam segala hal yang buruk yang bisa menjatuhkan mereka. Dalam iklan layar kaca mereka mengunjungi pasar, menyalami orang miskin, menggendong bayi, memanen hasil tani bersama petani dan berbagai tampilan lainnya. Kalau sudah terpilih? Mereka pun hilang. Mungkin mereka terlalu sibuk untuk mengumpul dana lewat kekuasaan agar modal yang sudah terpakai bisa cepat kembali. Tentu saja ini melelahkan, sehingga mereka tidak lagi punya waktu mengurusi rakyat. Wajar pula kalau mereka tertidur dalam rapat-rapat yang seharusnya mereka seriusi untuk kepentingan rakyat dan negara.

Politik pencitraan sayangnya bukan saja terjadi di area politik tapi juga di antara orang-orang rohani yang seharusnya menjadi panutan. Pakai berbagai atribut agama, cara bicara disetel sereligius mungkin, pintar menyitir ayat, merangkai kata dalam berdoa dan sebagainya. Hanya orang di luar sana saja? Ironisnya tidak. Di kalangan orang percaya penyakit yang sama pun banyak terjadi. Pintar ngomong, gaya oke, tapi kelakuan aslinya jauh dari apa yang dipertontonkan. Lalu 'kecelakaan' lainnya, orang-orang yang merasa sudah sangat rohani ini pun kerap merasa diri paling benar bahkan merasa berhak menghakimi orang lain. Betapa kecewanya Tuhan jika terus mendapati orang-orang yang seharusnya menjadi garam dan terang tapi malah jadi batu sandungan di manapun mereka berada.

Di jaman Yesus hal seperti ini sudah terjadi. Orang-orang Farisi dan para ahli Taurat seharusnya merupakan tokoh-tokoh agama yang jadi panutan di masa itu. Mereka mendalami betul isi kitab Taurat dan kitab-kitab nabi, hafal isinya dan seluk beluknya. Tetapi lihatlah bagaimana mereka terjebak kepada kepentingan duniawi. Mereka lebih ingin menonjolkan kehidupan beragama mereka di hadapan publik, bahkan tidak segan-segan mempertontonkannya sebanyak mungkin. Berdiri di pasar-pasar dan beraksi. Mereka lebih mementingkan status dan penghormatan di mata orang. Mereka ingin terlihat paling suci, paling benar dan paling terkemuka. Tapi sebenarnya mereka tidak lagi peduli terhadap Tuhan, karena apa yang mereka butuhkan hanyalah pencitraan agar bisa memanipulasi dan mengeruk keuntungan dari masyarakat.

Yesus dengan tegas menentang hal ini. Yesus membongkar kemunafikan mereka dan mengingatkan bahwa apa yang penting sebenarnya jauh lebih besar dari pembentukan pencitraan di mata masyarakat. Bagaimana kita hidup dan sikap hati yang berkenan di hadapan Tuhan itu jauh lebih penting. Bagaimana citra kita di mata Tuhan itu sungguh jauh lebih bernilai ketimbang pencitraan di mata orang lain.

Lihat apa yang dikatakan Yesus berikut ini. "Ingatlah, jangan kamu melakukan kewajiban agamamu di hadapan orang supaya dilihat mereka, karena jika demikian, kamu tidak beroleh upah dari Bapamu yang di sorga." (Matius 6:1). Betapa sia-sianya orang yang sibuk beribadah dan melakukan kewajiban-kewajiban agama seperti berbuat baik, membantu sesama, memberi sedekah dan lain-lain yang ditujukan hanya untuk membentuk kesan, persepsi atau citra di mata masyarakat dan hanya mengharap pujian dari orang. Yesus dengan tegas mengatakan semua itu tidak ada upahnya, alias sia-sia. Ketika banyak orang hari ini sibuk memamerkan tampilan luarnya, Yesus berkata "Jadi apabila engkau memberi sedekah, janganlah engkau mencanangkan hal itu, seperti yang dilakukan orang munafik di rumah-rumah ibadat dan di lorong-lorong, supaya mereka dipuji orang. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya." (ay 2).

Perilaku seperti itu dilakukan oleh orang-orang munafik, kata Yesus. Kemunafikan merupakan racun yang mematikan bagi keselamatan kita. Orang Farisi dan para ahli Taurat melakukannya. Mereka hanya sibuk memoles image tapi tidak peduli pada Tuhan. Mereka melupakan apa yang seharusnya menjadi tugas mereka, bahkan mereka tidak peka akan kehadiran Tuhan di tengah-tengah mereka. Hari ini ironisnya masih banyak orang yang terjebak pada hal yang sama. Kita bisa melihat perilaku seperti ini dengan mudah di mana-mana, termasuk di kalangan orang percaya. Mereka lebih tertarik kepada tata cara dan tradisi peribadatan, lebih peduli terhadap apa kata orang, ingin selalu terlihat begitu suci di luar tetapi di dalam penuh kecurangan. Di luar tampak ramah tetapi di dalam penuh kebencian. Atau begitu mudah menghakimi orang lain karena menganggap diri paling benar dan berhak untuk itu. Apa yang mereka pertontonkan berbanding terbalik dengan kehidupan mereka yang sesungguhnya.

(bersambung)


Saturday, October 22, 2016

Menjadi Anak-Anak Allah yang Membanggakan (2)

(sambungan)

Lihat  pula Firman Tuhan lewat Petrus: "Sebab juga Kristus telah mati sekali untuk segala dosa kita, Ia yang benar untuk orang-orang yang tidak benar, supaya Ia membawa kita kepada Allah; Ia, yang telah dibunuh dalam keadaan-Nya sebagai manusia, tetapi yang telah dibangkitkan menurut Roh." (1 Petrus 3:18). Kasih yang begitu besar sanggup menggerakkan Tuhan untuk menebus kita, bahkan dengan mengorbankan AnakNya yang tunggal sekalipun. "Sebab kamu tahu, bahwa kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas, melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat." (1 Petrus 1:18-19).

Cerita keselamatan ini bukan lagi hal yang baru bagi kita. Tetapi tentu tidak cukup jika kita hanya mengetahui karya Tuhan yang agung kini tanpa mau mulai berbuat sesuatu untuk menanggapinya serius, menyikapi dengan keputusan-keputusan yang benar yang berasal dari kita sendiri. Alkitab berkata: "Tetapi semua orang yang menerima-Nya diberi-Nya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam nama-Nya." (Yohanes 1:12). Apa yang diberikan Tuhan ini adalah sebuah kasih karunia yang begitu luar biasa besarnya. Dari orang berdosa, yang gagal mencapai standar kelayakan bagi Tuhan, ternyata kita malah diberikan kuasa untuk menjadi anak-anak Allah dengan menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamat pribadi kita. Tidakkah itu seharusnya mampu menggerakkan hati kita untuk bersyukur dan memutuskan untuk menghargai segala kebaikan Tuhan yang luar biasa itu sepenuhnya?

Firman Tuhan juga berkata "Barangsiapa memiliki Anak, ia memiliki hidup; barangsiapa tidak memiliki Anak, ia tidak memiliki hidup." (1 Yohanes 5:12). Ini sebuah jaminan yang diberikan Tuhan kepada kita lewat Kristus. Dengan menerima Kristus, Dia dengan sendirinya telah masuk ke dalam hidup kita, dan dengan demikian kita pun dianugerahkan hidup yang kekal. "Kata Yesus kepadanya: "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku. Sekiranya kamu mengenal Aku, pasti kamu juga mengenal Bapa-Ku. Sekarang ini kamu mengenal Dia dan kamu telah melihat Dia." (Yohanes 14:6-7). Hanya lewat Kristus kita bisa datang kepada Bapa. Hanya lewat Dia kita memperoleh jalan dan kebenaran dan hidup. Hanya lewat Dia kita diselamatkan, dan hanya lewat Dia pula kita bisa mengenal Bapa, bahkan dikatakan telah melihatNya. Sebuah anugerah yang sungguh besar yang alangkah keterlaluan jika kita sia-siakan dengan tidak mau memperhatikan dengan sebenar-benarnya Firman Tuhan yang kita dengar.

