Sunday, July 16, 2017

Akar Pahit

Ayat bacaan: Ibrani 12:15
============
"Jagalah supaya jangan ada seorangpun menjauhkan diri dari kasih karunia Allah, agar jangan tumbuh akar yang pahit yang menimbulkan kerusuhan dan yang mencemarkan banyak orang."

Belum lama ini ada seorang teman yang curhat pada saya tentang apa yang ia alami beberapa bulan terakhir. Mulanya, ia mendapat kritik dalam pelayanannya. Mungkin cara penyampaiannya kurang pas atau datang pada waktu yang tidak tepat. Ia merasa kecewa saat dikritik dan gagal menanggapinya dengan baik, karena ia merasa sudah melakukan yang terbaik. Perlahan rasa kecewa itu bertambah parah. Ia mulai membawa pulang kekecewaan itu ke rumah dengan bersikap cepat tersinggung, mengeluarkan kata-kata negatif saat ada pembicaraan yang berhubungan dengan gereja maupun pelayanan. Ia masih melayani tapi tidak lagi sepenuh hati, ia pun hanya ke gereja saat ada jadwal. Suatu kali istrinya mengajaknya bicara dan mengutarakan bahwa ia sepertinya sudah terkena kepahitan dan jelas, itu tidak baik. Untungnya ia menerima hal itu. Ia kemudian memperbaiki diri meski tidak seketika. Ia memperbaiki sikapnya di dalam dan luar rumah, belajar untuk lebih lapang dada menerima kritik maupun teguran meski menurutnya sulit. Ia mengampuni orang yang mengkritiknya dan perlahan pulih. "Saya belajar banyak. Sesuatu yang awalnya ringan, jika tidak segera diatasi ternyata bisa mendatangkan kebencian, kemarahan kemudian kepahitan yang akan terus tambah parah." katanya.

Dalam hidup kita sehari-hari kita bersinggungan dengan begitu banyak orang dengan sifat, tingkah dan pola masing-masing. Ada yang tipe ramah, ada yang ketus. Ada yang pintar basa-basi, ada yang to the point. Ada yang topengnya tebal, ada yang wajahnya tampil tanpa polesan sama sekali, sehingga apapun yang mereka rasa bisa tercetak dari raut wajahnya. Ada yang suka memotivasi, ada yang cuek, ada yang hobi mengkritik. Pokoknya bermacam-macam gayanya. Saat bertemu dengan yang provokatif, terang-terangan dan tidak pintar menyampaikan, bisa jadi kita bisa tersinggung atau kecewa. Sampai disitu masih wajar, tapi saat kita tidak segera menyelesaikan, berhati-hatilah akan tumbuhnya akar pahit yang kemudian bukan saja menghancurkan diri sendiri tapi juga bisa berdampak buruk pada banyak orang.

Curhatan teman saya mengingatkan saya pada ayat dalam Ibrani: "Jagalah supaya jangan ada seorangpun menjauhkan diri dari kasih karunia Allah, agar jangan tumbuh akar yang pahit yang menimbulkan kerusuhan dan yang mencemarkan banyak orang." (Ibrani 12:15). Kita diingatkan Penulis Ibrani agar tetap hidup dalam kasih karunia supaya jangan sampai tumbuh akar pahit. Perhatikanlah bahwa kata yang dipakai bukan 'agar jangan sampai kepahitan', tetapi 'agar jangan tumbuh akar yang pahit'. Ayat ini menyatakan dengan jelas bahwa kepahitan ternyata punya akar!

Mari fokus terhadap kata akar. Kita tahu bahwa akar sangat menentukan kehidupan sebuah pohon dan kekokohannya. Jika kita menebang dahan atau bahkan sebagian dari pohon tersebut, selama akarnya masih ada pohon bisa tumbuh lagi. Karena itulah apabila kita ingin membuang sebuah pohon, kita harus mencabutnya sampai ke akar-akarnya. Hal yang sama dengan kepahitan. Bibit kekecewaan, kemarahan, rasa tersinggung, sakit hati dan sejenisnya kalau kita biarkan seperti menabur bibit-bibit kepahitan. Dari bibit tersebut akan muncul akar yang semakin lama semakin dalam dan kuat menancap dalam hati kita. Apabila kita terus biarkan, bagaikan pohon yang terlanjur punya akar kuat, kepahitan akan sulit kita cabut dari hati kita alias makin sulit diatasi.

Ayat sebelumnya dalam Ibrani memberikan sebuah kunci agar kita jangan sampai jatuh pada kepahitan. "Berusahalah hidup damai dengan semua orang dan kejarlah kekudusan, sebab tanpa kekudusan tidak seorangpun akan melihat Tuhan." (ay 14). Pertama: usahakan terus untuk hidup damai atau rukun dengan semua orang. Lalu kedua: berusahalah untuk terus hidup dengan kekudusan, karena tanpa itu kita tidak akan melihat Tuhan dalam hidup kita. Tanpa adanya Tuhan dalam hidup kita, tanpa kesabaran dalam menghadapi orang lain, kita akan mudah terjatuh ke dalam kekecewaan, sakit hati dan kebencian. Apabila tidak segera diatasi, bagai pohon, akar-akar kepahitan akan menancap kuat ke dalam hati kita sehingga sulit untuk dibuang.

