Tuesday, July 31, 2018

Janji Tuhan vs Janji Manusia (4)

(sambungan)

Karena itulah Daud bisa mengatakan hal tersebut, dan kemudian melanjutkan dengan "Engkau, TUHAN, yang akan menepatinya, Engkau akan menjaga kami senantiasa terhadap angkatan ini." (ay 8). Ini adalah doa yang sarat iman. Daud tidak berdoa: "Tuhan, tolonglah aku, lindungi aku dari orang-orang jahat yang suka menipu, menyesatkan serta menindasku." Tidak seperti itu. Tapi Daud berdoa untuk semua orang benar yang mengami tekanan seperti dirinya, dan dia mengatakan "Engkau, Tuhan yang akan menepatinya. Engkau akan senantiasa menjaga kami dari angkatan jahat ini." Itu doa yang disertai keyakinan, yang tentunya lahir dari iman. Lewat pengalamannya Daud tahu bahwa janji Tuhan itu murni dan teruji, dan imannya tahu bahwa kalau Tuhan sudah membuktikan janjiNya, Dia pasti akan tetap menepati janjiNya sampai kapanpun.

Kalau Daud sudah membuktikan dan bisa hidup dengan iman yang percaya seperti itu, hal yang sama pun akan terjadi dengan kita apabila kita jugamengimani tingkat kemurnian sempurna dari janji Tuhan seperti Daud. Janji Tuhan itu sempurna murninya. Tidak ada yang diisi kebohongan, tidak ada yang asal-asalan, sambil lalu atau hanya sebatas mungkin dan mudah-mudahan saja. Tidak ada janji palsu apalagi kosong. Semua mengandung kebenaran yang mutlak. Saya memiliki banyak kesaksian akan hal ini, anda pun mungkin sudah memiliki kesaksian tersendiri. Jika kita taat kepadaNya, hidup takut akan Tuhan dalam artian kita menghormati dan mengasihiNya sedemikian rupa sehingga kita tidak ingin mengecewakanNya bahkan sedikit sekalipun, jika kita mau mendalami dan memahami benar-benar Firman Tuhan dan menjadi pelaku-pelaku Firman, Tuhan pasti akan selalu genapi janjiNya. Belakangan dalam Mazmur kita temukan lagi seruan senada. "Allah itu bagi kita tempat perlindungan dan kekuatan, sebagai penolong dalam kesesakan sangat terbukti." (Mazmur 46:2).

Yakinlah bahwa janji Tuhan itu sangat terbukti, teruji dan sangat murni. Berbagai hal yang mungkin sulit kita terima secara logika dan yang belum bisa kita lihat sudah dijanjikan Tuhan. Bagi kita mungkin sulit dibayangkan, tetapi tidak ada yang mustahil bagiNya dan janji itu akan selalu Dia penuhi selama kita melakukan bagian kita dengan benar. God never made a promise that was too good to be true, He will always keep His promise.

Jika anda mulai melakukan bagian anda saat ini, anda akan mendapati bahwa Tuhan menepati janji itu adalah sesuatu yang nyata. Anda akan melihat sendiri bahwa sesungguhnya Tuhan masih terus bekerja secara luar biasa jauh mengatasi kemustahilan dalam hidup kita semua hingga hari ini. Jadi apabila anda tengah menghadapi keragu-raguan akan pertolongan Tuhan, saat anda berhadapan dengan berbagai bentuk kesulitan dalam hidup, ingatlah bahwa janji Tuhan yang murni ini sama berlakunya bagi anda seperti halnya kepada Daud. Saya sudah membuktikannya dalam begitu banyak kesempatan, ada banyak orang lain juga yang sudah merasakan kebenarannya dan saya percaya sampai kapanpun Tuhan akan selalu setia pada janjiNya. Kalau begitu, kenapa tidak dengan anda?

"Marilah kita teguh berpegang pada pengakuan tentang pengharapan kita, sebab Ia, yang menjanjikannya, setia." (Ibrani 10:23)

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Monday, July 30, 2018

Janji Tuhan vs Janji Manusia (3)

(sambungan)

Semakin banyak penyaringan akan menghasilkan sesuatu yang lebih murni. Kita suka kepada hal-hal yang murni, tidak tercampur atau terkontaminasi dengan unsur lain. Susu murni merupakan salah satunya yang banyak dikonsumsi orang untuk alasan kesehatan.

Emas dan perak juga harus melewati proses berkali-kali agar bisa menjadi murni. Seperti apa pemurnian perak itu? Perak dilebur dalam dapur atau biasa disebut dengan furnace pada temperatur sangat tinggi yang bisa mencapai 1200°C. Itu dilakukan untuk tujuan sampling/pengujian sebelum melalui proses elektrolisis agar mineral-mineral lain bisa dipisahkan dari perak. Jadi kalau mau memperoleh perak yang murni, perak harus melewati proses pemurnian terlebih dahulu. Semakin banyak perulangan prosesnya, hasilnya pun akan makin baik.

Seperti itulah kemurnian janji Tuhan. Daud menyadari hal itu sepenuhnya dalam hatinya. Janji Tuhan itu bagi Daud kemuniannya bagaikan perak yang sudah melewati tujuh kali pemurnian. Seperti apa janji Tuhan yang sangat murni itu? Sebuah kemurnian janji seperti itu berarti bahwa Tuhan tidak akan ingkar pada janjiNya. Apapun yang sudah Dia janjikan akan selalu ditepati dan digenapi, tidak akan tercampur dengan berbagai penilaian subjektif atau pribadi atau like and dislike. Dengan membandingkan dengan tingkat kemurnian perak yang teruji lewat tujuh kali pemurnian, kita pun tahu bahwa kemurnian janji Tuhan itu mengandung nilai yang sangat tinggi baik dalam kehidupan kita di dunia maupun setelahnya nanti. Jika janji manusia bisa dilanggar, dilupakan atau kosong alias palsu, tidak akan pernah demikian dengan janji Tuhan. Selama ribuan tahun janji Tuhan sudah berlaku dan sampai generasi selanjutnya hingga bumi berakhir janjiNya akan tetap berlaku sama.

Bukan saja murni, tapi juga teruji. Bukankah sepanjang jaman sejak Daud mengatakan ayat ini sudah tak terhitung orang yang membuktikan kebenaran dan kemurnian janji Tuhan? Baik lewat begitu banyaknya contoh dalam Alkitab maupun kehidupan manusia dalam generasi-generasi berikutnya kita melihat bagaimana Tuhan setia menepati janjiNya. Bahkan sampai hari ini kita masih dan akan terus mendapati hal yang sama. Saya yang belum sampai dua dekade lahir baru saja sudah begitu banyak mengalami bukti nyata janjiNya yang Dia tepati, tak terhitung banyaknya. Ada banyak pula teman dan orang-orang yang terhubung dengan saya, saya ajak untuk juga mengalami langsung janji Tuhan setelah melakukan dahulu bagian kita. Dan mereka pun kemudian membuktikan sendiri bahwa Tuhan itu setia pada janjiNya. Saya yakin teman-teman di blog renungan ini pun sudah membuktikan juga bagaimana janji Tuhan itu benar-benar teruji dalam setiap keadaan.

Yang tidak kalah penting untuk dicermati adalah fakta bahwa ayat ini hadir disaat Daud tengah menghadapi pergumulan berat. Ia tengah dikejar-kejar dan hendak dibunuh. Daripada ketakutan dan panik, Daud memilih untuk menggantungkan keselamatan hidupnya ke dalam tangan Tuhan dan menunjukkan tingkat keyakinan tinggi bahwa janji Tuhan akan pertolongan bukanlah sesuatu yang patut diragukan. Janji Tuhan bukan hanya mungkin tetapi sesuatu yang pasti. Kalau janji manusia itu ya dan tidak, janji Tuhan sifatnya ya dan amin. Daud tahu bahwa daripada ia bergantung pada kekuatannya sendiri, daripada ia protes dan berteriak dalam kekecewaan dan penderitaan, ia memilih untuk menggantungkan hidupnya pada Tuhan. Ia pegang janji Tuhan karena ia tahu janji itu murni. Sepanjang hidupnya Daud sudah membuktikan hal itu, bahkan sejak saat ia masih muda dan masih menggembalakan kambing domba milik ayahnya.

(bersambung)


Sunday, July 29, 2018

Janji Tuhan vs Janji Manusia (2)

(sambungan)

Dalam Mazmur 12 kita bisa melihat seruan Daud akan hal ini. Mazmur 12 hanya berisi 8 ayat saja dan diberi judul "Doa minta tolong terhadap orang yang curang". 

Daud berseru:

"Tolonglah kiranya, TUHAN, sebab orang saleh telah habis, telah lenyap orang-orang yang setia dari antara anak-anak manusia. Mereka berkata dusta, yang seorang kepada yang lain, mereka berkata dengan bibir yang manis dan hati yang bercabang. Biarlah TUHAN mengerat segala bibir yang manis dan setiap lidah yang bercakap besar, dari mereka yang berkata: "Dengan lidah kami, kami menang! Bibir kami menyokong kami! Siapakah tuan atas kami?" (ay 1-5).

Dari Mazmur ini kita bisa melihat bahwa perbuatan orang-orang jahat yang merasa berada di atas segalanya membuat orang-orang benar sangat menderita. Mereka suka bicara bohong, saling menipu dengan kata-kata yang manis dan gemar omong besar.

Orang benar hidup tertekan di dunia, itu tidaklah mengagetkan karena sepanjang jaman hal itu terjadi termasuk hari ini. Sekitar seribu tahun setelahnya, Paulus kembali menyampaikan hal ini dalam beberapa kesempatan. Lihatlah salah satunya dalam suratnya untuk Timotius berikut ini: "Tetapi Roh dengan tegas mengatakan bahwa di waktu-waktu kemudian, ada orang yang akan murtad lalu mengikuti roh-roh penyesat dan ajaran setan-setan oleh tipu daya pendusta-pendusta yang hati nuraninya memakai cap mereka." (1 Timotius 4:1-2).

Ayat ini dengan jelas menyampaikan bahwa orang-orang jahat yang berada di bawah kuasa iblis bukan hanya orang di luar sana melainkan juga yang murtad dari antara umat Tuhan sendiri. Akan ada banyak yang berbalik menaati roh kebohongan dan mengikuti ajaran iblis. Peringatan Paulus ini penting agar kita tidak mudah tertipu oleh pengajaran-pengajaran yang sesat. Kenapa kita harus waspada? Karena pengajaran sesat seringkali sepintas lalu terlihat seperti benar. Kalau kita tidak benar-benar tahu isi Firman Tuhan dan memahaminya, kita bisa terperdaya oleh berbagai pengajaran yang sebenarnya tidak lagi sesuai dengan kebenaran Firman.

Apa yang paling menarik bagi saya adalah kelanjutan dari Mazmur 12 di atas. Setelah Daud mengungkapan perilaku orang-orang jahat lewat mulut mereka dengan saling tipu, omong besar, manis mulut yang tentu termasuk suka janji muluk-muluk tapi kosong, Daud kemudian menyampaikan bagaimana bedanya sebuah janji yang bukan berasal dari manusia melainkan dari Tuhan.

"Janji TUHAN adalah janji yang murni, bagaikan perak yang teruji, tujuh kali dimurnikan dalam dapur peleburan di tanah." (ay 7).

Berbeda dengan janji manusia yang seringkali tidak bisa dipegang, palsu atau kosong, janji Tuhan itu dikatakan Daud punya dua hal mendasar yaitu:
- Murni
- Teruji

Pertama-tama mari kita lihat dulu soal murni. Jika anda melihat berbagai produk minyak goreng, maka anda akan menemukan ada yang diproses lewat dua kali penyaringan. Apa yang membedakan satu dan dua penyaringan? Sistim dua kali penyaringan sebenarnya punya beberapa kelebihan dibanding satu kali. Apabila minyak hanya melewati satu kali proses maka jika disimpan dalam waktu lama minyak akan berkabut sehingga terlihat tidak jernih dan menarik. Selain itu proses dua kali penyaringan lebih menyehatkan karena jumlah asam jenuh akan tersaring lebih banyak sehingga menghasilkan jumlah kolestrol yang lebih baik, meski tingkat gurihnya bisa sedikit berkurang.

(bersambung)


Saturday, July 28, 2018

Janji Tuhan vs Janji Manusia (1)

Ayat bacaan: Mazmur 12:7
===================
"Janji TUHAN adalah janji yang murni, bagaikan perak yang teruji, tujuh kali dimurnikan dalam dapur peleburan di tanah."

Seteguh apa manusia memegang janji? Kelihatannya semakin lama orang semakin sulit untuk melakukannya. Kalau kita lihat di jaman dulu orang bahkan siap mati demi memegang janjinya, itu bagai sebuah sumpah yang sangat mengikat. Kalau tidak mau seperti itu, ya jangan berjanji. Tapi kalau sudah berjanji, pegang sampai mati. Seperti itulah kira-kira bagaimana orang memegang janji di jaman dulu. Hari ini janji tidak lagi dianggap sepenting itu. Dalam berbagai hal, orang bahkan sekarang perlu diikat perjanjian hitam di atas putih supaya kalau ada yang melanggar yang satunya bisa menuntut.

Ada juga yang janjinya hanya berlaku untuk masa tertentu saja. Artinya, kalau sudah lama maka janji itu dianggap boleh dilupakan. Ada juga yang membuat pentingnya janji itu bertingkat-tingkat. Untuk yang penting maka janji dipegang teguh, tapi untuk yang tidak terlalu penting, maka janji itu biasa saja, dalam artian boleh dipegang boleh tidak. Ada yang memegang janji kalau masih ada perlunya kepada orang yang dijanjikan, tapi kalau sudah tidak perlu lagi janji pun tidak lagi diseriusi.

