Ayat bacaan: Matius 19:5-6a
=======================
"Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging. Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu."
Suatu kali secara kebetulan saya berkenalan dengan seorang pengacara ketika sama-sama makan di sebuah tempat. Karena kami sama-sama lagi santai, kami pun ngobrol tentang banyak hal. Ia bercerita bahwa ada begitu banyak kasus perceraian saat ini, dimana kebanyakan diantaranya penuh pertikaian besar terutama dari soal harta. "Pusing pak, kadang saya heran kalau saling bencinya sampai seperti itu, kok bisa ya dulu mereka menikah.. bahkan sampai punya anak." katanya sambil tertawa kecil. Saya pun jadi ikut bingung. Apa mereka ini dulu menikah dadakan tanpa masa penjajakan dan kenalan? Atau karena dipaksa/terpaksa? Atau saking cueknya tidak pikir panjang atau anggap serius pernikahan?
Adakah pasangan Kristen diantaranya? Menurut bapak pengacara ini bukan cuma ada, tapi banyak. Padahal jelas Kekristenan tidak memperbolehkan cerai. Setiap pernikahan seharusnya sudah menempuh pendidikan pra-nikah dan kemudian saat disahkan, Tuhan sendiri yang menjadi saksi saat kita mengucapkan janji nikah. Itu jelas dikatakan dalam Maleakhi 2:14. Faktor yang terbanyak biasanya berikisar pada tidak ada kecocokan, tidak ada rasa lagi, kekerasan dalam rumah tangga, perselingkuhan dan perilaku-perilaku buruk dari salah satu atau keduanya. Bayangkan anak-anak kemudian jadi korban, kehilangan salah satu figur penting dalam pertumbuhan mereka.
Dari apa yang saya lihat, banyak pernikahan atau keluarga hancur berawal dari pemahaman atau penetapan tujuan yang salah saat hendak membentuk keluarga. Alasan supaya hepi, dapat jaminan masa depan (biasanya finansial), atau memandang pernikahan bak peternakan alias hanya cari keturunan. Mereka tidak menyadari bahwa pernikahan adalah sesuatu yang harus terus diusahakan, dikerjakan, dirawat seperti halnya bertani. Anda tidak bisa mengharapkan panen baik kalau tidak terlebih dahulu menanam bibit kualitas baik di tanah gembur, disiram, kalau perlu diberi pupuk, anti hama dan sebagainya. Anda tidak menanam, maka tidak ada yang tumbuh kecuali semak ilalang atau rumput liar. Ditanam tapi tidak rajin disiram, tanaman akan sulit tumbuh. Disiram tapi tidak dirawat baik, bisa terserang hama. Disiram anti hama, disiram air tapi tanahnya tidak gembur, bakal sulit mengharapkan hasil baik. Bagi petani, itu adalah kegiatan setiap hari yang harus mereka lakukan agar hasil taninya bisa mencukupi kebutuhan keluarga. Nanti di lain waktu saya akan membahas lebih jauh mengenai kekeliruan banyak orang memandang pernikahan sebagai peternakan dan bukan pertanian. Tapi untuk kali ini saya ingin meneruskan apa yang sudah saya bagikan kemarin mengenai kesepakatan, kali ini fokus kepada pentingnya kesepakatan dalam keluarga yang sepakat dalam Tuhan.
Jatuh cinta, pacaran, nikah. Meski saling mencintai, seringkali kehidupan berumah tangga tidak serta merta berjalan mudah. Dua orang dengan dua latar belakang, dua sifat, dua tingkah laku, dua pola pemikiran dan sebagainya seringkali membuat adanya pertentangan dalam pengambilan keputusan. Semirip-miripnya sifat dari pasangan suami istri, tentu ada saja perbedaan di antara keduanya dan apabila ini tidak disikapi dengan baik, maka perselisihan atau pertengkaran pun bisa menjadi akibatnya. Ada pula yang tidak melawan tapi di dalam merasa tertekan. Sebaliknya ada yang memberontak sehingga pertengkaran besar pun terjadi meski mungkin sumber masalahnya kecil.
Lalu ada pasangan yang sebenarnya belum siap nikah, belum siap membentuk keluarga. Belum sempat membangun pondasi kuat antara suami istri, anak sudah hadir. Fokus kesibukan berpindah. Belum lagi kesibukan kerja atau kegiatan masing-masing yang membuat komunikasi dan kedekatan antar suami istri terus bertambah jarang. Kalau sudah begini, mau bagaimana bisa sepakat? Untuk sepakat dalam hal ringan saja sudah tidak lagi, apalagi dalam pengambilan keputusan-keputusan penting yang seharusnya melibatkan Tuhan, bersepakat untu sepakat dalam Tuhan.
Bersepakat dalam segala hal antara suami dan istri atau kalau perlu melibatkan anak dan anggota keluarga lainnya akan menghasilkan sebuah keluarga dengan ikatan kuat dan harmonis. Hari-hari ini tidak jarang kita melihat suami dan istri berjalan terpisah. Suami ke kiri, istri ke kanan. Istri yang tidak mendukung suami, tidak berada di sisi suaminya ketika sang suami sedang mendapat masalah. Atau sebaliknya suami yang tidak peduli kebutuhan istrinya, menganggap istrinya tidak tahu apa-apa, memutuskan segalanya sendiri. Kesibukan yang menyita waktu membuat mesbah keluarga berantakan dan terabaikan. Semua berjalan sendiri-sendiri, dan cepat atau lambat hal ini bisa membahayakan kelanggengan keharmonisan keluarga.
(bersambung)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Menjadi Anggur Yang Baik (1)
Ayat bacaan: Yohanes 2:9 ===================== "Setelah pemimpin pesta itu mengecap air, yang telah menjadi anggur itu--dan ia tidak t...
-
Ayat bacaan: Ibrani 10:24-25 ====================== "Dan marilah kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih ...
-
Ayat bacaan: Ibrani 10:24 ===================== "Dan marilah kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih dan ...
-
Ayat bacaan: Mazmur 23:4 ====================== "Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau...
No comments:
Post a Comment