Sudahkah kita menanggapi dengan benar dari apa yang diberikan Tuhan kepada kita? Lewat Kristus kita memperoleh keselamatan kekal dan diberi kuasa untuk menjadi anak-anak Allah. Sudahkah kita benar-benar menyadari hal itu? Sudahkah kita menanggapi terang rohani yang telah diberikan Allah kepada kita, dan sudahkah kita menyalurkan terang itu kepada orang-orang di sekitar kita seperti apa yang diperintahkan Tuhan? Mendengar Firman Tuhan itu baik, tetapi alangkah sia-sianya apabila kita tidak menghidupinya. Jangan-jangan kita masih menjadi pendengar yang baik, namun perilaku, tindakan, pikiran dan perbuatan kita sama sekali tidak mencerminkan apa yang telah kita dengar. "Tetapi hendaklah kamu menjadi pelaku firman dan bukan hanya pendengar saja; sebab jika tidak demikian kamu menipu diri sendiri." (Yakobus 1:22).

Patuh terhadap nasihat orang tua merupakan sebuah keharusan demi kebaikan kita sendiri, patuh terhadap Tuhan tentu jauh lebih penting lagi. Apakah kita sudah menjadi anak-anak Allah yang taat, baik dan membanggakan atau kita merupakan anak-anak bandel yang kerjanya cuma melukai hati Bapa, bukannya membanggakan tapi malah mempermalukan?

Hari ini mari kita sama-sama hidup dengan kebenaran firman Tuhan, menjadi pelaku-pelaku firman, menyesuaikan perilaku kita dengan apa yang kita baca atau dengar dari semua tulisan yang diilhamkan Tuhan sendiri yang tercatat dalam Alkitab. Mari kita hidup sebagai anak-anak Allah yang menyatakan terang, anak-anak yang berfungsi sebagai terang dan garam dunia yang akan jelas dilihat lewat cara dan gaya hidup kita. Tetaplah hidup dengan iman teguh akan Yesus,Tuhan dan Juru Selamat kita. Jangan biarkan anugerah luar biasa besar ini menguap sia-sia akibat sikap bandel dan membangkang yang kita biarkan terus ada dalam diri kita.

Jadilah anak-anak Allah yang membanggakan Bapanya yang penuh kasih

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Friday, October 21, 2016

Menjadi Anak-Anak Allah yang Membanggakan (1)

Ayat bacaan: Yohanes 1:12
=========================
"Tetapi semua orang yang menerima-Nya diberi-Nya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam nama-Nya"

"Harus punya karunia khusus kalau punya anak bandel", kata seorang teman sambil tertawa. Ia bercerita bahwa saudaranya punya tiga anak yang bandelnya bukan main. Usia yang berdekatan, dimana dua dari mereka itu anak kembar membuat kehebohan yang ditimbulkan dobel bahkan tripel dari normal. Mereka akan berlari kesana kemari, meleng sedikit saja bisa ada yang jatuh lalu menangis keras. Sedang mengurus yang satu, dua lagi nyelonong bikin kerusuhan lain. Ia bercerita bahwa saudaranya ini hampir habis akal melihat kebandelan anaknya. Ia kerap memperingatkan bahkan memarahi, tapi tampaknya efeknya masih kurang memadai dari yang diharapkan. Ketika ditegur, diperingatkan atau dimarahi ketiga anak ini tentu mendengar. Sebab mereka punya telinga dan telinganya berfungsi baik. Masalahnya, meski merek mendengar tapi mereka tidak mau patuh dan mau menurutinya. Kalau sikapnya seperti itu, mau mendengar berkali-kali tetap saja tidak berubah karena mereka tidak menerima apa yang diingatkan oleh orang tuanya.

Orang yang sudah dewasa yang seharusnya sudah punya pertimbangan matang masih kerap melakukan hal yang sama terhadap Allah. Telinga mendengar Firman, namun sikap, tindakan dan perbuatan sama sekali tidak mencerminkan apa yang kita dengar. Kalau anak-anak yang tidak mendengar orang tua bisa celaka, kita pun sama. Akan ada banyak kerugian yang akan kita alami kalau kita bandel terhadap nasihat, pesan, didikan dan pengajaran akan prinsip kebenaran baik dari orang tua, orang yang lebih bijaksana dan dewasa terlebih dari Tuhan.

Namanya orang percaya tentu sering mendengarkan Firman Tuhan. Apakah itu dari kotbah dalam ibadah Minggu, dari mendengar rekaman, menonton, membaca Alkitab dan sebagainya. Tapi pertanyaannya, apakah kita sudah menanggapi, mentaati dan menghidupinya? Sebagian orang akan terus melakukan hal-hal yang menyenangkan dirinya tanpa mempedulikan apa kata Tuhan mengenai apa yang diperbuatnya. Mendengar Firman sih iya, tapi setelah itu mereka akan kembali pada kehidupan duniawinya. Mereka tahu apa kata sebagian Firman Tuhan, tapi tidak tahu mengaplikasikannya dalam hidup. Saat masalah datang, bukannya segera mencari tahu apa kata Tuhan sebagai solusi tapi malah kalang kabut mencari alternatif-alternatif di luar sana yang jelas mendukakan hati Tuhan.

Ayat-ayat dalam Alkitab bukan lagi hal yang asing bagi kita, tetapi sudahkah kita menangkap esensi dasar dari kebenaran yang terkandung di dalamNya? Sudahkah kita memperhatikan dengan seksama bagaimana kehidupan kita dan menjaganya agar berita luar biasa tentang keselamatan lewat Kristus yang diberitakan lewat Injil tidak sampai luput dari kita?

Berbagai ayat dalam Alkitab secara kasat mata bagi sebagian orang mungkin hanya terlihat sebagai sekumpulan tulisan saja. Tetapi pikirkanlah baik-baik, Firman Tuhan sesungguhnya mengandung kebenaran yang mampu menembus hati, yang berasal dari kalimat-kalimat Allah sendiri. Sebagai manusia, lihatlah gambaran siapa sesungguhnya diri kita. "Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah." (Roma 3:23). Kondisi manusia sesungguhnya sangatlah memperihatinkan. Kita digambarkan sebagai orang-orang berdosa, yang dengan sendirinya membuat kita kehilangan kemuliaan Allah. Semua manusia gagal mencapai standar kebenaran yang sempurna dari Tuhan.

Ganjaran dari ini semua jelas, kita seharusnya binasa dengan mengenaskan. Tapi lihatlah bagaimana besarnya Tuhan mengasihi kita. Meski semuanya salah kita, Tuhan tidak menginginkan kita berakhir binasa. Lalu Injil mengatakan "Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal." (Yohanes 3:16). Yesus dikaruniakan Tuhan kepada kita, menebus dosa kita dan melayakkan kita kembali untuk berhubungan dengan Tuhan, karena digerakkan oleh kasih yang begitu besar dari Tuhan pada kita.

(bersambung)


Thursday, October 20, 2016

Beribadah tapi Memungkiri Kekuatannya (2)

(sambungan)

Dan Paulus pun menyampaikan alasannya. "Latihan badani terbatas gunanya, tetapi ibadah itu berguna dalam segala hal, karena mengandung janji, baik untuk hidup ini maupun untuk hidup yang akan datang." (ay 8). Latihan jasmani akan sangat berguna bagi kesehatan dan daya tahan tubuh kita. Itu berguna bagi kehidupan kita di dunia saat ini, tetapi tidak akan ada gunanya lagi untuk hidup yang akan datang. Sedangkan melatih diri untuk beribadah akan berguna baik untuk hidup saat ini maupun yang akan datang nanti.

Jadi jelas beribadah itu penting. Tapi jangan lupa bahwa selain melakukan, kita pun harus tahu hakekatnya kita beribadah. Paham tujuannya, kegunaannya, kekuatannya, agar ibadah yang kita lakukan tidak menjadi sia-sia, tidak berhenti hanya sebatas menjalankan tradisi, sesuai kebiasaan atau tata cara liturginya saja. Ibadah yang dilakukan dengan benar akan mampu membangun iman kita untuk bertumbuh makin besar, berakar dalam Kristus semakin dalam, sehingga kita lagi terjebak memungkiri sendiri kekuatan di balik ibadah-ibadah yang kita lakukan itu.