Banyak orang yang kalau mau meminjam sesuatu dengan mudah dan cepat berjanji akan segera mengembalikan, menjaga kondisi barang yang dipinjam dan sebagainya. Tapi kalau sudah dipinjamkan, menagih atau meminta kembali barang bukan main sulitnya. Mereka bahkan bisa mengelak untuk ketemu, atau saat berpapasan seolah tidak kenal.

Ada pula yang hobi obral janji. Pintar ngomong, kata-kata semanis madu, janji muluk-muluk agar apa yang diharapkan bisa jadi kenyataan atau didapat. Prinsipnya, janji dulu biar dapat, soal ditepati atau tidak urusan belakangan. Paling tinggal cari alasan saja nanti. Dalam hubungan saudara dan keluarga orang hari ini banyak yang tidak bisa dipegang janjinya, apalagi dalam urusan bisnis.

Dan yang paling menyedihkan, sebuah lembaga pernikahan yang dimateraikan Tuhan secara langsung pun menjadi salah satu tempat terparah dalam masalah komitmen. Mengucapkan janji nikah itu satu hal, tapi berkomitmen untuk memegang janji itu hal lain. Dari waktu pacaran janji macam-macam, sewaktu menikah mengucapkan janji nikah dengan yakin, tapi kemudian dengan segera melanggar semua janji itu dengan berbagai alasan, berusaha agar diri mereka terlihat bukan sebagai pelaku pelanggaran tapi sebagai korban yang harus dikasihani dan dimaklumi.

Orang tua menganggap janji pada anak sebagai sesuatu yang tidak sepenting urusan lain. Mereka seringkali dengan udah bisa melanggarnya untuk sesuatu yang dianggap lebih penting. Tadinya sudah janji mau bawa anak-anak nonton dan bermain, tapi batal karena beralasan ada kerjaan mendadak. Suami kepada istri, istri kepada suami, orang tua pada anak, anak pada orang tua, antar teman, ingkar janji merupakan hal biasa saja hari ini.

Bagaimana pada saat pemilihan umum? Di negara yang kerjanya hampir tiap tahun memilih sesuatu seperti kita, obral atau umbar janji menjadi sesuatu yang lazim. Kita memilih mulai dari RW sampai Presiden, legislatif di tiap tingkat, kota dan lingkungan sekitar kotor dengan berbagai spanduk yang memasang wajah entah siapa, dan disana pun seringkali janji sudah diumbar selain pada kampanye atau selebaran. Apakah ditepati atau tidak, atau jangan-jangan janji itu kosong karena sebenarnya tidak bakal bisa ditepati, yang penting bilang saja dulu. Secepat berjanji, secepat itu pula melupakan. Bahkan untuk hal sepele pun kita bisa melihat betapa tidak pentingnya lagi janji bagi manusia. Janji mau datang, sudah ditunggu tapi kemudian tidak kunjung muncul. Jangankan datang, mengabari saja tidak. Mulai dari ingkar janji sampai janji palsu, itu dilakukan orang dengan mudah hari ini.

Meski hari ini semakin banyak orang yang tidak lagi menganggap penting sebuah janji, masalah orang bermulut manis, pendusta atau pembual sudah terjadi sejak jaman Daud.

(bersambung)


Friday, July 27, 2018

Mengisi Lubang dalam Hati (2)


(sambungan)

Poin pentingnya: jangan tutup lubang dengan tambal yang salah. Ambil satu contoh sederhana saja. Jika ada lubang menganga di tengah jalan dan ditutup dengan lumpur, sekali turun hujan lumpur itu akan hanyut dan meninggalkan lubang kembali menganga. Demikian juga dengan lubang dalam diri kita. Mencoba menutup lubang itu dengan cara-cara keliru bukan menyelesaikan tapi malah hanya akan menambah masalah. Kebahagiaan dan sukacita sejati hanyalah bisa kita peroleh secara rohani lewat hubungan kita dengan Tuhan. Dan dengan sendirinya, ketaatan dan kedekatan terhadap Tuhan merupakan kunci penting untuk bisa memperoleh kebahagiaan yang sejati.

Dalam kitab Yesaya kita bisa membaca sebuah ayat yang secara jelas menyebutkan akan hal ini.
"Sekiranya engkau memperhatikan perintah-perintah-Ku, maka damai sejahteramu akan seperti sungai yang tidak pernah kering, dan kebahagiaanmu akan terus berlimpah seperti gelombang-gelombang laut yang tidak pernah berhenti." (Yesaya 48:18).

Lihatlah, Tuhan menjanjikan sebentuk kebahagiaan bisa kita peroleh secara melimpah, bagai gelombang laut yang tidak pernah berhenti dan damai sejahtera bagai sungai yang tidak pernah kering. Dan Firman Tuhan ini dengan jelas mengatakan bahwa semua diberikan Tuhan pada kita apabila kita memperhatikan  setiap perintah Tuhan secara serius (bukan main-main) dan sungguh-sungguh (bukan asal-asalan). Ketaatan kita akan membuat Tuhan mau tinggal diam dalam diri kita dan dengan demikian rongga kosong dalam hati kita itu pun akan terisi oleh satu-satunya Pribadi yang sanggup untuk mengisinya. Saat itulah kita bisa merasakan kebahagiaan dan damai sejahtera sejati, from the one and only, ultimate Source. Kenapa saya sebutkan the ultimate Source? Jawabannya adalah, sebab Tuhan sendirilah yang merupakan sumber damai sejahtera. (Roma 15:33, 16:20).

Keinginan daging secara sekilas bisa terlihat seakan-akan mampu memberikan jawaban untuk pencarian kebahagiaan dan damai sejahtera. Banyak orang yang keliru mencoba dengan usaha keras untuk memuaskan keinginan dagingnya dan untuk mencapai itu bahkan rela mengorbankan hubungan dengan Tuhan. Mereka mencoba terus lebih dekat lagi kepada hal-hal duniawi yang dianggap mampu menjawab kebutuhan akan kebahagiaan itu dan kemudian gagal, karena sesungguhnya lewat Roh-lah kita akan mampu memperolehnya. Bagi dunia keinginan daging dianggap mampu menjadi solusi, padahal Firman Tuhan berkata "Karena keinginan daging adalah maut, tetapi keinginan Roh adalah hidup dan damai sejahtera." (Roma 8:6). Dalam Galatia 5:22-23 pun kita bisa melihat bahwa damai sejahtera dan sukacita merupakan dua dari beberapa buah Roh. Rongga kosong dalam hati kita akan tetap ada selama kita mencoba mencari solusi yang tidak tepat, semua itu tidak akan mampu mengisi kekosongan kecuali Tuhan sendiri.

Selanjutnya mari kita lihat bahwa Yesus juga sudah mengatakan: "..Kerajaan Allah bukanlah soal makanan dan minuman, tetapi soal kebenaran, damai sejahtera dan sukacita oleh Roh Kudus." (Roma 14:17). Jadi bukan cuma fisik kita saja yang butuh diberi makan dan minum, tetapi jiwa dan roh kita pun butuh asupan nutrisi. Disitulah letaknya jawaban akan kebutuhan kita akan kebahagiaan ini, yang akan mampu memenuhi rongga kosong dalam hati kita dalam kepenuhan untuk mencapai kebahagiaan yang penuh dengan sukacita, dan akan mampu bertahan untuk waktu lama. Kebahagiaan sejati hanya bisa disediakan oleh Tuhan, dan itu hanya akan bisa terjadi jika Kerajaan Allah hadir dalam kehidupan kita. Harta benda, kekayaan, jabatan, status, pujian dan penghargaan tidak akan pernah mampu menjawab kebutuhan kita akan kebahagiaan ini.

Banyak orang yang masih mengira bahwa uang merupakan jawaban atas segala-galanya, yang sepertinya mampu memenuhi segala kebutuhan kita atas berbagai produk yang terus menawarkan kebahagiaan. Tapi pada suatu ketika nanti, kita akan sampai pada sebuah kesimpulan bahwa ada ruang kosong yang tidak akan pernah bisa diisi penuh oleh apapun kecuali oleh Tuhan. Ketika rongga itu terpenuhi, disanalah kita akan merasakan kebahagiaan yang tidak lagi tergantung lewat berbagai kesusahan di dunia ini. Semakin meninggalkan atau menjauh dari Tuhan dan terus mengejar hal-hal dunia yang nikmat bagi daging kita justru akan membuat rongga kosong ini terus melebar dan menelan setiap rasa bahagia, damai sejahtera dan sukacita yang seharusnya menjadi bagian dari kita lewat Kristus.

Jika ada yang saat ini merasakan sebuah rasa kosong dalam hati anda yang membuat anda merasa kering tanpa kebahagiaan dan damai sejahtera, itu tandanya anda harus mulai berpikir untuk menemukan solusinya di tempat yang benar. Bukannya semakin menjauh dari Tuhan, tetapi seharusnya malah semakin dekat. "Mendekatlah kepada Allah, dan Ia akan mendekat kepadamu." (Yakobus 4:8). Mendekatlah kepada Tuhan dan dengarkan perintah-perintahNya. Itu akan mengundang Tuhan untuk segera menambal kekosongan itu dengan kebahagiaan sejati yang hanya berasal daripadaNya. Memperhatikan perintah-perintahNya dengan ketaatan penuh akan membuat hidup kita penuh dengan damai sejahtera yang bagaikan sungai yang tidak pernah kering, dan kebahagiaan yang akan terus berlimpah seperti gelombang-gelombang laut yang tidak pernah berhenti.


Kebahagiaan dan damai sejahtera yang melimpah tanpa henti adalah milik dari orang-orang yang mempehatikan perintahNya

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Thursday, July 26, 2018

Mengisi Lubang dalam Hati (1)

Ayat bacaan: Yesaya 48:18
======================
"Sekiranya engkau memperhatikan perintah-perintah-Ku, maka damai sejahteramu akan seperti sungai yang tidak pernah kering, dan kebahagiaanmu akan terus berlimpah seperti gelombang-gelombang laut yang tidak pernah berhenti."

Semua orang menginginkan kebahagiaan dalam hidupnya. Semua orang ingin merasakan kedamaian dan kesejahteraan. Tapi tidak banyak yang bisa benar-benar merasakannya. Kehidupan semakin sulit, himpitan masalah dari berbagai dimensi terus menerpa menggantikan semua itu dengan kegundahan, rasa kuatir, takut dan perasaan negatif lainnya. Kalau hati sudah dikuasai perasaan negatif, kita akan menjadi orang yang cepat marah, mudah membenci, iri melihat orang lain, dan kata bahagia dan damai sejahtera pun menjadi semakin jauh untuk dijangkau.

Semakin sulit dijangkau, maka orang akan semakin berusaha mengejarnya. Bagaimana agar bisa mendapatkannya? Dunia mengajarkan bahwa untuk mendapatkannya tidaklah sulit. Money, fame and fortune dipercaya bisa mendatangkan kebahagiaan, sukacita dan damai sejahtera dalam hidup. Lihatlah berbagai iklan, pikiran kita akan diarahkan kepada situasi bahwa kalau kita membeli produk-produk itu maka kebahagiaan akan segera menjadi milik kita. Bukankah wajah pemeran iklannya terlihat bahagia dengan deretan gigi putih dan raut wajah tanpa masalah?

Untuk bisa membelinya tentu butuh uang. Berarti, semakin banyak uang, semakin banyak yang bisa dibeli sehingga kita akan makin bahagia. Tanpa uang kita tidak bisa membeli mobil mewah, rumah besar, mempercantik diri dengan baju dan aksesoris bermerek terkenal, pakai gadget terbaru dan sebagainya. Kalau kita tidak punya itu, kita tidak akan bisa diterima di kalangan kelas atas. Kenapa pergaulan kelas atas penting? Tentu saja, karena kalau bisa diterima di kalangan seperti itu, itu artinya status kita baik dan dianggap bisa mendatangkan kebahagiaan. Pamor, popularitas, jabatan, itu bisa bikin bahagia dan menjamin kesejahteraan. Bukankah kalau kita kemana-mana orang hormat pada kita maka itu tandanya kita sejahtera?

Seperti itulah bentuk dunia berpikir dalam mencari kebahagiaan. Ya, menurut dunia kebahagiaan dan damai sejahtera itu bisa dibeli. Dan untuk bisa membeli tentu lewat uang. So, kalau mau bahagia, ya cari uang sebanyak-banyaknya dengan cara apapun. Ada seorang yang saya kenal tumbuh besar dalam keluarga yang sangat money oriented. Ayahnya dulu tidak akan pulang ke rumah kalau tidak membawa pulang uang. Tidaklah heran kalau ia sempat sulit merubah paradigmanya karena berpuluh tahun dididik dengan cara seperti itu. Masa kecil dan mudanya jauh dari kekurangan. Secara ekonomi ia termasuk makmur.

Tapi pertanyaannya, apakah keluarganya bahagia? Ternyata tidak. Orang tua bercerai, peperangan harta gono-gini memakan waktu sangat panjang, anak ada yang jatuh dalam obat-obatan dan beberapa sampai sekarang masih menggerogoti orang tua dan berperilaku sangat buruk. Uang yang dikumpulkan sejak lama terus menipis, usaha keluarga yang sudah puluhan tahun di ambang kehancuran. Pertikaian antar saudara begitu parah sampai-sampai mereka tidak bisa lagi saling bertemu. Hal itulah yang membuat orang yang saya kenal ini kemudian menyadari bahwa tempatnya menggantungkan kebahagiaan dan kesejahteraan selama ini ternyata salah. Banyak uang ternyata tidak memberi jaminan akan hal itu.

