Monday, October 31, 2016

Berdoa Dengan Tak Jemu-Jemu (1)

Ayat bacaan: Lukas 18:1
====================
"Yesus mengatakan suatu perumpamaan kepada mereka untuk menegaskan, bahwa mereka harus selalu berdoa dengan tidak jemu-jemu."

Jaman semakin maju, segala sesuatu pun dibuat semakin mudah. Kalau dahulu orang yang tidak suka kopi tubruk hendak buat kopi harus menyendok sendiri, menambah gula, menyaring, sekarang kopi banyak sekali yang instan. Bukan cuma kopi dan gula tapi juga dengan berbagai campuran lainnya mulai dari susu, cream, ginseng sampai durian. Tuangkan satu sachet, tuangkan air panas, aduk, langsung jadi. Yang suka kopi dingin, ada produk-produk yang bisa langsung menggunakan air dingin saja. Dalam banyak hal lainnya pun kita mendapati semakin banyak yang instan, mudah dan cepat. Berbagai kemudahan ini baik-baik saja, tapi sisi buruknya kita semakin tidak menghargai proses dan ingin segala sesuatu langsung jadi secara instan pula. Itu termasuk dalam hal berdoa saat kita butuh sesuatu dari Tuhan.

Ada banyak orang yang ingin doanya langsung dijawab instan. Begitu bilang amin langsung dapat. Bisakah Tuhan melakukan itu? Tentu saja. Tapi masalahnya, saat bukan itu yang terjadi, bagaimana reaksi kita? Yang banyak terjadi, orang berdoa hanya sekedarnya, begitu tidak dikabulkan lantas berhenti dan menuduh Tuhan tidak peduli atau bahkan tidak ada. Doa dianggap sebagai sarana meminta yang harus dikabulkan, atau kalau tidak maka Tuhan dipersalahkan. Bagi mereka-mereka ini Tuhan tak ubahnya seperti kopi instan yang hanya tinggal diseduh air panas langsung jadi.

Seorang teman bercerita tentang kegigihannya dalam mencoba mendapatkan dana lewat proposal yang diedarkan ke beberapa perusahaan demi menyokong acaranya. Ia sudah sering melakukan itu dan seringkali ia tidak berhasil. "Ya tidak apa-apa. Saya akan terus coba lagi. Namanya juga usaha... yang penting saya akan terus usahakan sampai berhasil." katanya. Saya pikir itu merupakan sebuah cara berpikir yang baik. Gigih, ulet, berpikir positif, bukan bersungut-sungut, kecewa, menyebar kata-kata negatif dan menyerah.

Kita juga mungkin bisa belajar dari cara anak kecil dalam meminta sesuatu. Anak yang bijak tidak akan merengek-rengek memaksa orang tuanya, karena selain hal tesebut tidak akan membawa hasil, mereka pun bisa dimarahi orang tuanya. Mereka mungkin akan pasang wajah yang menggemaskan, meminta dengan baik sampai hati orang tuanya luluh. Begitu sayangnya kepada anak, orang tua biasanya akan berusaha semaksimal mungkin untuk mengabulkan permintaan anaknya selama masih dalam batas kewajaran dan tidak membawa pengaruh buruk bagi anaknya. Terlebih jika apa yang mereka minta merupakan sesuatu yang penting, tentu orang tua akan lebih mati-matian lagi berusaha memenuhinya.

Doa pun seperti itu. Dalam menghadapi masalah dan mengharapkan pertolongan Tuhan, seberapa besar kesabaran kita untuk berharap kepadaNya? Kita kerap lupa bahwa seringkali ketidaksabaran menjadi penghalang terbesar bagi kita untuk menikmati janji-janji Tuhan. Awalnya mungkin kita berdoa dengan rajin, tapi ketika jawaban tidak kunjung datang secepat yang kita kehendaki, intensitas doa pun menurun drastis hingga akhirnya berhenti total. Ada yang bahkan hanya sekali dua kali dan kalau tidak cepat dijawab maka mereka segera kecewa. Lalu banyak pula yang segera mencari alternatif-alternatif lain termasuk yang berhubungan dengan kuasa kegelapan akibat merasa kecewa kepada Tuhan.

Mereka sulit untuk bersabar dengan menerima kenyataan bahwa waktunya Tuhanlah yang terbaik, lebih baik dari apa yang baik menurut kita. Mereka sulit untuk percaya pada rencana Tuhan dan lebih berpusat pada keinginan diri sendiri yang disetel lebih absolut dari Tuhan. Padahal Tuhan sudah berjanji untuk sediakan segala yang terbaik itu kepada kita semua, tapi kita tidak bisa mengimani itu. Waktu yang terbaik menurut kita hanyalah berpusat pada pandangan kita pribadi, dimana waktunya Tuhan tidak lagi punya nilai apa-apa disana. Sebagian orang malah hanya menganggap doa seperti mengirim paket permintaan semata. Ada perlu baru berdoa, jika semua berjalan sesuai keinginan, maka doa pun selesai. Padahal lebih dari apapun, doa merupakan sarana bagi kita untuk berhubungan dengan Tuhan. Semakin rajin kita berdoa, hubungan kita akan semakin dekat, kita pun akan semakin peka terhadap suaraNya. Itu akan sangat bermanfaat baik buat kita.

Akan hal ini, Yesus memberikan sebuah perumpamaan menarik mengenai kekuatan dari ketekunan berdoa yang dicatat dalam Lukas 18:1-8. Perikop ini dibuka dengan kalimat berikut: "Yesus mengatakan suatu perumpamaan kepada mereka untuk menegaskan, bahwa mereka harus selalu berdoa dengan tidak jemu-jemu." (Lukas 18:1). Dalam perumpamaan ini Yesus mengambil contoh tentang seorang janda (di jaman itu merupakan sosok yang lemah dan sering digambarkan sebagai figur yang tertindas, hidup susah dan diperlakukan tidak adil di dalam Alkitab) dan seorang hakim yang lalim. Dalam kisah ini, seorang janda diceritakan terus memohon kepada hakim yang lalim agar berkenan membela haknya. (ay 3). Sementara hakim dalam kisah ini bukanlah orang yang takut akan Tuhan, dan mempunyai sikap arogan, tidak menghormati siapapun apalagi hanya seorang janda miskin yang tidak punya apa-apa.

(bersambung)


No comments:

Menjadi Anggur Yang Baik (1)

 Ayat bacaan: Yohanes 2:9 ===================== "Setelah pemimpin pesta itu mengecap air, yang telah menjadi anggur itu--dan ia tidak t...