Kalau untuk percaya terhadap pengalaman atau kesaksian orang saja kita sulit, bagaimana mungkin kita bisa mengalaminya sendiri? Ibadah yang dilakukan hanya pada kegiatannya saja tidak akan membawa manfaat apa-apa bagi kita. Kita akan terus semakin jauh dari pengalaman-pengalaman luar biasa bersama Tuhan. Kita tidak akan bisa merasakan mukjizatNya, penyertaan dan pertolonganNya yang ajaib, serta berbagai kuasa Tuhan yang terus dinyatakan hingga hari ini secara nyata. Kalau Tuhan terus menyatakan semua itu secara nyata, artinya kita seharusnya bisa melihat, merasakan dan mengalaminya secara nyata pula. We should be able to see it, feel it, experience it for real. Kita harus terus meningkatkan pemahaman kita akan kekuatan dari ibadah hingga pada suatu ketika nanti bisa mengalaminya langsung, bukan lagi hanya kata orang tetapi kita sudah mengalami sendiri. Semua orang percaya harus sampai kepada tingkatan seperti itu, dan itu akan sulit tercapai apabila kita sendiri masih memungkiri kekuatannya.

Ibadah tidak boleh terbatas pada seremonial yang penuh dengan hafalan tanpa memahami esensinya. Ibadah tidak boleh berhenti pada tata cara, gerak tubuh, posisi dan ucapan yang sama berulang-ulang. Ibadah bahkan seharusnya tidak dibatasi oleh jam atau waktu. Ibadah hendaknya diarahkan untuk membangun hubungan yang intim dengan Tuhan. Ibadah bukanlah tempat dimana kita hanya meminta dan terus meminta, mengeluh dan merengek tetapi lebih dari itu seharusnya dipergunakan untuk bersekutu denganNya, membina hubungan yang erat dengan Tuhan dengan penuh ucapan syukur, merasakan hadiratNya, mendengar suaraNya dan mengetahui kehendak dan rencanaNya yang terbaik atas kita, atau mendengar teguranNya ketika kita melakukan sesuatu yang salah.

Tuhan tidak suka dengan orang-orang yang hanya menjalankan ibadah sebagai sebuah rutinitas atau ritual belaka. "Dan Tuhan telah berfirman: "Oleh karena bangsa ini datang mendekat dengan mulutnya dan memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya menjauh dari pada-Ku, dan ibadahnya kepada-Ku hanyalah perintah manusia yang dihafalkan, maka sebab itu, sesungguhnya, Aku akan melakukan pula hal-hal yang ajaib kepada bangsa ini, keajaiban yang menakjubkan; hikmat orang-orangnya yang berhikmat akan hilang, dan kearifan orang-orangnya yang arif akan bersembunyi." (Yesaya 29:13-14). Perhatikan bahwa bahkan akan ada hukuman Tuhan yang jatuh kepada orang-orang yang hanya sebatas bibir saja memuliakan Tuhan, hanya sebatas hafalan, seremonial, kebiasaan, sementara hatinya tidak memancarkan kasih sama sekali kepada Tuhan. Sebaliknya kepada orang yang sungguh-sungguh mencari Tuhan dalam tiap ibadah yang mereka lakukan, Tuhan memberikan seperti ini: "TUHAN memberkati engkau dan melindungi engkau; TUHAN menyinari engkau dengan wajah-Nya dan memberi engkau kasih karunia; TUHAN menghadapkan wajah-Nya kepadamu dan memberi engkau damai sejahtera." (Bilangan 6:24-26). Ini akan diberikan sebagai berkat kepada kita jika kita meletakkan nama Tuhan di atas segalanya, termasuk dalam ibadah kita. (ay 27). Dan lihat pula ayat berikut: "beribadahlah kepada TUHAN dengan segenap hatimu" (1 Samuel 12:20b). Beribadah harus dilakukan dengan segenap hati, dengan serius dan sungguh-sungguh dengan memiliki tujuan yang benar yang kita sadari dengan sepenuhnya.

Tuhan pasti kecewa apabila kita mementingkan tata cara dan hal-hal lain di luar membangun kedekatan hubungan denganNya. Tuhan kecewa ketika kita hanya ingin terlihat hebat rohani dari luar sementara di dalam iman kita malah tidak jelas bentuknya. Sebaliknya Tuhan akan disenangkan hatiNya kala melihat anak-anakNya yang rajin beribadah karena haus merasakan saat-saat teduh bersamaNya, rindu untuk terus bertemu dan mendengar pesan-pesanNya, dan tentu saja yang menunjukkan imannya dengan mengaplikasikan firman Tuhan secara nyata di dalam kehidupannya sehari-hari. Kita bukanlah hidup untuk terlihat hebat di depan manusia, tetapi justru yang terpenting adalah menghidupi sebuah kehidupan yang berkenan di mata Tuhan.

Jika kita sudah beribadah tetapi masih juga meragukan atau menolak kuasa Tuhan, itu artinya masih ada yang harus kita perbaiki dalam melakukan ibadah kita. Percayalah bahwa Tuhan punya kuasa jauh melebihi segalanya dan mampu menjungkir-balikkan logika manusia. Itu masih terjadi secara nyata sampai hari ini, masih akan terjadi nanti, dan itu pun bisa kita alami secara langsung dalam kehidupan kitai.

Ibadah yang meski dilakukan secara penuh tanpa percaya terhadap kekuatannya adalah sia-sia

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Wednesday, October 19, 2016

Beribadah tapi Memungkiri Kekuatannya (1)

Ayat bacaan: 2 Timotius 3:5
=====================
"Secara lahiriah mereka menjalankan ibadah mereka, tetapi pada hakekatnya mereka memungkiri kekuatannya."

Rajin beribadah ternyata tidak menjamin seseorang bertumbuh imannya. Bagaimana itu mungkin? Lihatlah ada banyak orang yang meski ke gereja setiap Minggu tapi mereka imannya tidak kunjung tumbuh. Mereka datang, duduk, dengar, lalu pulang tanpa mendapat apa-apa. Bahkan kotbah yang disampaikan langsung lupa begitu sampai di rumah. Saat masalah hadir, mereka kembali dikuasai rasa takut, kuatir dan cemas. Benar Tuhan bisa melakukan banyak hal yang mustahil, tapi masa sih itu bisa saya alami? Begitu pikir mereka. Mengaku percaya Yesus, tapi ternyata masih sangat banyak orang yang belum punya iman yang cukup untuk mempercayai kuasa dan kekuatan Tuhan. Apa yang dialami orang lewat kesaksian mereka tidak mengubahkan mereka untuk hidup lebih baik. Mereka mengukur kemungkinan untuk lepas dari masalah hanya dari besar kecilnya masalah yang mereka hadapi, fokus kepada masalah bukan pada Tuhan. Kalau masalahnya kecil mungkin bisa, tapi kalau sudah terlalu berat maka berdoa pun pasti tidak membawa hasil apa-apa. Atau kalaupun berdoa, itu karena kewajiban saja tanpa iman yang cukup untuk percaya. Mereka beribadah rutin, mereka berdoa, tapi hanya sebatas liturgi atau kebiasaan saja.

Ada yang beribadah Minggu dan berdoa harus dilakukan hanya karena takut masuk neraka, bukan karena ingin membangun hubungan yang erat dengan Tuhan sehingga memiliki kehidupan yang kuat ditengah badai kehidupan. Kalau menghadapi masalah mereka mencari pendeta atau orang-orang yang dianggap kuat secara rohani untuk didoakan. Doa sendiri? Mana mungkin ngefek? Begitu menurut mereka. Meski rajin menjalankan ibadah mereka tetapi mereka sendiri sulit atau bahkan tidak bisa percaya kepada kekuatan yang bisa hadir di dalamnya. Mereka tidak menyadari kekuatan Firman Tuhan yang hidup, yang seharusnya mampu mengubahkan, memulihkan dan memberi kekuatan. Betapa ini merupakan hal yang ironis. Di satu sisi orang berharap mukjizat terjadi dalam hidupnya, tetapi di sisi lain mereka sendiri ragu dan memungkiri kekuatannya. Dan ini terjadi pula pada orang-orang yang melakukan ibadah secara rutin.

