Sunday, July 23, 2017

Sukacita karena Tuhan adalah Perlindungan Kita (1)

Ayat bacaan: Nehemia 8:11b
========================
"Jangan kamu bersusah hati, sebab sukacita karena TUHAN itulah perlindunganmu!"

Mudahkah untuk bersukacita? Mungkin mudah kalau sedang tidak ada masalah, saat semua berada dalam keadaan baik. Tapi saat ada masalah, akan jadi sulit sekali bagi kita untuk bersukacita. Rata-rata orang menghubungkan sukacita kepada sebuah perasaan dalam suatu kondisi dimana tidak ada penderitaan atau permasalahan yang sedang menimpa mereka. Berarti sukacita bagi mayoritas orang sangat tergantung dari kondisi atau keadaan yang sedang dialami. Kalau hidup sedang lancar, aman, berkecukupan atau bahkan berkelebihan, sedang dapat rejeki atau keuntungan, mendapat hadiah, bonus dan lain-lain barulah kita bersukacita. Sebaliknya, kalau sedang menghadapi persoalan, itu tandanya sukacita tidak boleh ada lagi didalam diri kita. Paling tidak sampai situasi bisa menunjukkan perubahan terlebih dahulu. Bagaimana mungkin bersukacita jika sedang dalam keadaan tersesak? Itu pandangan sebagian besar manusia.

Teman saya yang baru kehilangan ayahnya baru saja curhat bahwa saat ini ia merasa sepi, karena biasanya ia sering menelepon ayahnya yang tinggal di kota berbeda untuk bercerita tentang kesehariannya. Ia bilang, sekarang ia memandang telepon genggamnya dan tahu bahwa ia tidak lagi bisa mengajak ayahnya ngobrol santai. Sesuatu yang biasa ia lakukan, sekarang ia harus membiasakan diri melupakan hal itu. Apakah ia kehilangan sukacitanya? Ia katakan, ia bersyukur bahwa ayahnya dipanggil dalam keadaan menjaga kesetiaan iman sampai akhir. Ia bahkan dipanggil Tuhan saat sedang menyiapkan bahan sharing untuk komselnya. Ia juga bersyukur bahwa selama ini Tuhan jaga kedua orang tuanya dengan sangat baik, dikaruniai umur yang panjang dengan kondisi baik, dan ia juga tahu bahwa soal waktu dipanggil itu merupakan hak Tuhan sepenuhnya yang tidak bisa kita campuri. Ia berkata bahwa ia tidak bisa membayangkan apabila ayahnya dipanggil dalam keadaan tidak siap secara iman. Entah masih melakukan dosa, berpaling dari Tuhan, malas dalam mebangun hubungan intim dengan Tuhan, berlaku buruk terhadap orang lain dan sebagainya. Ia juga bersyukur bahwa ia tidak membuang kesempatan untuk menunjukkan rasa sayang dan kepedulian selama ayahnya masih hidup. "Untuk semua itu saya bersyukur, dan bersukacita." katanya. Tapi tetap saja ia merasakan kesepian. Dan disamping itu, ia harus menguatkan ibunya yang juga kehilangan. Tidak mudah. Ia tentu berhak merasa sedih karena kehilangan orang yang ia cintai, tapi jangan sampai rasa sedih itu kemudian membunuh rasa sukacita dan syukur, kemudian menggantikannya dengan kekecewaan, kemarahan, frustasi, depresi dan hal-hal lainnya yang tidak kondusif bagi hidup saat ini dan yang akan datang kelak.

Seorang teman lain bercerita bahwa beberapa tahun terakhir ia sebenarnya sedang kesulitan secara finansial. Berat, tapi ia menyikapinya dengan positif. Ia belajar berhemat dalam mencukupi kebutuhannya, memperbaiki pola hidup dan memilih untuk tetap bersukacita ditengah keterbatasan. Pertanyaannya, bagaimana agar kita tidak kehilangan sukacita saat keadaan sedang tidak baik, sedang bersedih, sedang dalam kesesakan, sedang bersusah hati dan sebagainya? Apakah kita harus membiarkan rasa susah menguasai kita menutupi rasa syukur dan sukacita? Atau, apakah kita harus pura-pura kuat padahal sebenarnya kita goyah?

Dalam renungan kemarin yang saya bagi dalam beberapa bagian kita sudah melihat bahwa sukacita yang sejati sesungguhnya tidak tergantung dari apa yang sedang kita alami atau rasakan. Itu karena sukacita yang sesungguhnya itu seharusnya berasal dari Tuhan dan tidak boleh tergantung dari manusia, situasi, kondisi atau keadaan apapun. Alkitab menyebutnya dengan sukacita dalam Tuhan, yang bisa kita dapati dalam berbagai ayat mulai dari Mazmur sampai Filipi diantara ayat-ayat lainnya.

Ada sebuah ayat menarik akan hal ini yang bisa kita renungkan. "Jangan kamu bersusah hati, sebab sukacita karena TUHAN itulah perlindunganmu!" (Nehemia 8:11b). Sukacita karena Tuhan ternyata bukan saja bisa mengobati kesusahan hati tetapi sangat mampu menjadi perlindungan kita. Artinya tidak saja sukacita itu tidak boleh digantungkan kepada keadaan atau kondisi yang tengah kita hadapi, tetapi seharusnya sukacita itu digantungkan pada Tuhan, dan itu bisa memberikan sebuah kekuatan tertentu untuk bisa bertahan bahkan menjadikan kita keluar sebagai pemenang ditengah kesesakan apapun. That's the power of rejoicing. Kalau memakai kekuatan kita sendiri tentu saja berat bahkan terlihat seolah tidak mungkin, tapi dengan memandang pada Tuhan, menggantungkan kesusahan kita kepadaNya kita bisa mendapatkan perlindungan dan kekuatan.

Bagi saya, Paulus selalu bisa menjadi contoh bagaimana seseorang itu bisa tetap berlimpah sukacita meski kondisi faktual yang sedang dialami sedemikian beratnya. Setelah bertobat, hidup Paulus bukanlah menjadi lebih gampang. Yang terjadi justru sebaliknya, karena ia segera bertemu dengan masalah dan penderitaan. Ia mengalami berbagai tekanan, siksaan, deraan bahkan ancaman yang setiap saat bisa menamatkan nyawanya. Secara logika kita mungkin akan berpikir bahwa itu artinya ada sesuatu yang salah.

(bersambung)


No comments:

Menjadi Anggur Yang Baik (1)

 Ayat bacaan: Yohanes 2:9 ===================== "Setelah pemimpin pesta itu mengecap air, yang telah menjadi anggur itu--dan ia tidak t...