Atau, lihatlah seruan yang sudah tidak asing lagi bagi kita: "Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakan: Bersukacitalah!" (4:4). Menariknya, ayat ini ada pada bagian akhir dari surat Filipi, dengan judul perikop "Nasihat-nasihat terakhir."
Bagaimana Paulus bisa seperti itu? Bagaimana seseorang yang sudah melayani Tuhan untuk waktu yang lama masih bisa menyerukan ujaran untuk tetap bersukacita saat keadaannya sedang terluka dalam penjara dan menanti datangnya hukuman mati? Kalau kita baca surat-suratnya, kita akan melihat bahwa Paulus mengarahkan pandangannya bukan seperti orang dunia. Ia tidak mengharapkan kekayaan, kemudahan, kelancaran, perlakuan istimewa, pamor, popularitas, segala sesuatu yang justru mungkin mudah ia dapatkan sebelum ia bertobat. Tapi ia memandang ke depan, terus berlari dengan tujuan untuk memperoleh panggilan sorgawi dari Allah dalam Kristus.
Mari kita lihat apa yang ia tulis. "Yang kukehendaki ialah mengenal Dia dan kuasa kebangkitan-Nya dan persekutuan dalam penderitaan-Nya, di mana aku menjadi serupa dengan Dia dalam kematian-Nya, supaya aku akhirnya beroleh kebangkitan dari antara orang mati... Saudara-saudara, aku sendiri tidak menganggap, bahwa aku telah menangkapnya, tetapi ini yang kulakukan: aku melupakan apa yang telah di belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku, dan berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan sorgawi dari Allah dalam Kristus Yesus." (Filipi 3:10-11, 13-14). Ia juga kemudian berkata "Karena kewargaan kita adalah di dalam sorga, dan dari situ juga kita menantikan Tuhan Yesus Kristus sebagai Juruselamat, yang akan mengubah tubuh kita yang hina ini, sehingga serupa dengan tubuh-Nya yang mulia, menurut kuasa-Nya yang dapat menaklukkan segala sesuatu kepada diri-Nya." (20-21).
Kita bisa lihat apa yang menjadi fokus pandangan Paulus dalam menjalani sisa hidupnya setelah bertobat. Meski akhir hidupnya secara duniawi sangat tidak baik, ia bersukacita karena mendapat keselamatan dan kesempatan untuk melayani Tuhan. Ia tahu bahwa ia harus tetap berbuah selama kesempatan masih ada, dan ia tahu bahwa ia harus terus setia mempertahankan imannya sampai akhir. Dan itulah tepatnya yang ia lakukan. Ia melakukan persis dengan apa yang ia ajarkan: "Bersukacitalah dalam pengharapan, sabarlah dalam kesesakan, dan bertekunlah dalam doa!" (Roma 12:12).
Kita akan sulit bersukacita kalau menggantungkan atau memandangnya pada penderitaan. Tetapi sebuah sukacita sejati adalah sebuah sukacita dalam Tuhan. Itu seruan yang disampaikan Paulus dalam ayat bacaan kita hari ini, yang juga pernah disampaikan oleh Daud ribuan tahun sebelumnya seperti yang bisa kita baca dalam Mazmur 32:11. Adakah hal yang menghalangi anda untuk bersukacita hari ini? Berhentilah memandang masalah, gantikan dengan mengarahkan pandangan pada Tuhan. Temukan Tuhan dalam hati anda dan bersyukurlah didalamNya. Atas semua anugerah dan kasih karuniaNya pada kita, Dia itu sungguh baik. Jangan lupa akan hal itu, dan bersukacitalah.
"Life is too tragic for sadness: Let us rejoice" - Edward Abbey
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
No comments:
Post a Comment