Ayat bacaan: Kisah Para Rasul 4:13
============================
"Ketika sidang itu melihat keberanian Petrus dan Yohanes dan mengetahui, bahwa keduanya orang biasa yang tidak terpelajar, heranlah mereka; dan mereka mengenal keduanya sebagai pengikut Yesus."
Punya anak setelah menunggu satu dasawarsa setelah menikah itu membuat saya tidak berhenti bersyukur. Yang lebih membuat saya tambah senang adalah fakta bahwa anak saya sangat mirip seperti wajah saya waktu kecil. Mamanya terus mengubek foto masa kecilnya dan mengatakan bahwa anak kami pun mirip dengannya, tapi mau bagaimana juga miripnya memang ke papanya, yang diakui banyak orang juga. Itu jadi bahan ledek-ledekan kami saat bercanda sampai sekarang. Beberapa sifatnya pun ada yang sama dengan saya, termasuk cerewetnya. Tapi soal cermat, detail, kredit harus saya beri ke mamanya.
Bagi saya itu seperti mengulang sejarah, karena saat saya kecil saya sangat sering disebut orang seperti jiplakan atau cerminan ayah saya. Posturnya mirip, kulit dan bentuk jarinya pun sama. Kalau sudah berjalan, langkahnya juga sama. Kalau kami berjalan bersama, banyak yang geli melihat kami bisa sebegitu sama, dan saya disebut versi mini ayah saya. Hal itu saya masih ingat betul sampai hari ini. Semakin dewasa wajah saya semakin saja mirip dengannya. Cara kami berinteraksi dengan orang juga mirip. Saya mewarisi sifatnya yang selalu ceria saat berada di tengah banyak orang, kami sama-sama mudah bergaul. Dan kami sama-sama bertipe pejuang yang tidak patah hati kalau bertemu kegagalan. Kami sama-sama tipe pemikir, yang tampaknya juga menurun ke anak saya.
Diluar kemiripan secara fisik dan sifat, anak kerap diasosiasikan dengan orang tuanya. Saat si anak berprestasi atau berperilaku baik, orang tuanya dipuji. Tapi saat si anak melakukan perbuatan buruk, orang tuanya menanggung malu. "Bandel banget , anak siapa sih?" Itu kerap kita dengar di masyarakat. Baik tidaknya akhlak atau perilaku seseorang pun seringkali dihubungkan dengan keberhasilan atau kegagalan dari orang tuanya dalam mendidik mereka. Jadi anak bisa jadi cerminan orang tua. Kalau terhadap orang tua biologis kita begitu, bagaimana dengan status kita sebagai anak Allah?
Kemarin saya sudah menyampaikan bahwa our ultimate goal dalam hidup ini adalah untuk menjadi semakin serupa dengan Kristus seperti yang disampaikan dalam Roma 8:29. Semakin kita serupa dengan Kristus, semakin pula kita mencerminkan Bapa Surgawi. Pertanyaannya, seperti apa gambaran Bapa Surgawi yang tercermin lewat kita saat ini? Apakah kita dikenal sebagai orang yang baik, ramah, damai, penuh kasih, rajin menolong sesama atau justru sebaliknya, kasar, sombong dan penuh kebencian, atau bahkan biang kerok alias sumber masalah dimanapun kita ada? Apakah kita dikenal sebagai orang yang apa adanya, tulus atau orang yang bertopeng tebal? Apakah ketika kita hadir orang merasa senang atau sebaliknya ketakutan atau malah kehilangan happy mood atau kegembiraan? Apakah kita dirindukan atau lebih baik tidak ada di mata orang yang kita kenal? Apakah kita orang yang sangat hambur saat mengucap syalom, puji Tuhan, haleluya, tapi kelakuannya jauh dari Tuhan yang dipuji?
(bersambung)
No comments:
Post a Comment