Kalau pola pikirnya masih seperti itu, buat apa beribadah? Tapi sikap seperti ini sebenarnya bukanlah hal yang baru. Kebiasaan memakai logika manusia yang terbatas dalam memahami kuat kuasa Tuhan yang tak terbatas bukan hanya masalah bagi orang percaya hari ini tapi sudah terjadi sejak jaman dahulu. Paulus justru menggambarkan hal ini sebagai salah satu fenomena yang akan semakin marak menjelang akhir jaman. "Secara lahiriah mereka menjalankan ibadah mereka, tetapi pada hakekatnya mereka memungkiri kekuatannya." (2 Timotius 3:5) Ini adalah satu dari sekian banyak hal serius yang digambarkan Paulus sebagai "masa yang sukar". (ay 1). Banyaknya orang yang beribadah tidak berbanding lurus dengan pertumbuhan iman, dan itu sangatlah ironis.

Seperti apa masa yang sukar itu? Kalau mendengar rangkaian kata 'masa yang sukar', dalam benak kita muncul gambaran sebuah masa dimana ada banyak krisis, bencana, peperangan, tekanan, bencana alam dan sebagainya. Benar, itu memang kerap terjadi akhir-akhir ini. Tetapi apa yang dikatakan oleh Paulus sebagai masa yang sukar ternyata bukan sekedar mengacu kepada bencana alam, perang atau bahkan krisis ekonomi. Masa-masa yang sukar menurut hemat Paulus adalah pada saat kejatuhan manusia semakin jauh dalam mementingkan dirinya sendiri.

Sepeti apa bentuknya? Kata Paulus: "Manusia akan mencintai dirinya sendiri dan menjadi hamba uang. Mereka akan membual dan menyombongkan diri, mereka akan menjadi pemfitnah, mereka akan berontak terhadap orang tua dan tidak tahu berterima kasih, tidak mempedulikan agama, tidak tahu mengasihi, tidak mau berdamai, suka menjelekkan orang, tidak dapat mengekang diri, garang, tidak suka yang baik, suka mengkhianat, tidak berpikir panjang, berlagak tahu, lebih menuruti hawa nafsu dari pada menuruti Allah." (ay 2-4).

Perhatikan bahwa Paulus menyampaikan munculnya sikap-sikap seperti ini bukan dari orang tidak percaya tapi justru lahir dari orang-orang percaya. Bukan yang cuma sekedar percaya tapi justru mereka yang rajin menjalankan ibadah seperti yang disebutkan dalam ayat 5 di atas. Secara lahiriah mereka beribadah, tapi pada kenyataannya mereka sebenarnya menolak kekuatannya. They deny and reject the power, they are still strangers to it. Ini merupakan teguran buat kita juga yang secara fisik hadir di gereja tetapi hanya sebagai sebuah ritual atau kebiasaan atau tradisi semata tanpa mengalami pertumbuhan iman apapun lewat itu semua. Kita memang beribadah, tetapi kita sendiri malah memungkiri kekuatannya. We pray but we reject the power of praying. We go to Church but we don't believe in the preachings. We act religious, but we reject the power that could make us godly. Kita harus menghindari hal seperti ini.

Beribadah itu sangatlah penting. Kita harus ingat pula bahwa agar bisa beribadah dengan benar kita perlu melalui proses, melatih diri kita untuk terus lebih baik, bukan sesuatu yang instan. Paulus mengatakan "Latihlah dirimu beribadah". (1 Timotius 4:7b). Kalau kepingin tubuh bugar kita harus melatih disiplin untuk berolah raga, latihan rohani itu bisa membawa manfaat yang jauh lebih besar dari latihan badani/jasmani.

(bersambung)


Tuesday, October 18, 2016

Tongkat Kayu Mati dan Tunas Baru (2)

(sambungan)

Daud mengerti betul akan hal ini dan bisa dengan yakin berkata: "Aku sangat menanti-nantikan TUHAN; lalu Ia menjenguk kepadaku dan mendengar teriakku minta tolong. Ia mengangkat aku dari lobang kebinasaan, dari lumpur rawa; Ia menempatkan kakiku di atas bukit batu, menetapkan langkahku." (Mazmur 40:2-3). Sejauh apapun kita terjatuh hari ini, meski sudah di lobang kebinasaan atau terjebak lumpr rawa, tidaklah sulit bagi Tuhan untuk mengangkat kita dan kembali menetapkan langkah dengan tegap. Singkatnya, Tuhan bisa memulihkan anda dari kondisi mati jiwa, menumbuhkan tunas-tunas baru bahkan bunga sehingga anda bisa pulih, kembali berjalan mantap dengan pengharapan kuat.

Dengan memberi diri dibaptis dan kemudian menerima Kristus pun sebenarnya kita menerima anugerah untuk kembali lahir baru, menjadi ciptaan baru, becoming the whole new creation. "Jadi siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang." (2 Korintus 5:17). Seperti itulah kita yang dimatikan dari dosa, lalu keluar kembali menjadi ciptaan baru, persis seperti tongkat Harun yang kemudian bertunas dan berbunga. Ini adalah sebuah anugerah yang memberi kita kesempatan besar untuk memulai sesuatu yang baru dengan jaminan keselamatan apabila kita menjalaninya dengan benar. Sebenarnya dengan aungerah hidup baru ini kita tidak perlu kehilangan harapan, putus asa dan mengalami mati jiwa. Tapi sekalipun ada orang-orang yang mati semangat, gairah dan harapannya, Tuhan selalu sanggup menumbuhkan tunas baru dalam hidup anda.

Apabila ada diantara anda saat ini yang mengalami bentuk-bentuk 'kematian' seperti kekeringan rohani, kehilangan kasih mula-mula, tidak lagi merasa damai sukacita, merasa semua yang anda lakukan saat ini mentok sehingga kehilangan gairah dan semangat, kepahitan dalam hubungan keluarga, kehilangan harapan maupun berbagai kekecewaan lainnya yang merampas harapan-harapan dalam hidup anda, ingatlah bahwa anda bisa kembali hidup, bertunas, berbunga dan berbuah pada saat kita kembali menggantungkan hidup kita ke dalam tangan Tuhan.

Tongkat harun yang berbunga menunjukkan bagaimana Tuhan punya kuasa membangkitkan sebuah kehidupan baru dari sesuatu yang sudah mati. Bukan sekedar tumbuh, tetapi lihatlah bahwa tunas-tunas segar dan bunga yang indah bisa keluar dari sana. Periksa diri anda saat ini, jika anda menemukan hal-hal yang menjadi sumber permasalahan itu, bertobatlah dan atasi segera. Memilih untuk mengeluh, bersungut-sungut atas situasi buruk tidak akan membawa apa-apa selain malah mendatangkan hukuman seperti yang terjadi pada masa Musa dan Harun di atas.

Tidak peduli sesulit, sepahit atau separah apapun yang kita hadapi, kita bisa mengalami pemulihan secara luar biasa apabila kita mau kembali kepada Tuhan dan menaati perintah-perintahNya. Mungkin kita sudah mengalami berbagai "kematian" baik dalam pekerjaan, usaha, keluarga atau bahkan mengalami mati rohani, tetapi percayalah bahwa Tuhan mampu membalikkan itu semua dan kembali menumbuhkan tunas, buah dan bunga dalam sebuah kehidupan yang benar-benar baru.

Tuhan sanggup menumbuhkan tunas-tunas baru dengan daun dan bunga yang indah dari jiwa yang mati

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Monday, October 17, 2016

Tongkat Kayu Mati dan Tunas Baru (1)

Ayat bacaan: Bilangan 17:8
===================
"Ketika Musa keesokan harinya masuk ke dalam kemah hukum itu, maka tampaklah tongkat Harun dari keturunan Lewi telah bertunas, mengeluarkan kuntum, mengembangkan bunga dan berbuahkan buah badam."

Beberapa waktu lalu sebuah pohon di halaman rumah saya mati. Tadinya pohon ini berdaun lebat dan cepat sekali tumbuhnya. Entah kenapa, pohon ini setelah dirapikan malah mati. Tidak lagi ada daun disana, batangnya menjadi kering dan memucat. Ada banyak hal yang mengakibatkan matinya tanaman. Bisa karena hama termasuk jamur yang membunuh akar di dalam tanah, bisa karena sulit mendapat air, kepanasan, kurang cukup mendapat perawatan dan sebagainya. Yang jelas, kita tidak lagi bisa mengharapkan tanaman yang sudah mati untuk bertunas, memunculkan daun apalagi buah. Membedakan tanaman yang masih hidup dan sudah mati tentu tidak sulit karena bisa dilihat dengan kasat mata.

