Ayat bacaan: Kolose 4:5
==================
"...pergunakanlah waktu yang ada."
Ada seorang teman saya yang sudah sangat lama saya kenal. Saya kenalnya dulu saat kami sama-sama kompetisi mewakili propinsi masing-masing. Saya juara dua, dia juara satu. Lalu saya berhenti main musik dan fokus menempuh pendidikan formal, sedangkan ia lanjut terus. Belakangan saat saya sudah menjadi jurnalis, saya bertemu lagi dengannya sebagai seorang musisi aktif. Dan pertemanan itu pun berlanjut hingga hari ini.
Ia seorang wanita, punya anak satu. Ia aktif sebagai musisi yang manggung, rekaman juga pengajar. Selain itu ia juga berprofesi sebagai arsitek dan terlibat dalam tata kota bersama pemerintah daerah di kota kami. Tidak berhenti disitu, ia juga menjabat sebagai salah satu dewan pengurus di gerejanya.. Hebatnya, semua ia lakukan dengan baik dan berhasil, padahal pekerjaannya beragam dan berbeda-beda pula bidangnya. Dari kedekatannya dengan anak, saya bisa menyimpulkan bahwa ia cukup meluangkan waktu dengan anaknya. Orang tua yang terlalu sibuk dan tidak dekat dengan anaknya pasti kelihatan. Karena saya cukup sering melayani keluarga broken home, saya bisa membedakannya.
Pertanyaannya, apakah ia memiliki waktu yang lebih panjang dari kita? Kalau kita 24 jam, apakah ia punya 36 atau 48 jam? Tentu saja tidak. Jumlah dan kecepatan waktu berlaku sama bagi kita semua di belahan dunia manapun kita berada hari ini. Maka suatu kali saya pernah bertanya kepadanya: dengan segala kesibukan luar biasa seperti itu, pernahkah ia mengeluh bahwa waktu yang cuma 24 jam sehari ini tidak cukup? Pernahkah ia berharap tambahan waktu? Ia tertawa dan berkata, tidak. "Untuk apa saya mengharapkan sesuatu yang sudah pasti tidak mungkin terjadi?" lanjutnya. Menurutnya, akan lebih baik jika ia pintar membagi waktu dan menggunakan waktu seefisien mungkin. "Manajemen waktu", itu istilah yang dipakainya adalah sesuatu yang penting untuk terus ia perhatikan.
Menurutnya lagi, sebenarnya waktu 24 jam sehari itu sudah lebih dari cukup. Masalahnya, entah kita sadar atau tidak, ada banyak waktu dari 24 jam itu yang terbuang sia-sia. Padahal jika dipakai untuk sesuatu yang berguna, itu akan jauh lebih bermanfaat baik bagi kita sendiri maupun untuk orang lain.
Ia pun kemudian melanjutkan bahwa sebagai manusia kita punya tendensi untuk tidak pernah puas. Kalau nanti sehari jadi 48 jam, kita pasti tetap saja merasa kurang dan mengeluh minta tambah. Benar juga, pikir saya. Bagi saya, teman saya ini sangat menginspirasi. Setiap bertemu ia selalu terlihat ceria, ia tidak pernah mengeluh atau terlihat kelelahan, atau sedikit-sedikit sakit.
(bersambung)
No comments:
Post a Comment