Sunday, July 8, 2018

Motivasi Mengikut Yesus (1)

Ayat bacaan: Matius 20:22a
====================
"Kamu tidak tahu, apa yang kamu minta. Dapatkah kamu meminum cawan, yang harus Kuminum?"

Seorang pengusaha suatu kali bercerita tentang pengalamannya. Ia sukses di usia muda, tapi kemudian sempat jatuh dan hari ini ia sedang kembali menapak naik. Ia bercerita bahwa dahulu di saat usahanya sukses, ia dikelilingi oleh begitu banyak orang yang ia anggap sebagai teman. Banyak dari mereka ini yang ia bantu untuk bisa mulai usaha juga. Tapi saat ia jatuh, banyak di antara 'teman' ini yang pergi meninggalkannya. Di saat itu ia bisa melihat mana yang teman sejati, yang benar-benar tulus dalam berteman, mana yang cuma cari untung saja. Dan jumlah antara teman sejati dan yang cari untung benar-benar jomplang, seperti satu banding seratus, bahkan lebih katanya. Sejak saat itu ia belajar untuk lebih selektif dalam memilih atau menerima seseorang sebagai teman dekat.

Saya akan kasih satu contoh lain. Ada seorang teman yang sudah lama berprofesi sebagai dokter spesialis yang sukses. Anaknya sejak kecil sangat ingin bisa seperti ayahnya. Si ayah tentu menyambut baik dan mendukung anaknya. Saat anaknya mulai kuliah di kedokteran, anak ini ternyata ingin mendapat kemudahan-kemudahan dalam kuliah. Misalnya dengan menghubungi dosen-dosen yang notabene adalah teman sejawat atau bahkan mantan murid. Tapi teman saya ini menolak karena tidak ingin anaknya menjadi manja dan menggampangkan profesi. "Jadi dokter itu urusannya nyawa orang, jangan dianggap main-main. Jadi harus serius dan benar belajarnya." katanya pada si anak. Ia pun menambahkan, "Dia harus tahu bagaimana susahnya sampai bisa berhasil. Jangan cuma lihat enaknya, mau ikut berhasil tapi tidak mau ikut perjuangannya." Saya bangga kepadanya, karena ia memutuskan untuk mendidik anaknya dengan benar.

Ada banyak orang yang ingin sukses seperti orang lain tanpa mau susah. Mereka mengira semua itu instan tanpa perjuangan dan pengorbanan. Anak teman saya ini tidak menyadari bahwa untuk bisa berhasil, ayahnya dulu harus membiayai kuliah sendiri sambil bekerja. Saya ingat dahulu sebagai anak kos ia sering kesulitan makan. Akan halnya contoh yang pertama, lihatlah bahwa ada banyak orang yang berteman dengan orang yang sukses hanya karena ingin mendapat kemudahan dan kenyamanan, ingin mengejar status, tempat bergantung, meminta bantuan dan lain-lain yang menguntungkan diri sendiri. Begitu temannya kesulitan, mereka pun menghindar karena tidak mau ikut repot. Biasanya mereka yang punya tabiat seperti ini akan segera mencari tempat gantungan baru dengan segala cara.

Bagaimana dengan status kita saat menerima Yesus? Kita kemudian menyandang status anak-anak Raja di atas segala raja. Dan banyak orang memandangnya seperti menjadi anak raja di dunia. Akses bebas seenaknya di dalam istana, hidup penuh kemewahan, tidak ada yang berani menganggu apalagi melawan, punya kuasa besar sehingga bisa bertindak sesuka hati dan sebagainya. Banyak orang yang memutuskan untuk ikut Yesus karena ingin hidupnya berubah menjadi baik bahkan berkelimpahan. Minimal bisa terbebas dari resiko bangkrut, sakit, kesulitan hidup terutama finansial dan lain-lain. Menyandang status anak Allah dikira merupakan status yang otomatis membuat segalanya menjadi mudah bagai mengendara di jalan bebas hambatan. Kekeliruan ini seringkali diperparah oleh banyak pengajaran yang berpusat pada mengejar kemakmuran.

Apakah Tuhan tidak bisa memberi mukjizat pada kita? Apakah Tuhan kurang kuasa untuk melepaskan kita dari masalah, mengubah kesulitan kita menjadi ladang berkatNya? Apakah salah berharap seperti itu? Tentu tidak. Tuhan lebih dari sanggup untuk melakukan hal-hal besar dalam hidup kita. Masalahnya, jangan sampai kita memilih ikut Tuhan untuk mengejar kemudahan, kekayaan dan kelancaran hidup dalam hal-hal duniawi. Kalau itu yang kita kejar, kita bisa kecewa. Dan ada banyak orang yang kemudian meninggalkan Yesus dan pergi mencari alternatif-alternatif lain yang mereka anggap lebih cepat mendatangkan apa yang mereka inginkan.

Suatu kali saya pergi dengan seseorang, dan ia berkata bahwa sebagai anak Allah, seharusnya Allah akan menyediakan tempat parkir buat mobilnya. Memangnya Tuhan tukang parkir atau pemilik mal? Siapa kita yang berhak memerintah dan mewajibkan Tuhan untuk mengabulkan dan menyediakan semua yang kita mau? Tapi ada banyak orang yang menempatkan Tuhan tidak lebih dari pegawai, pesuruh, pelayan, penyedia keperluan hidup bahkan bodyguard alias tukang pukul. Betapa berbahayanya kalau itu yang ada dalam pikiran kita sebagai pengikut Kristus.

(bersambung)


No comments:

Menjadi Anggur Yang Baik (1)

 Ayat bacaan: Yohanes 2:9 ===================== "Setelah pemimpin pesta itu mengecap air, yang telah menjadi anggur itu--dan ia tidak t...