Sunday, December 31, 2023

Panduan Damai Sejahtera (5)

 (Sambungan)

Di saat seperti itu seharusnya kita mendengar suara dalam hati kita dan segera berhenti sebelum perbuatan kita mendatangkan kerugian yang bisa saja terlambat meski disesali. Tuhan selalu siap mengingatkan manusia dengan berbagai cara, termasuk lewat hati kita. Saat kita mengambil sebuah tindakan lalu menyadari bahwa kita tidak lagi merasakan damai sejahtera atau tenteram mengenai tindakan itu, hal terbaik yang seharusnya kita lakukan adalah berhenti segera. Tetapi yang sering terjadi kita malah menutup mata hati dan terus melanjutkan meski damai sejahtera tidak lagi kita rasakan. Sudah kepalang tanggung, terlanjur basah, atau keuntungan yang diimingkan terlihat begitu menggiurkan, atau emosi rasanya belum puas dilampiaskan. Apapun alasannya, kita tidak boleh membiarkan kekeliruan saat kita sudah diingatkan lewat hati.

Ingatlah bahwa tuntunan batin dari Roh Kudus bisa membawa rasa kegelisahan saat kita keliru bersikap, atau sebaliknya damai saat kita mengikuti tuntunan dengan baik. Ini adalah sesuatu yang harus kita cermati dengan seksama. Bagi orang percaya, Yesus sudah mengutus Penolong yakni Roh Kudus untuk menyertai kita selama-lamanya. "Aku akan minta kepada Bapa, dan Ia akan memberikan kepadamu seorang Penolong yang lain, supaya Ia menyertai kamu selama-lamanya, yaitu Roh Kebenaran. Dunia tidak dapat menerima Dia, sebab dunia tidak melihat Dia dan tidak mengenal Dia. Tetapi kamu mengenal Dia, sebab Ia menyertai kamu dan akan diam di dalam kamu." (Yohanes 14:16-17).

Roh Kudus akan membantu mengingatkan kita, menegur, menasihati dalam kelemahan kita, termasuk di dalamnya membantu kita untuk menyampaikan kepada Allah tentang keluhan-keluhan yang tidak lagi bisa terucapkan oleh kita. (Roma 8:26). Kalau kita memiliki hati nurani yang berfungsi baik dengan kepekaan, kita akan mudah merasakan betapa seringnya Roh Kudus memberitahukan banyak hal lewat batin kita.

Itu adalah salah satu cara yang kerap dipakai oleh Tuhan untuk membimbing anak-anakNya. Kehendak bebas yang Dia berikan kepada kita membuat kita bisa memilih untuk patuh atau tidak terhadap suaraNya. Tapi kita harus mengimani bahwa Tuhan tahu tentang apa yang terbaik buat kita lebih dari apa yang kita pikir terbaik buat kita sendiri.

(bersambung)

Saturday, December 30, 2023

Panduan Damai Sejahtera (4)

 (Sambungan)

Ambil satu contoh saja saat kita mengambil keputusan disaat mood atau emosi kita sedang labil. Pada saat kita memutuskan dalam keadaan kesal, keputusan yang dipengaruhi suasana hati pada akhirnya akan menghasilkan hal-hal yang kemudian akan kita sesali. Ada yang mengambil keputusan cerai karena emosi kemudian menyesal saat sudah terlanjur terjadi. Pasangan-pasangan yang kemudian putus karena berbagai keputusan yang salah akibat didasari rasa cemburu berlebihan, orang yang kemudian merugi dalam usaha karena salah mengambil keputusan, orang yang kemudian menyakiti orang lain atau tindak kejahatan karena tidak bisa menguasai hatinya dari rasa sakit, cemburu atau iri. Itupun tentu berawal dari keputusan kita sendiri.

Semua ini adalah sedikit contoh dari banyaknya kasus lain yang merugikan bahkan menghancurkan karena pengambilan keputusan salah dengan didasari oleh keadaan hati yang sedang tidak tenang atau tidak stabil.

Jika dua contoh teman saya di awal menunjukkan bahwa mereka sebenarnya sudah berdoa dan bertanya tapi dengan hati yang tidak 'netral' dan sepenuhnya mau taat pada Tuhan, ada banyak orang pula yang mengikuti pikirannya sendiri dalam memutuskan tanpa bertanya terlebih dahulu pada Tuhan. Keuntungan yang memikat membuat kita terlalu cepat berpikir bahwa itulah yang terbaik. Kita melakukan dan memaksakan, meski hati nurani sebenarnya sudah mengingatkan agar setidaknya kita hati-hati dan mempelajari secara seksama terlebih dahulu. Dan pada akhirnya ketika kita mengalami kerugian akibat terburu-buru dalam mengambil keputusan. Setelah itu terjadi, barulah kita teringat bahwa sebenarnya Roh Kudus sudah berulang kali berbicara menasihati, tapi pikiran dan hati kita sedang tercemar sehingga kita tidak lagi mendengar Roh Allah sebenarnya sudah mengingatkan lewat hati nurani kita.

Adakah indikasi saat kita menuju pada pengambilan keputusan yang keliru? Dari pengalaman saya, salah satu indikasi yang paling sering dan paling mudah dirasa adalah tidak adanya rasa damai sejahtera ketika melakukan hal yang keliru itu, atau saat menjurus pada pengambilan keputusan yang keliru. Pernahkah anda merasa mulai kehilangan damai sejahtera saat melakukan sesuatu atau saat hendak mengambil keputusan? Kenapa kok rasanya tidak enak ya, seperti ada yang salah. Itu sederhananya yang mungkin kita rasa. Dan itu bisa menjadi salah satu indikasinya.

(bersambung)

Friday, December 29, 2023

Panduan Damai Sejahtera (3)

 (Sambungan)

Adalah sangat baik jika kita membawa dalam doa terlebih dahulu sebelum mengambil keputusan-keputusan penting. Tapi masalahnya, apakah hati kita murni menyerahkan keputusan kepada Tuhan dan siap untuk taat saat Tuhan bilang jangan? Seringkali bentuk doa sepintas seolah kita bertanya kepada Tuhan, tapi pada kenyataannya kita sedang berusaha memaksa Tuhan untuk menyetujui dan memberkati apa yang mau kita putuskan. Yang terjadi bukan "Jadilah kehendakMu, tapi jadilah kehendakku yang harus diapprove Tuhan, no matter what.

Belum apa-apa kita berani bilang yakin bahwa itu dari Tuhan. Nanti kalau yang terjadi adalah kerugian, Tuhan malah yang disalahkan. Ini sering dilakukan oleh orang percaya. Saya sendiri pernah terjebak dalam hal ini dan mengalami kerugian lumayan. Pengalaman ini kemudian saya jadikan pelajaran berharga buat ke depannya.

Hati dengan perasaan yang tidak murni kemudian mencemari pikiran sehingga mendatangkan pengambilan keputusan yang salah. Ini adalah satu dari penyebab klasik datangnya kerugian atau kegagalan. Jika demikian, pengambilan-pengambilan keputusan terutama yang penting atau krusial harus didasari pertimbangan atau pemikiran matang. Makin penting keputusan yang harus diambil, semakin panjang pula harusnya pertimbangan dan pemikirannya.

Benar, ada kalanya keputusan yang diambil harus cepat. Tapi biar bagaimanapun kita harus mengambil waktu sejenak agar keputusan bisa diambil saat kondisi hati sedang tenang, tidak terganggu oleh pemikiran atau perasaan apapun. Memutuskan sesuatu saat hati sedang panas, tidak tenang, sedang kesal seringkali akan berbeda hasilnya dengan saat dimana kita bisa berpikir jernih tanpa terganggu oleh suasana hati.

(bersambung)

Thursday, December 28, 2023

Panduan Damai Sejahtera (2)

 (Sambungan)

Contoh lainnya, ada teman lain yang cerita juga tentang kisah hidupnya yang ia anggap sangat fatal. Saat mertuanya meninggal, istrinya pun mendapat pembagian harta warisan yang jumlahnya cukup besar. Euforia mendapatkan modal besar, ia segera berhenti kerja agar ia bisa membangun bisnis lewat harta warisan itu.

Idenya tidak salah. Masalahnya, ia tidak tahu harus menanam modal di bidang apa. Ia pergi dari satu teman ke teman lain lalu bertanya sebaiknya ia investasi apa, lalu langsung mulai tanpa mempelajari dulu berbagai bisnis dari usulan teman-temannya itu. Misalnya, ia bisnis jual beli mobil bekas karena ia mendengar untungnya besar, tapi tidak mempelajari dulu baik-baik seperti apa model bisnis itu. Yang terjadi, ia malah rugi karena harus mengeluarkan dana ekstra untuk memperbaiki dan merenovasi mobil bekas sebelum dijual, dan ketika dijual harganya tidak cukup menutupi pengeluaran perbaikan tadi.

Di bisnis-bisnis lainnya pun sama. Ia jual beli baju karena kata temannya untungnya besar, tapi kemudian banyak dari bajunya yang diambil pembeli dalam partai besar dengan sistem buka bon ternyata tidak kunjung dibayar. Sialnya, masuklah masa pandemi yang kemudian meluluh lantakkan dunia. Ia mengaku menyesal sudah begitu gegabah dan ceroboh, tidak bijaksana mengelola uang warisan saat menerimanya dulu, tapi nasi sudah terlanjur jadi bubur. Tidak ada sisa sama sekali, yang ada malah hutang.

Kedua orang dalam contoh di atas sama-sama mengaku sudah berdoa dan merasa bahwa Tuhan approve. Bahkan yakin bahwa itu adalah jalan Tuhan. Kalau begitu kenapa pada akhirnya keduanya berakhir buruk? Itu karena seringkali keputusan kita sejak awal sudah terpengaruh oleh pikiran akan keuntungan yang bisa didapat atau motivasi yang keliru, yang berasal dari hati yang sudah tidak murni lagi.