Mungkin untuk jangka waktu singkat apa yang dianggap dunia mampu mendatangkan kebahagiaan itu bisa memberi rasa puas dan senang, tapi untuk jangka waktu panjang seringkali tidak demikian. Seperti orang tadi, saya sudah bertemu dan mengenal banyak lagi orang yang sebenarnya dari sisi materi lebih dari cukup, tapi mereka tidak merasakan damai sejahtera dalam diri mereka.

Ada sebuah hasil pemikiran menarik yang pernah disampaikan oleh seorang pakar matematika dan fisika yang juga seorang filsuf bernama Blaise Pascal. Disamping banyaknya teori yang berasal dari Pascal yang menjadi dasar ilmu pengetahuan sampai sekarang, ia pun pernah memberikan sebuah statement yang sangat esensial mengenai kehidupan. Ini yang dikatakannya: "There is a God shaped vacuum in the heart of every man which cannot be filled by any created thing, but only by God, the Creator, made known through Jesus." 

Kalau diterjemahkan bunyinya kira-kira demikian: Ada sebuah rongga berbentuk Tuhan yang tidak akan pernah bisa diisi oleh hasil ciptaan seperti apapun, kecuali oleh Tuhan, melalui Yesus.

Buat saya sangatlah menarik ketika kesimpulan lewat perenungan ini keluar dari orang yang justru dikenal sebagai ahli dalam ilmu pengetahuan. Setinggi-tingginya kita menguasai ilmu, sehebat-hebatnya kita sebagai manusia, sekaya-kayanya diri kita, ternyata ada sebuah rongga atau "God shaped vacuum" yang akan selalu ada di dalam diri kita yang tidak akan mampu dipenuhi oleh hal apapun selain oleh Tuhan sendiri.

Rongga kosong dalam hati, saya yakin itu tidak sulit untuk kita rasakan. Bahkan kebanyakan dari kita pernah merasakan kekosongan itu, atau malah saat ini sedang merasakannya. Orang akan berusaha menambal lubang itu dengan cara apapun. Ada yang mencoba menambalnya dengan gemerlapnya pesta, ada yang lewat obat-obatan, hubungan terlarang dan sebagainya. Ada yang mengira bisa menambalnya dengan kepemilikan harta benda dan lainnya. Untuk sementara mungkin bisa terlihat menjadi solusi,tapi sekejap kemudian setelah semua berakhir, lubang itu akan kembali ada dan bisa malah bertambah besar. Yang lebih parah, itu bisa menambah masalah dalam hidup kita.

(bersambung)

Wednesday, July 25, 2018

Sikap Hati Paulus dalam Melayani (3)

(sambungan)

Kemana Paulus mengarahkan pandangannya sampai bisa memiliki sikap hati seperti itu? Jawabannya bisa kita lihat dalam Alkitab. "Aku menjawab: Jika engkau makan atau jika engkau minum, atau jika engkau melakukan sesuatu yang lain, lakukanlah semuanya itu untuk kemuliaan Allah." (1 Korintus 10:31). Ia berkata, apapun yang kita lakukan, seharusnya itu diarahkan untuk memuliakan Tuhan dan bukan untuk mencari popularitas atau keuntungan-keuntungan pribadi. Mengapa? "Sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia: Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya!" (Roma 11:36).

Bukankah segala sesuatu yang kita miliki semuanya berasal dari Tuhan? Tanpa Tuhan kita bukan siapa-siapa dan tidak ada apa-apanya. Karena itulah sudah sepantasnya kita memuliakan Tuhan lewat segala talenta atau kemampuan yang telah diberikan kepada kita bukan untuk memegahkan diri sendiri atau motivasi-motivasi lainnya baik yang terselubung apalagi yang jelas-jelas kasat mata.

Lewat Paulus kita bisa melihat bagaimana sikap kita yang seharusnya kita miliki dalam melayani Tuhan. Jangan sampai kita mencuri hak Tuhan dengan memanfaatkan kesempatan dalam pelayanan untuk memperkaya diri sendiri atau demi popularitas kita. Jangan pula kita lupa untuk memuliakan Tuhan dengan terus bersikap asal-asalan, malas atau tidak serius dalam melakukannya, hanya kalau kita berkenan, berhitung untung rugi dan sebagainya. Motivasi Paulus dalam melayani adalah murni, dan ini adalah keteladanan yang sangat baik buat kita. Tidak peduli sehebat apapun kemampuan kita, seberapa panjang waktu yang sudah kita pakai untuk melayani, sikap hati hamba mutlak untuk dimiliki oleh para pelayan Tuhan. Dari Paulus kita bisa belajar bahwa kemurnian dan ketulusan merupakan kunci yang sangat penting dalam mengabdi kepada Tuhan.

Ditengah sedikitnya pekerja, lebih sedikit lagi yang motivasinya benar. Sepertinya terlihat aktif melayani, tetapi bukan didasarkan untuk menyenangkan hati Tuhan melainkan untuk kepentingan-kepentingan pribadi. Itu bisa terlihat dari gaya, pola, cara dan sikap hidupnya. Mereka akan mudah bersikap negatif, tidak lagi ramah dan penuh kasih, kasar, sinis, suka menghasut, curiga, atau sikap lainnya seperti malas, sering tidak tepat waktu, pilih-pilih dan lain sebagainya. Adalah sangat baik apabila kita bersedia untuk meluangkan sebagian dari waktu kita untuk terlibat langsung dalam pelayanan lewat bidang apa saja sesuai panggilan kita masing-masing, tapi adalah penting pula untuk memperhatikan baik-baik motivasi yang benar dalam melayani.

Mari kita periksa diri kita, apa yang menjadi dasar atau motivasi kita dalam melayani. Apakah semata-mata untuk memuliakan Tuhan atau kita masih punya banyak agenda yang mengarah kepada keuntungan diri sendiri. Saat ini juga, arahkanlah fokus dalam melayani ke arah yang tepat. Belajarlah dari cara Paulus menyikapi pelayanannya agar semua pekerjaan yang kita lakukan berkenan di hadapan Tuhan dan bisa membawa dampak yang baik sehingga orang bisa merasakan kehadiran surga dan Sang Raja di bumi.

"To serve, you only need a heart full of grace and a soul generated by love" - Martin Luther King

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Tuesday, July 24, 2018

Sikap Hati Paulus dalam Melayani (2)

(sambungan)

Alangkah baiknya kita belajar lewat sosok Paulus. Tidak ada yang meragukan kegigihan, keseriusan dan ketegaran Paulus yang disertai dengan kesabaran dalam melayani. Dampak dari pelayanannya begitu hebat sehingga sulit membayangkan bagaimana kita hari ini tanpa dirinya. Sebagai seorang hamba Tuhan, Paulus menunjukkan sikapnya yang teguh akan ketaatan. Dia berani pergi menyebarkan Injil kemana-mana, bahkan hingga mencapai Asia kecil. Bersama rekan-rekan sepelayanannya, ia sukses mendirikan banyak jemaat dimanapun ia tiba. Ia memberikan segala sisa hidupnya setelah bertobat, bahkan nyawanya.

Kalau kita baca dalam Alkitab, kita tahu betapa seringnya usaha dan kerja kerasnya tidak dihargai sepantasnya, disalah artikan dan dijadikan alasan untuk menderanya. Dia harus rela mengalami banyak penderitaan dan berbagai bentuk siksaan demi menjalankan misinya. Meski demikian, kita mengetahui bahwa Paulus tidak berkecil hati, kecewa atau sakit hati kepada Tuhan. Sebaliknya ia malah tidak pernah menuntut apa-apa. Ia tidak minta kemudahan dan keistimewaan dalam menunaikan tugas pelayanannya.

Jika memperhatikan tingkat kesulitan tinggi yang ia harus hadapi lengkap dengan segala resikonya, rasanya wajar saja kalau Paulus seharusnya tidak lagi perlu bekerja untuk memenuhi kebutuhannya dan fokus saja mewartakan kabar gembira. Bukankah banyak orang yang melayani berpikir seperti itu? Tapi Paulus ternyata tidak menuntut hal tersebut sama sekali. Perhatikanlah apa yang ia katakan. "Perak atau emas atau pakaian tidak pernah aku ingini dari siapapun juga." (Kisah Para Rasul 20:33).

Paulus tidak menuntut apapun dari jemaat maupun penatua/gembala atau hamba-hamba Tuhan lainnya. Padahal kurang apa lagi Paulus pada saat itu dimata orang-orang percaya? Tapi demikianlah  sikap Paulus.

Ia mengatakan "Kamu sendiri tahu, bahwa dengan tanganku sendiri aku telah bekerja untuk memenuhi keperluanku dan keperluan kawan-kawan seperjalananku." (ay 34). Paulus sama sekali tidak mencari kesempatan untuk meraup keuntungan untuk diri sendiri bahkan sekedar pengganti tenaga, uang lelah dan sebagainya yang kita anggap wajar dan layak atas kerja kerasnya merintis serta melayani begitu banyak orang. Ia bahkan memilih untuk terus bekerja ditengah kesibukannya melayani untuk mencukupi kebutuhannya sendiri bersama rekan-rekan sekerjanya dan agar ia sanggup membantu orang-orang yang membutuhkan. "Dalam segala sesuatu telah kuberikan contoh kepada kamu, bahwa dengan bekerja demikian kita harus membantu orang-orang yang lemah..." (ay 35). Begitu katanya. Bukannya memperoleh penghasilan, bukan cuma sekedar memenuhi kebutuhan pelayanan, tapi ia bahkan sanggup membantu orang yang lemah dan kesulitan. Itu sungguh luar biasa.

Apa pekerjaan Paulus? Dalam Kisah Para Rasul 18:3 kita bisa tahu bahwa Paulus bekerja atau berprofesi sebagai tukang kemah. Paulus tahu bahwa semua yang ia lakukan bukanlah untuk ketenaran, bukan untuk popularitas, kekayaan atau mengejar kepentingan lainnya untuk kepuasan diri sendiri, tetapi semata-mata untuk menyenangkan Tuhan dengan membawa jiwa-jiwa untuk bertobat dan mendapatkan keselamatan.

(bersambung)


Monday, July 23, 2018

Sikap Hati Paulus dalam Melayani (1)

Ayat bacaan: Kisah Para Rasul 20:33
==========================
"Perak atau emas atau pakaian tidak pernah aku ingini dari siapapun juga."

Seorang hamba Tuhan yang sudah melayani selama hampir 20 tahun suatu kali menceritakan pengalamannya. Suatu kali di awal pelayanannya sebagai pemimpin pujian, ia didatangi oleh gembala di gerejanya yang memintanya untuk istirahat selama 6 bulan. Ia kaget, karena ia merasa tidak ada yang salah dengan pelayanannya. Meski merasa kecewa dengan keputusan sang gembala yang mengistirahatkannya tanpa alasan jelas, ia memutuskan untuk taat. Belakangan ia merasa bersyukur atas keputusan itu. Walaupun ia tidak pernah tahu apa alasannya bahkan sampai sekarang, ia mengaku bahwa masa 6 bulan itu ternyata sangat berguna buat dirinya terutama dalam hal menata motivasinya melayani.

"Kalau waktu itu saya terus kecewa, marah dan kemudian sakit hati lantas kepahitan, itu berarti ada yang salah dengan motivasi saya. Karena kalau memang benar murni untuk Tuhan, tidak seharusnya saya bereaksi negatif saat diminta berhenti dulu." katanya. Selama 6 bulan itu ia pakai untuk memperkuat hubungan dengan Tuhan, memeriksa hati secara rutin dan lain-lain yang diperlukan untuk membangun kualitas kerohaniannya secara pribadi. Ia jadi tahu bahwa agar bisa melayani dengan baik, ia harus punya hubungan yang kuat dengan Tuhan. Dan itu nyatanya berguna bahkan hingga hari ini.

Seperti yang sudah kita bahas belakangan ini, ada begitu banyak motivasi yang keliru dalam hal melayani. Banyak yang mendasarinya dengan pamrih karena mengharapkan sesuatu dari Tuhan. Ada yang ingin agar diberkati secara finansial, dicukupi kebutuhannya, agar usahanya lancar, agar keluarganya tetap dalam keadaan baik, ada pula yang mengharap imbalan selayaknya bekerja, bahkan ada pula yang ingin 'perform' seperti seorang artis, memamerkan skill dan penampilan di atas pentas sebagai seorang superstar. Ada yang secara sadar memanfaatkan pelayanannya seperti itu, ada juga yang tidak sadar motivasinya sudah bergeser.

Kemurnian motivasi melayani dan juga mengikut Yesus bisa terlihat dari buah yang dihasilkan. Kalau sikap kita masih mudah tersinggung, gampang kecewa, sedikit-sedikit marah atau bahkan belum apa-apa sudah mencari 'rumah' baru, itu artinya kita harus memeriksa ulang motivasi kita. Begitu pula saat kita sudah masuk dalam tahap melayani tapi masih mudah menjelekkan, menghasut, memfitnah, bergosip atau bahkan menghakimi karena merasa paling benar, itu artinya ada yang masih salah dalam diri kita. Ingatlah bahwa ada ragi-ragi yang sudah diingatkan Yesus yang bisa mencemarkan dan membusukkan diri kita meski sudah menjadi orang percaya, sudah beribadah bahkan sudah melayani. Karena itulah teman saya ini merasa bersyukur diberi waktu selama 6 bulan untuk memeriksa hatinya, memastikan agar motivasi pelayanannya tetap murni tanpa cemaran sekecil apapun.