Antara orang yang masih hidup dan sudah meninggal pun sebenarnya sama. Orang yang sudah meninggal tidak akan merespon kontak dari kita lagi, tidak lagi berinteraksi, tidak lagi ada denyut nadi dan detak jantung. Secara fisik tubuh pun akan kaku, mulai menghitam dan mengalami pembusukan. Jelas bedanya orang yang hidup dan tidak. Tapi anehnya, ada banyak orang pula yang meski raganya masih hidup, mereka sesungguhnya sudah mati. Mati dalam artian sudah tidak lagi punya harapan, tidak lagi punya gairah, semangat, merasa bahwa mereka tidak akan pernah bisa bangkit dari keterpurukan, merasa tidak mungkin sembuh dari penyakit, bebas dari masalah atau merasa semuanya sudah terlambat. Banyak yang sudah begitu lama hidup dengan kekosongan atau kehampaan dalam diri mereka. Secara fisik mereka masih hidup, tapi tidak ada lagi kehidupan yang menjadi salah satu ciri jiwa yang hidup dalam diri mereka. Tubuhnya hidup, jiwanya mati.

Ada sebuah kisah menarik yang terjadi pada masa Musa dan Harun dalam Bilangan 17. Pada suatu kali Tuhan memerintahkan Musa untuk mengumpulkan tongkat dari pemimpin-pemimpin tiap suku dan menuliskan nama pemimpin pada masing-masing tongkat. Secara spesifik Tuhan menyuruh nama Harun ditulis pada tongkat suku Lewi. Tongkat itu kemudian harus diletakkan di dalam Kemah Pertemuan dimana peti yang berisi tabut Perjanjian diletakkan. Tuhan lalu bersabda: "Dan orang yang Kupilih, tongkat orang itulah akan bertunas; demikianlah Aku hendak meredakan sungut-sungut yang diucapkan mereka kepada kamu, sehingga tidak usah Kudengar lagi." (Bilangan 17:5).

Keesokan harinya, tongkat Harunlah yang ternyata mengeluarkan tunas. "Ketika Musa keesokan harinya masuk ke dalam kemah hukum itu, maka tampaklah tongkat Harun dari keturunan Lewi telah bertunas, mengeluarkan kuntum, mengembangkan bunga dan berbuahkan buah badam." (ay 8). Kemudian Tuhan berfirman kepada Musa, "Kembalikanlah tongkat Harun ke hadapan tabut hukum untuk disimpan menjadi tanda bagi orang-orang durhaka, sehingga engkau mengakhiri sungut-sungut mereka dan tidak Kudengar lagi, supaya mereka jangan mati." (ay 10).

Tongkat biasanya terbuat dari kayu yang sudah mati. Jadi tentu akan aneh apabila kita melihat tongkat yang tiba-tiba mengeluarkan tunas, daun bahkan bunga. Apa yang dialami oleh Harun menjadi sebuah momen yang baik dalam menyaksikan kuasa Tuhan yang ajaib, yang bisa memperteguh iman agar bangsa itu tidak lagi bersungut-sungut dan karenanya tidak harus menerima hukuman. Di sisi lain, tunas dan bunga badam yang tumbuh di tongkat yang notabene nmerupakan sebuah benda mati berbicara mengenai kehidupan yang kembali muncul dari sesuatu yang sudah mati. Tongkat yang dari kayu mati bisa muncul tunas, daun dan bunga? Ya, Tuhan bisa memberikan itu. Memulihkan anda dari masalah yang tersulit, menyembuhkan anda dari penyakit, mengangkat anda keluar dari pergumulan dan meletakkan anda di tempat yang aman. Tuhan punya kuasa lebih dari cukup untuk melakukan itu.

(bersambung)


Sunday, October 16, 2016

Firman itu Hidup (3)

(sambungan)

Karena itulah Pemazmur mengatakan: "Aku hendak merenungkan titah-titah-Mu dan mengamat-amati jalan-jalan-Mu. Aku akan bergemar dalam ketetapan-ketetapan-Mu; firman-Mu tidak akan kulupakan." (Mazmur 119:15-16).

Semakin banyak dan semakin dalam kita mengenal Firman Tuhan itu bermakna mengenal pribadi Tuhan lebih jauh. Semakin lama kita akan semakin menyadari betapa besarnya kasih Tuhan kepada kita, betapa Tuhan peduli dan telah mempersiapkan segala pedoman atau panduan yang kita butuhkan untuk bisa terus hidup sesuai kehendakNya hingga selamat sampai di akhir. Paulus mengatakan hal ini dengan jelas. "Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran." (2 Timotius 3:16). Dan lewat segala yang diilhamkan Allah dalam alkitab ini kita bisa diperlengkapi dengan sempurna pula untuk setiap pekerjaan yang baik. "Dengan demikian tiap-tiap manusia kepunyaan Allah diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik." (ay 17). Kita tidak akan bisa mengetahui kebenaran yang hakiki apabila kita tidak menganggap serius pentingnya untuk berakar dalam FirmanNya dalam menghadapi kehidupan di muka bumi ini.

Paulus menyampaikan bahwa Firman Tuhan adalah pedang Roh, satu dari Perlengkapan Rohani yang harus kita miliki apabila kita mau bisa tetap aman dalam hidup ini. (Efesus 6:17). Ini adalah salah satu dari perlengkapan senjata Allah yang akan sangat berguna untuk melawan segala roh-roh jahat di udara. (ay 12-13).

Firman Tuhan itu penting, begitu penting sehingga dikatakan lebih tajam dari pedang bermata dua manapun. "Sebab firman Allah hidup dan kuat dan lebih tajam dari pada pedang bermata dua manapun; ia menusuk amat dalam sampai memisahkan jiwa dan roh, sendi-sendi dan sumsum; ia sanggup membedakan pertimbangan dan pikiran hati kita." (Ibrani 4:12). Yakobus berkata: "Tetapi barangsiapa meneliti hukum yang sempurna, yaitu hukum yang memerdekakan orang, dan ia bertekun di dalamnya, jadi bukan hanya mendengar untuk melupakannya, tetapi sungguh-sungguh melakukannya, ia akan berbahagia oleh perbuatannya." (Yakobus 1:25).


Firman Tuhan memiliki kekuatan, keajaiban, dan kuasa yang sangat besar, yang alangkah sayangnya apabila kita abaikan. Oleh karena itu jangan pernah malas membaca Firman Tuhan. Teruslah bertekun di dalamnya, renungkan, perkatakan dan lakukan. Jika itu yang kita buat, maka kuasa Firman Tuhan itu akan begitu nyata bagi kita. Firman Tuhan telah disediakan secara lengkap untuk menjadi panduan bagi kita untuk menjalani hidup. Ada banyak tuntunan, arahan, nasihat, teguran, pelajaran, contoh dan berbagai hal lainnya yang akan sangat berguna bagi kita yang hidup di dunia yang sulit ini.

Ada banyak janji Tuhan dan penunjuk jalan agar kita tahu bagaimana untuk terus melangkah menuju keselamatan. Dan ada banyak keajaiban dan rahasia-rahasia Kerajaan Allah yang akan membuat kita tidak pernah berhenti terpesona di dalamnya. Jangan abaikan Firman Tuhan, jangan sepelekan. Galilah terus, temukanlah berbagai hal menakjubkan yang mengandung kebenaran yang berasal dari Tuhan dan nikmatilah sebuah kehidupan penuh sukacita dan kemenangan.