(bersambung)

Wednesday, December 27, 2023

Panduan Damai Sejahtera (1)

 Ayat bacaan: Kolose 3:15 (BIS)
=====================
"Hendaklah keputusan-keputusanmu ditentukan oleh kedamaian yang diberikan oleh Kristus di dalam hatimu. Sebab Allah memanggil kalian untuk menjadi anggota satu tubuh, supaya kalian hidup dalam kedamaian dari Kristus itu. Hendaklah kalian berterima kasih."


Suatu kali ada seorang pengusaha sukses yang berbagi pengalamannya. Salah satu tips yang saya ingat betul darinya adalah mengenai pengambilan keputusan. Menurutnya, dalam sebuah pengambilan keputusan dibutuhkan pertimbangan yang matang, apalagi untuk hal-hal yang sifatnya krusial atau strategis alias penting. Dan pertimbangan yang matang hanya akan bisa kita miliki apabila pikiran sudah tenang. Pengambilan keputusan yang terburu-buru apalagi jika didasari emosi dan hanya berdasarkan incaran keuntungan semata hanya akan membawa kerugian. Menurutnya, seringkali keputusan akan sangat menentukan keberhasilan jangka panjang. Kesalahan mengambil keputusan bukan saja bisa membuat banyak waktu terbuang sia-sia tapi juga bisa sangat merugikan dalam banyak hal.

Saya sangat sepakat dengan apa yang ia sampaikan. Dan saya mengingat betul tips atau nasihat darinya ini karena pengambilan keputusan bukan hanya dalam bisnis atau usaha alias di market place, tapi adalah sesuatu yang terus kita lakukan hampir setiap hari. Kita akan selalu dihadapkan pada proses pengambilan keputusan sejak bangun tidur hingga kembali tidur di malam hari. Ada keputusan-keputusan yang sifatnya penting, ada juga yang ringan-ringan seperti misalnya apakah kita mau mandi dulu baru makan, mau melakukan apa duluan saat bangun, dan sebagainya.

Kalau untuk pengambilan keputusan yang biasa-biasa saja atau tidak serius kita bisa santai menyikapinya, sebuah pengambilan keputusan  yang menyangkut sesuatu yang penting haruslah melalui proses pemikiran serius dan matang. Tidak boleh tergesa-gesa, tidak boleh buru-buru, tidak boleh hanya dilihat dari satu sisi dan tidak boleh pakai emosi. Emosi yang saya maksud bukan soal marah-marah, tapi yang didasari hawa nafsu, seperti tergiur iming-iming keuntungan, hanya karena iri, ingin mencari pujian atau sejenisnya.

Saya pun ingat seorang teman pengerja yang merasa bersyukur diingatkan istrinya saat ia hampir memutuskan sesuatu. Ceritanya ia ditawari kerjasama oleh salah seorang teman lamanya. Dari sisi keuntungan terlihat begitu menjanjikan. Dari segi resiko pun sebenarnya terbilang kecil. Tapi istrinya melihat sesuatu yang tidak ia lihat, yaitu dari sisi kepribadian. Istrinya mengenal teman lama suaminya ini sebagai pribadi yang kurang bisa dipercaya. Itu membuat istrinya tidak setuju akan tawaran itu.

Teman pengerja ini mula-mula merasa istrinya terlalu kuatir. Ia merasa sudah mengenal temannya sejak lama, sedang istrinya baru sekarang bertemu dan kenal. Ia mengaku sudah membawa dalam doa dan merasa sepertinya itu adalah berkat dari Tuhan. Untungnya ia masih mau berpikir panjang sebelum memutuskan apa-apa. Akhirnya ia memutuskan untuk mengikuti saran istrinya dan batal menjalin kerjasama. Tidak lama setelah itu, ia pun mendengar bahwa rekanan bisnis si teman lama yang masuk menggantikan dirinya ditipu hingga miliaran rupiah. Sang teman pun kemudian raib entah kemana. Ia pun bersyukur punya istri yang peka sehingga tidak harus menjadi korban penipuan.

(bersambung)

Tuesday, December 26, 2023

Room for Jesus (6)

 (sambungan)

Bukan hanya sekedar numpang lewat, bukan menginap, tetapi tinggal berdiam atau dalam bahasa Inggrisnya disebut dengan kata "dwell" dan bukan "stay". Semua itu hanyalah dimungkinkan apabila kita benar-benar mengasihi Yesus dan menuruti firmanNya. (ay 14).

Dengan menjadi milikNya kita pun dilayakkan untuk menerima janji-janji Allah seperti yang Dia janjikan kepada Abraham. "Dan jikalau kamu adalah milik Kristus, maka kamu juga adalah keturunan Abraham dan berhak menerima janji Allah." (Galatia 3:29).

Untuk keselamatan dan segala kebaikan dalam kelimpahan bagi kita, dengan digerakkan oleh rasa kasih Allah yang begitu besar pada kita, Yesus rela menggantikan kita di atas salib dan menebus semua itu dengan lunas. Tidak satupun yang Dia lakukan untuk kepentinganNya. Alangkah keterlaluan apabila kita tidak menghargai sedikitpun anugerah luar biasa yang telah Dia berikan kepada kita. Pikirkanlah hal ini dalam memperingati kelahiranNya tahun ini.

Menyambut Natal kali ini, mari kita introspeksi diri. Dalam segala kesibukan dan hal-hal yang harus kita lakukan, masihkah kita menempatkan Kristus pada posisi teratas atau kita sebenarnya masih terus mengabaikan atau menyisihkan Dia yang telah menciptakan dan begitu mengasihi kita? Apakah kita masih memberikan Yesus sebuah kondisi memperihatinkan seperti saat Yesus lahir dalam rupa manusia lebih dari dua ribu tahun yang lalu? Tidak ada tempat kecuali palungan yang kotor, sebuah tempat sisa yang tidak layak sama sekali untuk manusia apalagi Yesus, atau jangan-jangan kita malah lebih parah, bahkan dalam palungan pun Yesus tidak kita ijinkan untuk berdiam.

Mari hari ini kita membuka hati kita sepenuhnya untuk Kristus. Katakanlah kepadaNya bahwa selalu ada ruang yang luas untukNya di dalam hati kita. Undang Dia untuk hadir dan berdiam disana. Mulai dari hari ini, ijinkan dia berdiam dalam diri kita dan bertahta sepenuhnya atas hidup kita. Selamat Hari Natal teman-teman, Tuhan Yesus memberkati.

"Everyone is always trying to leave Jesus out, which is one reason we are in the mess we are in." (quote dari film berjudul War Room)

Monday, December 25, 2023

Room for Jesus (5)

 (sambungan)

Untuk apa Yesus datang? Alkitab mencatat: "Sebab Anak Manusia datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang." (Lukas 19:10). Dia rela turun ke bumi untuk kita, sama sekali bukan untuk kesenanganNya. Yesus bukan turun ke dunia dalam rangka berlibur atau mau bersenang-senang. "Tetapi sesungguhnya, penyakit kitalah yang ditanggungnya, dan kesengsaraan kita yang dipikulnya..tertikam oleh karena pemberontakan kita, dia diremukkan oleh karena kejahatan kita; ganjaran yang mendatangkan keselamatan bagi kita ditimpakan kepadanya, dan oleh bilur-bilurnya kita menjadi sembuh." (Yesaya 53:4-5).

Dia bahkan rela mati bagi kita. Sebuah bentuk kasih di level tertinggi yang akan sangat sulit untuk kita lakukan. Oke lah, kalau untuk anak, pasangan, orang tua, kita mungkin masih bisa berkorban nyawa. Bagaimana jika itu untuk orang-orang yang tidak kita kenal, atau bahkan bersikap jahat? Yesus melakukan karya penebusan bagi semua orang tanpa terkecuali. Betapa luar biasanya itu. Kalau kita menyadari semua ini, masih pantaskah kita menempatkanNya hanya dalam posisi-posisi kesekian, atau bahkan tidak mendapat posisi sama sekali?

Selain itu Yesus juga berkata: "Pencuri datang hanya untuk mencuri dan membunuh dan membinasakan; Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan." (Yohanes 10:10).

Renungkanlah. Hanya agar kita memiliki hidup yang sesungguhnya, yang tidak terbatas hanya di muka bumi ini, dan memiliki itu semua dalam segala kelimpahan. Kelimpahan. Melimpah. Overflowing. Bayangkan sebuah gelas yang diisi air yang mengucur deras sehingga keluar dari wadahnya secara melimpah-limpah. Dan saya tidak berbicara sempit hanya dari sisi harta, tapi juga kebahagiaan, damai sukacita, kesejahteraan, keberhasilan dan lain-lain. Seperti itulah yang dijanjikan Tuhan lewat kehadiran Yesus.

 Yesus adalah satu-satunya jalan menuju keselamatan. Tidak ada apapun yang bisa menjadi alternatif lain untuk memperoleh itu. "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku." (Yohanes 14:6). Kerinduan Yesus jelas. Dia ingin tinggal diam bersama-sama dengan Allah di dalam diri kita.

(bersambung)

Sunday, December 24, 2023

Room for Jesus (4)

 (sambungan)

Kalau kita geleng-geleng kepala saat menyaksikan bahwa Yesus harus lahir di palungan karena tidak ada sama sekali tempat untukNya, apakah kita hari ini sudah menyiapkan tempat yang pantas bagiNya? Jika kita masih termasuk orang yang menomorsekiankan urusan Tuhan demi segala kesibukan maupun agenda padat jadwal kita, apakah pantas memperlakukan Tuhan yang sudah meninggalkan tahtaNya untuk turun ke dunia yang penuh penderitaan ini untuk menyelamatkan kita dengan sikap dan perlakuan seperti itu?

