Ayat bacaan: Kisah Para Rasul 3:6
=======================
"Tetapi Petrus berkata: "Emas dan perak tidak ada padaku, tetapi apa yang kupunyai, kuberikan kepadamu: Demi nama Yesus Kristus, orang Nazaret itu, berjalanlah!"
Seorang teman saya menceritakan sebuah pengalamannya tentang memberi. Suatu hari ia ingin merapikan lemari bajunya yang sudah kepenuhan. Karena kepenuhan, ia memutuskan untuk mensortir baju-baju miliknya. Ia mengkategorikan atas tiga bagian: pertama adalah yang masih ingin ia pakai, kemudian yang kedua: bakal jarang dipakai tapi punya nilai historis seperti dari seseorang yang spesial atau mengingatkannya pada sebuah momen penting dalam hidupnya, dan yang ketiga: baju-baju yang tidak akan dipakai lagi. Misalnya sudah ketinggalan jaman, sudah tidak muat, ada flek atau cacat dan sebagainya. Ada beberapa yang masih terlihat seperti baru tapi tertimbun dan kemudian modelnya sudah tidak ia sukai. Nah, baju yang tidak ia pakai lagi ini harus keluar dari lemari. Pertanyaannya, mau dikemanakan? Ia pun kemudian memutuskan untuk berkeliling membagikan bajunya untuk gelandangan.
Saat berkeliling membagikan baju, ia melihat seorang yang masih remaja duduk lesu sendirian di pinggir sebuah ruko. Ia pun mampir dan meminta anak remaja ini memilih mana yang ia mau. Remaja ini terlihat senang dan memilih beberapa potong dengan wajah cerah. Karena merasa kasihan, teman saya pun memberikan beberapa potong roti yang kebetulan sempat ia beli sekalian keluar. Saat ia hendak pulang, remaja ini malu-malu mengulurkan tangan dengan mata berkaca-kaca. Teman saya bertanya, kenapa ia mau menangis? Ia berkata: "Hari ini sebenarnya hari ulang tahun saya, kak. Saya tidak punya siapa-siapa lagi, dan tadi saya sedang sedih harus dalam kondisi seperti ini di saat ulang tahun saya. "Ternyata kakak datang dan memberi saya baju-baju yang bagus banget, juga kue. Siapa sangka saat hari sudah larut malam tiba-tiba saya dapat hadiah seperti ini? Terima kasih kak." katanya. Mengetahui hal itu, teman saya kemudian pergi membeli sebatang lilin dan duduk di emperan merayakan ulang tahunnya, lalu berdoa buat anak remaja tersebut.
Saat ini remaja itu sudah tidak tahu pindah kemana. Beberapa kali ia cari tidak ketemu. Ia mengaku masih terus mendoakan dan berharap kelak bisa ketemu lagi. Pengalaman ini membuka pemahamannya bahwa kebahagiaan dalam memberi itu sungguh luar biasa rasanya, dan ternyata kita tidak selalu harus punya uang banyak terlebih dahulu untuk bisa memberi. Sesuatu yang sederhana hanya dengan menggunakan apa yang ada pada dirinya dan tidak ia butuhkan lagi ternyata bisa begitu berharga buat orang lain, apalagi kalau datangnya pada saat yang tepat. Paradigma berpikirnya berubah. "Saya sekarang tahu bahwa saya harus periksa dulu apa yang saya punya dan bisa berikan juga lakukan untuk orang lain." katanya.
Ada banyak orang yang berpikir seperti cara berpikirnya sebelum ia mendapatkan pengalaman tadi. Sudah menjadi sifat manusia untuk selalu melihat apa yang tidak dipunyai ketimbang memperhatikan betul-betul apa yang ada pada mereka untuk diolah semaksimal mungkin. Kita sibuk mengejar yang kita belum atau tidak punya ketimbang bersyukur dan menggunakan potensi yang sudah ada pada kita. Yang ada dibiarkan menganggur, yang belum ada diburu. Salah satu penyebabnya adalah sifat manusia yang cenderung sulit merasa puas dan terus saja menginginkan lebih dan lebih lagi. Ada peribahasa mengatakan "rumput tetangga lebih hijau lebih hijau dari rumput sendiri". Itu menggambarkan sifat manusia yang selalu merasa kurang dan ingin bisa seperti orang lain. Anehnya, banyak orang yang terus mencari dan mencari tanpa pernah mengetahui apa sebenarnya yang mereka butuhkan dan apa yang bisa mereka lakukan dengan potensi yang mereka miliki.
Jika tidak hati-hati kita bisa terjebak pada rasa iri hati. Dan itu bisa sangat berbahaya, "Sebab di mana ada iri hati dan mementingkan diri sendiri di situ ada kekacauan dan segala macam perbuatan jahat." (Yakobus 3:16). Kejahatan-kejahatan dan berbagai jenis dosa mengintip disana, siap menerkam kita. Kalau untuk hidup sendiri saja kita tidak kunjung puas, apalagi dalam hal melayani atau menolong orang lain. Betapa seringnya kita merasa tidak mampu atau belum cukup mampu, karena itu tadi, kita memandang kepada apa yang tidak atau belum kita punya ketimbang memeriksa apa yang ada pada kita.
Kalau cara berpikir seperti ini dipelihara, kita tidak akan pernah merasa mampu dan akibatnya kita tidak kunjung melakukan sesuatu yang bisa membawa dampak baik buat orang lain. Kita tidak bisa menjadi terang dan garam, kita tidak bisa menjadi saksi Kristus di dunia. Padahal kalau saja kita mengetahui potensi diri dan apa yang ada pada kita, mungkin sejak dulu kita bisa mulai menjadi murid-murid Kristus yang berdampak nyata di tempat di mana kita berada. Mengetahui potensi diri sungguh penting baik untuk kemajuan diri kita sendiri maupun dalam mengalirkan kasih Allah lewat perbuatan-perbuatan baik secara nyata.
(bersambung)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Menjadi Anggur Yang Baik (1)
Ayat bacaan: Yohanes 2:9 ===================== "Setelah pemimpin pesta itu mengecap air, yang telah menjadi anggur itu--dan ia tidak t...
-
Ayat bacaan: Ibrani 10:24-25 ====================== "Dan marilah kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih ...
-
Ayat bacaan: Ibrani 10:24 ===================== "Dan marilah kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih dan ...
-
Ayat bacaan: Mazmur 23:4 ====================== "Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau...
2 comments:
Selalu memberkati saya, semoga Jesus slalu memberkati Bapak dan keluarga, amin.
Selalu memberkati saya, semoga Jesus slalu memberkati Bapak dan keluarga, amin.
Post a Comment