Tuesday, July 5, 2022

Waktu dan Nasib (2)

 

(sambungan)

Waktu dan nasib. No matter how good we are, sometimes life is not as good as we want it to be. Selalu ada waktu dimana kita berduka, selalu ada saat kita mengalami kerugian, kemalangan dan berbagai macam kesukaran. Akan ada masa-masa sulit dalam hidup ini dimana kekuatan, ketegaran dan ketaatan kita akan diuji. Segala sesuatu itu ada waktunya. Pengkotbah pun menyampaikan hal itu dengan lengkap dalam pasal 3.

"Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apa pun di bawah langit ada waktunya. Ada waktu untuk lahir, ada waktu untuk meninggal, ada waktu untuk menanam, ada waktu untuk mencabut yang ditanam; ada waktu untuk membunuh, ada waktu untuk menyembuhkan; ada waktu untuk merombak, ada waktu untuk membangun; ada waktu untuk menangis, ada waktu untuk tertawa; ada waktu untuk meratap; ada waktu untuk menari; ada waktu untuk membuang batu, ada waktu untuk mengumpulkan batu; ada waktu untuk memeluk, ada waktu untuk menahan diri dari memeluk; ada waktu untuk mencari, ada waktu untuk membiarkan rugi; ada waktu untuk menyimpan, ada waktu untuk membuang; ada waktu untuk merobek, ada waktu untuk menjahit; ada waktu untuk berdiam diri, ada waktu untuk berbicara; ada waktu untuk mengasihi, ada waktu untuk membenci; ada waktu untuk perang, ada waktu untuk damai." (Pengkotbah 3:1-8).

Segala sesuatu di atas bumi ini ada waktunya. There are good times, there are also bad times. There is happiness, there is also sadness. There is a time and season for everything. That's how life is, no matter who, what, or how we are at this moment in time. Waktu dan nasib, time and chance, keduanya berlaku dan terjadi pada siapapun tanpa terkecuali.

Karena itulah kita tidak boleh bermegah, berbangga diri apalagi sampai bersikap sombong saat kita berada di atas. Tidak peduli sehebat, sekuat, secerdas, secepat, sepintar dan sekaya apapun kita saat ini, bisa saja semua itu pada suatu ketika berbalik. Bisa jadi orang yang tadinya kita perlakukan buruk atau direndahkan nanti berbalik di atas. Petuah lama juga mengatakan bahwa hidup itu bak roda pedati, suatu kali ada di atas, nanti bisa dibawah. Alangkah baik apabila masa-masa seperti itu dipergunakan untuk berbuat kebaikan dengan penuh rasa syukur, berbuat hal-hal yang menyenangkan hati Tuhan, untuk kemuliaanNya. Bukankah itu akan jauh lebih baik ketimbang membuat kita menjadi pribadi-pribadi yang buruk sikapnya saat menerima berkat.

Sebaliknya, bagaimana saat kita berada di bawah? Lihatlah nasib salah seorang yang saya kenal dekat. Bertahun-tahun ia membangun usaha dari 0 hingga sukses. Lalu terjadi musibah kebakaran yang mengenai tokonya. Karena itu ia pun harus mulai lagi dari 0. Belum sempat membalikkan keadaan lagi, datanglah pandemi dan usahanya menjadi jauh lebih sulit lagi. Menariknya, ia mengatakan bahwa ia tetap bisa bersyukur karena setidaknya ia masih sehat dan masih bisa berusaha. Saatnya saya belajar supaya lebih pintar, lebih kuat dan lebih hati-hati, katanya. Ini sikap yang menurut saya sangat baik karena kebanyakan orang akan depresi, putus asa, atau malah menyalahkan Tuhan saat mengalami hal seperti ini. 

(bersambung)


No comments:

Menjadi Anggur Yang Baik (1)

 Ayat bacaan: Yohanes 2:9 ===================== "Setelah pemimpin pesta itu mengecap air, yang telah menjadi anggur itu--dan ia tidak t...