Monday, April 16, 2018

Be an Example like Paul (1)

Ayat bacaan: 1 Korintus 4:16
====================
"Sebab itu aku menasihatkan kamu: turutilah teladanku!"

Seorang ahli teologia/filsuf/musikolog dan pemenang Nobel asal Jerman yang semasa hidupnya bertugas sebagai misionaris di Afrika bernama Albert Schweitzer dalam sebuah wawancara di tahun 1952 menjelaskan seperti apa teladan itu menurutnya. Ia berkata: "Example is not the main thing. It's the only thing". Memberi contoh atau teladan bukanlah hal yang utama dalam mempengaruhi orang, tapi itu adalah satu-satunya cara. Artinya, kalau kita ingin menyampaikan nilai-nilai kebenaran, tidak ada jalan yang lebih baik selain menjadi contoh nyata dari kebenaran itu. Pintar mengajar tapi apa yang diajarkan tidak tercermin dari perbuatan nyata, itu tidak akan membawa dampak yang signifikan dan hanya akan sia-sia saja.

Seperti arus air, manusia cenderung mengikut arus. Semakin deras arusnya, semakin banyak yang terseret. Sayangnya hal ini seringkali berlaku dalam hal-hal yang tidak baik. Dalam berkendara misalnya, kita akan ikut melawan arus kalau ada yang mulai di depan. Ikut melanggar lampu merah karena kendaraan di depan kita melakukannya. Kalau melihat banyak yang masuk jalur busway, kita pun ikut. Kalau kena semprit polisi, kita akan bilang: "soalnya yang di depan duluan sih pak... saya cuma ngikut aja." Kalau tahu orang salah, kenapa kita malah ikut-ikutan salah? Orang pada korupsi, yang tadinya jujur pada ikut. Rasa iri melihat orang bisa mendapat lebih dari seharusnya bisa jadi menjadi penyebab utamanya. Kalau dia bisa dapat segitu, masa saya cuma segini. Itu yang muncul di pikiran, bukannya kesadaran untuk tidak ikut melakukan karena itu jelas perbuatan yang salah. Kalau banyak yang negatif, kita ikut negatif. Orang baik salah gaul dalam lingkungan pertemanan yang buruk jadi ikutan buruk.

Seperti itulah kecenderungan manusia. Untuk hal baik pun sebenarnya sama. Kalau arus baiknya deras, akan banyak pula manusia yang ikut ke dalam arus itu. Hanya saja sayangnya jumlah orang yang mampu menimbulkan arus kegerakan yang baik dalam kebenaran sangatlah sedikit jumlahnya dibandingkan arus pengaruh buruk. Dunia butuh lebih banyak lagi teladan. Tuhan ingin umatNya bisa menjadi agen-agen perubahan dimana keteladanan, seperti kata Albert Schweitzer di atas merupakan satu-satunya faktor yang bisa menjadi motor penggeraknya. Sayang sekali tidak banyak orang percaya yang mau naik level dari sekedar percaya untuk menjadi pelaku Firman dan kemudian menjadi teladan dalam hidupnya.

Kenapa tidak banyak yang mau? Jawabannya sederhana, karena menjadi teladan bukanlah perkara mudah. Bila dalam mengajar kita hanya perlu membagikan ilmu dan pengetahuan lewat pengajaran dan teori, tetapi dalam menerapkan keteladanan kita harus mengadopsi langsung seluruh nilai-nilai yang kita ajarkan untuk tampil secara langsung dalam perbuatan kita. Keengganan manusia untuk melepas kesenangan, kemudahan, kenikmatan yang ditawarkan dunia, keengganan manusia untuk meninggalkan pola hidup dunia, kesulitan untuk menundukkan keinginan daging menjadi beberapa penyebab terdepan mengapa tidak banyak orang yang mau atau mampu jadi teladan. Ada orang-orang yang mampu menunjukkan nilai-nilai kebenaran dalam hidupnya sehingga mampu memberi pengajaran tersendiri meski tanpa mengucapkan kata-kata sekalipun. Sebaliknya ada orang yang terus berbicara tapi hasilnya tidak maksimal karena tidak disertai dengan contoh nyata dari cara atau sikap hidupnya.

Keteladanan mengacu kepada sesuatu yang patut ditiru atau baik untuk dicontoh seperti dalam sifat, sikap, perbuatan, perilaku dan gaya hidup. Itu idealnya. Tapi anehnya ada banyak orang yang mengidolakan orang-orang yang justru tidak pantas jadi teladan karena memberi contoh atau pengaruh buruk. Meski tidak semua, ada banyak musisi, artis atau selebritis yang hidupnya penuh dengan obat-obat terlarang, hubungan bebas, menyampaikan pengajaran-pengajaran buruk dalam karyanya dan sebagainya, itu tentu bukan merupakan teladan yang baik meski banyak yang mengidolakan. Ada yang malah bangga mengidolakan tokoh dunia yang terkenal kejam dan sudah membantai begitu banyak jiwa karena mereka pikir akan membuat mereka keren di mata orang lain.

Ada saja memang orang yang seperti itu, tetapi itu bukanlah sebuah keteladanan menurut pengertian sebenarnya. Seorang yang bisa dijadikan panutan atau teladan adalah orang yang terus menanamkan nilai-nilai kebenaran, budi pekerti dan berbagai kebaikan lainnya yang bukan hanya sebatas ajaran lewat kata-kata saja tetapi tercermin langsung dalam keseharian hidup mereka. Artinya, orang-orang yang menjadi teladan adalah orang berintegritas yang punya kesesuaian antara perkataan dan perbuatan.

(bersambung)


No comments:

Menjadi Anggur Yang Baik (1)

 Ayat bacaan: Yohanes 2:9 ===================== "Setelah pemimpin pesta itu mengecap air, yang telah menjadi anggur itu--dan ia tidak t...