Seringkali yang terjadi adalah urutan Tuhan ditempatkan pada nomor buncit alias terakhir. Kita akan berpikir, sudahlah skip saja berdoa satu kali, tidak apa-apa, kan kita sudah terlalu lelah bekerja atau sibuk seharian. Sudahlah, nanti saja saat teduh kalau ada waktu, agenda saya padat hari ini jadi harus mulai sepagi mungkin. Kita bisa sakit kalau kurang istirahat, jadi langsung tidur saja urusan doa dan lain sebagainya nanti saja kalau sudah ada waktu lowong. Bukankah itu menjadi hal biasa di pikiran kita?

Atau, sekali-kali tidak apa-apalah berbuat dosa. Bukan dosa serius kok, ini biasa saja. Cuma untuk fun doang, itupun bukan sering-sering. Nanti tinggal minta ampun saja beres. Kan Tuhan itu Mama Pemurah, Maha Pemaaf, Maha Penyayang, jadi pasti Dia mengampuni. Santai saja. Itu pun sering menjadi paradigma berpikir kita yang keliru dalam menyikapi kebaikan, kemurahan dan kasih Tuhan bagi kita.

Mari kita ingat hal penting berikut ini bersama-sama. Kalau hari ini kita bisa hidup dengan janji yang teguh akan keselamatan, hari ini kita bisa memasuki tahta Allah yang kudus dengan keberanian, hari ini kita bisa berhak untuk menerima segala janji Allah dalam kelimpahan, semua itu adalah berkat Yesus. Sepanjang hidup kita sudah merasakan kasihNya yang begitu besar. Sudah seharusnya Dia mendapatkan posisi yang paling utama kapanpun, dimanapun dari kita. Sudah seharusnya Yesus mendapatkan yang terbaik dari kita. Sudah seharusnya kita menyerahkan seluruh diri kita kepadaNya, mengasihiNya dengan segenap hati dan hidup kita. Dan, sudah seharusnya kita jangan sampai mengecewakan atau mendukakanNya dengan perilaku kita dalam hidup ini. Seharusnya Dia menerima segala yang terbaik dari kita. Dia lebih dari layak untuk menerima itu.

(bersambung)

Saturday, December 23, 2023

Room for Jesus (3)

 (sambungan)

Lalu bayangkan pula melahirkan dalam palungan. Palungan tentu jauh dari kondisi bersih. Bukan lagi tidak higienis tapi sangat jorok dan penuh bakteri dan berbagai kuman penyakit. Tapi itulah kondisi yang harus dihadapi Yusuf dan Maria, juga bayi Yesus. Dan semua ini berawal dari ketidak-adaan tempat sedikitpun di semua rumah penginapan. Lukas mencatatnya dengan jelas. "Dan ia melahirkan seorang anak laki-laki, anaknya yang sulung, lalu dibungkusnya dengan lampin dan dibaringkannya di dalam palungan, karena tidak ada tempat bagi mereka di rumah penginapan." (Lukas 2:7).

Ayat inilah yang saya pakai jadi ayat renungan hari ini. Ayat Lukas 2:7 ini membuat saya berpikir, bagaimana mungkin tidak ada ruang sedikitpun untuk Raja diatas segala raja? Nyatanya tidak ada. Bagi orang lain dan hal-hal lain, ruang itu ada. Tetapi bagi Yesus? Maaf saja, tidak ada. Bayangkan, Tuhan yang menciptakan seluruh dunia ini datang, tapi justru tidak ada sedikitpun ruang bagiNya.

Kejadian luar biasa penting itu terjadi pada sebuah malam istimewa di Betlehem lebih dari dua ribu tahun lebih yang lalu. Tapi sadarkah kita bahwa sebenarnya apa yang terjadi waktu itu belum berubah hingga hari ini? Kita mengaku percaya, kita dengan bangga menerima anugerah keselamatan, tapi kalau mau diurutkan prioritas dalam hidup, Yesus masih saja berada di bagian belakang, terpinggirkan, dalam kehidupan sebagian besar dari kita.

Kita mengaku percaya, tetapi Dia hanya mendapat tempat kalau kita ada perlu saja. Atau, hanya jika keberadaannya tidak mengganggu kesenangan kita. Ketika ada perintah-perintah dan larangan Tuhan yang terasa mengganggu kesenangan kita, maka dengan segera Tuhan pun dipinggirkan. Kita ingin Dia segera menolong kesesakan kita, tetapi begitu pertolongan itu tiba, secepat itu pula Dia kembali kita sisihkan. Tidak ada tempat khusus buat Yesus. atau malah tidak ada tempat sama sekali buat Dia. Itu terjadi dua ribu lebih tahun yang lalu, hari ini hal yang sama pun masih terjadi.

(bersambung)

Friday, December 22, 2023

Room for Jesus (2)

 (sambungan)

Lebih dari 2000 tahun yang lalu, ada Raja di atas segala raja yang turun ke dunia, melakukan misi penyelamatan umat manusia sebagai buah dari kasih Bapa yang begitu besar terhadap kita, sosok manusia yang sebenarnya tidak layak menerimanya. Kalau tamu biasa saja akan kita sambut dengan segenap daya upaya kita, ini yang datang Raja di atas segala raja lho. Logikanya, penyambutan seharusnya melibatkan seluruh dunia, menyediakan apa yang terbaik yang ada di muka bumi ini untuk menyambut kedatangan Sang Raja. Bukankah begitu?

Tapi mari kita mundur kepada waktu dimana Yesus lahir dan melihat apa yang terjadi disana. Tidak ada red carpet untuk menyambutnya. Tidak ada hotel bintang 5, tidak ada fasilitas terbaik, pelayan yang siap berjaga selama 24 jam, box bayi emas bertahta berlian, kain sutera yang termahal untuk membalutnya, box bayi super mewah, dokter terbaik. Semua tidak ada. Jangankan hotel mewah, tidak ada satupun tempat penginapan yang mau menampung Yesus dan kedua orang tuaNya.

Saya bisa membayangkan bagaimana repot dan kalutnya Yusuf waktu itu, dan betapa menderitanya Maria karena sudah waktunya melahirkan. Yusuf harus membawa istri yang sedang hamil tua berkeliling dari satu tempat penginapan ke tempat penginapan lainnya. Itu tentu sangat merepotkan.

Saya pernah melakukan perjalanan backpack alias hanya menenteng satu ransel saja, dan sempat luntang lantung di sebuah kota di negara lain karena tidak mendapatkan penginapan. Dan itu melelahkan , bikin pusing dan stres. Mau tidur dimana saya nanti malam? Bagaimana kalau tidak dapat kamar? Nah, itu cuma saya sendirian. Yusuf tengah membawa istri yang akan segera melahirkan, di tengah malam dan ia tidak kunjung mendapatkan tempat bermalam dan untuk bersalin. Bayangkan bagaimana rasanya bagi Yusuf waktu itu.

Kalau Yusuf saja sudah terbayang repotnya,  bagi Maria sendiri situasi itu tentu sangat menyiksa. Mereka akhirnya hanya mendapatkan kandang hewan ternak. Coba bayangkan, adakah seorang ibu yang bermimpi untuk meletakkan bayinya di palungan, tempat makanan ternak karena tidak ada satupun lagi tempat yang mau menampung? Harus melewati proses melahirkan tanpa ada bidan, perawat apalagi dokter yang siap mendampingi.

(bersambung)

Thursday, December 21, 2023

Room for Jesus (1)

 Ayat bacaan: Lukas 2:7
=================
"dan ia melahirkan seorang anak laki-laki, anaknya yang sulung, lalu dibungkusnya dengan lampin dan dibaringkannya di dalam palungan, karena tidak ada tempat bagi mereka di rumah penginapan."


Ada seorang penyanyi legendaris yang sampai hari ini masih aktif yang cukup dekat dengan saya, bahkan dalam berbagai kesempatan menyebut saya sebagai anak angkatnya. Saya sudah sejak kecil mengidolakannya karena saya menyukai lagu-lagunya dan suaranya. Siapa sangka beliau kemudian menganggap saya seperti anaknya. Kalau ia datang ke kota saya, ia selalu menyempatkan diri untuk berkunjung ke rumah.

Yang lucu adalah reaksi istri saya saat pertama kali saya kabari bahwa beliau mau datang ke rumah. Wah, ia panik, karena merasa rumah kami tidak cukup layak untuk menyambut artis dengan nama sebesar beliau. Ia kalang kabut mau merapikan rumah yang padahal menurut saya tidak berantakan, mau menyiapkan makanan, cemilan, kue dan sebagainya. Itu cuma mau berkunjung, bagaimana kalau hendak menginap? Entah sepanik apa lagi dia nanti. Saat saya ketawai kepanikannya, istri saya menjawab, Kamu itu ya, ada orang terkenal mau datang ke rumah, masa kamu cuek banget? Jangankan artis, tamu biasa saja kita harus sambut dengan baik. Itu bentuk penghormatan kita kepada tamu yang datang berkunjung."

Memang budaya ketimuran mengajarkan kita untuk menghormati dan menyambut tamu dengan sebaik mungkin. Itu salah satu kebiasaan bangsa kita yang saya pikir sangat bagus dan harus dilestarikan. Kalau kedatangan tamu, maka kita biasanya akan menyiapkan segala sesuatu yang kita anggap akan membuat mereka dihargai dan nyaman berada di rumah kita. Mungkin kita akan keluarkan setiap cemilan yang ada di lemari, mungkin kita akan memasak makanan yang kita anggap paling enak, dan kalau menginap, kita akan siapkan kamar bak hotel, atau setidaknya ruangan yang rapi, nyaman, bersih agar mereka betah dan senang.

