Ayat bacaan: 2 Timotius 3:5
=====================
"Secara lahiriah mereka menjalankan ibadah mereka, tetapi pada hakekatnya mereka memungkiri kekuatannya."
Rajin beribadah ternyata tidak menjamin seseorang bertumbuh imannya. Bagaimana itu mungkin? Lihatlah ada banyak orang yang meski ke gereja setiap Minggu tapi mereka imannya tidak kunjung tumbuh. Mereka datang, duduk, dengar, lalu pulang tanpa mendapat apa-apa. Bahkan kotbah yang disampaikan langsung lupa begitu sampai di rumah. Saat masalah hadir, mereka kembali dikuasai rasa takut, kuatir dan cemas. Benar Tuhan bisa melakukan banyak hal yang mustahil, tapi masa sih itu bisa saya alami? Begitu pikir mereka. Mengaku percaya Yesus, tapi ternyata masih sangat banyak orang yang belum punya iman yang cukup untuk mempercayai kuasa dan kekuatan Tuhan. Apa yang dialami orang lewat kesaksian mereka tidak mengubahkan mereka untuk hidup lebih baik. Mereka mengukur kemungkinan untuk lepas dari masalah hanya dari besar kecilnya masalah yang mereka hadapi, fokus kepada masalah bukan pada Tuhan. Kalau masalahnya kecil mungkin bisa, tapi kalau sudah terlalu berat maka berdoa pun pasti tidak membawa hasil apa-apa. Atau kalaupun berdoa, itu karena kewajiban saja tanpa iman yang cukup untuk percaya. Mereka beribadah rutin, mereka berdoa, tapi hanya sebatas liturgi atau kebiasaan saja.
Ada yang beribadah Minggu dan berdoa harus dilakukan hanya karena takut masuk neraka, bukan karena ingin membangun hubungan yang erat dengan Tuhan sehingga memiliki kehidupan yang kuat ditengah badai kehidupan. Kalau menghadapi masalah mereka mencari pendeta atau orang-orang yang dianggap kuat secara rohani untuk didoakan. Doa sendiri? Mana mungkin ngefek? Begitu menurut mereka. Meski rajin menjalankan ibadah mereka tetapi mereka sendiri sulit atau bahkan tidak bisa percaya kepada kekuatan yang bisa hadir di dalamnya. Mereka tidak menyadari kekuatan Firman Tuhan yang hidup, yang seharusnya mampu mengubahkan, memulihkan dan memberi kekuatan. Betapa ini merupakan hal yang ironis. Di satu sisi orang berharap mukjizat terjadi dalam hidupnya, tetapi di sisi lain mereka sendiri ragu dan memungkiri kekuatannya. Dan ini terjadi pula pada orang-orang yang melakukan ibadah secara rutin.
Kalau pola pikirnya masih seperti itu, buat apa beribadah? Tapi sikap seperti ini sebenarnya bukanlah hal yang baru. Kebiasaan memakai logika manusia yang terbatas dalam memahami kuat kuasa Tuhan yang tak terbatas bukan hanya masalah bagi orang percaya hari ini tapi sudah terjadi sejak jaman dahulu. Paulus justru menggambarkan hal ini sebagai salah satu fenomena yang akan semakin marak menjelang akhir jaman. "Secara lahiriah mereka menjalankan ibadah mereka, tetapi pada hakekatnya mereka memungkiri kekuatannya." (2 Timotius 3:5) Ini adalah satu dari sekian banyak hal serius yang digambarkan Paulus sebagai "masa yang sukar". (ay 1). Banyaknya orang yang beribadah tidak berbanding lurus dengan pertumbuhan iman, dan itu sangatlah ironis.
Seperti apa masa yang sukar itu? Kalau mendengar rangkaian kata 'masa yang sukar', dalam benak kita muncul gambaran sebuah masa dimana ada banyak krisis, bencana, peperangan, tekanan, bencana alam dan sebagainya. Benar, itu memang kerap terjadi akhir-akhir ini. Tetapi apa yang dikatakan oleh Paulus sebagai masa yang sukar ternyata bukan sekedar mengacu kepada bencana alam, perang atau bahkan krisis ekonomi. Masa-masa yang sukar menurut hemat Paulus adalah pada saat kejatuhan manusia semakin jauh dalam mementingkan dirinya sendiri.
Sepeti apa bentuknya? Kata Paulus: "Manusia akan mencintai dirinya sendiri dan menjadi hamba uang. Mereka akan membual dan menyombongkan diri, mereka akan menjadi pemfitnah, mereka akan berontak terhadap orang tua dan tidak tahu berterima kasih, tidak mempedulikan agama, tidak tahu mengasihi, tidak mau berdamai, suka menjelekkan orang, tidak dapat mengekang diri, garang, tidak suka yang baik, suka mengkhianat, tidak berpikir panjang, berlagak tahu, lebih menuruti hawa nafsu dari pada menuruti Allah." (ay 2-4).
Perhatikan bahwa Paulus menyampaikan munculnya sikap-sikap seperti ini bukan dari orang tidak percaya tapi justru lahir dari orang-orang percaya. Bukan yang cuma sekedar percaya tapi justru mereka yang rajin menjalankan ibadah seperti yang disebutkan dalam ayat 5 di atas. Secara lahiriah mereka beribadah, tapi pada kenyataannya mereka sebenarnya menolak kekuatannya. They deny and reject the power, they are still strangers to it. Ini merupakan teguran buat kita juga yang secara fisik hadir di gereja tetapi hanya sebagai sebuah ritual atau kebiasaan atau tradisi semata tanpa mengalami pertumbuhan iman apapun lewat itu semua. Kita memang beribadah, tetapi kita sendiri malah memungkiri kekuatannya. We pray but we reject the power of praying. We go to Church but we don't believe in the preachings. We act religious, but we reject the power that could make us godly. Kita harus menghindari hal seperti ini.
Beribadah itu sangatlah penting. Kita harus ingat pula bahwa agar bisa beribadah dengan benar kita perlu melalui proses, melatih diri kita untuk terus lebih baik, bukan sesuatu yang instan. Paulus mengatakan "Latihlah dirimu beribadah". (1 Timotius 4:7b). Kalau kepingin tubuh bugar kita harus melatih disiplin untuk berolah raga, latihan rohani itu bisa membawa manfaat yang jauh lebih besar dari latihan badani/jasmani.
(bersambung)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Menjadi Anggur Yang Baik (1)
Ayat bacaan: Yohanes 2:9 ===================== "Setelah pemimpin pesta itu mengecap air, yang telah menjadi anggur itu--dan ia tidak t...
-
Ayat bacaan: Ibrani 10:24-25 ====================== "Dan marilah kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih ...
-
Ayat bacaan: Ibrani 10:24 ===================== "Dan marilah kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih dan ...
-
Ayat bacaan: Mazmur 23:4 ====================== "Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau...
No comments:
Post a Comment