Kepahitan tidak akan pernah membawa hal positif bagi diri kita melainkan menimbulkan banyak masalah. Cobalah bandingkan hidup yang damai sejahtera dengan hidup dengan kepahitan. Itu tentu berbanding terbalik. Orang yang kepahitan penuh rasa benci, mudah tersinggung, over sensitive dan panas tempramennya. Mereka biasanya eksplosif, negatif bicaranya dan buruk perilakunya. Dari bangun pagi saja perasaan sudah tidak damai, lantas terus membangun masalah dengan banyak orang. Bayangkan hidup seperti itu, tentu saja tidak enak. Kepahitan akan membuat kita sulit maju dan sulit bertumbuh termasuk dalam iman. Bagaimana mau mengharapkan pertumbuhan kalau hati kita dipenuhi pohon pahit dengan akar-akarnya yang kuat? Kalau sudah begitu, dimana lagi damai sejahtera dan kasih bisa tumbuh? Lantas kalau sudah begitu, bagaimana mau berharap hidup damai sejahtera dlam kasih karunia?

Teruskanlah hidup seperti itu, maka berbagai penyakit pun mengintai siap mengganggu kita. Mulai dari depresi, jantung, darah tinggi sampai kanker yang menurut penelitian ilmiah seringkali terjadi dari kondisi hati dan pikiran yang bermasalah dengan hal-hal negatif. Pada akhirnya, kita pun akan gagal di garis akhir karena kita tidak bisa berharap bisa diampuni Tuhan kalau kita tidak mengampuni sesama.

Selain mendatangkan kerugian pada diri sendiri, akar yang pahit ini juga akan berdampak pada orang-orang di sekitar kita. Kalau kita marah-marah saja dengan mood yang kacau, tanyakan orang-orang di sekitar kita apakah mereka senang kita ada di dekat mereka? Apalagi kalau kita sudah penuh kepahitan. Meledak-ledak, omongan negatif, air muka kusut, itu hanya akan menyakiti orang lain. Lantas kita pun tidak akan bisa berbuah baik memberkati orang ditengah tumbuh suburnya kepahitan. Bukan buah yang baik yang muncul, melainkan buah-buah buruk hasil dari pohon kepahitan dalam diri kita. Bayangkan ada berapa banyak prinsip Kerajaan yang gagal kita capai akibat kepahitan ini.

Berusaha hidup rukun dengan semua orang menjadi satu dari beberapa tips agar tidak menabur dan menumbuhkan kepahitan. Benar, ada kalanya bukan kita yang mulai. Bisa jadi kita yang dijahati orang. Tapi keputusan untuk mau mengampuni dan tetap berusaha hidup rukun adalah keputusan kita. Memendam kebencian hingga menumbuhkan akar yang pahit pada akhirnya hanya akan merugikan diri kita sendiri, baik dalam hidup sekarang maupun yang kekal nanti. Tips berikutnya adalah tetap hidup dalam menjaga kekudusan. Jangan terjebak hanya karena kemarahan lantas tidak lagi berbuat hal-hal yang benar di mata Tuhan. Meski karena diprovokasi, kita tetap dituntut untuk tidak melakukan hal yang berpaling dari Tuhan. Tetap berbuat benar artinya tetap mendasarkan segala perbuatan dan perilaku kita untuk tetap sesuai dengan Firman. Dan yang tidak kalah penting, jangan menjauhkan diri dari kasih karunia Allah yang memampukan kita untuk tidak sampai menumbuhkan akar pahit dalam menghadapi apapun. Tetap pandang ke atas, biarkan keadilan Tuhan yang bekerja, seperti yang tertulis dalam Mazmur 18:21-27. Diperlukan kebesaran hati kita untuk bisa mengampuni mereka yang bersalah kepada kita supaya kepahitan bisa kita hindarkan.

Tuhan selalu melimpahkan kasih karuniaNya pada kita. Tapi untuk bisa menikmati dan memanfaatkannya itu tegantung dari kita. Ayat bacaan hari ini mengingatkan kita untuk tetap berjaga. "Jagalah", katanya. Jaga terus diri kita, kuasai pikiran dan kendalikan hati kita supaya jangan sampai tanpa sadar kita menjauh dari kasih karunia Allah lantas mudah terkena berbagai masalah yang tidak saja merugikan kita dalam hidup saat ini tapi juga dalam fase berikutnya yang kekal kelak. Miliki hati yang rela mengampuni, dan bereskan segera kekecewaan atau sakit hati yang anda rasakan sesegera mungkin, karena semakin lama anda biarkan, semakin kuat pula akar kepahitan itu menancap, yang akan berakibat semakin sulit pula bagi anda untuk membereskannya.

Bitterness is a root that ruins the garden of peace. When we hold on to dissapointment, a poisonous root of bitterness begins to grow

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho





No comments:

Menjadi Anggur Yang Baik (1)

 Ayat bacaan: Yohanes 2:9 ===================== "Setelah pemimpin pesta itu mengecap air, yang telah menjadi anggur itu--dan ia tidak t...