Firman Tuhan memberi solusi atas segala permasalahan dan mengandung banyak keajaiban

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Saturday, October 15, 2016

Firman itu Hidup (2)

(sambungan)

 Hal itu disadari betul oleh Pemazmur. Lihatlah bunyi doanya berikut ini: "Singkapkanlah mataku, supaya aku memandang keajaiban-keajaiban dari Taurat-Mu." (Mazmur 119:18). Versi bahasa Inggrisnya berbunyi: "Open my eyes, that I may behold wondrous things out of Your law." Saya menyukai ayat ini dan sering saya bawa dalam doa. Bukan saja agar saya bisa mendapat penyingkapan Tuhan di balik FirmanNya untuk dibagikan kepada teman-teman sekalian, tetapi juga berguna bagi saya untuk bisa lebih baik lagi. Saya rindu untuk terus menemukan rahasia demi rahasia yang terkandung di dalam setiap Firman yang pasti akan sangat bermanfaat bagi kita semua

 Yesus mengingatkan pula akan hal ini. "Tetapi Ia berkata: "Yang berbahagia ialah mereka yang mendengarkan firman Allah dan yang memeliharanya." (Lukas 1:28). Hanya rajin mendengar saja belumlah cukup untuk mengalami kuasa firman Tuhan secara nyata. Hanya mendengar tanpa memperhatikan dengan baik, tanpa memelihara dengan sungguh-sungguh membuat kita luput dari keajaiban-keajaiban yang terkandung dalam Firman Allah yang hidup.  Mendengar harus dibarengi dengan memelihara, kata Yesus. Itulah yang membuat kita berbahagia tanpa tergantung situasi dan kondisi sehari-hari. Memelihara berarti menjaga agar Firman tetap diam dan tumbuh di dalam kita dan menjadi dasar pijakan bagi kita dalam melakukan segala sesuatu.

Kembali kepada kitab Mazmur, yang berbicara tentang Firman Tuhan bukanlah hanya satu itu saja. Ada begitu banyak kebaikan yang bisa diperoleh oleh siapapun yang gemar mendalami Firman. Kita bisa lihat contohnya dari Mazmur 19.

Taurat TUHAN itu sempurna, menyegarkan jiwa; peraturan TUHAN itu teguh, memberikan hikmat kepada orang yang tak berpengalaman. (ay 8)
Titah TUHAN itu tepat, menyukakan hati; perintah TUHAN itu murni, membuat mata bercahaya. (ay 9)
Takut akan TUHAN itu suci, tetap ada untuk selamanya; hukum-hukum TUHAN itu benar, adil semuanya, (ay 10)
lebih indah dari pada emas, bahkan dari pada banyak emas tua; dan lebih manis dari pada madu, bahkan dari pada madu tetesan dari sarang lebah. (ay 11)

Kalau kita mundur ke awal kitab Mazmur, disana tertulis: "Berbahagialah orang yang tidak berjalan menurut nasihat orang fasik, yang tidak berdiri di jalan orang berdosa, dan yang tidak duduk dalam kumpulan pencemooh, tetapi yang kesukaannya ialah Taurat TUHAN, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam. Ia seperti pohon, yang ditanam di tepi aliran air, yang menghasilkan buahnya pada musimnya, dan yang tidak layu daunnya; apa saja yang diperbuatnya berhasil." (Mazmur 1:1-3).

Serangkaian ayat dalam kitab Mazmur ini sesungguhnya membukakan mata kita akan tingginya nilai yang terkandung dalam Firman Tuhan, yang tentunya akan sangat sayang apabila kita lewatkan begitu saja. Mau lewat siapapun, Firman tetap mendatangkan begitu banyak kebaikan bagi kita. Apapun pertanyaannya, Alkitab menyediakan solusinya, lengkap dengan tuntunan agar kita jangan sampai salah dalam melewati dan menyelesaikannya.

(bersambung)


Friday, October 14, 2016

Firman itu Hidup (1)

Ayat bacaan: Mazmur 119:18
=====================
"Singkapkanlah mataku, supaya aku memandang keajaiban-keajaiban dari Taurat-Mu."

Sudah 15 tahun saya lahir baru. Selama 15 tahun berjalan bersama Tuhan buat saya merupakan pengalaman yang sangat menakjubkan. Satu hal, berjalan dengan dan tanpa Firman Tuhan setiap hari sangatlah berbeda. Itulah yang menjadi kesimpulan saya karena saya telah merasakan keduanya dalam perjalanan hidup saya. Dahulu sebelum saya bertobat saya sama sekali tidak mengetahui apa-apa mengenai kebenaran. Lantas setelah saya bertobat, saya ternyata masih butuh waktu lagi untuk dibentuk hingga akhirnya sampai kepada sebuah kesadaran penuh akan pentingnya hidup bersama Firman Tuhan. Saya mengalami dan melihat begitu banyak campur tangan Tuhan baik dalam hidup saya maupun orang lain.

Kalau bicara soal Firman, Firman pun sangat luar biasa menakjubkan. Bagi banyak orang mungkin apa yang ada di dalam Alkitab hanyalah rangkaian tulisan, tapi buat saya Firman Tuhan itu hidup. Selama 15 tahun tanpa putus bersama Firman Tuhan, saya mendapati ada begitu banyak rahasia yang disingkapkan melalui ayat demi ayat dalam Alkitab. Hebatnya, ayat yang sama bisa menyampaikan pesan atau berisi makna berbeda di waktu lain. Implikasi berbeda dan aplikasinya juga bisa meluas. Ayat yang sama bicara hal berbeda di waktu yang berbeda. Itu sudah seringkali saya dapati.

Firman Tuhan terbukti sangat-sangat membantu dalam menghadapi masa-masa sulit dan mampu memberi solusi terhadap apapun yang kita alami dalam hidup, juga akan menuntun kita untuk masuk ke dalam kehidupan yang kekal. Ada begitu banyak rahasia-rahasia KerajaanNya yang disingkapkan Tuhan lewat ayat demi ayat, yang akan sayang sekali jika terlewatkan begitu saja. Itu akan kita lewatkan apabila kita mengabaikan pentingnya untuk terus membaca, merenungkan dan menghidupi FirmanNya setiap hari secara teratur.

Ada banyak orang percaya yang tidak menyadari pentingnya hidup bersama Firman Tuhan ini. Jikapun harus membaca Alkitab, tidak sedikit orang yang hanya membacanya selintas saja tanpa direnungkan, dicerna apalagi dilakukan secara nyata atau aplikatif dalam kehidupan sehari-hari. Ada yang ke gereja bukannya menerima Firman Tuhan tapi bertindak bagai pengamat, menilai pendeta yang kotbah. Kalau Firmannya agak keras lalu tersinggung. Kalau terlalu ringan dibilang membosankan. Kalau serius dianggap bikin ngantuk, kalau sambil ngelawak dianggap tidak serius. Pokoknya ada saja komentar yang sebenarnya tak perlu.

Padahal apa yang terkandung di dalam Firman Tuhan itu sungguh luar biasa. Siapapun yang mendengar dengan baik dan dengan kerendahan hati menerimanya pasti mendapat berkat. Ada kuasa Ilahi dibalik setiap Firman Tuhan yang bukan saja sanggup menjawab segala permasalahan kita tetapi juga mampu menghasilkan sesuatu yang bahkan tidak pernah terpikirkan sebelumnya.

Sekedar melihat saja saat membaca belum membuat kita mampu memandang keajaiban-keajaiban yang terkandung dalam Firman Tuhan. Oleh karena itulah kita perlu membuka mata, baik sepasang mata yang kita pergunakan untuk membaca maupun mata hati dan batin kita agar bisa melihat keajaiban demi keajaiban yang terkadung di balik setiap Firman Tuhan.

(bersambung)


Thursday, October 13, 2016

Kisah Yefta (2)

(sambungan)

Suatu hari datanglah serangan terhadap bangsa Israel yang dilakukan oleh bani Amon. Bangsa Israel terancam lalu menjadi ketakutan. Rupanya rasa takut yang begitu besar ini ternyata membuat para tua-tua di Gilead tidak lagi punya malu untuk menjilat ludahnya sendiri. Mereka memutuskan untuk menjemput Yefta, memintanya menjadi panglima untuk memerangi bani Amon. Yefta yang pernah mereka singkirkan, kini diminta kembali untuk menjadi pemimpin mereka. Yefta bertanya: "Tetapi kata Yefta kepada para tua-tua Gilead itu: "Bukankah kamu sendiri membenci aku dan mengusir aku dari keluargaku? Mengapa kamu datang sekarang kepadaku, pada waktu kamu terdesak?" (ay 7). Dan setelah mendapat jawaban para tua-tua itu, kita pun melihat sesuatu yang menarik dilakukan Yefta, yang membawanya menjadi sosok pahlawan dengan nama harum yang dikenang sepanjang masa.

