Thursday, February 15, 2018

Standar Kasih (1)

Ayat bacaan: 1 Korintus 13:13
======================
"Demikianlah tinggal ketiga hal ini, yaitu iman, pengharapan dan kasih, dan yang paling besar di antaranya ialah kasih."

Kalau sudah berulang kali gagal dalam hubungan, bagaimana seseorang menyikapi kasih, atau dalam tema yang lebih spesifik, Hari Kasih Sayang atau Valentine's Day? Sebagian masih mau merayakan, sebagian lagi akan sinis dan anti pati. Reaksi berbeda ini saya dapati dari dua teman yang kebetulan belum cukup beruntung dalam hal percintaan. Yang satu bersikap sinis dan berkata bahwa itu adalah perayaan bukan untuk pria jantan. Tapi teman satu lagi menunjukkan sikap yang tetap positif. Ia tidak kehilangan harapan dan masih menyambut hari Valentine dengan gembira meski ia masih belum punya pendamping untuk kali ini. Kenapa ia bisa bersikap seperti itu? Ia berkata bahwa ia percaya ada seseorang di luar sana yang sudah disediakan Tuhan bagi dirinya, ia hanya belum bertemu saja dengan orangnya. "Tuhan mengasihi saya, Dia tahu apa yang terbaik bagi saya." katanya. Lalu ia mengatakan bahwa ia tahu pasti bahwa kasih Tuhan itu nyata, besar dan tak berkesudahan. "Kalau itu yang saya yakini, kenapa saya harus sedih atau kecewa? Bisa jadi ini adalah tahun terakhir saya sendirian merayakan Valentine, karena tahun depan saya sudah bersama belahan jiwa saya." katanya tersenyum. Itu merupakan reaksi atau keputusan yang sangat baik untuk menjadi teladan bagi kita, terutama saat kita sedang mengalami sesuatu diluar keinginan kita, saat kita merasa tidak seberuntung orang lain dalam satu dan lain hal.

Ketika kita sedang mengalami ini, mudah bagi kita untuk bersikap negatif terhadap kebaikan yang sedang dirasakan orang lain. Biasanya itu kemudian membuat kita sulit merasakan kasih Tuhan dan kalau dibiarkan, kepahitan terhadap sesuatu, seseorang atau bahkan terhadap Tuhan bisa menyusul lantas menguasai hati kita. Kalau sudah begitu, kita yang repot karena hidup tanpa kasih bukanlah hidup yang menyenangkan untuk dijalani. Jauh dari kasih sama dengan jauh dari Tuhan, karena Tuhan bukan hanya punya kasih tapi merupakan Kasih itu sendiri. Terlepas dari pro dan kontra atas hari kasih sayang yang baru saja kita lewati kemarin, kita jangan sampai melupakan kasih Tuhan yang kata teman saya tadi nyata, besar dan tak berkesudahan. Dan kalau kita merasakannya, tentu seharusnya tidak sulit pula bagi kita untuk mengasihi sesama.

Dunia yang kita hidupi hari ini adalah dunia yang terus semakin dipenuhi kebencian. Kalau kita dekat dengan Tuhan seharusnya kita tidak kesulitan mengakses kasih sehingga tidak ada tempat bagi kebencian dalam hati kita. Kalau ternyata kita masih diliputi kebencian dan kepahitan, itu artinya kita harus memeriksa kembali keberadaan kasih Tuhan dalam diri kita. Bagi saya, hari kasih sayang bisa dijadikan momen untuk itu. Saya merayakan juga bersama istri, mengucapkan kepada keluarga dan teman-teman, hanya saja saya tidak mau membatasi dan memandang hari kasih sayang secara sempit hanya mengenai orang yang pacaran atau saling cinta saja. Saya lebih suka melihatnya sebagai saat yang baik untuk melihat kasih secara universal, terhadap Tuhan dan sesama kita, serta memeriksa seberapa besar kasih masih menguasai hati kita.

Kebanyakan orang merayakan hari kasih sayang dengan mengambil sisi romantisme antar pasangan. Memberi bunga mawar, kartu, kado, makan malam ditemani lilin di meja dan sebagainya. Sebagian lain memperluas jangkauan dengan menyentuh orang tua, saudara dan teman-teman dekat. Semua ini tentu baik. Tapi apakah kita sadar bahwa ada banyak orang yang saat ini sedang merasa sebatang kara, sendirian dan tidak merasakan kasih dari siapapun, orang yang sedang sedih atau kecewa karena tidak punya orang yang peduli terhadap mereka, atau mungkin saja ada orang yang sama sekali belum pernah merasakan seperti apa indahnya dikasihi? Ada juga yang punya pengalaman pahit akan kasih sehingga pintu hatinya tertutup rapat terhadap orang lain karena takut kembali luka. Ada banyak orang disekitar kita yang sedang hidup tanpa kasih dari sesamanya, ada pula yang belum pernah mengenal kasih sama sekali, sehingga menganggap kasih hanyalah omong kosong.

Apakah benar manusia bisa tidak butuh kasih? Apakah kasih itu hanya sesuatu yang wujudnya semu dan tidak nyata, atau malah omong kosong? Bagi mereka yang mengalami kepahitan tentang kasih, mungkin jawabannya ya. Tapi siapapun itu, apapun kata mereka, saya yakin, jauh di dalam lubuk hati mereka, mereka pun sama seperti anda dan saya, butuh dicintai dan ingin bisa mencintai.

Bicara soal kasih, saya selalu tertarik pada sebuah perikop dalam 1 Korintus yang diberi judul to the point atau langsung pada sasaran: 'Kasih' yaitu dalam pasal 13. Pasal 13 ini berbicara panjang lebar mengenai kasih, bukan  hanya sebatas dicintai oleh orang lain, tetapi lebih jauh berbicara mengenai bentuk kasih yang universal, yang punya daya jangkau luas bahkan menjelaskan seperti apa standar kasih menurut Kerajaan Allah, yang seharusnya dihidupi oleh orang percaya.

Seperti apa standarnya? Mari kita lihat sebagian ayatnya. "Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran." (1 Korintus 13:4-6). Lebih jauh lagi, orang yang memiliki kasih akan tahan menghadapi segala sesuatu, dan mau melihat sisi baik dari setiap orang, tidak pernah kehilangan harapan dan sabar. "Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu." (ay 7).

(bersambung)


No comments:

Menjadi Anggur Yang Baik (1)

 Ayat bacaan: Yohanes 2:9 ===================== "Setelah pemimpin pesta itu mengecap air, yang telah menjadi anggur itu--dan ia tidak t...