Tuesday, May 30, 2017

Kasih dan Kesabaran Seorang Ibu (1)

Ayat bacaan: 1 Tesalonika 2:7
=======================
"Tetapi kami berlaku ramah di antara kamu, sama seperti seorang ibu mengasuh dan merawati anaknya."

"Kasih ibu sepanjang jalan, kasih anak sepanjang galah." Itu kata pepatah yang membandingkan seperti apa kasih dan elemen-elemen di dalamnya yang dimiliki seorang ibu kepada anaknya jika dibandingkan dengan kasih anak kepadanya. Amerika memiliki banyak jalan raya yang panjang, membentang dari barat ke timur. Salah satunya adalah jalan raya yang disebut Interstate 90. Jalan ini panjangnya hampir 5000 km, menghubungkan ujung kiri dan ujung kanan bagian atas dari Amerika Serikat. Coba bayangkan perbandingan antara jalan ini dengan sebuah penggaris atau batang galah, tentu perbedaannya sangat jauh sekali. Seperti itulah kasih ibu kepada anak.

Terlepas dari adanya beberapa ibu yang hari-hari ini tega membuang atau membunuh anak/janinnya, secara keseluruhan atau pada umumnya ibu adalah sosok dimana kita bisa mendapatkan kasih terbesar secara fisik atau nyata di dunia ini. Ibu melahirkan kita lewat penderitaan dan rasa sakit yang luar biasa. Setelah lahir, kita dirawat, disusui, diasuh hingga besar. Ia harus bangun tengah malam, harus tetap terjaga setiap kali anaknya menangis, mendidik dan membesarkan dengan penuh kesabaran sampai kita bisa berdikari dan kemudian sukses dalam hidup.

Perjuangan seorang ibu luar biasa. Pengorbanannya seringkali tidak terbalas dengan apapun. Mereka siap melakukan apapun demi yang terbaik untuk kita. Kasih yang tak terbatas itu membuat mereka tetap mengasihi meski perilaku anak-anak terkadang membuat mereka sedih bahkan sakit. Kesabaran mereka menghadapi anak-anaknya yang membangkang, melawan, bandel sungguh besar. Karena kalau tidak besar, kita tidak akan mungkin menjadi siapa kita hari ini. Dalam banyak hubungan yang terjadi antara manusia, hubungan antara ibu dan anak jelas merupakan sebuah hubungan yang paling istimewa dan paling indah. Tidaklah mengherankan kalau ada pula pepatah yang mengatakan "surga berada di bawah telapak kaki ibu."

Dalam perjalanan hidup ini, kita akan terus menjalin hubungan dengan banyak orang. Beberapa bisa terjalin dengan mudah karena adanya kecocokan sifat maupun saat kita berhubungan dengan orang-orang yang bersahabat, punya etika, sopan, pengertian dan sejenisnya. Hubungan bisa sehat dan positif dengan saling dukung, saling menguatkan, tetapi dengan beberapa orang kita mungkin bisa mengalami kesulitan untuk menjalin hubungan. Mungkin memang kita tidak bermusuhan secara terbuka, tetapi hubungan bisa sulit untuk bertumbuh, bahkan bisa jadi hampir-hampir tidak mungkin bisa terjadi. Ada banyak hal yang bisa menjadi penyebabnya, baik berkaitan dengan kita sendiri maupun orang lain. Perbedaan sudut pandang, perbedaan sifat, keegoisan, persaingan, kesan pertama yang buruk, atau bahkan karena ketidakmampuan salah satu pihak untuk berkomunikasi secara efektif bisa menjadi alasan sulitnya sebuah hubungan terbangun.

Akan hal ini mari kita lihat sosok Paulus. Kita tidak tahu apakah Paulus memiliki saudara. Sepertinya ia pun hidup melajang hingga akhir hidupnya. Tetapi meski demikian, Paulus memiliki hikmat dari Tuhan untuk mengetahui bagaimana menjalin hubungan yang baik dengan para jemaat yang pernah ia kunjungi. Tidak peduli betapa sulitnya, betapa menantangnya atau bahkan saat ia harus melewati berbagai penganiayaan sekalipun, ia tetap teguh untuk menyampaikan Injil keselamatan dalam kasih kepada orang-orang dimanapun ia singgah.

Paulus menulis surat-surat dari penjara kepada para jemaat, termasuk didalamnya jemaat Tesaloinika seperti menulis surat kepada anak-anaknya sendiri. Begitu intim, akrab dan penuh dengan pesan-pesan yang penting. Paulus peduli benar dengan semua jemaat dan rindu agar mereka bisa terus teguh dalam iman barunya dan tidak ingin ada satupun konflik yang bisa membuat mereka lemah. Paulus menunjukkan kepedulian yang sangat tinggi sebagai bentuk perhatian dan kasihnya kepada mereka.

Secara eksklusif Paulus menyebutkan pendekatan yang ia pergunakan dalam menjangkau anak-anaknya ini. Paulus menyebutnya dengan sebuah pendekatan layaknya kelembutan seorang ibu yang mengasuh anaknya. Lihatlah kata-kata Paulus dalam ayat berikut ini: "Tetapi kami berlaku ramah di antara kamu, sama seperti seorang ibu mengasuh dan merawati anaknya." (1 Tesalonika 2:7). Seperti itulah Paulus menggambarkan bagaimana ia menempatkan diri kepada para jemaat, selembut seorang ibu yang mengasuh dan merawat anaknya.

(bersambung)


No comments:

Sukacita Kedua (3)

 (sambungan) Saya menyadari adanya sukacita kedua saat saya baru saja dihubungi oleh sahabat saya yang sudah melayani sebagai pendeta selama...