Yefta tidak jual mahal dan menggunakan kesempatan sebagai ajang balas dendam. Ia tidak berniat sedikitpun untuk menuntut balas terhadap kaumnya yang sudah mengusirnya. Ia tidak memanfaatkan situasi untuk memukul balik para tua-tua dan rakyat Gilead. Yang ia lakukan tercatat jelas dalam Alkitab. "Maka Yefta ikut dengan para tua-tua Gilead, lalu bangsa itu mengangkat dia menjadi kepala dan panglima mereka. Tetapi Yefta membawa seluruh perkaranya itu ke hadapan TUHAN, di Mizpa." (ay 11). Perhatikan, meski hidupnya dipenuhi segudang kepahitan dan penderitaan, Yefta masih terus mengandalkan Tuhan tanpa henti. Dalam menghadapi situasi pelik dimana keputusan yang di ambil sangat krusial, Yefta memutuskan untuk membawa seluruh perkaranya ke hadapan Tuhan.

Lihatlah bahwa Tuhan tidak melihat latar belakang seseorang untuk bisa memakai seseorang. Yefta yang terlahir dengan latar belakang begitu buruk ternyata mendapat kemurahan Allah secara melimpah. Bahkan sempat dikatakan bahwa Yefta dihinggapi Roh Tuhan. (ay 29) Ini menunjukkan bahwa Tuhan tidak memandang siapapun kita, dari mana kita berasal, apa masa lalu kita seperti cara manusia memandang. Segala penderitaan akibat ketidakadilan yang dialami Yefta akibat masa lalunya  diubahkan Tuhan ketika ia membawa perkaranya ke hadapan Tuhan. Bukan cuma berhasil menghindari kepahitan dan kerusakan gambar diri, Yefta kemudian menjadi pahlawan Israel. Hal yang sama pun bisa terjadi pada kita jika kita memilih untuk mengutamakan Tuhan dan perintah-perintahNya lebih daripada berbagai hal yang bisa menjadi sumber kepahitan dalam hidup ini.

Apakah ada di antara teman-teman yang mengalami masa lalu mirip seperti Yefta, atau anda mengenal seseorang yang bermasalah sama di sekitar anda? Adakah diantara anda yang hari ini mengalami kepahitan hidup akibat masa lalu? Apakah anda mengalami hubungan buruk dengan seseorang begitu berat, sehingga anda tidak bisa memaafkannya? Apakah kepahitan itu melahirkan kebencian yang luar biasa dalam hati anda yang tidak lagi bisa terobati? Apakah masa lalu yang anda alami bersama ketidakadilannya saat ini membuat hidup seperti lumpuh? Jika ada, ambillah jalan seperti Yefta yang membawa perkara itu ke hadapan Tuhan. Firman Tuhan berkata demikian: "Serahkanlah segala kekuatiranmu kepada-Nya, sebab Ia yang memelihara kamu." (1 Petrus 5:7). Bawalah perkara itu ke hadapan Tuhan. Dia mampu melarutkan itu semua ke dalam kasih karuniaNya yang sempurna dan memulihkan anda.

Seperti halnya yang terjadi pada Yefta, Roh Allah bisa tinggal dalam kehidupan kita. Caranya bisa dilihat dalam Kisah Para Rasul 2:38: "Bertobatlah dan hendaklah kamu masing-masing memberi dirimu dibaptis dalam nama Yesus Kristus untuk pengampunan dosamu, maka kamu akan menerima karunia Roh Kudus." Roh Kudus sendiri yang akan membimbing anda untuk mampu memaafkan, terlepas dari kepahitan dan mengalami hidup yang diubahkan.

Apapun yang menjadi latar belakang atau penyebabnya, seperti Yefta, anda yang mengalami hal ini pun dipanggil untuk menjadi saksi lewat pergumulan hidup anda. Yefta mampu mengatasi penderitaannya dan tumbuh menjadi pahlawan. Ia membuktikan bahwa dengan menyerahkan perkaranya kepada Tuhan ia mampu membalas kejahatan dengan kebaikan. Apa yang ia peroleh jelas, ia mendapatkan kembali nama baiknya, nama yang dicatat dalam Alkitab yang akan harum sepanjang jaman. Serahkan kepada Tuhan, maka sama seperti Yefta, pada suatu hari nanti anda pun bisa menjadi pahlawan-pahlawan iman yang memberkati banyak orang.

Tuhan sanggup melarutkan kepahitan yang paling pekat sekalipun menjadi aliran damai sejahteraNya yang sempurna

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Wednesday, October 12, 2016

Kisah Yefta (1)

Ayat bacaan: Hakim Hakim 11:1
=========================
"Adapun Yefta, orang Gilead itu, adalah seorang pahlawan yang gagah perkasa, tetapi ia anak seorang perempuan sundal; ayah Yefta ialah Gilead."

Label anak haram menyertai hidup seseorang yang saya kenal sejak masa kecilnya hingga dewasa. Ia lahir dari hasil hubungan diluar nikah, dan kemudian dibesarkan tanpa kehadiran seorang ayah. Hidup yang ia jalani bersama ibunya serba kekurangan. Kalau hidup saja sudah susah, ia harus menghadapi cibiran banyak orang yang begitu tega menghinanya secara langsung. "Apa salah saya? Saya tidak minta dilahirkan, apalagi dengan latar belakang seperti itu." katanya lirih. Ia sempat mencoba bunuh diri beberapa kali karena tidak kuat lagi, tapi Tuhan ternyata punya rencana lain sehingga ia tidak sampai berakhir fatal. Lewat counceling yang cukup panjang, singkat cerita ia dipulihkan. Sekarang ia aktif melayani terutama buat orang-orang yang sepertinya, lahir dari hubungan di luar nikah dan mereka yang mengalami berbagai kepahitan serta gambar diri yang rusak.

Darinya saya mengetahui bahwa ada begitu banyak orang yang tidak diinginkan untuk lahir. Kebanyakan alasannya adalah karena mereka hadir akibat kecelakaan dari hubungan diluar nikah, dan kedua orang tuanya tidak menginginkan kehadiran mereka karena merasa belum sanggup atau tidak mau memiliki anak. Ada yang sempat mengalami proses aborsi, tetapi ternyata Tuhan masih menghendaki mereka hidup. Ada yang dibuang, ada yang dibesarkan karena terpaksa tanpa kasih sayang yang cukup. Mereka kerap dibanding-bandingkan dengan saudaranya yang lain, dikata-katai bodoh atau malah diberikan kepada orang lain sejak kecil.

Dampaknya rata-rata sama, Anak-anak yang tidak diinginkan ini tumbuh dengan kepahitan. Hidup mereka sulit untuk menjadi normal. Ada yang hidupnya kacau, penuh rasa benci justru sebelum mereka mengetahui latar belakang mereka sendiri. Yang mengalami pertumbuhan tanpa mendapat kasih sayang dari orang tuanya pun sama. Proses menanganinya biasanya butuh waktu lama, karena luka yang timbul sudah lama berada dalam diri mereka dan terlanjur mengoyak banyak sisi dari hati mereka. Puji Tuhan, ada banyak diantara mereka yang kemudian membaktikan sebagian dari waktu mereka untuk melayani, terutama buat yang bernasib sama.

Kisah masa lalu kelam dari mereka ini pernah pula dialami oleh seorang tokoh yang ditulis dalam Alkitab bernama Yefta. Nama Yefta tidaklah setenar nama-nama besar yang dikenal banyak orang, tapi sesungguhnya ada banyak hal yang bisa kita pelajari dari Yefta.

Mari kita lihat dahulu sedikit masa lalunya. Yefta terlahir sebagai anak haram, hasil dari hubungan perzinahan sang ayah dengan seorang pelacur. Tentu tidak seorangpun ingin  dilahirkan dalam kondisi seperti itu, namun begitulah kenyataan pahit yang harus ia terima.

