Ayat bacaan: Mazmur 24:4-5
=======================
"Orang yang bersih tangannya dan murni hatinya, yang tidak menyerahkan dirinya kepada penipuan, dan yang tidak bersumpah palsu. Dialah yang akan menerima berkat dari TUHAN dan keadilan dari Allah yang menyelamatkan dia."
Seorang teman yang membuka gerai makanan di sebuah pujasera pernah bercerita tentang sulitnya mencari pegawai jujur. Sudah berkali-kali gonta-ganti, tetap saja ia bermasalah dengan kejujuran. Ditutup satu celah, ketemu celah lain. Begitu terus, dan ia pun bingung melihat realita ini. Mengapa makin susah mencari orang jujur? Entahlah. Mungkin alasannya faktor ekonomi, tapi saya pikir masalah jujur itu masalah karakter dan integritas masing-masing orang. Ada yang mulanya jujur, tetapi ketika ia melihat peluang, maka kejujuran pun tergerus oleh keinginan untuk bisa mendapatkan lebih dari yang seharusnya. Kalau kita lihat di surat kabar harian, ada banyak lowongan kerja tapi jarang sekali yang memasukkan kejujuran sebagai salah satu syarat utama. Mereka lebih tertarik untuk mencantumkan umur, pengalaman, tingkat pendidikan, gelar, kemampuan-kemampuan di luar pendidikan formal seperti bahasa, penguasaan komputer dan lain-lain. Bisa bekerja dalam tim, itu juga sering dijadikan syarat. Tapi kejujuran dan kesetiaan itu jarang.
Kejujuran adalah sebuah kualitas individu yang semakin lama semakin jarang ditemukan, dan ironisnya semakin pula tidak dianggap penting oleh sebuah perusahaan atau lembaga pencari kerja. Melihat hidup yang makin sulit, ada banyak tekanan yang cepat atau lambat akan mendorong mereka yang tadinya jujur untuk masuk ke dalam jerat kecurangan atau penipuan. Lihatlah semakin banyak orang yang tidak tulus dalam bekerja. Semua didasari pamrih, untung rugi dan sebagainya. Penipuan terjadi hampir di setiap lini. Karenanya kualitas orang-orang yang masih bisa bertahan dari tekanan dan terus menekankan hidup jujur akan terlihat sangat berbeda.
Saat orang jujur yang jumlahnya sedikit ini dijumpai, sebagian akan kagum, sebagian lainnya akan memandang mereka sebagai 'mahluk-mahluk' aneh yang dianggap membuang-buang kesempatan untuk bisa mendapatkan lebih dari seharusnya. Orang semakin cenderung berpikir pendek dan mementingkan urusan duniawi lantas dengan gegabah mengabaikan dampaknya bagi kekekalan. Apa yang dikatakan Daud dahulu: "Orang bebal berkata dalam hatinya: "Tidak ada Allah." Busuk dan jijik perbuatan mereka, tidak ada yang berbuat baik" (Mazmur 14:1), masih terjadi bahkan mungkin tambah jelas sebagai kenyataan hari ini. Orang tidak lagi memikirkan pertanggungjawaban kelak di hadapan Tuhan.
Masih mending kalau orangnya memang tidak percaya Tuhan. Tapi ada banyak yang percaya, bahkan masih terus melakukan kewajiban-kewajiban agamanya. Mereka tentu tahu bahwa Allah itu ada, tetapi mereka mengira bahwa Tuhan tidak akan menghukum karena mereka menyalah artikan bentuk kasih dan kesabaran Tuhan yang besar dan panjang, taking the meaning of 'grace' for granted. Bentuk ilusi rohani seperti inipun sudah disinggung dalam Alkitab. "Kamu menyusahi TUHAN dengan perkataanmu. Tetapi kamu berkata: "Dengan cara bagaimanakah kami menyusahi Dia?" Dengan cara kamu menyangka: "Setiap orang yang berbuat jahat adalah baik di mata TUHAN; kepada orang-orang yang demikianlah Ia berkenan--atau jika tidak, di manakah Allah yang menghukum?" (Maleakhi 2:17). Bukankah itu yang seringkali kita lihat? Bukankah kita melihat sendiri banyak orang dengan tenang melakukan kecurangan karena memiliki pola pikir menggampangkan Tuhan seperti itu di jaman sekarang?
