Ayat bacaan: Matius 6:1
===================
"Ingatlah, jangan kamu melakukan kewajiban agamamu di hadapan orang supaya dilihat mereka, karena jika demikian, kamu tidak beroleh upah dari Bapamu yang di sorga."
Pencitraan dan politik semakin lama semakin tak terpisahkan. Seorang teman memakai istilah pol-tra untuk menggambarkan fenomena ini, yang merupakan singkatan dari politik pencitraan. Sebuah politik pencitraan merupakan upaya dari (calon) pejabat, partai, organisasi, perusahaan dan lain sebagainya agar terlihat baik di mata orang lain. Menutupi keburukan bukan dengan memberbaiki tapi dengan memoles dan memanipulasi sedemikian rupa sehingga tampak tak bercela. Poster, billboard, selebaran, berbagai iklan di media massa dipakai sebagai salah satu bentuknya. Mereka biasanya berusaha tampil di acara-acara dengan rating tinggi, membagi-bagikan sembako, kaos, agar bisa terpilih atau dilihat punya citra baik.
Mereka tidak segan mengeluarkan biaya besar untuk itu, kalau perlu hutang dulu juga tidak apa-apa asal tujuannya tercapai. Tidak jarang mereka rela merogoh kocek habis-habisan untuk menyewa konsultan-konsultan besar baik dari dalam dan luar negeri untuk membentuk citra mereka, memberikan persepsi yang baik tentang diri mereka kepada masyarakat dan menyimpan dalam-dalam segala hal yang buruk yang bisa menjatuhkan mereka. Dalam iklan layar kaca mereka mengunjungi pasar, menyalami orang miskin, menggendong bayi, memanen hasil tani bersama petani dan berbagai tampilan lainnya. Kalau sudah terpilih? Mereka pun hilang. Mungkin mereka terlalu sibuk untuk mengumpul dana lewat kekuasaan agar modal yang sudah terpakai bisa cepat kembali. Tentu saja ini melelahkan, sehingga mereka tidak lagi punya waktu mengurusi rakyat. Wajar pula kalau mereka tertidur dalam rapat-rapat yang seharusnya mereka seriusi untuk kepentingan rakyat dan negara.
Politik pencitraan sayangnya bukan saja terjadi di area politik tapi juga di antara orang-orang rohani yang seharusnya menjadi panutan. Pakai berbagai atribut agama, cara bicara disetel sereligius mungkin, pintar menyitir ayat, merangkai kata dalam berdoa dan sebagainya. Hanya orang di luar sana saja? Ironisnya tidak. Di kalangan orang percaya penyakit yang sama pun banyak terjadi. Pintar ngomong, gaya oke, tapi kelakuan aslinya jauh dari apa yang dipertontonkan. Lalu 'kecelakaan' lainnya, orang-orang yang merasa sudah sangat rohani ini pun kerap merasa diri paling benar bahkan merasa berhak menghakimi orang lain. Betapa kecewanya Tuhan jika terus mendapati orang-orang yang seharusnya menjadi garam dan terang tapi malah jadi batu sandungan di manapun mereka berada.
Di jaman Yesus hal seperti ini sudah terjadi. Orang-orang Farisi dan para ahli Taurat seharusnya merupakan tokoh-tokoh agama yang jadi panutan di masa itu. Mereka mendalami betul isi kitab Taurat dan kitab-kitab nabi, hafal isinya dan seluk beluknya. Tetapi lihatlah bagaimana mereka terjebak kepada kepentingan duniawi. Mereka lebih ingin menonjolkan kehidupan beragama mereka di hadapan publik, bahkan tidak segan-segan mempertontonkannya sebanyak mungkin. Berdiri di pasar-pasar dan beraksi. Mereka lebih mementingkan status dan penghormatan di mata orang. Mereka ingin terlihat paling suci, paling benar dan paling terkemuka. Tapi sebenarnya mereka tidak lagi peduli terhadap Tuhan, karena apa yang mereka butuhkan hanyalah pencitraan agar bisa memanipulasi dan mengeruk keuntungan dari masyarakat.
Yesus dengan tegas menentang hal ini. Yesus membongkar kemunafikan mereka dan mengingatkan bahwa apa yang penting sebenarnya jauh lebih besar dari pembentukan pencitraan di mata masyarakat. Bagaimana kita hidup dan sikap hati yang berkenan di hadapan Tuhan itu jauh lebih penting. Bagaimana citra kita di mata Tuhan itu sungguh jauh lebih bernilai ketimbang pencitraan di mata orang lain.
Lihat apa yang dikatakan Yesus berikut ini. "Ingatlah, jangan kamu melakukan kewajiban agamamu di hadapan orang supaya dilihat mereka, karena jika demikian, kamu tidak beroleh upah dari Bapamu yang di sorga." (Matius 6:1). Betapa sia-sianya orang yang sibuk beribadah dan melakukan kewajiban-kewajiban agama seperti berbuat baik, membantu sesama, memberi sedekah dan lain-lain yang ditujukan hanya untuk membentuk kesan, persepsi atau citra di mata masyarakat dan hanya mengharap pujian dari orang. Yesus dengan tegas mengatakan semua itu tidak ada upahnya, alias sia-sia. Ketika banyak orang hari ini sibuk memamerkan tampilan luarnya, Yesus berkata "Jadi apabila engkau memberi sedekah, janganlah engkau mencanangkan hal itu, seperti yang dilakukan orang munafik di rumah-rumah ibadat dan di lorong-lorong, supaya mereka dipuji orang. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya." (ay 2).
Perilaku seperti itu dilakukan oleh orang-orang munafik, kata Yesus. Kemunafikan merupakan racun yang mematikan bagi keselamatan kita. Orang Farisi dan para ahli Taurat melakukannya. Mereka hanya sibuk memoles image tapi tidak peduli pada Tuhan. Mereka melupakan apa yang seharusnya menjadi tugas mereka, bahkan mereka tidak peka akan kehadiran Tuhan di tengah-tengah mereka. Hari ini ironisnya masih banyak orang yang terjebak pada hal yang sama. Kita bisa melihat perilaku seperti ini dengan mudah di mana-mana, termasuk di kalangan orang percaya. Mereka lebih tertarik kepada tata cara dan tradisi peribadatan, lebih peduli terhadap apa kata orang, ingin selalu terlihat begitu suci di luar tetapi di dalam penuh kecurangan. Di luar tampak ramah tetapi di dalam penuh kebencian. Atau begitu mudah menghakimi orang lain karena menganggap diri paling benar dan berhak untuk itu. Apa yang mereka pertontonkan berbanding terbalik dengan kehidupan mereka yang sesungguhnya.
(bersambung)
Sunday, October 23, 2016
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Menjadi Anggur Yang Baik (1)
Ayat bacaan: Yohanes 2:9 ===================== "Setelah pemimpin pesta itu mengecap air, yang telah menjadi anggur itu--dan ia tidak t...
-
Ayat bacaan: Ibrani 10:24-25 ====================== "Dan marilah kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih ...
-
Ayat bacaan: Ibrani 10:24 ===================== "Dan marilah kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih dan ...
-
Ayat bacaan: Mazmur 23:4 ====================== "Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau...
No comments:
Post a Comment