Kisah Yefta dalam kitab Hakim Hakim dibuka dengan sebuah kenyataan yang kontras. "Adapun Yefta, orang Gilead itu, adalah seorang pahlawan yang gagah perkasa, tetapi ia anak seorang perempuan sundal; ayah Yefta ialah Gilead." (Hakim Hakim 11:1).

Ayat ini menggambarkan bahwa Yefta adalah anak Gilead dan seorang pelacur. Kalau di jaman sekarang orang akan mengatakannya anak haram. Tetapi menariknya ia juga dikatakan terlebih dahulu sebagai pahlawan yang gagah perkasa. Penulis kitab Ibrani juga menyinggung Yefta. "Dan apakah lagi yang harus aku sebut? Sebab aku akan kekurangan waktu, apabila aku hendak menceriterakan tentang Gideon, Barak, Simson, Yefta, Daud dan Samuel dan para nabi, yang karena iman telah menaklukkan kerajaan-kerajaan, mengamalkan kebenaran, memperoleh apa yang dijanjikan, menutup mulut singa-singa, memadamkan api yang dahsyat. Mereka telah luput dari mata pedang, telah beroleh kekuatan dalam kelemahan, telah menjadi kuat dalam peperangan dan telah memukul mundur pasukan-pasukan tentara asing." (Ibrani 11:32-34). Kita bisa lihat bahwa Yefta digolongkan ke dalam sekumpulan pahlawan/saksi iman bersama-sama dengan nama-nama seperti Daud, Samuel, Gideon, Barak dan Simson.

Sekarang mari kita lanjutkan kisahnya. Yefta adalah sosok "the unwanted child". Karena ia lahir dari hasil perzinahan, maka kedua orang tuanya mengusir Yefta. Pahit memang. Dia tidak meminta untuk dilahirkan, bukan salahnya ia ada. Yang bersalah jelas ayahnya, tapi ia yang harus menanggung dosa ayahnya. "Katanya kepadanya: Engkau tidak mendapat milik pusaka dalam keluarga kami, sebab engkau anak dari perempuan lain." (Hakim Hakim 11:2).

Maka Yefta yang sudah terlahir dalam kondisi tidak mengenakkan ini pun harus pula menanggung beban yang justru bukan karena kesalahannya. Ia terbuang, menanggung kebencian seisi keluarga dan masyarakat akibat perbuatan ayahnya yang harusnya tidak ditimpakan kepadanya. Tapi itulah yang terjadi. Ia dianggap tidak lebih dari sampah, hingga ia pun bergabung dengan segerombolan penjahat/perampok. (ay 3) Inilah hidup yang harus ia pikul akibat dosa ayahnya. Hidup begitu pahit, tapi sepahit apapun, ia tidak berpikir untuk mengakhiri hidup dan memilih terus menjalaninya.

(bersambung)


Tuesday, October 11, 2016

Jangan Lupa Mengucap Syukur (2)

(sambungan)

Bagaimana sukacita itu sebenarnya? Ada banyak orang yang secara sempit mengaitkan sukacita hanya pada kondisi yang tengah dialami saat ini. Tekanan, kesulitan dalam kehidupan, permasalahan dan pergumulan akan membuat sukacita berkurang atau malah hilang sama sekali. Sukacita hanya akan ada apabila hidup tidak punya masalah. Mungkin pada umumnya orang akan berpikir seperti itu, tetapi sebenarnya itu bukanlah sukacita yang sebenarnya.

Alkitab jelas berkata seperti ini: "Jangan kamu bersusah hati, sebab sukacita karena TUHAN itulah perlindunganmu!" (Nehemia 8:11b). Artinya, sukacita yang sesungguhnya bukanlah yang berasal dari apa yang kita alami, melainkan berasal dari Tuhan. Sukacita karena Tuhan, itulah yang menjadi perlindungan kita. Bukannya kita harus kehilangan sukacita karena tertimpa beban, namun justru sukacita itu seharusnya mampu memberikan sebentuk kekuatan tertentu yang memampukan kita bertahan bahkan keluar sebagai pemenang di tengah kesulitan apapun. Itulah sukacita yang sesungguhnya. Sukacita seperti itulah yang memampukan kita untuk terus mengucap syukur dengan tulus dan sungguh-sungguh dalam penghayatan penuh dalam doa kita, meski situasi dan kondisi sulit sekalipun tengah bagaikan badai, berkecamuk dalam hidup kita.

Ucapan syukur yang benar-benar dihayati dengan sungguh-sungguh lah yang dikehendaki Tuhan untuk hadir dari hati, memenuhi pikiran dan keluar dari mulut kita dalam berdoa menaikkan permohonan. Itulah yang memungkinkan kita untuk menerima jawaban dariNya dan merasakan kedamaian hadiratNya yang kudus ketika kita berdoa. Bukan sekedar ucapan syukur biasa, bukan hanya lips service atau basa basi saja, bukan pula karena menganggap itu hanyalah sebagian dari pola dalam berdoa saja, tetapi sebuah ungkapan syukur yang berasal dari hati terdalam kita, yang dipenuhi sukacita dan dihayati secara sungguh-sungguh.

Naikkan doa dengan penuh ucapan syukur, dan jangan lupa satu hal yang sangat penting, lakukanlah dalam nama Yesus. Sebab firman Tuhan berkata "Dan segala sesuatu yang kamu lakukan dengan perkataan atau perbuatan, lakukanlah semuanya itu dalam nama Tuhan Yesus, sambil mengucap syukur oleh Dia kepada Allah, Bapa kita." (Kolose 3:17). Lalu kita pun diingatkan seperti ini: "Bertekunlah dalam doa dan dalam pada itu berjaga-jagalah sambil mengucap syukur." (4:2). Jangan pernah berhenti, putus asa atau hilang harapan. Teruslah bertekun dan tetaplah berjaga-jaga sambil mengucap syukur kepada Allah. Teruslah lakukan demikian hingga tiba saatnya dimana tangan Tuhan sendiri yang akan turun mengangkat anda keluar dari masalah dan mengabulkan permohonan-permohonan anda.

Kita tidak perlu khawatir meski berada dalam kondisi seperti apapun, karena kita punya Allah yang setia dan penuh belas kasih. Berada dalam himpitan masalah sekalipun bukan berarti kita harus cemas, karena sesungguhnya Tuhan tidak pernah sekalipun meninggalkan kita menghadapi itu semua sendirian. Tuhan mendengar dan siap mengabulkan permohonan kita. Tapi ingatlah bahwa semua doa kita harus kita sertai dengan ucapan syukur yang sepenuh hati. Penuhi diri kita terlebih dahulu dengan iman yang disertai rasa percaya sepenuhnya, jangan biarkan sukacita Allah yang sejati hilang dari diri kita, bersyukurlah atas kebaikan Tuhan, lalu berdoalah. Ucapan syukur dalam hidup kita sesungguhnya sangat penting. Bukan saja ketika hidup tengah tenang, tapi justru ketika guncangan demi guncangan tengah membuat kita gelagapan bagai diserang dari segala arah. Sulit mungkin untuk mengucap syukur dalam kondisi seperti itu, tapi itulah yang diinginkan Tuhan untuk kita lakukan. "Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu." (1 Tesalonika 5:18).

Apabila doa kita masih melulu berisi daftar permintaan dan permohonan, ini saatnya untuk menggantikannya dengan ucapan-ucapan syukur. Tuhan tahu apa yang menjadi masalah kita tanpa kita harus ribut berteriak setiap hari kepadaNya. Tidak ada perkara mustahil untuk dilakukan Tuhan bagi kita orang percaya, dan ingatlah bahwa Tuhan sangat mengasihi kita anak-anakNya yang Dia ciptakan dengan sangat istimewa. Atas segala kebaikanNya, perlindunganNya dan kasihNya, atas semua yang Dia limpahkan pada kita, bukankah kita sudah seharusnya mengucap syukur? Malam ini datanglah kepadaNya dan berikanlah ucapan syukur anda yang terbaik, dan rasakan kasihNya yang begitu damai memenuhi hati anda.

A thankful attitude gives so much joy in your life. Wherever you go, whatever you do, give thanks to God!

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Menjadi Anggur Yang Baik (1)

 Ayat bacaan: Yohanes 2:9 ===================== "Setelah pemimpin pesta itu mengecap air, yang telah menjadi anggur itu--dan ia tidak t...