Ayat bacaan: Daniel 3:17-18
====================
"Jika Allah kami yang kami puja sanggup melepaskan kami, maka Ia akan melepaskan kami dari perapian yang menyala-nyala itu, dan dari dalam tanganmu, ya raja; tetapi seandainya tidak, hendaklah tuanku mengetahui, ya raja, bahwa kami tidak akan memuja dewa tuanku, dan tidak akan menyembah patung emas yang tuanku dirikan itu."
Sebesar apa iman kita hari ini? Mudah bagi kita untuk mengatakan kita percaya pada Tuhan saat hidup sedang baik, saat kita mengalami sesuatu yang besar, mukjizatnya yang ajaib atau saat kita merasa doa kita dijawab. Tuhan itu baik saat hidup kita baik. Tentu saja. Tetapi, mampukah kita mengatakan hal yang sama saat kita menghadapi masalah termasuk situasi hidup dan mati? Apakah kita bisa tetap mengucap syukur dan mengatakan bahwa Tuhan baik, merasakan keberadaanNya dan percaya kepada rencanaNya ketika kita berada di tepi jurang atau di ujung tanduk? Apakah kita masih punya iman yang sama besarnya ketika kita berada di titik nadir dan tidak kunjung melihat satupun 'tangga' yang bisa membawa kita keluar?
Beberapa waktu belakangan ini saya melatih diri dalam melihat sesuatu dibalik masalah. Setiap ada masalah, ketimbang fokus kepada kesulitannya saya mempergunakannya untuk memeriksa apakah iman yang saya miliki itu benar kuat atau ternyata masih rapuh. Mengapa? Sebab sebuah iman seharusnya tidak tergantung pada situasi atau keadaan melainkan kepada Tuhan. Percaya, bergantung dan berserah sepenuhnya kepada Tuhan, mengasihiNya dengan sebuah unconditional love.
Saya suka menyebutnya dengan iman yang radikal. Radikal, bukankah itu negatif? Paham radikal, ormas radikal, dan radikal-radikal lainnya yang berbahaya? Tunggu dulu. Saya mengacu kepada pengertian radikal yang sesungguhnya, sebelum kata ini mengalami pergeseran makna karena seringnya dipakai pada gerakan-gerakan berbahaya. Kata radikal berasal dari kata 'radix', bahasa Latin yang berarti 'root' atau 'akar'. Jadi pengertian sebenarnya dari radikal adalah sesuatu yang mengarah jauh ke dalam, sampai ke akar-akarnya, sampai kepada hal yang menyangkut prinsip, sesuatu yang sangat mendasar.
Pada definisi awal atau aslinya ini kita bisa melihat bahwa belum ada arti yang menunjukkan bahwa radikal merupakan sesuatu yang negatif. Iman yang radikal adalah iman yang berakar hingga ke dasar hati kita, sebuah iman yang tidak mudah goyah dengan goncangan-goncangan di permukaan, sebuah iman yang keluar dari dalam dan berakar kuat pada seluruh sendi kehidupan kita.Kalau bicara soal iman yang radikal, kita bisa melihat bukti nyatanya pada tiga orang luar biasa yang tertulis dalam Perjanjian Lama yaitu Sadrakh, Mesakh dan Abednego.
Kisahnya adalah seperti ini. Tercatat ada tiga pemuda yang berani melawan titah raja Nebukadnezar. Kenapa melawan? Pada saat itu, sang raja baru membuat patung emas dengan tinggi enam puluh hasta dan lebar enam hasta. Itu ukuran yang sangat besar, kurang lebih 27 x 3 meter. Dan ia memerintahkan seluruh bangsa, suku dan bahasa untuk menyembah patung tersebut. Mendengar perintah tersebut, bangsa-bangsa itu pun sujud menyembah patung tersebut, karena di masa itu hukuman bagi mereka yang melanggar perintah raja tidak main-main, yaitu hukuman mati. "dan bahwa siapa yang tidak sujud menyembah, akan dicampakkan ke dalam perapian yang menyala-nyala." (Daniel 3:11). Itu jelas sesuatu yang serius. Rasanya orang akan berpikir dua-tiga kali kalau mau menolak. Daripada dihukum mati dengan cara kejam, mendingan ikuti saja. Itu akan menjadi keputusan kebanyakan orang.
Tapi lihatlah apa yang terjadi. Diantara rakyat disana, ternyata ada 3 orang yang berani membantah. Mereka adalah Sadrakh, Mesakh dan Abednego. Seketika mereka pun ditangkap dan dibawa menghadap raja. Raja pun berkata: "...jika kamu tidak menyembah, kamu akan dicampakkan seketika itu juga ke dalam perapian yang menyala-nyala. Dan dewa manakah yang dapat melepaskan kamu dari dalam tanganku?" (ay 15). "Kalau kalian masih tetap bandel, kalian akan saya perintahkan untuk dibakar hidup-hidup. Siapa yang bisa membebaskan mereka kalau saya sudah bertitah?" Begitu kira-kira ucapan si raja. Tapi ketiga pemuda ini menjawab: "Jika Allah kami yang kami puja sanggup melepaskan kami, maka Ia akan melepaskan kami dari perapian yang menyala-nyala itu, dan dari dalam tanganmu, ya raja; tetapi seandainya tidak, hendaklah tuanku mengetahui, ya raja, bahwa kami tidak akan memuja dewa tuanku, dan tidak akan menyembah patung emas yang tuanku dirikan itu." (ay 17-18).
Itu jawaban yang sangat berani. Kita bisa bayangkan bagaiamana reaksi sang raja yang absolut mendengar itu. Nebukadnezar pun murka. Dia memerintahkan prajuritnya untuk menyiapkan perapian tujuh kali lebih panas dari biasanya untuk membakar ketiga pemuda itu hidup-hidup. Saking panasnya, api itu bahkan sampai membakar orang-orang yang mengangkat Sadrakh, Mesakh dan Abednego ke perapian. Logikanya, itulah akhir dari hidup ketiga pemuda berani ini. Mereka sebentar lagi meregang nyawa dengan rasa sakit yang tak terperikan.
(bersambung)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Menjadi Anggur Yang Baik (1)
Ayat bacaan: Yohanes 2:9 ===================== "Setelah pemimpin pesta itu mengecap air, yang telah menjadi anggur itu--dan ia tidak t...
-
Ayat bacaan: Ibrani 10:24-25 ====================== "Dan marilah kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih ...
-
Ayat bacaan: Ibrani 10:24 ===================== "Dan marilah kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih dan ...
-
Ayat bacaan: Mazmur 23:4 ====================== "Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau...
No comments:
Post a Comment