Saya membayangkan seandainya istri saya  mendapatkan surat bahwa Presiden hendak datang menginap di rumahnya. Seperti apa ya reaksinya? Saya yakin ia akan panik tingkat dewa ingin mempersiapkan yang terbaik buat menyambut kedatangannya. Jangan-jangan dia akan maksa akan merenovasi rumah. Makanan apa yang beliau suka? Sedapat mungkin pasti dia siapkan. Lantas, kira-kira hadiah apa ya yang pas? Tidak murahan, tapi jangan sampai dianggap gratifikasi. Lalu harus pakai pakaian seperti apa? Bagaimana dengan jalan masuk yang cuma di plur Wah, saya geli sendiri kalau membayangkan bisa sampai sepanik apa dia.  Tapi begitulah kita di Indonesia. Sedapat dan sebisa mungkin, kita pasti memberikan yang terbaik untuk menyambut tamu yang datang ke rumah kita.

(bersambung)

Wednesday, December 20, 2023

Prioritas (15)

 (sambungan)

Kembali kepada bangsa Israel yang ditegur, apa yang kemudian menjadi reaksi bangsa Israel saat mendengar apa pesan yang disampaikan Tuhan lewat Hagai? Berikut ini adalah bentuk reaksi mereka.

"Lalu Zerubabel bin Sealtiel dan Yosua bin Yozadak, imam besar, dan selebihnya dari bangsa itu mendengarkan suara TUHAN, Allah mereka, dan juga perkataan nabi Hagai, sesuai dengan apa yang disuruhkan kepadanya oleh TUHAN, Allah mereka; lalu takutlah bangsa itu kepada TUHAN. Maka berkatalah Hagai, utusan TUHAN itu, menurut pesan TUHAN kepada bangsa itu, demikian: "Aku ini menyertai kamu, demikianlah firman TUHAN." TUHAN menggerakkan semangat Zerubabel bin Sealtiel, bupati Yehuda, dan semangat Yosua bin Yozadak, imam besar, dan semangat selebihnya dari bangsa itu, maka datanglah mereka, lalu melakukan pekerjaan pembangunan rumah TUHAN semesta alam, Allah mereka." (Hagai 1:12-14).  

Tuhan bukannya tidak menghargai kerja keras kita. Dia sangat menghargai dan rindu untuk memberkati setiap jerih payah kita yang dilakukan atas dasar yang baik dan benar. Tetapi adalah penting bagi kita untuk tidak keliru dalam menetapkan prioritas. Kalaupun saat ini kita sudah keliru dalam menyusun prioritas, perbaiki segera dan saya percaya Tuhan akan menyertai dan memberkati kita dengan berlimpah.  kita menurut dan melakukan segera membangun rumah Tuhan dalam segala aspek kehidupan kita maupun keluarga, seketika itu pula Tuhan akan kembali menyertai kita.

Hari ini mari kita periksa dengan seksama kehidupan kita, keluarga kita, persekutuan maupun gereja kita. Apakah rumah Tuhan disana sudah berdiri dalam kondisi baik atau masih berantakan, jangan-jangan seperti bangsa Israel waktu itu tinggal puing-puing yang dibiarkan begitu saja? Apakah kita sudah mendahulukan pembangunannya secara sungguh-sungguh atau kita masih terlalu sibuk membangun istana kita sendiri? Lebih dari segalanya, tempatkanlah Tuhan dan rumahNya sebagai yang pertama dan terutama dalam kehidupan kita. Mari  kita periksa skala prioritas kita dan tempatkan sesuai yang benar. Tuhan ingin kita semua mengerti dan tidak melakukan kesalahan, agar Dia bisa menyertai kita sepenuhnya sesuai dengan keinginan hatiNya.

Wonderful life is found in nowhere else but God's house


Tuesday, December 19, 2023

Prioritas (14)

 (sambungan)

Seringkali kekacauan atau kegagalan kita bukan bersumber dari ketidakmampuan kita mengerjakan atau melakukannya, tetapi bersumber dari kegagalan kita menyusun skala prioritas. Kalau kita tidak menganggap penting penyusunan prioritas, terutama bagi kita yang punya banyak ragam kegiatan setiap harinya, maka kita bisa keliru dalam memutuskan mana yang harus dipentingkan, mana yang bisa menyusul, mana yang bisa diwakilkan dan mana yang bisa dibuang saja. Yang sering terjadi, kita justru sibuk melakukan yang tidak begitu penting, atau malah tidak penting sama sekali lantas menomorduakan mana yang seharusnya menjadi prioritas utama. Dan disanalah nanti awal kegagalan kita akan bermula.

Lantas bagaimana kita bisa menentukan mana yang penting, mendesak dan yang tidak? Kejujuran kita dalam menentukan menjadi hal yang sangat dibutuhkan. Keseriusan kita dalam memilih, dan keseriusan kita dalam memikirkan masing-masing kegiatan yang ada di agenda kita setiap harinya pun menjadi sangat penting. Jika tetap masih bingung, hikmat yang berasal dari Tuhan pasti akan memampukan kita menimbang dan mengklasifikasikan semua itu satu persatu untuk berada di kotak yang tepat.

Ada banyak metode atau cara untuk menyusun skala prioritas, dan bagi saya matrix keputusan mantan presiden Amerika, Eisenhower ini sangat baik untuk dijadikan rujukan. Sistemnya sederhana, mudah dimengerti tapi bisa sangat membantu agar kita bisa menempatkan semua agenda kita ke dalam koridornya masing-masing sehingga kita tidak sampai salah langkah.

Kalaupun mau memakai sistem yang lebih sederhana lagi, misalnya hanya dengan menempatkan skala prioritas dalam urutan nomor dari 1 sampai sekian, itu pun tentu tidak apa-apa. Intinya adalah, kita harus menyadari bahwa menyusun prioritas itu merupakan hal penting agar kita bisa menyelesaikan segala sesuatu dengan baik tanpa mengalami kerugian atau kemalangan. Prioritze your priorities, before you start doing your schedules, tasks, activities and so on.
Jangan sampai kita sudah mati-matian berusaha, tapi ujungnya malah sia-sia atau bahkan menuai kehancuran. Jangan sampai kita mengalami kegagalan dalam hal-hal penting hanya karena kita malah sibuk menomorsatukan hal yang kurang penting hanya karena kita salah dalam menyusun prioritas.

(bersambung)

Monday, December 18, 2023

Prioritas (13)

 (sambungan)

Ada salah satu model priority setting yang saya anggap sangat baik untuk diterapkan. Cara set up prioritas ini diajarkan oleh mantan presiden ke 34 Amerika Serikat yang menjabat dari tahun 1953 hingga 1961, Dwight D. Eisenhower, dan ia mengaku mendapatkan itu dari seorang teman saat masa kuliah.

Priority setting ini dikenal dengan nama 'The Eisenhower Decision Matrix'. Berikut adalah gambaran bagannya:





Perhatikanlah gambar di atas. Secara umum skala prioritas ia bagi dua, yaitu Urgent dan Important. Mendesak dan Penting. Lalu ia menempatkan kotak-kotak disana masing-masing berisi satu D, yaitu Do, Decide, Delegate, Delete. Lakukan, Putuskan, Wakilkan, Abaikan (Hapus). Dan taruhlah masing-masing agenda kita di kotak-kotak tersebut.

Jika sebuah agenda kita ada di persilangan antara Mendesak dan Penting (Urgent and Important), itu artinya 'Do', alias lakukan segera, sekarang juga, jangan tunda lagi lebih lama. Jika ada di kotak Penting tapi tidak Mendesak, maka lakukan scheduling untuk mengerjakan atau melakukannya.

Selanjutnya, apabila agenda itu ada di kotak Mendesak tapi Tidak Penting, itu artinya bisa kita delegasikan. Pikirkan dan cari siapa yang kira-kira kita anggap bisa melakukan hal itu mewakili kita. Dan, kalau agenda itu jatuh pada kotak Tidak Penting dan Tidak Mendesak, itu bisa kita abaikan saja, hapus dari agenda alias Delete.

Seringkali kekacauan atau kegagalan kita bukan bersumber dari ketidakmampuan kita mengerjakan atau melakukannya, tetapi bersumber dari kegagalan kita menyusun skala prioritas.

(bersambung)


Sunday, December 17, 2023

Prioritas (12)

 (sambungan)

Tuhan ada, berdiam/menetap dalam hati kita masing-masing, dan bersama-sama umatNya membangun bait Allah, seperti yang disebutkan dalam Efesus 2:21: "Di dalam Dia tumbuh seluruh bangunan, rapih tersusun, menjadi bait Allah yang kudus, di dalam Tuhan.") dan 1 Petrus 2:5 : "Dan biarlah kamu juga dipergunakan sebagai batu hidup untuk pembangunan suatu rumah rohani, bagi suatu imamat kudus, untuk mempersembahkan persembahan rohani yang karena Yesus Kristus berkenan kepada Allah.".

Seperti itulah yang dimaksud dengan bait Tuhan itu. Karenanya, hubungan dengan Tuhan harus berada pada prioritas paling utama. Jangan sampai agenda-agenda kepentingan kita yang mengambil alih posisi tersebut dan bertahta di atas hidup kita. Kita harus membangun rumah Tuhan dalam diri kita, dimana Tuhan bisa menyatakan kuasaNya, menasihati, berpesan dan mengingatkan kita, juga menegur. Sebuah rumah Tuhan dalam diri kita menjadi tempat kita untuk merasakan hadiratNya yang damai dan kudus, dimana kita bisa merasakan kehadiran dan kasihNya dalam sebuah hubungan yang sangat erat, dan menjadi tempat dimana kita menyatakan kasih kita kepadaNya.

Dalam keluarga, membangun mesbah keluarga juga menjadi bentuk dari rumah Tuhan yang akan menjadi sendi-sendi kokoh kehidupan keluarga yang takut akan Tuhan. Keluarga yang punya rumah Tuhan dalam kondisi berdiri dengan baik akan kuat menghadapi berbagai kesulitan, badai dalam perjalanannya. Hidup boleh sulit, tapi kekuatan bersama-sama dalam menghadapinya akan membuat kita menjadi anak-anak Tuhan yang tangguh dan solid.  