Masalah kejujuran itu merupakan hal yang sangat penting di mata Tuhan. Tuhan memberi penghargaan yang sangat tinggi bagi orang-orang yang jujur. Salah satunya bisa kita lihat dalam ayat berikut: "Orang yang hidup dalam kebenaran, yang berbicara dengan jujur, yang menolak untung hasil pemerasan, yang mengebaskan tangannya, supaya jangan menerima suap, yang menutup telinganya, supaya jangan mendengarkan rencana penumpahan darah, yang menutup matanya, supaya jangan melihat kejahatan, dialah seperti orang yang tinggal aman di tempat-tempat tinggi, bentengnya ialah kubu di atas bukit batu; rotinya disediakan air minumnya terjamin." (Yesaya 33:15-16).
Selain janji Tuhan yang sangat indah ini, ada firman lainnya yang berbunyi: "Orang yang bersih tangannya dan murni hatinya, yang tidak menyerahkan dirinya kepada penipuan, dan yang tidak bersumpah palsu. Dialah yang akan menerima berkat dari TUHAN dan keadilan dari Allah yang menyelamatkan dia." (Mazmur 24:4-5). Orang yang bersih tangannya (jujur) dan murni hatinya (tulus), yang tidak tergoda pada kecurangan, itulah yang berkenan di hadapan Tuhan. Bersih tangannya, berarti menjauhi bentuk-bentuk penipuan, menjauhi kecurangan dan tidak gampang tergoda oleh keuntungan-keuntungan lewat jalan yang salah. Murni hati itu artinya hati tidak terkontaminasi/tercemar oleh berbagai motif-motif tersembunyi dalam melakukan sesuatu, tidak pamrih, tidak ada politik kepentingan dalam perbuatan, bersih hatinya. Kepada mereka-mereka yang seperti ini Tuhan mengganjar berkat juga akan diselamatkan dengan keadilan yang langsung berasal dari Tuhan. Inilah upah besar yang dijanjikan Tuhan bagi orang yang hidup jujur dan tulus.
Sebuah kasih dalam tingkatan seperti yang diinginkan Tuhan mengandung kebaikan-kebaikan yang mencakup kejujuran dan ketulusan. Lihatlah rinciannya yang disampaikan Paulus. "Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran. Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu." (1 Korintus 13:4-7). Dalam penjabaran kasih pada ayat ini terkandung bentuk-bentuk hidup dengan hati yang murni berisi kejujuran. Artinya jika kita mengaku hidup dalam kasih Tuhan, seharusnya sikap hati seperti inilah yang terpancar dari kehidupan kita. Bagaimana mungkin orang yang tidak jujur, tidak murni hatinya masih berani mengaku punya kasih dalam dirinya? Dan bagaimana mungkin orang yang tidak memiliki kasih mengaku mengenal Allah? Sebab ada dikatakan "Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih." (1 Yohanes 4:8).
(bersambung)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Menjadi Anggur Yang Baik (5)
(sambungan) Seringkali proses pengubahan ini seringkali tidak menyenangkan. Ada kalanya kita harus mengalami berbagai hal berat dan menyaki...
-
Ayat bacaan: Ibrani 10:24-25 ====================== "Dan marilah kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih ...
-
Ayat bacaan: Ibrani 10:24 ===================== "Dan marilah kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih dan ...
-
Ayat bacaan: Mazmur 23:4 ====================== "Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau...
No comments:
Post a Comment