Monday, February 5, 2018

Hidup dalam Kebenaran di Market Place (1)

Ayat bacaan: Yesaya 33:15-16
===================
"Orang yang hidup dalam kebenaran, yang berbicara dengan jujur, yang menolak untung hasil pemerasan, yang mengebaskan tangannya, supaya jangan menerima suap, yang menutup telinganya, supaya jangan mendengarkan rencana penumpahan darah, yang menutup matanya, supaya jangan melihat kejahatan, dialah seperti orang yang tinggal aman di tempat-tempat tinggi, bentengnya ialah kubu di atas bukit batu; rotinya disediakan air minumnya terjamin."

Dunia bisnis seringkali dianggap dunia yang kotor. Para pelakunya harus siap berhadapan dengan segala macam resiko, kerasnya persaingan dengan segala trik atau cara agar bisa berhasil menuai keuntungan sebesar mungkin. Bukan cuma mengalahkan kompetitor, tapi kalau bisa dikubur. Kalau perlu pelicin dalam bentuk apapun, itupun harus siap. Ada teman pebisnis yang mengatakan bahwa suka tidak suka, mau tidak mau, ia harus berkompromi terhadap hal-hal yang tidak baik supaya bisa bersaing. "Realistis lah, kalau tidak begitu jangan harap bisa berhasil." katanya ringan. Bagaimana dengan memegang teguh kebenaran Firman? Ia pun tidak bisa atau tidak mau menjawab. Sepertinya ia memilih untuk membedakan antara kehidupan rohani dan sekuler.

Pertanyaannya, apakah benar kita tidak bisa mempertahankan kehidupan rohani dalam dunia sekuler? Apakah benar hidup yang bersih, jujur dan menjunjung tinggi nilai-nilai kebenaran lainnya tidak akan pernah bisa mendapat tempat di market place? Pertanyaan ini sempat bercokol dalam pikiran saya sampai saya bertemu dengan seorang pebisnis sukses yang juga aktif melayani Tuhan. Ia membawahi begitu banyak anak perusahaan dengan hasil cemerlang. Artinya, ia bukan pemain baru dan merupakan pelaku yang sudah teruji kesuksesannya, karena kalau tidak, tidak mungkin ia dipercaya memimpin sebegitu banyak perusahaan dengan jumlah karyawan sampai ribuan orang. Luar biasanya, ia memang terbukti selama puluhan tahun punya track record bersih.

Pertanyaan yang sudah lama ada dalam pikiran saya itu pun saya sampaikan kepadanya. Dengan tersenyum ia berkata bahwa benar, dunia bisnis memang bukanlah dunia yang mudah dan bersih. Menurutnya, ada begitu banyak godaan dan potensi penyimpangan dari kebenaran disana yang bisa menyeret pelakunya untuk terjerumus dalam dosa. Bagaimana dengan dia, sebagai sosok pebisnis sukses tapi juga bisa jadi teladan dalam hal pelaku kebenaran? Ia pun berkata, justru karena dunia bisnis bukan dunia yang bersih maka diperlukan orang-orang benar yang bisa menyatakan Tuhan didalamnya. Tapi bagaimana mungkin? Bukankah sudah rahasia umum bahwa untuk bisa memenangkan tender, bisa menjalin kerjasama dan sebagainya seringkali dibutuhkan usaha-usaha dibelakang layar atau dibawah tangan seperti berbagai bentuk suap misalnya? Dia pun berkata bahwa itu prinsip dunia, tapi kalau kita mau mengikuti Tuhan sepenuhnya, maka kita pun bisa sukses memakai prinsip Kerajaan bukan mengikuti cara dunia.

Ia berkali-kali menang tender tanpa harus menyogok atau dengan melakukan pelicin apapun. Dalam bernegosiasi, menjalin kerjasama dan sebagainya, ia pun bersaksi tidak pernah mengambil jalan-jalan curang, dan bersama Tuhan ia ternyata bisa mencapai keberhasilan yang bahkan ada di atas kebanyakan pelaku yang mempergunakan cara dunia. Prinsipnya sederhana. Menurutnya imannya justru teruji kalau dia bisa tetap jujur dan setia saat tidak ada yang tahu atau melihat. Pura-pura alim di depan orang itu mudah, tapi apakah kita bisa tetap berlaku sesuai Firman saat tidak ada yang melihat? katanya. Dan ia juga berkata, orang bisa ditipu, tapi Tuhan tidak akan pernah bisa dikelabui.

Ternyata, saat ia memutuskan untuk tetap bersama Tuhan di dunia bisnis yang kata orang penuh kecemaran, ia dibawa Tuhan untuk berjalan dari satu keberhasilan kepada keberhasilan berikutnya. Mungkin aneh atau sepertinya mustahil bagi orang, tapi disitulah ia kemudian bisa bersaksi tentang Tuhan dan bagaimana kebenaran prinsip Kerajaan ternyata tetap aplikatif di market place. "Tinggal kitanya, apakah kita tetap mau hidup benar, menghidupi prinsip Tuhan tanpa kompromi atau mau menggadaikan kasih karunia lalu memilih cara dunia." katanya.

Pengalaman bapak pebisnis ini menjadi sebuah konfirmasi tak terbantahkan bahwa kita tidak perlu ikut-ikutan arus dunia dengan segala penyesatannya untuk bisa berhasil. Kalau mau bicara dunia yang tidak bersih, bukan saja di dunia bisnis tapi di dunia kerja manapun kecemaran tetap ada. Saya yang hidup di dunia entertaiment juga merasakan hal itu. Dunia hiburan pun bukan dunia yang bersih. Tapi itu bukan berarti bahwa semua yang hidup di dalamnya harus ikut terkontaminasi perilaku buruk. Bagi saya, justru keberadaan orang-orang percaya yang memilih untuk tetap hidup benar - dan saya bisa bersaksi bahwa jumlahnya tidak sedikit - akan membawa terang ke dalam dunia yang gelap.

Apa tidak takut kehilangan kesempatan atau tersingkir dari pergaulan? Saat ingin sukses dan dunia mengajarkan harus menyogok atau mengorbankan hal-hal lainnya, apakah kita harus ikut seperti itu? Tentu saja tidak. Semua keberhasilan yang sejati justru berasal dari Tuhan dan bukan manusia. Karenanya, orang percaya yang memilih untuk terus hidup benar sangat diperlukan di dunia kerja manapun agar orang bisa melihat dan merasakan Tuhan dan berbalik kepadaNya. Godaan akan tetap ada, tetapi kekuatan iman yang berakar kuat pada Kristus seharusnya lebih dari cukup untuk mencegah kita terbawa arus dan bisa membawa perubahan yang bisa membawa orang untuk mengenalNya dengan benar.

(bersambung)


No comments:

Menjadi Anggur Yang Baik (1)

 Ayat bacaan: Yohanes 2:9 ===================== "Setelah pemimpin pesta itu mengecap air, yang telah menjadi anggur itu--dan ia tidak t...