Akan halnya gereja, sebuah gereja juga harus menjaga agar jangan sampai terjebak pada kekeliruan yang sama, menempatkan program-program yang disusun sebagai prioritas paling utama dan menekan kesempatan Roh Kudus untuk menuntun pergerakannya. Program yang disusun tentu baik selama didasari pada tugas yang diberikan Tuhan, tapi semua itu tidaklah lebih penting daripada membangun rumah Tuhan sebagai pondasi kehidupan gereja tersebut.

Ingat, pergeseran prioritas kerap terjadi tanpa kita sadari. Di balik sesuatu yang baik, jika tidak kita perhatikan serius bisa timbul pergeseran yang bisa mendatangkan banyak masalah. Kesalahan prioritas bisa membuat kita tidak maju-maju, tidak memperoleh sesuai yang diharapkan, jerih payah sia-sia, bukannya meningkat tapi malah menurun, itu semua bisa diawali oleh mulai bergesernya prioritas kita.

(bersambung)

Saturday, December 16, 2023

Prioritas (11)

 (sambungan)

Yesus mengingatkan hal esensial mengenai hal ini. Untuk apa kita mati-matian menimbun harta dan menyisihkan atau melupakan hal-hal yang sebenarnya lebih penting? Bukankah tidak satupun dari kita yang tahu berapa lama lagi masa hidup kita di dunia? Sudah mati-matian mengejar kekayaan, tapi belum sempat dinikmati sudah keburu tiada. Itu menurut Tuhan hanya dilakukan orang bodoh. Salomo bilang: "Kesia-siaan belaka, kata Pengkhotbah, kesia-siaan belaka, segala sesuatu adalah sia-sia." (Pengkotbah 1:2).

Sekarang mari kita lihat apa yang  dimaksud dengan rumah Tuhan. Dalam konteks Hagai, rumah Tuhan mengacu kepada baitNya di Yerusalem yang menjadi pusat penyembahan Tuhan. Tapi setelah penebusan Yesus, bait Tuhan bukan lagi secara sempit mengacu pada bangunan melainkan diri kita, umatNya baik secara individu maupun kelompok. Lihatlah beberapa ayat berikut ini:

"Tidak tahukah kamu, bahwa kamu adalah bait Allah dan bahwa Roh Allah diam di dalam kamu? Jika ada orang yang membinasakan bait Allah, maka Allah akan membinasakan dia. Sebab bait Allah adalah kudus dan bait Allah itu ialah kamu." (1 Korintus 3:16-17).

"Atau tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah bait Roh Kudus yang diam di dalam kamu, Roh Kudus yang kamu peroleh dari Allah, --dan bahwa kamu bukan milik kamu sendiri? Sebab kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar: Karena itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu!" (1 Korintus 6:19-20).

"Apakah hubungan bait Allah dengan berhala? Karena kita adalah bait dari Allah yang hidup menurut firman Allah ini: "Aku akan diam bersama-sama dengan mereka dan hidup di tengah-tengah mereka, dan Aku akan menjadi Allah mereka, dan mereka akan menjadi umat-Ku." (2 Korintus 6:16).

(bersambung)

Friday, December 15, 2023

Prioritas (10)

 (sambungan)

Bangsa Israel di masa Hagai menerima teguran keras dari Tuhan. "Kamu mengharapkan banyak, tetapi hasilnya sedikit, dan ketika kamu membawanya ke rumah, Aku menghembuskannya. Oleh karena apa? demikianlah firman TUHAN semesta alam. Oleh karena rumah-Ku yang tetap menjadi reruntuhan, sedang kamu masing-masing sibuk dengan urusan rumahnya sendiri. Itulah sebabnya langit menahan embunnya dan bumi menahan hasilnya, dan Aku memanggil kekeringan datang ke atas negeri, ke atas gunung-gunung, ke atas gandum, ke atas anggur, ke atas minyak, ke atas segala yang dihasilkan tanah, ke atas manusia dan hewan dan ke atas segala hasil usaha." (Hagai 1: 9-11).

Jangan sampai teguran keras ini jatuh pada kita. Kalau kita terlanjur mengalaminya, periksa dahulu seperti apa kita menyusun prioritas hidup kita saat ini, dan kalau kita tanpa sadar sudah bergeser, kembalikanlah urutannya pada yang terbaik.

5. Orang yang salah prioritas akan gagal mendapat apa yang mereka kejar

Pasal 1 ayat 4 dalam kitab Hagai mengatakan seperti ini: "Apakah sudah tiba waktunya bagi kamu untuk mendiami rumah-rumahmu yang dipapani dengan baik, sedang Rumah ini tetap menjadi reruntuhan?" Orang Israel saat itu mengejar untuk memiliki kehidupan yang baik. Tapi masalahnya, dari ayat 6 dan 9 sampai 11 mengatakan, bahwa meski mereka bisa memperolehnya, tapi itu tidak akan mendatangkan kepuasan.

Ada sebuah perumpamaan dari Yesus yang sangat menarik untuk kita simak.

"Ada seorang kaya, tanahnya berlimpah-limpah hasilnya.  Ia bertanya dalam hatinya: Apakah yang harus aku perbuat, sebab aku tidak mempunyai tempat di mana aku dapat menyimpan hasil tanahku. Lalu katanya: Inilah yang akan aku perbuat; aku akan merombak lumbung-lumbungku dan aku akan mendirikan yang lebih besar dan aku akan menyimpan di dalamnya segala gandum dan barang-barangku. Sesudah itu aku akan berkata kepada jiwaku: Jiwaku, ada padamu banyak barang, tertimbun untuk bertahun-tahun lamanya; beristirahatlah, makanlah, minumlah dan bersenang-senanglah!  Tetapi firman Allah kepadanya: Hai engkau orang bodoh, pada malam ini juga jiwamu akan diambil dari padamu, dan apa yang telah kausediakan, untuk siapakah itu nanti? Demikianlah jadinya dengan orang yang mengumpulkan harta bagi dirinya sendiri, jikalau ia tidak kaya di hadapan Allah." (Lukas 12:16-21).

(bersambung)

Thursday, December 14, 2023

Prioritas (9)

 (sambungan)

4. Orang yang meletakkan istananya di atas rumah Tuhan mengalami teguran bahkan hukuman

Bangsa Israel pada masa itu mengalami masalah akibat keputusan mereka tidak mementingkan atau mempedulikan bait Tuhan. Mereka bekerja, tapi tidak memperoleh hasil sesuai jerih payah mereka. Itu bisa kita baca dalam Hagai pasal 1. "Kamu menabur banyak, tetapi membawa pulang hasil sedikit; kamu makan, tetapi tidak sampai kenyang; kamu minum, tetapi tidak sampai puas; kamu berpakaian, tetapi badanmu tidak sampai panas; dan orang yang bekerja untuk upah, ia bekerja untuk upah yang ditaruh dalam pundi-pundi yang berlobang!" (ay 6).

Banyak menabur benih, tapi hasilnya jauh dari yang diharapkan. Makan sih makan, tapi tidak kenyang. Masih bisa minum, tapi tidak puas. Punya pakaian, tapi tidak cukup untuk menghangatkan badan. Dan tampaknya badai inflasi pun terjadi pada saat itu, hingga dikatakan upah yang mereka dapat seperti ditaruh dalam pundi-pundi yang berlobang, atau kantong yang bolong. Uang yang didapatkan dengan susah payah bocor terbuang entah kemana. Ada 'ngengat' dan 'karat' yang menggerogoti sehingga tidak ada yang bersisa, kalau tidak malah merugi.

Penyebab itu terjadi bisa macam-macam, tapi salah satunya bisa terjadi dari kekeliruan kita dalam menempatkan Tuhan dalam skala prioritas kita. Itu bisa mendatangkan masalah, bahkan peringatan maupun hukuman dari Tuhan. Kalau kita sudah bekerja lebih keras tapi bukannya mendapat lebih banyak melainkan habis lebih cepat, bukannya maju tapi mundur, maka ada baiknya kita memeriksa dahulu urutan kepentingan dalam hidup kita sebelum kita buru-buru menyalahkan Tuhan. Akan hal ini, Tuhan melalui Hagai mengingatkan bahwa yang mengendalikan hujan dan panen adalah Tuhan. Ada kalanya Tuhan menahan berkatNya bahkan memberi kita pelajaran karena ingin kita menata ulang prioritas kita terlebih dahulu.

Yesus sudah mengingatkan kita akan hal ini dalam banyak kesempatan. Selain bahayanya mengejar harta dunia dimana ada ngengat dan karat yang bisa membuat semuanya ludes sia-sia, perhatikan pula ayat berikut ini: "Bekerjalah, bukan untuk makanan yang akan dapat binasa, melainkan untuk makanan yang bertahan sampai kepada hidup yang kekal, yang akan diberikan Anak Manusia kepadamu; sebab Dialah yang disahkan oleh Bapa, Allah, dengan meterai-Nya." (Yohanes 6:27). Betapa seringnya kita gagal atau lupa memahami hal ini. Kita mengejar makanan yang dapat binasa, the foods that perish, tapi lupa mengejar makanan yang akan bertahan sampai kehidupan yang kekal, instead we are forgetting the food that endures until the eternal life.

(bersambung)

Wednesday, December 13, 2023

Prioritas (8)

 (sambungan)

3. Kita punya seribu satu alasan untuk mendahulukan kepentingan 'rumah' atau 'istana' kita di atas bait Tuhan

Akan hal ini, mari kita lihat kembali kitab Hagai. Orang Israel berkata: " Sekarang belum tiba waktunya untuk membangun kembali rumah TUHAN!" (Hagai 1:2).  Dalam bahasa sehari-hari kira-kira seperti ini: "Waduh, nanti dulu dong Tuhan.. saya masih punya kesibukan yang harus didahulukan. Nanti kalau sudah selesai saya akan bangun lagi rumahMu dalam hidup saya." Atau, "Tuhan, please don't get me wrong. Saya tahu membangun bait Tuhan itu penting, dan saya sangat bersedia untuk membangunnya. Tapi waktunya belum pas untuk saat ini. Situasinya belum kondusif. Cobalah untuk mengerti."

