Friday, September 1, 2017

Penantian Panjang Abraham (1)

Ayat bacaan: Ibrani 6:15
===================
"Abraham menanti dengan sabar dan dengan demikian ia memperoleh apa yang dijanjikan kepadanya."

Suatu kali saya terjebak lama di bandara sebuah kota karena pesawatnya delay. Saya tidak tahu pasti apa penyebabnya, tapi harus menunggu tanpa kepastian sampai lebih dari 12 jam. Harusnya berangkat pagi, penumpang baru bisa diberangkatkan menjelang tengah malam. Akibatnya ada banyak jadwal yang harus saya batalkan. Selama masa menunggu, ada banyak penumpang yang mengekspresikan kekesalannya dengan memarahi petugas. Yang bikin mereka lebih marah lagi, saat komplimen atas keterlambatan diberikan dalam bentuk nasi kotak, ayam di dalamnya sudah mulai basi. Meski terganggu gara-gara delay, saya memilih untuk bersabar, karena tentu jauh lebih baik menunda keberangkatan daripada dipaksakan tapi bisa celaka. Membosankan? Mengesalkan? Tentu. Tapi saya tidak mau membiarkannya berlarut-larut. Saya mencoba mengerjakan beberapa hal yang bisa saya lakukan lewat laptop dan handphone sambil menunggu kabar selanjutnya dari pihak maskapai penerbangan. Diluar itu saya meregangkan kaki dengan jalan-jalan di sekitaran bandara atau duduk santai menyaksikan orang yang lalu lalang.

Apakah anda termasuk orang yang bisa bersabar menunggu sesuatu atau seseorang? Bagi kebanyakan orang, menunggu seringkali menjadi masalah tersendiri, bahkan mungkin jadi masalah besar. Waiting is a big deal for some. Saya telah bertemu dengan begitu banyak orang yang mengomel, jengkel bahkan marah ketika mereka harus menunggu. Melihat pendeknya sumbu emosi banyak orang, sepertinya masalah kesabaran di Indonesia ini masih menjadi sesuatu yang harus ditingkatkan. Ada begitu banyak orang yang memotong antrian seenaknya tanpa merasa bersalah. Apakah itu di depan kasir, di toko/supermarket, di depan loket karcis bioskop, di depan toilet umum, di kantor pos atau kurir pengiriman barang, kita melihat banyaknya orang yang tanpa perasaan berdosa melenggang santai meski banyak yang sudah antri duluan.  Di jalan raya? Sama saja. Ada seorang musisi tamu dari luar yang pernah saya undang merasa seram melihat cara berkendara yang seenaknya di jalan, seolah jalan milik mereka sendiri dan tidak ada peraturan atau hukum yang mengatur tata tertibnya. Beres dari jalan, kita akan bertemu dengan orang-orang yang sikapnya bagai menyulut api di sumbu emosi pendek. Kalau dibiarkan, maka meledaklah emosi dan kemudian mengakibatkan masalah.

Sabar dalam menunggu adalah sesuatu yang tidak instan melainkan harus dilatih. Sabar harus dilatih dengan sabar. Karena biasanya semakin kita biarkan, semakin tidak sabar pula kita, dan semakin cepat pula kita emosi. Kalau berhadapan dengan situasi dan sesama kita sering diuji kesabarannya, bagaimana dengan saat menunggu jawaban dari Tuhan? Seringkali orang tidak sabar dan menganggap Tuhan berlama-lama dalam memberi pertolongan. Kita sering tanpa merasa bersalah memaksakan Tuhan untuk menjawab sesuai kehendak kita, menuntut frame waktunya Tuhan haruslah sesuai dengan frame waktu kita. Dan ironisnya, hal ini kita anggap sebagai hal yang lumrah. Dengan santai kita menuntut Tuhan untuk memenuhi segala keinginan kita secepat yang kita inginkan. Kalaubelum atau tidak kunjung terjadi kita akan bersungut-sungut, memusuhi Tuhan dengan berbagai cara, misalnya dengan 'puasa' berdoa sebagai bentuk ngambek, atau yang lebih parah malah menghujat atau bahkan meragukan keberadaan Tuhan. Padahal yang rugi kita sendiri. Selain ketidaksabaran bisa memunculkan banyak masalah, sikap ini bisa menjadi celah dan taman bermain si jahat untuk merusak kita.

Kemarin kita sudah melihat bagaimana bentuk kesabaran Yusuf yang karena dilupakan harus menunggu selama dua tahun di penjara kemudian berbuah manis. Itu dua tahun. Bagaimana kalau lebih? Hari ini kita bisa belajar dari pengalaman seorang tokoh besar yang harus bersabar menanti puluhan kali lipat dari Yusuf dengan bentuk masalah dan kesulitan berbeda, yaitu Abraham.

Abraham mulai menerima janji Tuhan bukan di usia produktif melainkan di usia senja saat usianya sudah menginjak 75 tahun. Kepadanya Tuhan menjanjikan keturunan yang banyak dan mereka akan menjadi bangsa yang besar. (Kejadian 12:2). Lihatlah janji yang sepintas kelihatan aneh ini. Janji akan banyak keturunan dan jadi bangsa yang besar diberikan kepada kakek berusia 75 tahun, yang istrinya juga sudah kurang lebih sama tua. Entah sudah berapa puluh tahun Sara, istri Abraham menopause, yang artinya secara medis tidak akan bisa lagi melahirkan anak. Entah apa yang jadi reaksi kita kalau kita ada di posisi Abraham. Merasa dipermainkan lewat janji tak masuk akal? Sedih karena itu terdengar seperti ejekan? Mungkin. Bagaimana kalau hidup keburu berakhir sebelum janji itu terpenuhi? Itu pun mungkin menjadi pemikiran kita kalau jadi Abraham.

Selanjutnya, mari kita lihat kapan janji itu akhirnya benar-benar terjadi. Anak yang dijanjikan Tuhan itu baru hadir ketika Abraham menginjak usianya yang ke 100. Dari 75 ke 100, itu artinya ada rentang 25 tahun dari saat janji diberikan hingga tergenapi. Bersungut-sungutkah Abraham? Tidak. Kecewa harus menanti lama di usia yang sudah tidak produktif dan sangat lanjut? Tidak. Kita tahu bagaimana taatnya Abraham lewat imannya. Ia memang sempat menuruti keraguan istrinya untuk mengambil Hagar, hingga Ismael pun hadir di usianya yang ke 86. Tapi lihatlah bahwa keputusan mengambil jalan pintas  akibatnya terasa sampai hari ini. Kita bisa melihat bagaimana sulit dan penuh gejolaknya hubungan antara keturunan Ismael dan Ishak bahkan hingga hari ini. Itu berawal dari ketidaksabaran, dan akibatnya fatal.

Tapi Abraham sendiri sebenarnya taat dan tekun dalam menanti. Ia tetap sabar tanpa peduli akan usianya. Secara manusia tentu sudah sangat sulit, apalagi istrinya pun sudah lama menopause. Dimasa subur dan produktif saja ia belum mendapatkan keturunan, apalagi setelah jadi pasangan di usia seperti itu. Tapi Abraham tahu bahwa janji itu datangnya dari Tuhan, dan jika itu janji Tuhan maka itu pasti jadi kenyataan.

(bersambung)


No comments:

Menjadi Anggur Yang Baik (1)

 Ayat bacaan: Yohanes 2:9 ===================== "Setelah pemimpin pesta itu mengecap air, yang telah menjadi anggur itu--dan ia tidak t...