Sejak semula Yesus sudah mengatakan "Tuaian memang banyak, tetapi pekerja sedikit." (Matius 9:37a). Jika pekerja saja sudah dikatakan sedikit, jumlahnya akan menyusut lebih sedikit lagi kalau ditambahkan kata "yang motivasinya benar" di depan kata "pekerja". Melayani Tuhan adalah sebuah kehormatan besar bagi kita. Tuhan tidak harus pakai kita, tapi Dia dengan senang hati menerima siapapun yang rindu untuk melayani. Menjadi terang dan garam, menyampaikan kabar gembira tentang keselamatan merupakan Amanat Agung yang disampaikan Yesus tepat sebelum Dia naik ke Surga. Artinya ini adalah sebuah panggilan yang berlaku bagi kita semua tanpa terkecuali dan sifatnya sangat penting.

Karena itu sangatlah penting pula untuk memastikan bahwa itu dilakukan dengan motivasi-motivasi yang benar. Sebab pada kenyataannya seperti yang saya sampaikan di atas, ada banyak orang yang keliru mengartikan hal melayani. Mereka mengira bahwa melayani bisa membawa keselamatan, keuntungan-keuntungan duniawi atau keistimewaan-keistimewaan di banding orang lain. Ada pula yang mengira bahwa kalau sudah melayani, berarti tidak perlu lagi mempelajari, mendalami dan menghidupi Firman Tuhan, tidak perlu lagi membangun hubungan erat secara pribadi dengan Tuhan. Kalaupun ikut persekutuan, keinginannya adalah hangout karena merasa sudah cukup lewat melayani. Ada pula yang bahkan terjebak pada motivasi-motivasi pribadi seperti popularitas, ketenaran dan sebagainya.

Jika demikian, seperti apa sebenarnya motivasi yang harus dimiliki oleh para pengerja atau pelayan Tuhan? Bagaimana seharusnya agar kita tidak sampai mencuri kemuliaan yang seharusnya menjadi milik Tuhan yang bisa membuat Tuhan kecewa atau bahkan marah lewat sikap buruk kita dalam melayani?

(bersambung)


Sunday, July 22, 2018

Motivasi Mencari Yesus dalam Yohanes 6 (4)

(sambungan)

Cukupkah? Tidak. Mereka malah bersungut-sungut (mengomel) karena ternyata mereka belum juga menangkap tujuan kedatangan Yesus, apa yang disediakan Yesus, dari mana itu berasal dan kenapa mereka harus mencari Yesus. Ironis, tapi kekeliruan atau kegagalan yang sama masih terjadi pada banyak orang hingga hari ini.

Pengajaran-pengajaran yang disampaikan Yesus yang disajikan lewat perumpamaan atau ilustrasi-ilustrasi sederhana pada waktu itu mendobrak banyak konsep pemahaman keliru. Yesus juga mengadakan begitu banyak mukjizat yang mengatasi logika orang, sehingga tidaklah mengherankan apabila ada banyak orang yang terpesona dan berharap untuk mendapatkan pertolongan. Kondisi manusia pada saat itu carut marut ditimpa begitu banyak masalah sehingga kedatangan Yesus menjadi fenomena luar biasa yang menghebohkan. Banyak orang berusaha untuk mencari, mengejar, menemukan dan mendapatkan sesuatu dariNya. Berbagai motivasi pun pasti muncul pada saat itu diantara banyak orang. Ada yang ingin mendengar pengajaranNya, ada yang ingin menyaksikan perbuatan-perbuatan besarNya, ada yang sekedar ingin menonton dan tentu saja tidak sedikit yang ingin menerima mukjizat langsung. Ingin sembuh baik sakit jasmani maupun rohani, ingin dilepaskan, atau ingin berhenti hidup susah dalam kemiskinan.

Yohanes pasal 6 mencatat ada begitu banyak orang yang mengejarNya, dan tentunya ada beragam motivasi muncul disana. Mungkin ada yang benar tapi masih diliputi kebingungan, tapi tidak sedikit pula yang keliru. Yang pasti berita tentang Yesus pada jaman itu segera menyebar ke mana-mana, menembus batas wilayah, bangsa dan sebagainya.

Apabila hal ini terjadi di jaman sekarang, tentu kabar ini akan menyebar pesat ke seluruh dunia lewat berbagai media dan perangkat komunikasi dan teknologi modern. Alangkah berbahaya apabila motivasi yang benar tidak dimiliki ketika kabar ini tersiar. Orang bisa terjebak pada pemahaman-pemahaman keliru, mengira bahwa Yesus tidak lebih dari seorang dokter hebat, banker murah hati yang membagikan uang tanpa batas, paranormal atau bahkan dukun yang bisa memberi segala sesuatu yang hanya berpusat pada pemuasan dunia. Pengajaran-pengajaran yang keliru tentang Yesus bisa sangat menjerumuskan dan menyesatkan. Oleh karena itulah bagi kita orang percaya, kita perlu memiliki pemahaman dan motivasi yang benar terlebih dahulu agar bisa menyampaikan kebenaran Firman secara tepat pula. Jangan sampai kita menyesatkan banyak orang lewat pemahaman kita yang keliru, apakah secara naif hanya berpikir sempit mengenai kemakmuran duniawi saja, menjanjikan banyak hal tanpa melihat konteks secara utuh dan turut serta dalam menyebar ragi-ragi yang membusukkan kepada orang lain.

Hari ini mari kita periksa secara mendalam iman kita kepada Yesus, motivasi apa yang mengarahkan kita untuk mengikutiNya. Ada banyak motivasi yang mungkin timbul seperti permintaan untuk pemenuhan hal-hal fana, mencari hal-hal spektakuler seperti mukjizat dan keajaiban-keajaiban yang belum pernah dilihat sebelumnya, mencari kesembuhan, kekayaan, kemakmuran, jabatan dan lain-lain. Semua itu merupakan motivasi yang sungguh keliru dan hanya akan membuat kita terjebak pada pemahaman dan perjalanan yang salah. Yang terbaik tentu dengan menyadari bahwa Yesus adalah Tuhan dan Juru selamat. Yesus sudah mengatakan bahwa "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku." (Yohanes 14:6), "Akulah pintu; barangsiapa masuk melalui Aku, ia akan selamat dan ia akan masuk dan keluar dan menemukan padang rumput." (Yohanes 10:9).

Kisah orang banyak yang mencari Yesus di Kapernaum menjadi saksi dari banyaknya motivasi orang untuk menemukanNya, hendaklah kita tergolong pada orang-orang yang didasari motivasi benar dan bukan termasuk orang tersesat yang malah menyesatkan banyak orang.

Mari kita benar-benar memastikan dan menjaga diri kita terlebih dahulu agar tidak mengikutiNya karena termotivasi oleh keinginan-keinginan yang berasal dari dunia yang fana. Mari cari dan temukan Yesus dengan sebuah kesadaran penuh bahwa kita membutuhkanNya untuk mengampuni dosa-dosa kita, memulihkan dan melepaskan kita dari keterikatan-keterikatan duniawi yang ada, menemukan keselamatan kekal daripadaNya dan menunjukkan bahwa kita mengikutiNya karena kita mengasihiNya, sebagaimana Dia mengasihi kita. Jangan sampai karena hati dan pikiran kita dikaburkan oleh keinginan akan hal-hal yang sifatnya memenuhi kebutuhan duniawi dan kecemaran dari ragi-ragi seperti Farisi, Saduki dan Herodes kita kemudian gagal melihat bagaimana Tuhan sudah dan sedang bekerja dalam hidup kita dan dengan demikian gagal menangkap maksud utama dari kenapa kita harus mengikut Yesus. Hindari pengajaran-pengajaran dan pemahaman keliru dan jadilah orang percaya yang mengerti isi hati Allah dan merasakan betapa besarnya kasih Allah pada kita.

Miliki motivasi yang benar saat mencari dan mengikuti Yesus yang bukan saja menyediakan roti yang berguna hingga kekekalan, tapi Tuhan Yesus sendirilah roti kehidupan itu

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Saturday, July 21, 2018

Motivasi Mencari Yesus dalam Yohanes 6 (3)

(sambungan)

Perhatikan bahwa mereka gagal menangkap pesan penting mengenai makanan yang bertahan sampai kepada hidup yang kekal tapi malah fokus kepada hal 'pekerjaan'. Mereka berfokus pada apa yang bisa atau harus mereka lakukan agar bisa menerima itu daripada melihat apa yang Tuhan sedang lakukan tepat di hadapan mereka. Betapa seringnya kita pun terjebak pada kekeliruan yang sama, yaitu menganggap bahwa semua yang terjadi berpusat dan hanya ditentukan oleh apa yang kita kerjakan, bergantung dari usaha kita dan bukan dari Tuhan.

We do this, we do that, so we can get something from God. We do it extra time, we keep ourselves busy, so we may get more from God. Saat Yesus berkunjung ke rumah Maria dan Marta, Marta diingatkan Yesus akan pemahaman seperti ini. Marta diminta untuk belajar dari Maria yang memilih duduk di kaki Yesus untuk mendengar perkataanNya. Dan itulah yang dikatakan Yesus sebagai "bagian yang terbaik, yang tidak akan diambil dari padanya." (Lukas 10:42).

Kembali pada Yohanes pasal 6, dalam ayat 29 Yesus menjawab kebingungan mereka dengan "Inilah pekerjaan yang dikehendaki Allah, yaitu hendaklah kamu percaya kepada Dia yang telah diutus Allah." (ay 29). Jika kita lihat dalam versi bahasa Inggris, kalimat "pekerjaan yang dikehendaki Allah" itu disebutkan sebagai "the work of God", alias "pekerjaan Tuhan." Untuk menjawab pertanyaan mereka, Yesus tidak memberikan daftar pekerjaan yang harus dilakukan, tapi justru menjawab satu hal saja yaitu 'pekerjaan Tuhan'. Lihatlah bahwa Yesus menegaskan hal itu. Kita harus menyadari pekerjaan Allah, apa yang sudah, sedang dan akan Dia kerjakan lebih daripada memusatkan semua itu kepada usaha dan tenaga kita sendiri.

Kembali kita menangkap kegagalan mereka yang mencari Yesus ini untuk memahami esensinya. "Maka kata mereka kepada-Nya: "Tanda apakah yang Engkau perbuat, supaya dapat kami melihatnya dan percaya kepada-Mu? Pekerjaan apakah yang Engkau lakukan? Nenek moyang kami telah makan manna di padang gurun, seperti ada tertulis: Mereka diberi-Nya makan roti dari sorga." (ay 30-31). Kurang tanda apa lagi saat perut mereka dikenyangkan lewat 5 roti dan 2 ikan sehingga mereka masih minta tanda lagi untuk percaya? Dan tampaknya, mereka ingin tanda dari masa Musa itu diulang lagi di depan mata mereka. Mereka melihat ke masa lalu, itu menunjukkan mereka gagal melihat bahwa Tuhan sebenarnya sedang bekerja di depan mata mereka. Dan Yesus mengatakan bahwa pemberi yang sebenarnya bukanlah Musa melainkan Bapa. Sebab roti yang diberi Bapa adalah Dia sendiri yang turun dari Surga untuk memberi hidup kepada manusia di dunia (ay 32-33).

Apa yang dikatakan Yesus sebenarnya sudah sangat jelas, tapi motivasi mereka yang mengacu kepada mukjizat yang bisa mengenyangkan perut tampaknya benar-benar mengaburkan pandangan mereka. "Maka kata mereka kepada-Nya: "Tuhan, berikanlah kami roti itu senantiasa." (ay 34). Yesus sudah ada di depan mereka, sudah melakukan sesuatu yang besar untuk membuat mereka bisa belajar terhadap esensi dasarnya. Tapi mereka masih minta roti yang mereka anggap sebagai makanan yang bisa mengenyangkan mereka selamanya tanpa harus repot-repot lagi mencari atau bekerja supaya bisa membelinya. Maka Yesus menegaskan seperti ini. "Kata Yesus kepada mereka: "Akulah roti hidup; barangsiapa datang kepada-Ku, ia tidak akan lapar lagi, dan barangsiapa percaya kepada-Ku, ia tidak akan haus lagi." (ay 35), lalu menyinggung kegagalan mereka untuk melihat Dia. "Tetapi Aku telah berkata kepadamu: Sungguhpun kamu telah melihat Aku, kamu tidak percaya." (ay 36).

Selanjutnya Yesus menyampaikan sebuah kesimpulan penting akan kedatanganNya seperti yang dikehendaki Bapa. "Semua yang diberikan Bapa kepada-Ku akan datang kepada-Ku, dan barangsiapa datang kepada-Ku, ia tidak akan Kubuang.  Sebab Aku telah turun dari sorga bukan untuk melakukan kehendak-Ku, tetapi untuk melakukan kehendak Dia yang telah mengutus Aku. Dan inilah kehendak Dia yang telah mengutus Aku, yaitu supaya dari semua yang telah diberikan-Nya kepada-Ku jangan ada yang hilang, tetapi supaya Kubangkitkan pada akhir zaman. Sebab inilah kehendak Bapa-Ku, yaitu supaya setiap orang, yang melihat Anak dan yang percaya kepada-Nya beroleh hidup yang kekal, dan supaya Aku membangkitkannya pada akhir zaman." (ay 37-40).