Bukankah itu sering menjadi alasan kita?  
Kondisi ekonomi yang menurun drastis setelah pandemi covid semakin memaksa kita untuk berkejar-kejaran untuk memperoleh cukup uang untuk bisa bertahan hidup. Ada banyak usaha gulung tikar, daya beli merosot, banyak karyawan yang dirumahkan. Orang mulai tiarap, mengencangkan ikat pinggang. Harga naik terus tidak dibarengi dengan naiknya pendapatan, yang terjadi malah jarak antara harga dan pendapatan yang makin besar renggangnya. Inflasi terjadi, dan yang menyedihkan, banyak masalah dalam negeri pula yang terus mempersulit keadaan dari orang-orang yang tidak paham dan juga mereka yang tidak bertanggungjawab dengan mementingkan keuntungan pribadi mereka.

Butuh waktu untuk bisa membaik, dan butuh perjuangan ekstra keras. Itu pasti. Tapi jangan jadikan itu alasan untuk tidak menempatkan Tuhan pada prioritas utama. Saya percaya pasti ada jalannya agar kita bisa menemukan harmoni diantara usaha kita berjuang lebih dari sebelumnya dengan tetap membangun hubungan yang kuat dengan Tuhan, begitu juga dengan pentingnya membagi cukup waktu untuk keluarga. Itu bisa kita dapatkan kalau kita tetap menyadari pentingnya menjaga hubungan dengan Tuhan dalam kondisi seperti apapun.

(bersambung)

Tuesday, December 12, 2023

Prioritas (7)

 (sambungan)


2. Orang yang mementingkan pembangunan 'istana'nya lebih dari atau di atas rumah Tuhan juga terdapat di antara kita juga

Jika anda memperhatikan baik-baik, dalam kisah Hagai ini teguran Tuhan itu turun untuk orang-orang percaya, termasuk anda dan saya.

Kita memulai dengan baik. Lahir baru, rajin membaca Alkitab, berdoa secara teratur dan tertanam di gereja. Aktif di sana, ikut persekutuan, dan mungkin juga sudah melayani. Tapi kemudian mungkin usaha-usaha kita mulai mengalami benturan. Kita mulai berselisih dengan sesama orang percaya, kecewa terhadap orang-orang sepelayanan atau bahkan gereja, atau di dunia kerja kita mengalami hasil yang mengecewakan padahal kita merasa sudah melakukannya tanpa melanggar ketetapan Tuhan. Pada masa-masa tertentu kita bisa bertemu dengan masa-masa dimana Tuhan seakan-akan berpaling dari kita, tidak kunjung memberi pertolongan meski kita sudah mati-matian berdoa siang dan malam.

Sementara itu kehidupan sangat sulit. Tagihan menumpuk, kebutuhan-kebutuhan semakin lama semakin tak lagi terbeli.  So we have to double our effort, we fight harder. Itu sangat baik untuk dilakukan daripada kita mengeluh apalagi mencari kambing hitam untuk disalahkan. Tapi sangatlah penting bagi kita untuk memperhatikan betul prioritas menempatkan Tuhan tetap ada di atas semuanya, dan mengandalkannya dalam setiap usaha yang kita lakukan.

Jangan sampai, kita masih berusaha untuk rutin ke gereja dan menghadiri persekutuan, tapi kita tidak lagi mendapatkan apa-apa dari sana. Jangan sampai siraman rohani  tidak lagi mampu mengatasi kekeringan jiwa kita. Jangan sampai semua hal yang berhubungan dengan niat membangun hubungan yang intim dengan Tuhan hanya menjadi sesuatu yang karena kebiasaan saja. Atau, jangan sampai seluruh bentuk ibadah kita menjadi tentatif tergantung ada sisa waktu atau tidak, apa kita lagi sibuk atau santai, bukan lagi menjadi sesuatu yang penting.

Perhatikan, bekerja dan berjuang hidup bukanlah hal buruk. Kita tidak sedang memberontak, membangkang atau melawan, kita tidak melakukan hal-hal yang tidak baik. Tapi ada potensi bagi kita untuk bergeser meletakkan 'istana' kita di atas bait Tuhan kalau kita tidak mawas diri dalam menjalani hidup hari perhari.

(bersambung)

Monday, December 11, 2023

Prioritas (6)

 (sambungan)

1. Kecendrungan menempatkan upaya untuk memenuhi kebutuhan di atas kepentingan membangun bait Allah

Kerja, kerja dan kerja, working all around the clock. Kalau tidak, kita tidak akan punya cukup untuk membiayai atau menafkahi kehidupan. Apalagi di masa krisis ekonomi seperti sekarang ini. Bukankah itu baik? Tentu, itu sangat baik. Pentingkah bekerja itu? Sangat. Sesuaikah itu dengan Firman Tuhan? Tentu saja. Begitu penting sampai itu menjadi suatu keharusan. Alkitab mengatakan dengan tegas bahwa siapa yang tidak bekerja tidak berhak untuk makan (2 Tesalonika 3:10).

Masalahnya, kalau kita tidak menjaga cara hidup kita, kita bisa bergeser hanya melakukan agenda aktivitas kita sendiri, bukan menurut Tuhan, dimana Tuhan bahkan tidak lagi ada dalam skala prioritas kita. Kalaupun ada, porsinya sudah nomor kesekian.

Kita sudah mengetahui dari dahulu kala bahwa bagi kita yang menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamat, hidup yang fokusnya mengumpulkan harta di bumi atau mengejar hal-hal duniawi merupakan hal yang keliru, sia-sia bahkan bodoh. Kita tahu bahwa kita tidak akan menemukan kebahagiaan, damai sejahtera dan sukacita sejati kalau hidup jauh dari Tuhan. Tapi yang bisa terjadi adalah, saat kita disibukkan dengan berbagai agenda, tanpa sadar kita bisa bergeser jauh dari cara hidup yang benar menurut Firman Tuhan. Itu menjadi suatu kecenderungan, karena itu kita harus benar-benar waspada dalam memperhatikan keputusan dan prioritas hidup kita di setiap langkah supaya jangan sampai ada hal-hal yang mengganjal dalam usaha kita berjuang demi hidup.

(bersambung)

Sunday, December 10, 2023

Prioritas (5)

 (sambungan)

Sekitar 14-16 tahun kemudian, bangsa Israel sudah terbiasa dalam rutinitas hidupnya seperti bertani, membangun perumahan, berkeluarga dan sebagainya. Semua kegiatan itu baik, tidak ada yang salah. Hanya satu hal saja yang mereka lupakan, mereka sudah tidak lagi mementingkan hidup dengan bait Allah. Bahkan pejabat Yehuda bernama Zerubabel dan imam besar Yosua pun terlena dalam rutinitas dan tidak lagi merasa perlu untuk meneruskan pembangunan kembali bait Allah tersebut. Dan Hagai pun kemudian diangkat Tuhan untuk menyampaikan teguranNya  agar bangsa itu menyadari kesalahan mereka dan kembali mengingat pekerjaan yang terbengkalai selama lebih 1 dekade tersebut.

Kisah teguran yang dicatat dalam kitab Hagai ini sangat relevan bagi kita yang hidup di masa sulit seperti sekarang. Orang-orang yang sibuk berjuang membangun kehidupan layak seperti kita bisa jadi tanpa sadar sudah meletakkan Tuhan pada prioritas jauh di bawah aktivitas-aktivitas lainnya yang kita anggap penting. Hagai mengingatkan kita bahwa kita harus kembali meletakkan Tuhan pada prioritas utama kita.

Kita tahu  bahwa hubungan dengan Tuhan, menomorsatukanNya dalam hidup itu penting, bangsa Israel pada masa itu pun tahu. Tapi banyak dari kita dan bangsa Israel di masa nabi Hagai tanpa sadar telah bergeser dalam sebuah pola hidup dimana Tuhan tidak lagi ada didalamnya. Kita mungkin mengatakan secara lisan  bahwa Tuhan adalah prioritas utama, tapi pada kenyataannya hidup sudah dikuasai oleh prioritas-prioritas lainnya.

Hagai menyampaikan pesan Tuhan yang intinya agar kita menempatkan Tuhan pada posisi yang paling utama di dalam hidup kita. Bukan soal memperbanyak pelayanan, melainkan dari segi membangun hubungan dengan Tuhan dan menempatkan Tuhan pada posisi teratas dalam hidup kita, lalu keluarga dan kemudian pekerjaan. Dan Yesus pun sudah mengingatkan hal yang sama.  "Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu." (Matius 6:33).

Mementingkan Tuhan sebagai yang paling utama harus jadi prioritas dalam hidup. Baiklah. Tapi apa saja yang membuat prioritas kita bisa tergeser? Dari kisah bangsa Israel di jaman Hagai ini ada beberapa hal yang bisa saya ambil untuk dijadikan pelajaran.

(bersambung)

Saturday, December 9, 2023

Prioritas (4)

 sambungan)

Tuhan memberi teguran bagi bangsa Israel dengan keras, mencela sikap mereka ini secara tegas.

