(sambungan)
2. Pasangan saya tidak akan menyakiti saya
Idealnya
siapapun tidak boleh saling menyakiti. Hanya saja, dalam kenyataannya
akan ada saat- saat dimana kita, mungkin tanpa sengaja menyakiti
pasangan kita. Kalau kita sadar kita sudah menyakiti, akan sangat baik
jika kita minta maaf sesegera mungkin, karena luka yang dibiarkan bisa
'infeksi' dan meracuni hati.
Saling memaafkan tentu menjadi
jalan terbaik yang seharusnya dilakukan segera. Yang jadi permasalahan
adalah anggapan atau harapan bahwa saat kita menikah semua pasti akan
baik, lebih baik dari sebelum menikah, dan pasangan kita tidak akan
menyakiti kita. Kalau sampai ini yang dijadikan landasan saat menikah,
maka kekecewaan bisa mengawali datangnya keretakan rumah tangga.
Apakah
itu artinya saya menganggap bahwa kekerasan fisik maupun verbal itu
harus dimaklumi? Tentu saja tidak. Bahkan hukum di negara ini pun sudah
mengatur perihal segala bentuk kekerasan yang terjadi dalam rumah
tangga. Yang saya sampaikan adalah sebuah pemahaman keliru bahwa kita
berpikir bahwa kita tidak akan pernah tersakiti jika menikah. Baik suami
maupun pria harus bahkan wajib untuk tidak menyakiti, tidak main
tangan, tidak ngomong kasar. Kalaupun mau marah, marahlah dengan porsi
sewajarnya dan jangan berpanjang-panjang, supaya jangan harus ada proses
hukum yang pasti akan disesali, dan jangan sampai pula keretakan rumah
tangga atau bahkan kehancuran terjadi karena kita tidak bisa meredam
emosi sesaat.
3. Hidup akan lebih mudah
Berpikir
bahwa dengan pernikahan hidup serta merta akan lebih mudah, itu pun akan
mendatangkan kekecewaan, karena yang sering terjadi justru sebaliknya.
Kalau tadinya anda hidup sendiri dan cuma perlu membiayai diri sendiri,
sekarang ada istri, anak dan tanggungan-tanggungan lainnya. Kalau
tadinya saat sendiri kita bebas mau apa saja, dengan adanya pasangan
jadi banyak yang perlu dijaga, dipikirkan mana yang boleh mana yang
tidak untuk dilakukan, harus mendahulukan yang mana dan sebagainya.
Berbeda kebiasaan saja bisa menimbulkan riak-riak kecil yang memicu
pertikaian. Belum lagi kalau ada tekanan dari berbagai hal seperti
miskomunikasi, kekacauan peran dalam rumah tangga alias tidak tahu peran
masing-masing, masalah ekonomi atau berbagai gangguan dari si jahat di
berbagai sisi.
So, marriage life is never easy. Berat, penuh
tantangan, penuh cobaan. Tapi apakah itu berarti bahwa pernikahan itu
mengerikan dan harus dihindari? Tentu saja tidak. Seperti yang saya
sampaikan di awal, pernikahan bisa menjadi tempat paling nyaman, aman
dan bahagia, just like heaven on earth. Dan itu bisa kita rasakan
apabila kita terus bekerja untuk mewujudkannya, dan yang terpenting, ada
kuasa Tuhan di dalamnya.
4. Cinta akan terus mengikat saya
Lagi-lagi,
ini benar, tapi hanya jika kita menjaga dan mengusahakannya. Kalau
cinta hanya secara sempit diartikan dengan ketertarikan fisik, maka itu
berbahaya karena secara fisik manusia akan terus berubah seiring
pertambahan umur. Pernikahan itu bukan soal cinta semata melainkan soal
komitmen. Berkeluarga bukan soal ketertarikan fisik tapi sebuah sekolah
bagi kita untuk melatih kesetiaan, kesabaran, menyatakan kasih, dan
tempat serta kesempatan bagi kita untuk merasakan kehadiran Allah dan
surgaNya di bumi.
Pernikahan pun bukanlah peternakan, yang
artinya dirasa baru benar jika ada anak. Memang dalam Maleakhi pasal 2
disebutkan bahwa sejatinya ikatan pernikahan itu untuk melahirkan
keturunan Ilahi. Tapi kita harus ingat pula bahwa anak itu adalah
anugerah dari Tuhan yang tidak bisa kita paksakan, dan tidak boleh pula
dijadikan alasan untuk terjadinya keretakan atau perpecahan.
(bersambung)
No comments:
Post a Comment