(bersambung)


Friday, July 20, 2018

Motivasi Mencari Yesus dalam Yohanes 6 (2)

(sambungan)

Tapi para penganut doktrin atau teologia kemakmuran memang pintar mengolah ayat. Mereka bisa mencatut atau memelintir ayat hingga terlihat seakan mendukung pengajarannya. Mereka piawai dalam mencabut ayat dari konteksnya secara sepihak sebagai pembenaran pengajarannya. Akibatnya banyak orang yang keliru memahami esensi kedatangan dan karya penebusan Kristus di dunia. Hanya mencari keuntungan, mencari cara instan untuk memenuhi segala sesuatu yang terus dipropagandakan oleh dunia, yaitu bahwa kebahagiaan itu diukur lewat uang dan harta kekayaan. Kepemilikan barang-barang mewah, rumah yang berukuran besar dan megah, kendaraan lux, perhiasan, tas, sepatu, baju dan lainnya yang bermerek, itulah yang dianggap menjamin kebahagiaan dalam hidup dan itu kita harapkan disediakan Tuhan sebagai 'reward' atas keputusan kita mengikutiNya. Lihatlah betapa kelirunya cara pikir ini. Ada juga yag mengharap mukjizat tapi menolak untuk sangkal diri dan pikul salib. Ingin posisi yang istimewa di sisi Tuhan tapi enggan meminum cawan seperti yang harus diminum Yesus demi menyelamatkan kita. Semua itu sudah saya sampaikan belum lama ini.

Dan kemarin kita sudah melihat reaksi Yesus kepada orang yang mengikutiNya saat Yohanes menunjuk Yesus sebagai "Anak domba Allah" (Yohanes 1:35-37). Yesus bilang: "Apakah yang kamu cari?" (ay 38). Apa yang kita cari saat kita memutuskan untuk mengikutinya? Ini adalah pertanyaan mendasar yang penting supaya kita memiliki pondasi atau dasar yang benar dalam keputusan kita mengikut Yesus. So, what motivates you to follow Jesus? Apa yang menjadi motivasi kita hari ini mengikuti Yesus, apa yang seharusnya menjadi motivasi yang benar? Apakah kita sudah terbebas dari pemahaman keliru akan konsep atau cara hidup Kerajaan sehigga secara naif berai memasukkan frame kebenaran dalam konteks pemikiran dunia?

Hari ini mari kita lihat sebuah kisah dalam perikop yang singkat pada Injil Yohanes pasal 6 yang diberi judul "Orang banyak mencari Yesus".

"Pada keesokan harinya orang banyak, yang masih tinggal di seberang, melihat bahwa di situ tidak ada perahu selain dari pada yang satu tadi dan bahwa Yesus tidak turut naik ke perahu itu bersama-sama dengan murid-murid-Nya, dan bahwa murid-murid-Nya saja yang berangkat. Tetapi sementara itu beberapa perahu lain datang dari Tiberias dekat ke tempat mereka makan roti, sesudah Tuhan mengucapkan syukur atasnya. Ketika orang banyak melihat, bahwa Yesus tidak ada di situ dan murid-murid-Nya juga tidak, mereka naik ke perahu-perahu itu lalu berangkat ke Kapernaum untuk mencari Yesus." (Yohanes 6:25-29).

Kalau kita lihat, ayat ini letaknya tidak jauh dari saat Yesus melakukan mukjizat memberi makan lebih dari 5000 orang dengan menggandakan lima roti dan dua ikan (Yohanes 6:1-15). Dan ayat yang mengikutinya pun menunjukkan keterkaitan kepada kejadian itu. Jadi, mereka yang mencari Yesus ini sebagian besar adalah orang-orang yang mengalami langsung mukjizat tersebut. Mereka mungkin kekenyangan dan tertidur setelah perut mereka terisi, sehingga mereka tidak tahu kemana Yesus sudah pergi. Mereka pun bergebas pergi ke Kapernaum untuk mencari Yesus.

Dan mereka pun menemukan Yesus di seberang danau, lantas bertanya kapan Yesus sampai disana. Lalu "Yesus menjawab mereka: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya kamu mencari Aku, bukan karena kamu telah melihat tanda-tanda, melainkan karena kamu telah makan roti itu dan kamu kenyang." (ay 26). Perhatikan bahwa Yesus tahu bahwa motivasi mereka keliru. Mereka mengejar mencari Yesus bukan karena mengerti esensi dari mukjizat yang Tuhan Yesus lakukan pada malam sebelumnya melainkan karena mereka sudah dibuat Yesus makan sampai kenyang dan ingin mendapatkan lagi, bahkan kalau bisa mungkin lebih.

Selanjutnya Yesus menyampaikan apa yang seharusnya mereka pahami dari mukjizat itu. "Bekerjalah, bukan untuk makanan yang akan dapat binasa, melainkan untuk makanan yang bertahan sampai kepada hidup yang kekal, yang akan diberikan Anak Manusia kepadamu; sebab Dialah yang disahkan oleh Bapa, Allah, dengan meterai-Nya." (ay 27). Yesus mengigatkan mereka agar jangan mengejar makanan yang bisa busuk dan rusak, yang ketahanannya sangat singkat tetapi kejarlah makanan yang bisa bertahan sampai pada hidup yang kekal. Lebih dari roti yang bisa kadaluarsa dan segera busuk dalam beberapa hari, roti yang memberi makan untuk kehidupan kekallah yang diberikan oleh Tuhan Yesus kepada manusia.

Agaknya mereka yang mencari Yesus ini bingung dengan ucapan Yesus. "Lalu kata mereka kepada-Nya: "Apakah yang harus kami perbuat, supaya kami mengerjakan pekerjaan yang dikehendaki Allah?" (ay 28). Lalu "Jawab Yesus kepada mereka: "Inilah pekerjaan yang dikehendaki Allah, yaitu hendaklah kamu percaya kepada Dia yang telah diutus Allah." (ay 29).


(bersambung)


Thursday, July 19, 2018

Motivasi Mencari Yesus dalam Yohanes 6 (1)

 Ayat bacaan: Yohanes 6:24
================
"Ketika orang banyak melihat, bahwa Yesus tidak ada di situ dan murid-murid-Nya juga tidak, mereka naik ke perahu-perahu itu lalu berangkat ke Kapernaum untuk mencari Yesus."

Suatu kali ada seorang teman yang mampir ke rumah. Ia kebetulan sedang lewat tidak jauh dari rumah saya dalam perjalanannya menuju ke rumah rekan kerjanya. Karena sudah lama tidak ketemu, ngobrolnya pun ramai karena masing-masing punya cerita atau pengalaman-pengalaman menarik. Tidak terasa kami sudah ngobrol selama lebih kurang 2 jam, dan saya pun menanyakan kepadanya, apakah ia nanti tidak terlambat ketemu temannya? Jangan sampai gara-gara keasyikan ngobrol rencana semula malah jadi terganggu, atau malah batal. Ia berkata tidak apa-apa. Ia masih ingin berbicara dengan saya. Ia jadinya baru pulang saat sudah larut malam, dan batal ke rumah rekannya. Padahal tujuan utamanya melewati daerah saya karena ingin kesana, tapi ditengah jalan tujuannya malah berubah.

Begitulah tujuan kita seringkali berubah di tengah jalan karena satu dan lain hal. Masih untung jika hanya seperti teman saya tadi yang perubahan tujuannya tidak menyebabkan hal-hal buruk. Tapi dalam kehidupan kita, perubahan tujuan atau berbeloknya arah kita dari jalan yang benar seringkali mendatangkan konsekuensi serius yang bisa berakibat buruk bagi kita baik saat ini maupun di masa depan. Satu sekuens hidup yang salah akan mengarah pada sekuens salah berikutnya. Semakin panjang sekuens salahnya, semakin jauh pula kita dari jalan yang benar. Itu bisa berakibat terbuangnya waktu, tenaga dan sebagainya secara sia-sia dan kerugian lainnya yang bisa jadi terlanjur sulit untuk diperbaiki.

Dalam mengikut Yesus banyak juga orang yang mengalami hal ini. Mulanya mungkin didasari pertobatan dan kerinduan untuk selamat, tapi kemudian motivasi menjadi bergeser keluar jalur. Bukan lagi karena kerinduan itu melainkan karena mengejar hal-hal yang dikejar dunia seperti kemakmuran, kekayaan, jabatan dan sebagainya. Ada pula yang sejak semula sudah memiliki paradigma dan tujuan yang salah dalam mengikut Yesus. Saat sedang sakit, hampir dilanda kebangkrutan, terbelit hutang, ingin dapat kerja, dapat jodoh atau berbagai daftar kebutuhan mendesak lainnya seringkali menjadi alasan utama untuk mengikut Yesus. Nanti kalau sudah dapat, Yesus ditinggalkan lagi. Atau apabila harapan tidak terpenuhi sesuai waktu yang diinginkan, mereka pun akan segera beralih mencari alternatif lainnya. Itu kerap terjadi, ditambah banyaknya gereja yang secara keliru mengiming-imingkan hal yang sama.

Apakah Tuhan tidak bisa melakukan itu semua? Apakah salah untuk berharap pertolongan dari Tuhan? Tentu tidak salah, dan Tuhan lebih dari sanggup dan mau untuk melakukannya. Masalahnya, semua itu seharusnya bukan menjadi dasar bagi keputusan kita untuk mengikutiNya, menjadi muridNya, menjadikanNya sebagai Tuhan dan Juru Selamat satu-satunya. Berbagai doktrin teologi kemakmuran semakin memperparah kekeliruan orang dalam memandang pentingnya untuk menerima Kristus dalam hidup mereka. Dengan pemahaman hanya mencari kemakmuran, kesembuhan, kekayaan dan sebagainya, kita bisa terjebak pada tipu muslihat di jahat untuk semakin menjatuhkan kita kepada motivasi yang salah dalam mengikuti Yesus.

Ketika orang mengira bahwa ada jaminan kemakmuran yang datang secara instan begitu mereka mengikuti Yesus, mereka bisa kecewa karena yang sering terjadi tidaklah demikian. Seperti yang saya alami dan banyak orang lainnya, Tuhan lebih suka membentuk diri kita terlebih dahulu untuk siap menerima berkat-berkatNya, dan seringkali itu bukan sesuatu yang mudah. Sebuah bentuk pengertian akan kemakmuran dalam konsep keliru bisa menyesatkan kita, terlebih apabila kita belum memahami betul prinsip-prinsip Kerajaan mengenai berkat, keselamatan dan sebagainya. Saat saya bertobat dan menerima Kristus sebagai Tuhan dan Juru Selamat saya, saya justru diremukkan benar-benar bukan hanya sebentar tapi selama tidak kurang dari 5 tahun. Semua ego, kesombongan, ketergantungan akan uang, prinsip-prinsip pemikiran saya yang tercemari selama bertahun-tahun oleh prinsip dunia dikikis. Jadi mau mencari kemakmuran dengan mengikut Yesus? You may be dissapointed. 

(bersambung)


Wednesday, July 18, 2018

Hanas, Kayafas dan Yohanes Pembaptis (3)

(sambungan)

Buat teman-teman yang saat ini sedang melayani hendaklah memperhatikan baik-baik motivasi anda dalam melayani. Jika tidak waspada, kita bisa kehilangan Roh Tuhan karena motivasi kita melenceng dalam melakukan pelayanan, dan tentu tidak satupun dari kita yang mau. Jangan sampai mandat kita melayani dicabut Tuhan sehingga semua yang kita lakukan menjadi sia-sia. Tidak ada lagi gunanya, tenaga, waktu dan sebagainya terpakai tapi tidak lagi berkenan di mata Tuhan. Itu bisa terjadi kalau motivasi kita, baik sadar atau tidak, sudah melenceng dari yang seharusnya.

Yesus sendiri menunjukkan bahwa memastikan terlebih dahulu motivasi yang benar sangatlah penting sebelum seseorang memutuskan untuk mengikutiNya. Itu bisa terlihat dalam ayat berikutnya. Ketika Yesus melihat murid-murid Yohanes mengikutiNya, Yesus bertanya: "Apakah yang kamu cari?" (ay 38).

Pertanyaan yang sama berlaku kepada kita yang melayani hari ini. "Apa yang anda cari?" Apa yang anda cari dari kegiatan anda turut melayani? Apakah pamor, popularitas, melayani agar mendapat berkat melimpah, sebagai sarana menyogok Tuhan agar jauh/bebas dari masalah, dijadikan profesi untuk mencari uang, atau semata-mata karena mengasihi Tuhan dan rindu lebih banyak lagi orang bisa mengenal Kristus? Apakah pelayanan yang anda lakukan saat ini sudah diikuti oleh sikap hidup yang benar, yang bisa dijadikan kesaksian dan teladan bagi orang lain?

Bagi pelayan-pelayan Tuhan di segala posisi, baik worship leader, musisi, diaken, pendeta, gembala dan sebagainya, belajarlah dari sikap hati Yohanes Pembaptis. Jangan sampai pelayanan anda menunjuk pada diri sendiri dan kemudian melakukan kesalahan seperti kedua Imam Besar tadi. Pelayanan sejati haruslah menunjuk pada Kristus, bukan pada diri sendiri.

Tiga kali Yesus bertanya pada Petrus, "Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?" Tiga kali pula Petrus menjawab "Benar Tuhan, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau." Dan jawaban Yesus kemudian pun tiga kali diulang: "Gembalakanlah domba-domba-Ku." (Yohanes 21:15-17). Dari percakapan Yesus dan Petrus ini kita bisa belajar bahwa motivasi yang terutama dalam pelayanan adalah karena anda dan saya mengasihi Yesus. Itulah yang seharusnya menjadi sumber utama atau dasar bagi kita dalam melayani. Jika motivasi kita sampai melenceng, akibatnya sungguh tidak main-main beratnya, sebab Tuhan berfirman: "Siapa yang tidak mengasihi Tuhan, terkutuklah ia." (1 Korintus 16:22).