Tidaklah heran apabila mereka terus menerus memperoleh hasil yang sedikit dan hidup dalam kekeringan, mengalami kegagalan atas segala yang mereka usahakan, dan itu terjadi "Oleh karena rumah-Ku yang tetap menjadi reruntuhan, sedang kamu masing-masing sibuk dengan urusan rumahnya sendiri." (ay 9b). Tuhan sangat kecewa dengan sikap seperti ini. Semua itu tertulis jelas di dalam kitab Hagai yang mencatat langsung bagaimana teguran Tuhan kepada mereka. "Kamu menabur banyak, tetapi membawa pulang hasil sedikit; kamu makan, tetapi tidak sampai kenyang; kamu minum, tetapi tidak sampai puas; kamu berpakaian, tetapi badanmu tidak sampai panas; dan orang yang bekerja untuk upah, ia bekerja untuk upah yang ditaruh dalam pundi-pundi yang berlobang! Kamu mengharapkan banyak, tetapi hasilnya sedikit, dan ketika kamu membawanya ke rumah, Aku menghembuskannya." (ay 6,9a).

Sebelum kita lanjutkan, ada baiknya kita lihat lebih jauh dari fakta sejarah dari kisah ini yang tercatat dalam kitab Ezra. Sekitar lebih dari 10 tahun sebelumnya raja Koresh memerintahkan orang-orang Israel untuk kembali ke Yerusalem dari pembuangan di Babel atau Babilonia. Mereka sebenarnya tahu pentingnya membangun kembali bait Allah begitu mereka kembali di negerinya. Ezra pasal 3 mencatat bahwa dua tahun setelah pulang dari pembuangan, mereka sudah meletakkan pondasi untuk pembangunan kembali bait Allah. Tetangga mereka yang tidak akur dengan mereka pada saat itu menawarkan untuk turut membangun kembali bait Allah tersebut, tapi bangsa Israel menolak tawaran mereka.

Karena penolakan itu, bangsa yang juga dikatakan musuh ini pun mulai mengintimidasi dan mengganggu pembangunan kembali bait Allah itu dengan segala cara, mulai dari melemahkan semangat dan membuat mereka takut membangun sampai menyogok para pejabat pemerintah Persia agar menolak rencana tersebut (Ezra 4). Karena itu rencana tersebut pun terhenti.

(bersambung)

Friday, December 8, 2023

Prioritas (3)

 (sambungan)

Kalau agenda seperti jadwal rapat dan bekerja itu masuk dalam kategori yang tidak bisa diganggu dan harus tepat waktu, kenapa waktu untuk Tuhan dan keluarga tidak bisa kita tempatkan pada posisi yang sama dan terutama juga? Kenapa waktu untuk Tuhan dan keluarga hanya pada posisi variabel sementara pekerjaan tidak? Padahal waktu untuk Tuhan dan keluarga seharusnya ada pada posisi paling atas.

Itu idealnya. Ideal bukan berarti mudah. Saya pun mengalami kesulitan untuk menata hidup supaya bisa tetap pada koridor yang tepat. Tidak mudah, tapi bukan berarti tidak bisa. Saya terus mencari pola yang paling baik dengan penekanan bahwa bekerja ekstra, lebih dari sebelumnya itu penting dan wajib, tapi menjaga kehangatan dan kenikmatan hubungan dengan Tuhan dan keluarga pun tidak kalah penting dan wajibnya. It's about finding the perfect rhythm. Even if it's difficult, you will eventually find it if you realize the importance of it.

Ada kisah menarik yang bisa kita lihat dari kisah Hagai. Kitab Hagai memaparkan sejarah dari sekitar 500 tahun Sebelum Masehi, saat Tuhan menegur keras bangsa Israel lewat nabi Hagai. Dalam hal apa? Dalam hal pembiaran mereka terhadap rumah/bait Tuhan yang sudah cukup lama tinggal puing-puing saja. Pada masa itu bangsa Israel dikatakan terlalu sibuk mengurusi urusannya masing-masing sehingga membiarkan rumah Tuhan terbengkalai tidak terurus. Mereka hanya sibuk untuk terus 'mempercantik rumah sendiri' sampai-sampai 'rumah Tuhan' yang sudah menjadi reruntuhan pun tidak lagi sempat mereka urus dan pedulikan.

Maka teguran Tuhan pun turun melalui Hagai. Tuhan berseru: "Apakah sudah tiba waktunya bagi kamu untuk mendiami rumah-rumahmu yang dipapani dengan baik, sedang Rumah ini tetap menjadi reruntuhan?" (Hagai 1:4).

Tuhan memberi teguran bagi bangsa Israel dengan keras, mencela sikap mereka ini secara tegas.

(bersambung)

Thursday, December 7, 2023

Prioritas (2)

 (sambungan)

Kesimpulan yang disampaikannya menjadi catatan dan pelajaran penting yang bagi saya. "Saya ternyata hanyut dalam kesibukan membangun istana saya, tapi telah membiarkan bait Allah menjadi seperti tinggal puing-puing tak terurus." Saya tertegun saat mendengar perkataannya, dan jadi sadar bahwa di balik segala yang sebenarnya baik untuk dilakukan tetap bisa berisi hal-hal yang membuat kita tidak bahagia. Menjadi jauh dari Tuhan, menjadi jauh dari keluarga. Dan itu biasanya berasal dari masalah menyusun prioritas.

Menyusun prioritas bukanlah hal mudah bagi orang-orang yang sibuk. Kita seringkali merasa butuh waktu lebih dari 24 jam agar bisa menyelesaikan semuanya dengan baik. Apa yang dikatakan teman saya ini selalu jadi pengingat bagi saya, terlebih saat saya menjadi sangat sibuk berjuang di tengah kondisi ekonomi dan daya beli masyarakat yang sedang berada pada titik nadir. Saat ini masyarakat kelas menengah tengah mengalami pergumulan luar biasa. Kelas menengah ini tidak terjangkau dengan bantuan-bantuan dari pemerintah, harus berjuang sendiri sementara kenyataannya untuk berjuang pun berat karena selain harga-harga kebutuhan pokok pada naik, kemampuan belanja orang pun anjlok.

Mencari kesalahan pihak lain apalagi menyalahkan Tuhan jelas tidak boleh. Saya tahu saya harus berjuang lebih dari sebelumnya. It's time for me to fight harder and learn more things. Tapi yang tidak boleh saya lupakan juga adalah apa yang dikatakan teman saya tadi. Saya harus memperhatikan pula agar jangan sampai segala perjuangan saya untuk bertahan hidup kemudian mengorbankan waktu saya bersama Tuhan dan keluarga. Dan dalam hal ini, penempatan prioritas dalam menggunakan waktu menjadi hal yang harus tetap menjadi perhatian khusus bagi saya.

Kita bekerja, kita melayani. Kita tidak melakukan hal yang buruk. Itu tentu saja sangat baik. Tapi kalau kita tidak hati-hati, tanpa sadar fokus atau prioritas kita bisa beralih menjadi menomorsatukan aktivitas, kegiatan atau agenda-agenda kita dimana membangun hubungan dengan Tuhan tidak lagi menempati prioritas utama. Lalu keluarga pun menjadi tersisih, tidak lagi menjadi sesuatu yang penting. Dengan kata lain, kita sudah melakukan yang 'terbaik' tapi mungkin belum yang 'terbaik'.

(bersambung)

Wednesday, December 6, 2023

Prioritas (1)

 Ayat bacaan: Hagai 1:9b
===================
"Oleh karena rumah-Ku yang tetap menjadi reruntuhan, sedang kamu masing-masing sibuk dengan urusan rumahnya sendiri."


Dimana letak Tuhan alam prioritas hidup kita? Kalau hidup berjalan tenang, mungkin tidak sulit bagi kita untuk menjawab pertanyaan sederhana ini. Tapi saat hidup dipenuhi agenda, kesibukan, aktivitas yang mungkin sebagian besar diantaranya merupakan bagian dari perjuangan kita untuk bisa terus hidup dengan layak, maka pertanyaan ini bisa jadi tidak lagi terlalu gampang. Puji Tuhan jika teman-teman masih tetap menempatkan pentingnya menjaga hubungan yang berkualitas dengan Tuhan pada posisi yang utama dari 24 jam hidup kita setiap harinya.

Pada kenyataannya, banyak  yang mendahulukan agenda lainnya dan menempatkan Tuhan hanya kalau ada waktu lebih, atau kalau membutuhkan sesuatu dariNya. "Saya sudah terlalu sibuk, jadi tidak punya waktu lagi untuk berdoa, apalagi saat teduh." Itu mungkin salah satu alasan paling klasik dari kita. Atau kita merasa terlalu lelah sehingga urusan hubungan dengan Tuhan bisa besok-besok saja kalau sudah sempat. Atau, ada juga yang masih melakukannya bukan karena kerinduan hati melainkan hanya karena faktor kebiasaan atau merasa bahwa itu hal yang 'wajib' tapi tidak lagi dinikmati.

Ada seorang teman yang pernah membagikan pengalamannya tentang hal ini. Ia adalah tipe pria yang sangat aktif baik dalam pekerjaan maupun pelayanan, seorang yang sangat sibuk. Pada suatu kali ia merasa heran saat dibalik semua aktivitasnya, ia kok merasa kering dalam dirinya. Padahal menurutnya ia masih rutin berdoa setiap pagi dan malam sebelum tidur. Dan, bukannya ia pun aktif melayani?  

Setelah ia mengambil waktu untuk merenung, ia menyadari bahwa semua yang ia lakukan ternyata tinggal rutinitas saja. Apalagi, dengan segala kesibukan yang sudah menyita waktu sejak pagi-pagi benar, ia tidak lagi sempat untuk membangun hubungan yang baik dengan Tuhan, baik secara personal apalagi mesbah keluarga. Ia sudah harus berangkat saat istri dan anaknya belum bangun, dan seringkali sudah terlalu lelah di malam hari untuk punya waktu bersama keluarga.

Ia berkata bahwa semua yang ia lakukan itu bukanlah hal yang buruk. Ia bekerja dengan serius, bukan buang-buang waktu untuk hal-hal yang tidak berguna apalagi yang jelek. Dia berjuang untuk menghidupi keluarga, dan membagi waktunya pula untuk bekerja di ladangnya Tuhan. Tapi ternyata, di balik itu ia tetap merasakan kekeringan dalam jiwanya.

