Ayat bacaan: Markus 5:36
==========
"Jangan takut, percaya saja!"
Apakah anda masih ingat saat virus pertama kali masuk ke Indonesia di sekitar bulan Maret tahun 2020? Tiba-tiba hidup kita seperti dijungkirbalikkan. Mendadak kita berkejaran dengan waktu untuk mengaplikasi gaya hidup baru seraya melihat begitu banyak orang terinfeksi di sekitar kita. Kita dipaksa berubah dalam tatanan new normal, hidup dengan kebiasaan baru sementara namanya kebiasaan itu bukanlah sesuatu yang instan. Butuh waktu bagi kita untuk terbiasa dahulu terhadap sesuatu alias beradaptasi agar kita bisa hidup dengan kebiasaan yang baru itu. Cuci tangan berulang-ulang, tidak lagi boleh bersalaman, pakai masker harus benar, hand sanitizer yang waktu itu sempat menggila harganya itupun kalau tidak sulit ditemukan. Belum lagi yang kehilangan mata pencaharian, diberhentikan atau dirumahkan, gulung tikar atau bangkrut dan sebagainya.
Saya tidak pernah membayangkan sebelumnya hidup dalam suasana yang tiba-tiba berubah 180 derajat dalam waktu yang sangat singkat. Saya yang waktu itu baru punya bayi berusia setahun harus ekstra hati-hati karena tidak ingin anak yang masih rentan ini sampai terkena, sementara saya harus terus berada di luar atau kami tidak makan. Berita media massa yang simpang siur dan cenderung menebar kengerian, ketidakjelasan tentang virus ini karena masih baru dan bahaya yang ditimbulkan membuat saya pada waktu itu sempat merasa takut. Takut kalau sampai tertular, takut kalau sampai menularkan.
Saya menulis renungan, pelayanan dan terus berusaha semakin dalam hidup dalam kebenaran Kristus sejak lama. Tapi sebagai manusia biasa, saya harus akui bahwa ada kalanya saya pun masih harus berhadapan dengan rasa takut. Saya mencoba mengatasinya, ada saat saya berhasil tapi ada kalanya rasa takut itu kembali muncul. Dalam doa-doa saya pada waktu itu, saya tidak berusaha 'sok jago' dan 'sok kuat' tapi saya mengakui kepada Tuhan bahwa saya takut.
Takut itu adalah indikasi kurang iman. Saya tahu itu. Sebagai pengikut Kristus saya seharusnya tidak takut. Saya pun tahu itu. But fear is fear. Saya berusaha, tapi secara manusia saya harus akui bahwa saya takut. Disana saya sadar bahwa ternyata iman saya masih belum cukup kuat untuk menghadapi guncangan model ini. Kalau kondisi ini saja membuat saya goyah, bagaimana dengan guncangan lain yang mungkin saja datang kelak? Itu yang saya pikir. Saya tahu saya harus mengatasinya, tapi hingga beberapa waktu saya tidak kunjung sanggup. Hari ini saya akan bagikan apa yang saya dapatkan dari saat-saat teduh pada waktu itu dan bagaimana saya berdamai dengan rasa takut kemudian perlahan keluar dari rasa itu.
1. Jangan bohongi diri apalagi Tuhan. Kalau memang takut, ya takutlah. Terkadang takut itu ada bagusnya karena bisa bikin kita waspada, tapi menjadi tidak bagus kalau rasa takut itu sudah merampas sukacita dan damai sejahtera dari dalam diri kita. So, we have to know when we have to overcome it before it consumes us.
2. Takut yang berlebihan dan berkepanjangan akan membuat kita tidak lagi bisa melihat bukti penyertaan dan ikut campur Tuhan dalam hidup kita. Kita lupa semua berkat dan mukjizat Tuhan di masa lalu yang pernah kita alami dan kita lupa bahwa kalau dulu Tuhan bisa, sekarang pun bisa. Dengan kata lain, sama saja dengan kita mengabaikan track record Tuhan yang sesungguhnya nyata.
3. Takut yang berlebihan bisa membuka celah buat iblis untuk semakin menjauhkan kita dari atmosfir Tuhan, membenamkan kita semakin jauh dalam ketakutan lalu menjatuhkan, menghancurkan dan membinasakan.
4. Takut yang dibiarkan malah menghambat imunitas, bisa membuat kita sakit dan mendatangkan banyak masalah baru.
Saya garis bawahi kata 'takut yang berlebihan', karena saya rasa Tuhan tidak akan menghukum kita karena takut. Tapi kita harus tahu batas sampai dimana rasa takut kita dan sampai kapan kita harus membiarkan rasa itu ada dalam diri kita.
Di saat-saat seperti itu, dan mungkin ada yang sedang mengalami dalam bentuk lain di saat sekarang, itu adalah saat dimana iman kita benar-benar diuji. Dan pada waktu itu, saya harus jujur bahwa iman saya ternyata masih harus jauh dipertebal lagi. Awal pandemi merupakan momen dimana saya sadar bahwa masih banyak yang harus saya benahi dari diri dan iman saya. Satu hal lagi yang penting, kejadian saya bersama rasa takut itu membuat saya sadar saya makin harus bergantung pada Tuhan. Itu akan jauh lebih baik daripada bentuk iman yang 'sok jago', karena Tuhan tidak akan pernah bisa dikelabuhi dengan iman yang buta, apalagi kalau kita malah 'memerintah' Tuhan untuk buat mukjizat segera sesuai keinginan kita.
Waktu itu saya menyadari bahwa bentuk iman yang percaya tidak bisa diperoleh hanya dari mendengar dan membaca, hanya bersifat text book, tapi ada kalanya kita harus diuji agar kita tahu sampai dimana kekuatan kita hari ini dan apa yang harus ditingkatkan. Dan saya juga tahu bahwa saya bisa jujur saja mengakui di hadapan Tuhan, karena saya percaya Tuhan suka kita apa adanya.
Pada saat itu, saya merasakan sebuah kalimat dalam hati saya, "Jangan takut, percaya saja", tepat seperti yang diucapkan Yesus kepada pemilik rumah ibadat yang baru kehilangan anaknya seperti yang tertulis dalam Markus 5:36. Dan lihatlah apa yang terjadi setelahnya, mukjizat besar turun atas pemilik rumah ibadat. Dan itu terjadi saat percaya kemudian menggantikan takut. Siapapun yang hari ini tengah berhadapan dengan jenis rasa yang tidak enak dan tidak kondusif ini, ayo kita sama-sama terus berproses menaikkan kadar keimanan kita. Karena tanpa itu, kita akan membuang banyak waktu, menyiksa diri dan melewatkan segala hal luar biasa yang Tuhan pernah, sedang dan akan terus kerjakan dalam hidup kita.
Don't be afraid, just believe