Oleh karena itu sangatlah penting untuk memastikan bahwa kita sudah mendasari pelayanan kita dengan motivasi yang benar. Bukan karena kehebatan kita, bukan karena berbagai motivasi yang dipengaruhi oleh hal-hal yang dipercaya dunia mendatangkan kebahagiaan atau kesejahteraan, bukan karena mengejar harta kekayaan, popularitas, pamor, pangkat atau jabatan dan sebagainya, bukan karena kita ingin meninggikan diri supaya dikagumi orang melainkan semata-mata karena kasih, karena kita mengasihi Kristus dan mengasihi sesama. Jadi jika ada yang bertanya, secara singkat seperti apa pelayanan sejati itu? Pelayanan sejati adalah pelayanan yang menunjuk pada Yesus Kristus.

Miliki hati seperti Yohanes Pembaptis, bukan Hanas dan Kayafas dalam melayani

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Tuesday, July 17, 2018

Hanas, Kayafas dan Yohanes Pembaptis (2)

(sambungan)

Pada periode masa yang disebutkan dalam Lukas 3 tadi, Hanas dan Kayafas lah yang tengah menjabat sebagai Imam Besar. Itu artinya merekalah yang seharusnya menjadi perantara atau penyampai pesan Tuhan. Tapi lihatlah ayat bacaan hari ini mengatakan sesuatu yang, seperti yang sudah saya sebutkan tadi, terbilang aneh.

"pada waktu Hanas dan Kayafas menjadi Imam Besar, datanglah firman Allah kepada Yohanes, anak Zakharia, di padang gurun." (Lukas 3:2).

Ketika Hanas dan menantunya Kayafas disebutkan ada di posisi Imam Besar, seharusnya Firman Tuhan datang kepada mereka sesuai jabatan mereka sebagai wakil Tuhan di dunia. Tapi ternyata bukan itu yang terjadi. Dalam ayat bacaan kit hari ini dengan jelas disebutkan bahwa Firman Tuhan bukannya datang pada Hanas dan Kayafas melainkan datang pada Yohanes, anak Zakharia. Bukan di Bait Allah tempat mereka berada, tapi justru di padang gurun. Ini jelas sesuatu yang aneh.

Apakah Tuhan berniat melecehkan jabatan Imam Besar yang Dia tetapkan sendiri? Dari apa yang kita lihat dalam Alkitab, ternyata Imam Besar pada masa itu sudah berubah motivasinya. Dan Tuhan memutuskan untuk tidak lagi berfirman melalui mereka. Hanas dan Kayafas motivasinya sudah melenceng menunjuk pada diri sendiri. Ketika mereka seharusnya menjadi rekan sekerja Tuhan, wakil Tuhan di dunia untuk menyampaikan pesan-pesan Tuhan, ternyata mereka malah berubah menjadi musuh Tuhan dengan menjadi bagian dari penyaliban Yesus Kristus. Dalam Yohanes 18:19-23 kita bisa melihat bahwa Yesus dibawa ke hadapan Hanas untuk diinterorgasi. Lalu setelah itu Yesus dibawa menghadap Kayafas, dimana disanan sudah berkumpul para ahli Taurat dan tua-tua untuk diadili (Matius 26:57-68).

Lihatlah bagaimana jabatan, kekuasaan, kekayaan, pengaruh dan sebagainya, bisa membutakan mata para pemimpin seperti Hanas dan Kayafas sehingga akhirnya mereka tidak lagi disertai Roh Tuhan. Bukannya menjadi perantara Tuhan, mereka malah memusuhi Yesus bahkan seperti yang saya sebut tadi, berperan aktif dalam penangkapan dan penyaliban Yesus. Maka Tuhan mengambil keuputusan untuk memilih Yohanes, orang yang tidak menyandang gelar apa-apa, dan pada waktu itu sedang berada di padang gurun.

Imam Besar sudah cemar oleh keduniawian, jadi Tuhan harus memilih orang lain. Tapi kenapa Tuhan pilih Yohanes Pembaptis? Apa yang mendasari keputusan itu, apa yang membedakan Yohanes dari orang lain pada masa itu? Yohanes punya hati yang jauh berbeda dengan Imam Besar Hanas dan Kayafas. Yohanes hatinya bersih sehingga bisa mendengar suara Tuhan, ia taat dan tidak meninggikan diri. Yohanes tidak membawa murid-muridnya untuk berpusat pada dirinya, melainkan membawa mereka kepada Yesus Kristus.

Mari kita lihat ayat ini sebagai sebuah contoh nyata. "Pada keesokan harinya Yohanes berdiri di situ pula dengan dua orang muridnya. Dan ketika ia melihat Yesus lewat, ia berkata: "Lihatlah Anak domba Allah!" Kedua murid itu mendengar apa yang dikatakannya itu, lalu mereka pergi mengikut Yesus."(Yohanes 1:35-37).

Lihatlah bahwa Yohanes menunjuk pada Yesus dan mengarahkan murid-muridnya untuk mengikuti Yesus, bukan dirinya. Sepeerti itulah hati yang dimiliki Yohanes, dan itulah yang membuat Tuhan mengarahkan mataNya kepada Yohanes dan meninggalkan kedua Imam Besar tersebut.

(bersambung)


Monday, July 16, 2018

Hanas, Kayafas dan Yohanes Pembaptis (1)

Ayat bacaan: Lukas 3:2
==================
"pada waktu Hanas dan Kayafas menjadi Imam Besar, datanglah firman Allah kepada Yohanes, anak Zakharia, di padang gurun."

Seorang leader tim musik di sebuah gereja yang saya kenal dekat pada suatu kali bercerita mengenai kesulitan yang tengah ia hadapi. Setiap minggunya ia harus menyusun jadwal pemain di ibadah umum, ibadah remaja dan untuk anak-anak sekolah minggu. Yang bikin dia pusing, banyak yang rebutan mau main di ibadah umum tapi begitu susahnya dapat pemain yang bersedia untuk main di sekolah minggu. "Melayani Tuhan kok pilih-pilih ya.." katanya sambil geleng kepala dan menghela nafas. Saya pun merasa miris mendengarnya. Ini bukan kali pertama saya mendengar permasalahan seperti ini. apa Persembahan Kasihnya beda? Menurutnya sama. Kalaupun beda, itu tentu tidak boleh dijadikan alasan untuk pilih-pilih. Kalau bukan itu, mungkin mereka ingin tampil bak musisi tenar di panggung, di hadapan 'penonton' yang lebih banyak dan bukan anak-anak. Siapa tahu disana ada produser, atau yang sedang butuh band atau penampil keren, itu bisa menjadi alasan mereka untuk berebutan main di ibadah umum dan menolak main buat sekolah minggu.

Menyedihkan saat melihat orang yang melayani punya sikap seperti itu. Tapi itu menunjukkan bahwa motivasi orang dalam melayani memang beda-beda. Di permukaan tampaknya semua rindu melayani Tuhan, tapi ada motivasi-motivasi pribadi yang bisa mengaburkan atau bahkan mencemarkan niat yang seharusnya. Belum lagi banyak pemain musik yang pada pindah ke gereja yang lebih besar. Ada yang jumlah pemain musiknya berlebih, ada yang sangat kekurangan sehingga pemain yang tersedia harus merangkap main. Seorang pemimpin pujian di sebuah gereja berkata bahwa ia sering harus memimpin pujian sambil main keyboard karena kekurangan pemain.

Yang juga lumayan sering terjadi adalah gesekan antar orang yang sama-sama melayani di tempat yang sama, atau antara mereka dengan pemimpin bahkan dengan gembala atau gerejanya. Maka kita sering melihat orang berpindah gereja. Motivasi seseorang dalam melayani sebenarnya juga bisa terlihat dari bagaimana reaksi mereka dalam menghadapi gesekan. Masih mending kalau kepindahannya semata-mata karena kebutuhan rohaninya, ada yang pindah karena mendapat tawaran lebih baik atau tinggi dari gereja lain. Ini baru beberapa masalah yang pernah saya dengar dari sekian banyak masalah lainnya. Itulah gambaran yang kurang baik yang terjadi di kalangan pelayan Tuhan hari ini.

Kalau Tuhan Yesus sudah mengatakan bahwa "tuaian memang banyak, tetapi pekerja sedikit" (Matius 9:37), jumlahnya akan jauh lebih sedikit lagi kalau bicara soal mereka yang melayani dengan motivasi yang benar. Ada begitu banyak motivasi yang mungkin menjadi dasar bagi seseorang untuk melayani, seperti halnya dalam profesi maupun pekerjaan sehari-hari. Mungkin saja motivasi awalnya tulus, tapi seiring waktu apabila tidak diperhatikan motivasi bisa berubah dan mengarah kepada keinginan atau kepentingan bahkan keuntungan pribadi seperti cari jabatan, status, ketenaran, popularitas, mencari uang, ingin terlihat hebat, semua ini hanyalah sebagian contoh motivasi yang bisa saja muncul mendasari kegiatan pelayanan, baik disadari maupun tidak.

Mari kita lihat sebuah kejadian amej yang terjadi pada masa negeri Yudea berada di bawah kekaisaran Romawi dan dipimpin oleh kaisar Tiberius. Lukas pasal 3 mencatat bahwa pada masa itu yang memegang status sebagai Imam Besar adalah Hanas dan Kayafas.

Seperti apa posisi imam Besar itu? Kalau kita lihat sejarahnya, jabatan Imam Besar ini pertama sekali diberikan kepada Harun melalui sebuah tanda berupa tongkat Harun yang berbunga diantara imam-imam Lewi lainnya. (tentang hal ini bisa dibaca dalam Bilangan 17). Karena Allah sendiri yang mengangkat Harun sebagai Imam Besar, maka jelas jabatan ini sangat penting sebagai wakil Tuhan di dunia ini atau dengan kata lain sebagai penyambung lidah Tuhan. Sebelum karya penebusan Yesus menyelamatkan kita dan memulihkan hubungan dengan Tuhan, manusia sangat bergantung pada para Imam Besar ini. Orang yang memegang jabatan Imam Besar yang biasanya berlaku seumur hidup dituntut untuk senantiasa hidup benar dan kudus karena merupakan "perpanjangan tangan" Tuhan di dunia ini untuk menyampaikan pesan-pesanNya kepada umatNya.

(bersambung)


Sunday, July 15, 2018

Motivasi Mengikut Yesus : Kisah Yesus di Bait Allah (3)

(sambungan)

Ini adalah hal yang ironis dan keterlaluan. Kita harus sadar bahwa Tuhan sudah terlebih dahulu mengasihi kita. Hal ini diingatkan oleh Yohanes dalam ayat yang bunyinya "Kita mengasihi, karena Allah lebih dahulu mengasihi kita." (1 Yohanes 4:19). Cinta yang dimiliki Tuhan atas kita manusia sungguh teramat sangat besar. Bayangkan Tuhan yang begitu besar mau repot-repot mengurusi manusia di dunia yang sangat kecil di tengah luasnya alam semesta yang tak terukur yang sudah Dia ciptakan. Demi menyelamatkan manusia yang kecil itu, Dia bahkan rela mengambil rupa seorang hamba, disiksa dan mati di atas kayu salib. Itu membuat kita dilayakkan menerima keselamatan yang kekal, bukan binasa.

Apa yang menggerakkan Tuhan untuk itu bukanlah untuk keuntungan diriNya. Perhatikan ayat berikut: "Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal." (Yohanes 3:16). Lihatlah bahwa misi penyelamatan yang mencengangkan itu hadir karena didasari cinta kasih yang begitu besar kepada kita. Itulah motivasi Tuhan. Sebuah kasih ternyata bisa menggerakkan Tuhan untuk menyelamatkan kita secara langsung lewat penebusan Kristus. Kalau kita menyadari betapa Tuhan begitu mengasihi kita dan menganggap kita yang penuh dosa ini begitu berharga dan layak dicintai, bukankah kita seharusnya bersyukur tiada habisnya dan akan berusaha keras untuk tidak mengecewakanNya? Tidakkah keterlaluan jika kita malah berhitung untung rugi untuk menjadi pengikut Yesus? Maka wajarlah jika Yesus pun begitu marah ketika melihat orang-orang yang datang mencari Tuhan untuk mencari keuntungan pribadi.

Ada pula orang yang berusaha mencari pembenaran lewat mengambil ayat-ayat secara sepihak tanpa melihat konteksnya dengan benar. Bahkan ada yang berusaha menggabungkan antara mengikut Tuhan dan mengejar harta kekayaan duniawi. Kita sudah diingatkan Yesus bahwa kita tidak akan pernah bisa mengabdi kepada dua tuan. "Tak seorangpun dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian, ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon." (Matius 6:24). Dengan demikian prioritas haruslah jelas, motivasi kita pun juga harus benar.

Ingatlah bahwa "Kristus telah mati untuk semua orang, supaya mereka yang hidup, tidak lagi hidup untuk dirinya sendiri, tetapi untuk Dia, yang telah mati dan telah dibangkitkan untuk mereka." (2 Korintus 5:15). Penebusan hadir didasari kasih Bapa yang begitu besar, dan sudah seharusnya kita pun mendasari iman kita kepadaNya atas dasar kasih. Karena kita mengasihi Tuhan dengan segenap hati, jiwa, raga dan roh kita. Karena kita tahu bahwa Yesus adalah Tuhan dan Juru selamat, didalamNya ada pengharapan, ada kepastian dan jaminan keselamatan. Semua Dia berikan atas dasar kasihNya yang begitu besar pada kita, dan oleh karenanya sudah seharusnya kita pun mengasihiNya tanpa memandang untung rugi tentang hal-hal yang sifatnya fana.

Apa yang menjadi motivasi kita hari ini untuk menerima Yesus? Apakah kita masih berpikir untuk mendapatkan laba besar, bisnis lancar, karir meningkat, jodoh datang, sakit disembuhkan, dan sebagainya, atau semata-mata karena kita mengasihi Yesus, yang sudah terlebih dahulu mengasihi kita justru ketika kita masih berlumur dosa? Mari periksa motivasi kita hari ini. Jika kita masih menemukan motivasi-motivasi untuk mencari keuntungan, berubahlah sekarang juga agar kita jangan sampai menuai murka Tuhan dalam hidup kita.

"False teaching: Come to Jesus to get health/wealth/prosperity. No. Come to Jesus to get Jesus." - Pastor David Platt

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Saturday, July 14, 2018

Motivasi Mengikut Yesus : Kisah Yesus di Bait Allah (2)

(sambungan)

Jika pasangan kita mengatakan bahwa ia menikah dengan kita hanya karena cari keuntungan bukan karena cinta, perasaan kita tentu hancur. Kita akan merasa sedih, kecewa bahkan sakit dalam hati. Bagaimana dengan Tuhan yang mendapati anak-anakNya berlaku seperti ini? Bukankah Dia pun akan sedih, kecewa, hancur hati dan lebih berhak marah setelah memberi segalanya buat kita? Kita bisa melihat contoh akan hal ini dari kisah yang mencatat kemarahan Yesus yang begitu besar di Bait Allah pada sebuah Hari Paskah Yahudi.

Pada hari itu Yesus pergi ke Yerusalem dan datang ke Bait Suci. Saat tiba disana, Yesus lihat pemandangan yang sungguh buruk di hadapanNya. Seperti inilah situasi yang Dia lihat. "Dalam Bait Suci didapati-Nya pedagang-pedagang lembu, kambing domba dan merpati, dan penukar-penukar uang duduk di situ." (Yohanes 2:14). Gereja ternyata sudah berubah fungsi menjadi pasar. Bayangkan di Bait Suci itu bukan berisi orang-orang yang ingin menyembah dan memuliakan Tuhan, bukan berisi orang-orang yang rindu untuk bertemu dan mendengar Tuhan, tetapi justru penuh dengan para pedagang beserta hewan dagangannya, ditambah lagi para penukar uang alias money changer kalau dijaman sekarang. Mereka semua melakukan bisnisnya disana.

Selayaknya pasar, kita bisa bayangkan betapa hiruk pikuknya suasana di Bait Suci yang kudus pada saat itu. Pemandangan seperti itu sangatlah menyakiti hati Yesus. Dan Yesus pun marah besar. "Ia membuat cambuk dari tali lalu mengusir mereka semua dari Bait Suci dengan semua kambing domba dan lembu mereka; uang penukar-penukar dihamburkan-Nya ke tanah dan meja-meja mereka dibalikkan-Nya. Kepada pedagang-pedagang merpati Ia berkata: "Ambil semuanya ini dari sini, jangan kamu membuat rumah Bapa-Ku menjadi tempat berjualan." (ay 15-16).

Mari kita lihat lebih jauh akan kejadian ini. Yesus tidak menunjukkan kemarahan saat Dia dihina, ditinggalkan, difitnah, bahkan saat disiksa dan disalib hingga mati. Yesus tidak marah malah mendoakan dan mengampuni orang-orang yang menyiksa diriNya sedemikian rupa dengan sangat sadis sampai mati. Secara logika sederhana, apa yang Yesus alami tentu jauh lebih serius daripada sekedar melihat orang berdagang di rumah. Mengalami siksaan seperti itu seharusnya akan memancing kemarahan lebih besar. Jika anda jadi Tuhan Yesus yang memegang kunci Surga dan bisa melakukan apapun, mungkin anda sudah memusnahkan saja semua orang jahat itu dalam sekejap mata. Toh mereka orang jahat, ya sudah sepantasnya itu yang mereka terima atas perbuatannya. Demikian cara berpikir manusia, tapi ternyata Yesus memandangnya berbeda. Semua itu tidak memancing kemarahan Yesus. Yesus tetap tenang menjalani dan menggenapi semuanya seperti apa yang dikehendaki Bapa. Tapi melihat orang-orang berdagang di Bait Suci, kemarahan Yesus timbul. Kalau kita lihat di dalam Alkitab, momen ini adalah momen satu-satunya yang membuat Yesus marah. Jika Yesus yang begitu sabar dan lembut hati hingga bisa marah seperti itu, tentu itu merupakan hal yang teramat sangat serius. Mengapa bisa demikian?

Fakta yang bisa kita lihat dengan jelas, kemarahan Yesus dipicu oleh banyaknya orang yang mencari untung memanfaatkan bait Allah dengan berdagang. Kita mungkin bisa berkata bahwa kita kan tidak berdagang sapi atau burung di gereja, apalagi buka money changer segala? Tetapi sadarkah kita bahwa ada banyak orang yang mencari Tuhan hanya untuk keuntungan semata? Dalam ayat 21 dikatakan: "Tetapi yang dimaksudkan-Nya dengan Bait Allah ialah tubuh-Nya sendiri." 

Ini jelas berbicara mengenai motivasi dalam mengikuti Yesus. Ada banyak orang yang mau mengikut Yesus agar bisnisnya lancar, bisa mendapat untung besar, berharap selamat dari ancaman kebangkrutan, berharap dilancarkan dan sebagainya. Ada banyak pula orang yang berharap bisa mendapat jodoh, karirnya naik, sembuh dari penyakit dan seterusnya. Tentu saja Tuhan bisa menyediakan itu semua, itu tidak perlu diragukan. Tetapi semua itu seharusnya bukan menjadi prioritas utama untuk dikejar, apalagi kalau dipakai sebagai motivasi utama mengikut Yesus. Seandainya kita diberitahu bahwa mengikut Yesus berarti harus siap sangkal diri, pikul salib, harus mengalami penderitaan, masihkah kita mau dengan yakin untuk mengikutiNya? Kalau mendengar itu, bakal banyak yang akan langsung mengundurkan diri. Mereka inilah yang meletakkan motivasi yang salah dalam mengikut Yesus.Mereka hanya melihat Tuhan sebagai pemberi berkat sebagai motivasi utama, dan bukan karena mereka mengasihi Tuhan.

(bersambung)


Friday, July 13, 2018

Motivasi Mengikut Yesus : Kisah Yesus di Bait Allah (1)

Ayat bacaan: Yohanes 2:14
=====================
"Dalam Bait Suci didapati-Nya pedagang-pedagang lembu, kambing domba dan merpati, dan penukar-penukar uang duduk di situ."

Bagi anda yang sudah menikah, apa alasan anda menikahi pasangan anda? Semoga alasannya karena anda mencintainya. Ada begitu banyak alasan atau motivasi yang bisa menjadi dasar sebuah hubungan. Selain karena cinta, bisa juga karena harta, ingin status yang lebih baik, popularitas, ada juga yang karena sudah terlanjur melakukan hubungan terlarang, sudah kelamaan pacaran, karena dijodohkan orang tua atau bisa pula karena kasihan. Kalau karena cinta saja masih banyak yang kandas, apalagi kalau didasari oleh motivasi-motivasi lainnya. Motivasi yang lemah akan membuat sebuah hubungan rapuh, dan motivasi yang salah akan menyebabkan hasil yang buruk, bahkan kehancuran.

Seperti contoh dalam renungan kemarin, hubungan pertemanan pun bisa didasari banyak motivasi buruk. Ingin mendapatkan fasilitas, kemudahan, cari keuntungan bisa menjadi beberapa alasan diantaranya. Hubungan yang didasari mencari keuntungan, memanfaatkan juga tidak akan baik hasilnya karena dimulai oleh motivasi atau tujuan yang buruk. Kalau dalam keadaan aman semua tampak baik, kekuatan dan kemurnian motivasi sebuah hubungan biasanya terlihat saat ada masalah. Disanalah kemurnian hubungan itu akan teruji.

Jika dalam menjalin hubungan dengan sesama manusia saja kita perlu memeriksa betul apakah motivasi kita sudah baik dan benar atau belum dan tidak, dalam menjalin hubungan dengan Tuhan pun sama. Dia sudah terlebih dahulu menyatakan kasihNya dengan menciptakan kita secara istimewa seperti rupa dan gambarNya sendiri dan kemudian bahkan melakukan sesuatu yang sangat besar dengan menganugerahkan kasih karunia keselamatan kepada manusia yang sebenarnya tidak layak menerimanya. Tapi bagaimana dengan manusia? Apa reaksi kita? Apabila anda ditanya, mengapa anda mengikuti Yesus, apa yang jadi jawaban kita?

Pertanyaan ini mungkin sepertinya mudah dijawab tetapi pada kenyataannya tidaklah demikian. Kita mudah mengatakan karena kita mengasihiNya seperti halnya Dia mengasihi kita, tapi belum tentu itu alasan jujurnya. Bisa jadi, karena memang sudah turun temurun karena dilahirkan di lingkungan kristen, bisa pula karena mengharapkan banyak kemudahan, ingin kaya, makmur, mengharapkan pertolongan dan lain-lain yang sifatnya fana, hanya untuk kenyamanan hidup di dunia  yang singkat ini. Banyak orang yang mau mengikut Yesus hanya didasari pada faktor untung rugi, hanya ingin mengeruk keuntungan dan bukan karena mengasihiNya. Yang memiliki motivasi seperti ini hanya ingin meminta dan mendapat tanpa mau memberi dengan membangun hubungan satu arah saja. Mereka mencari Yesus karena berharap berkat-berkat duniawi dan mengira bahwa mereka tidak lagi perlu melakukan apa-apa. Jika mereka tidak menerima apa-apa, mereka pun akan kecewa, menjelek-jelekkan Tuhan dan pergi mencari alternatif-alternatif lain.

Seperti yang saya sampaikan kemarin, banyak yang bingung dengan status sebagai anak Raja. Mereka hanya melihat status mentereng yang akan membuat seorang anak berhak menerima warisan ayahnya tapi menolak untuk memikul tanggung jawab. Tidak mau mengasihi ayahnya yang sudah begitu baik menyediakan segalanya buat dirinya, tidak mau pula menjaga nama baik ayahnya. Dan itu banyak terjadi hari ini, bahkan di kalangan pelayan Tuhan sekalipun.

Alangkah indahnya apabila kita mengikuti Yesus karena kita mengasihiNya yang sudah terlebih dahulu mengasihi kita dan sudah menganugerahkan begitu banyak karunia termasuk keselamatan yang sebenarnya tidaklah layak kita terima. Tuhan yang sangat menyayangi dengan kasih setia dan selalu ada bersama kita. Alangkah indahnya apabila saat kita belum atau tidak memperoleh apa yang kita minta, kita tetap ikut Yesus dan taat pada perintahNya. Alangkah indahnya kalau hubungan kita dengan Yesus didasari iman yang percaya bahwa Dia adalah Tuhan dan Juru selamat, didalamnya ada keselamatan, di dalamnya ada harapan, di dalamnya ada kuasa dan kekuatan. Sayangnya banyak yang hanya mencari keuntungan, berhitung untung rugi dalam mengikut Yesus. Beribadah pun hanya karena mengharapkan sesuatu, bukan lagi didasari kasih kepada Tuhan.

(bersambung)


Thursday, July 12, 2018

Motivasi Mengikut Yesus (5)

(sambungan)


Status yang kita sandang adalah anak Raja, berhak sebagai ahli waris yang artinya menerima janji-janji Allah. Itu disebutkan dalam Roma 8:17. Tapi jangan lupa bahwa seperti yang dikatakan Yesus di atas, status anak Raja kita bukan berarti kita boleh tinggi hati melainkan harus memiliki hati hamba. Dan saya suka menyebut status ini sebagai anak Raja berhati hamba. Jika kita ingin menjadi salah satu yang terdepan di antara pengikut-pengikut Kristus, kita bukannya harus meninggikan diri kita dalam kekuasaan dan membiarkan ambisi jahat mencemarkan kita, apalagi menyalah-gunakan status yang kita sandang demi keuntungan atau kepentingan diri sendiri, tapi justru kita harus semakin merendahkan diri kita hingga menjadi seorang pelayan dan hamba.

Dikemudian hari Petrus mengingatkan kembali tentang hal ini, "Karena itu rendahkanlah dirimu di bawah tangan Tuhan yang kuat, supaya kamu ditinggikan-Nya pada waktunya" (1 Petrus 5:6). The only way up is by going down. If we humble ourselves before God, He will exalt us in due time. Dunia tidak mengenal prinsip ini, tapi inilah prinsip Kerajaan Surga. Kita anak-anak Tuhan menyandang status sebagai anak Raja, anak dari Raja diatas segala raja. Tapi Kerajaan Surga tidaklah seperti kerajaan di dunia, dimana siapa mereka bisa berkuasa secara absolut sesuka hatinya karena punya kuasa untuk itu. Dalam Kerajaan surga justru kita diminta untuk memiliki kerendahan hati, mau melayani orang lain yang paling hina sekalipun dengan sebentuk hati seorang hamba.

Seperti yang sudah saya singgung di atas, memiliki hati hamba dan kerendahan hati untuk melayani berarti pula bahwa kita harus melakukannya dengan penuh kasih, yang menjadi inti sari dari kekristenan. Paulus mengingatkan hal ini: "Lakukanlah segala pekerjaanmu dalam kasih!" (1 Korintus 16:14).

Seperti apa bentuk kasih itu? "Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran. Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu." (1 Korintus 13:4-7). Inilah bentuk kasih yang harus dimiliki oleh pengikut Yesus yang tidak akan ada apabila kita masih bersikap egois, berambisi mencari kemudahan dan keuntungan duniawi dan merasa paling hebat atau paling mulia.

Pada akhirnya, it's not about how high we rise, but it's about how low we go down. Kita harus benar-benar memahami prinsip-prinsip Kerajaan Surga dan tidak mencampur-adukkannya dengan prinsip atau cara pikir dunia. Sudahkah kita memiliki sikap anak Raja yang benar menurut Kerajaan Allah? Apakah kita tahu tujuan yang sebenarnya untuk mengikut Yesus? Apakah kita masih mengejar pemenuhan kebutuhan duniawi yang berkelimpahan, keamanan, kenyamanan, kekayaan, kekuasaan, keistimewaan dan sebagainya sebagai alasan untuk mengikut Yesus tapi menolak untuk menyangkal diri, memikul salib dan meminum cawan yang sama dengan yang harus diminum Yesus? Hari ini mari perhatikan betul motivasi kita dalam mengikut Yesus, agar jangan sampai pemahaman keliru membuat semuanya berakhir sia-sia.

Kita tidak mengerti apa yang kita minta apabila kita hanya menginginkan kemuliaan dari mahkota sebagai anak Raja tanpa menyadari kewajiban untuk menyangkal diri dan memikul salib

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Wednesday, July 11, 2018

Motivasi Mengikut Yesus (4)

(sambungan)


- Meninggikan diri sendiri

Apa yang membuat kedua saudara ini merasa berhak lebih dari para murid lainnya? Apakah karena mereka diberi Yesus julukan anak-anak guruh sehingga mereka merasa lebih istimewa? Entahlah. Tapi yang jelas, permintaan mereka menunjukkan bahwa mereka ingin berada lebih tinggi dibanding para murid lainnya. Itu sebuah bentuk sikap yang meninggikan diri sendiri.

Kita harus sadar bahwa prinsip Kerajaan Surga dalam memandang siapa yang terbesar berbeda dengan cara pandang dunia. Lihatlah apa yang Yesus katakan dalam Matius 18:1-4. Pada saat itu para murid mendatangi Yesus dan menanyakan siapa yang terbesar di dalam Kerajaan Surga. Yesus menjawab dengan memakai seorang anak kecil sebagai peraga, "lalu berkata: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika kamu tidak bertobat dan menjadi seperti anak kecil ini, kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga. Sedangkan barangsiapa merendahkan diri dan menjadi seperti anak kecil ini, dialah yang terbesar dalam Kerajaan Sorga." (ay 3-4). Jadi jelaslah bahwa kebesaran dalam Kerajaan Allah itu diukur bukan oleh popularitas, kekuasaan, pamor, kekuatan, status dan sebagainya melainkan oleh kerendahan hati.

Jawaban Yesus ini disampaikan sebelum datangnya permintaan ibu Yakobus dan Yohanes. Itu menunjukkan bahwa sebenarnya Yakobus dan Yohanes sudah mendengar pengajaran Yesus tentang kerendahan hati dan pelayanan, seperti yang sudah ditunjukkan Yesus sendiri dengan keteladananNya secara langsung. Tapi apakah mereka sudah memahami dan menghayatinya? Tampaknya belum, sebab kalau mereka sudah paham tentu mereka tidak akan meminta sesuatu seperti itu. Kenyataannya, setelah lebih 2000 tahun berselang, masih sangat banyak manusia yang belum memahami prinsip Kerajaan ini.

Ketiga hal negatif ini menunjukkan bahwa mereka belum mengerti prinsip Kerajaan dalam memandang status murid Yesus. Mereka ingin mencari keistimewaan, kemudahan, tapi lupa bahwa kerendahan hati, mendahulukan kepentingan orang lain, siap mengorbankan diri atas dasar kasih, bahkan kesiapan untuk mengalami aniaya dan penderitaan seperti cawan yang harus diminum Yesus pun menjadi sesuatu yang wajib bagi semua pengikutNya. Itulah sebabnya jawaban Yesus pada ibu Yakobus dan Yohanes adalah "Kamu tidak tahu, apa yang kamu minta." (Matius 20:22a).

Yesus lalu menegaskan bahwa perihal siapa yang duduk di kiri dan kanan Kristus itu bukanlah hakNya, tapi merupakan hak Tuhan sepenuhnya. (ay 23). Meski demikian, Yesus menyampaikan sebuah hal penting. Yesus berkata, "Kamu tahu, bahwa pemerintah-pemerintah bangsa-bangsa memerintah rakyatnya dengan tangan besi dan pembesar-pembesar menjalankan kuasanya dengan keras atas mereka. Tidaklah demikian di antara kamu. Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hambamu" (ay 26-27). Para pemerintah di dunia merasa punya otoritas absolut sehingga bisa menindas rakyatnya dengan tangan besi, menjalankan kekuasaan dengan keras bahkan kejam. Tetapi menyandang predikat sebagai murid Yesus sama sekali berlawanan dengan itu. Yesus menegaskan bahwa untuk mencapai posisi yang baik, seseorang haruslah rela menjadi pelayan dan memiliki hati seorang hamba. Sebab, "sama seperti Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang." (ay 28).

(bersambung)


Tuesday, July 10, 2018

Motivasi Mengikut Yesus (3)

(sambungan)

Permintaan yang disampaikan oleh sang ibu tentu sesuai dengan keinginan anaknya, sebab tidak mungkin si ibu berani meminta tanpa ada persetujuan dari kedua anaknya. Permintaan ini menunjukkan adanya kegagal-pahaman mengenai esensi untuk mengikut Yesus. Setidaknya ada tiga hal buruk atau negatif yang menonjol dari permintaan ini. Mari kita lihat satu persatu.

- Ambisi untuk diistimewakan sebagai yang terhebat

Sadar atau tidak, seringkali semangat dan usaha kita untuk menjadi benar sering disertai oleh ambisi pribadi seperti ingin jadi yang paling hebat lantas berhak mendapat keistimewaan atau kemuliaan lebih dari orang lain. Di saat ambisi ini mencemari usaha kita untuk terus bertumbuh lebih baik, ada banyak hal-hal negatif yang bersumber dari kedagingan yang akan muncul seperti iri, dengki, sombong, lupa diri dan sebagainya. Kalau kita ingin lebih dari orang lain, ingin jadi yang paling hebat, bagaimana mungkin kita bisa bersenang hati melihat ada orang yang hidupnya diubahkan atau saat ada yang dipulihkan lebih dari kita?

Ambisi tidak salah kalau tujuannya tidak salah. Berambisilah untuk hidup semakin benar, berambisilah untuk semakin rendah hati, semakin mengasihi Tuhan dan sesama, dan berambisilah untuk selamat. Jangan arahkan ambisi untuk hal-hal yang mendatangkan keuntungan duniawi untuk memuaskan kedagingan. Jangan sampai tujuan utama kita mengikut Yesus kemudian digeser oleh berbagai bentuk ambisi yang jahat.

- Egois atau mau menang sendiri

Sifat yang satu ini merupakan salah satu ancaman utama kita untuk bertumbuh dengan baik dan benar. Di dunia yang semakin individualis orang semakin sibuk mengejar hal-hal yang mendatangkan keuntungan diri sendiri. Kalau harus mengorbankan orang lain apa boleh buat, yang penting kita dulu selamat. Bukankah akan lebih baik apabila kakak beradik Yakobus dan Yohanes fokus untuk mengajak seluruh murid Yesus dan orang lain di sekitar mereka untuk bisa layak berada di sebelah Kristus kelak secara bersama-sama?

Sikap egois ini bisa melahirkan pemahaman yang keliru soal mengikut Yesus. Padahal Yesus sendiri sudah mengingatkan bahwa "sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku." (Matius 25:40). Lalu Yesus juga sudah mengingatkan bahwa kita harus mengasihi sesama seperti diri kita sendiri (Matius 19:19), bahkan mengasihi musuh dan berdoa bagi mereka yang menganiaya kita (Matius 5:44), dan tentu saja yang dikatakan Yesus sebagai perintah baru: "yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi." (Yohanes 13:34). Kita tidak bisa mengasihi seperti ini kalau masih dipenuhi sikap egois atau mau menang/mementingkan diri sendiri.

Salah satu bentuknya bisa kita lihat dari bagaimana kita berdoa. Apakah doa kita berisi doa buat orang lain, buat orang-orang yang kita kenal tapi belum bertobat, buat para pemimpin, buat gembala dan pengerja dimana kita tertanam saat ini, buat bangsa dan negara atau masih penuh dengan doa untuk kepentingan diri sendiri saja? Bagaimana kita berdoa dan apa isinya bisa menjadi gambaran apakah kita masih egois atau tidak.

(bersambung)


Monday, July 9, 2018

Motivasi Mengikut Yesus (2)

(sambungan)

Yang menyedihkan, hamba-hamba Tuhan pun tidak semuanya bebas dari jebakan pemikiran keliru ini. Ada yang sudah melayani tapi hidupnya masih sangat duniawi. Ada yang melayani supaya Tuhan jaga hidupnya lebih dari orang yang tidak melayani, ada yang pasang tarif, ada yang minta disediakan fasilitas sekelas artis. Ada gereja yang hanya ingin kotbah yang menyenangkan telinga jemaat supaya jumlah yang datang bisa tetap terjaga kalau bisa meningkat, dan kemudian ada pendeta-pendeta yang mengatur kotbahnya sesuai pesanan, bukan lagi untuk menyampaikan kebenaran dari Tuhan, dimana mereka lakukan supaya jangan sampai tidak dipanggil lagi sehingga kurang uang masuk. Ada yang melayani Tuhan karena mencari berkat duniawi. Bahkan iri hati, arogansi, kesombongan, tidak adil, pilih kasih sampai fitnah bisa menjangkiti pelayan Tuhan.

Bisa jadi mereka yang berlaku seperti ini keliru mengartikan nilai-nilai kasih menurut iman mereka, mungkin mereka lupa diri karena berada pada posisi lebih tinggi dibanding orang biasa. Atau mungkin juga, mereka menyalah artikan status. Bingung menyikapi posisi antara hamba Tuhan dan anak Raja. Kebingungan bisa timbul kalau kita mengadopsi prinsip-prinsip atau paham dunia tentang status seseorang, tetapi sesungguhnya itu tidaklah sulit kalau kita mengacu kepada Firman Tuhan.

Menjadi anak Raja bukan berarti kita bisa berlaku seenaknya, bukan berarti kita bisa tinggi hati, tetapi justru harus punya hati bagai seorang hamba. Bukan dilayani tetapi melayani, bukan hanya mencari enak tapi menolak untuk menderita. Sekali lagi, Tuhan lebih dari sanggup untuk menurunkan berkatNya dan mendatangkan keajaiban diluar logika manusia untuk kita. Tapi apakah kita juga siap meminum cawan yang sama yang harus diminum Yesus buat menyelamatkan nyawa manusia, termasuk kita hari ini?

Saya ajak teman-teman untuk melihat perikop dalam Matius 20:20-28. Pada suatu hari datanglah ibu dari anak-anak Zebedeus bersama kedua anaknya, yaitu Yakobus dan Yohanes, kakak beradik yang digelari Boanerges atau anak-anak guruh oleh Yesus sendiri. (Markus 3:17). Maksud kedatangan sang ibu saat itu adalah untuk memohon kepada Yesus agar kedua anaknya bisa beroleh kedudukan yang baik dan istimewa kelak di Kerajaan surga. Permintaan ini sepintas wajar untuk dilakukan seorang ibu yang sayang terhadap anak-anaknya, tapi sesungguhnya menunjukkan ketidakpahaman ibu dan kedua anak ini mengenai prinsip Kerajaan. Mari kita lihat percakapannya.

"Kata Yesus: "Apa yang kaukehendaki?" Jawabnya: "Berilah perintah, supaya kedua anakku ini boleh duduk kelak di dalam Kerajaan-Mu, yang seorang di sebelah kanan-Mu dan yang seorang lagi di sebelah kiri-Mu." (Matius 20:21).

Mendengar ucapan ibu ini, Yesus lalu menjawab: "Kamu tidak tahu, apa yang kamu minta. Dapatkah kamu meminum cawan, yang harus Kuminum?" (ay 22a). Yesus ternyata menjawab dengan mengacu kepada kesanggupan mereka untuk menderita dalam mengikuti Kristus, turut memikul salib, turut minum dari cawan penderitaan yang harus Dia minum. Ini sejalan dengan pesan Kristus bahwa siapapun yang mau mengikuti Kristus haruslah siap untuk menyangkal dirinya sendiri dan memikul salib. (Markus 8:34,Lukas 9:23). Sebab, "Barangsiapa tidak memikul salibnya dan mengikut Aku, ia tidak layak bagi-Ku." (Matius 10:38).

(bersambung)


Menjadi Anggur Yang Baik (1)

 Ayat bacaan: Yohanes 2:9 ===================== "Setelah pemimpin pesta itu mengecap air, yang telah menjadi anggur itu--dan ia tidak t...