(bersambung)

Tuesday, December 5, 2023

Menjaga Mata (5)

 (sambungan)


Mata sangat bermanfaat dalam hidup. Saya yakin tidak satupun dari kita yang merasa tidak membutuhkan mata. Mata akan sangat berguna bagi kita untuk bekerja, beraktifitas dan berkarya. Mata membuat kita mampu melihat segala keindahan ciptaan Tuhan dalam berbagai bentuk, model dan warna. Tapi kita harus sadar bahwa tidak semua yang diinginkan mata atau yang bisa dilihat oleh mata mendatangkan manfaat bagi kita, bahkan bisa menjebak kita untuk tidak lagi hidup menuruti kehendak Allah. Ada banyak penyesatan yang kemudian berujung kehancuran berawal dari mata yang tidak terjaga, seperti yang dialami oleh Daud dan raja Ahab.

Jadi jelas bahwa mata perlu kita awasi baik-baik dan ditundukkan dalam hukum Roh. Mata harus kita jaga dengan sepenuh hati karena bisa menjadi pintu masuk atau celah untuk menggagalkan kita untuk hidup seturut kehendakNya. Seperti halnya kita perlu menjaga hati, demikian pula kita pun perlu menjaga mata. Bukan saja menjaga atau merawatnya agar tetap bisa berfungsi dengan baik, tapi kita pun perlu menjaga penggunaannya secara baik.

Jika keinginan mata mulai menggoda, kita bisa belajar dari cara yang dilakukan Pemazmur "Lalukanlah mataku dari pada melihat hal yang hampa, hidupkanlah aku dengan jalan-jalan yang Kautunjukkan!" (Mazmur 119:37)

Dengan mengetahui bahwa serangan seringkali masuk lewat mata, marilah kita selalu menjaga mata kita dari berbagai keinginan-keinginan yang sifatnya duniawi agar kita tidak tersandung ke dalam jebakan dosa lalu turut tenggelam bersama dunia yang sedang lenyap bersama keinginan-keinginannya, tapi bisa tetap hidup selama-lamanya dengan melakukan kehendak Allah. Jangan pernah abaikan fakta bahwa mata yang tidak dijaga dengan baik dan benar bisa membutakan hati untuk menginginkan banyak hal yang jahat dan berujung pada kerugian diri kita sendiri.

Pergunakan mata sesuai fungsinya untuk hal-hal yang baik dan benar


Monday, December 4, 2023

Menjaga Mata (4)

 (sambungan)


Betapa pentingnya mata bagi kita, itu sudah pasti. Tuhan begitu baik memberikan kita mata untuk memudahkan kita bekerja dan tentu saja agar kita bisa melihat kreasiNya yang begitu artistik dan indah dalam segala keragaman yang tak terhitung jumlahnya. Mata bisa menjadi pintu masuk ilmu pengetahuan dan segala hal baik dan berguna, tapi kalau mata tidak dijaga dan dikendalikan, mata bisa menjadi salah satu jendela atau pintu masuknya dosa yang paling rentan.

Lewat mata kita melihat hal-hal baik, lewat mata juga kita bisa melihat yang tidak baik atau tidak pantas untuk dilihat. Selain itu apa yang kita lihat bisa melahirkan berbagai keinginan, yang kalau tidak dikendalikan dapat membuat kita terkena masalah dalam proses perjalanan hidup kita. Ada banyak orang yang akhirnya tergoda untuk korupsi karena tidak tahan melihat gemerlap kekayaan orang-orang disekitarnya, ada yang tidak tahan karena melihat pameran di sosial media. Ada yang sulit menabung bahkan jadi berhutang karena ingin menyamai gaya hidup dalam lingkungan pertemanan.

Selain itu kita sudah terlalu sering mendengar banyak berita kejahatan asusila yang diawali dari menonton film porno. Dari sana, berbagai tindak kriminal berat lainnya bisa menyusul setelahnya. Mata, itu bisa menggiring kita untuk menginginkan apa yang bukan menjadi milik kita. Bukankah gawat kalau kita menginginkan milik orang lain? Itu jelas bisa mendatangkan begitu banyak dosa yang akan menghancurkan kita.

Salomo juga menyampaikan soal mata. Ia mengatakan bahwa mata manusia tidak akan pernah puas. "Dunia orang mati dan kebinasaan tak akan puas, demikianlah mata manusia tak akan puas." (Amsal 27:20). Apa yang dimunculkan oleh keinginan mata bisa meracuni hati kita dengan berbagai keinginan yang tidak pada tempatnya, menginginkan apa yang bukan milik kita. Mata juga kalau dibiarkan akan selalu menuntut lebih alias tidak pernah puas.

(bersambung)


Sunday, December 3, 2023

Menjaga Mata (3)

 (sambungan)


Sejauh mana sebenarnya sebuah perbuatan itu dianggap zinah? Banyak yang menganggap bahwa zinah terjadi saat ada persetubuhan dengan lawan jenis yang bukan pasangan resmi. Tapi dari apa yang dikatakan Yesus kita jadi tahu bahwa  apabila kita melihat dan menginginkannya saja sekalipun, itu sudah dianggap sebagai sebuah zinah. Memandang atau melihat, itu pasti menggunakan mata. Dari melihat, kemudian menginginkan, kemudian berbagai kejahatan bisa muncul dari sana.

Ada kisah lain yang bisa kita lihat yaitu dari kitab 1 Raja Raja 21. Disana ada kisah raja Ahab yang menginginkan kebun anggur milik Nabot. Waktu Nabot menolak karena kebun itu merupakan harta pusaka nenek moyang, raja Ahab pun termakan godaan istrinya Izebel untuk membunuh Nabot. Akibatnya pun cukup fatal. Apa yang dilakukan Ahab dikatakan sebagai sebuah hal yang jahat di mata Tuhan. (1 Raja Raja 21:25). Selain urusan zinah, keinginan mata bisa membuat kita serakah ingin menguasai harta orang lain. Ini pun bisa menjadi contoh bagaimana mata yang tidak dijaga dengan baik bisa melahirkan keinginan-keinginan yang jahat seperti halnya contoh dari Daud sebelumnya.

Ayat 1 Yohanes 2:15-16 berkata: "Janganlah kamu mengasihi dunia dan apa yang ada di dalamnya. Jikalau orang mengasihi dunia, maka kasih akan Bapa tidak ada di dalam orang itu. Sebab semua yang ada di dalam dunia, yaitu keinginan daging dan keinginan mata serta keangkuhan hidup, bukanlah berasal dari Bapa, melainkan dari dunia." (1 Yohanes 2:15-16). Yohanes mengingatkan bahwa apabila kita mencintai dunia maka tidak ada kasih Bapa dalam diri kita. Mengapa? Karena hal-hal yang ada dalam dunia seperti keinginan daging, keinginan mata dan keangkuhan hidup sesungguhnya bukan berasal dari Bapa, melainkan dari dunia.

Jadi kalau kita masih dikuasai oleh ketiga hal ini: keinginan daging, keinginan mata dan keangkuhan hidup, maka itu artinya hidup kita belumlah berakar pada kasih Bapa melainkan kepada cinta dunia. Ayat ini memberi sebuah  tolok ukur apakah kita sudah hidup dalam kasih Allah atau masih berpusat pada dunia dan segala hal buruk yang ditawarkannya.

(bersambung)

Saturday, December 2, 2023

Menjaga Mata (2)

 (sambungan)

Salah satu contoh atau bukti tentang bahayanya keinginan mata bisa kita lihat lewat kisah hidup Daud. Kalau kita mengikuti perjalanan hidupnya sejak muda, kurang terbukti apa lagi iman Daud? Kita bisa melihat bagaimana ia terus tegar dan percaya penuh pada Tuhan dalam menghadapi setiap kesulitan dalam hidupnya. Sejak kecil ia menghalau binatang-binatang buas yang hendak memangsa ternak yang ia gembalakan karena ia percaya ada Tuhan Pada usia muda ia berani tampil di depan menghadapi Goliat dengan gagah berani dan menang karena mengandalkan Tuhan. Dalam masa-masa sulit saat hendak dibunuh Saul, ia kembali menunjukkan kekuatan otot imannya, begitu juga saat ia harus menghadapi realita saat anaknya sendiri melakukan makar. Ia membuktikan sendiri bagaimana imannya bekerja melewati masalah demi masalah.

Sayangnya, dalam catatan hidupnya terdapat  sebuah kisah kelam, dan itu ternyata berawal  dari mata.

Tragedi ini dimulai dari mata yang ia pakai untuk mengintip Batsyeba mandi. Dari sana, Daud terus terperosok pada dosa yang terus meningkat eskalasinya. Ia melakukan perbuatan zinah sampai merancang pembunuhan secara tidak langsung dengan cara licik. Semua itu diawali dari mata yang tidak terjaga.

Dosa-dosa perselingkuhan dan zinah sering berawal dari ketidakmampuan mengendalikan mata.Orang sehebat Daud pun bisa terkena hal ini, dan ini pun bisa menjadi sebuah awal untuk datangnya serangkaian perbuatan dosa lainnya. Jangan bermain api kalau tidak mau terbakar, hati-hati bermain air karena bisa hanyut. Kita harus terus waspada dan selalu berusaha untuk tidak memberi kesempatan apapun terhadap masuknya dosa.

Sangat menarik jika kita melihat apa yang dikatakan Yesus berikut ini: "Kamu telah mendengar firman: Jangan berzinah. Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang memandang perempuan serta menginginkannya, sudah berzinah dengan dia di dalam hatinya." (Matius 5:27-28).

(bersambung)

Friday, December 1, 2023

Menjaga Mata (1)

 Ayat bacaan: Amsal 27:20
========================
"Dunia orang mati dan kebinasaan tak akan puas, demikianlah mata manusia tak akan puas."


Kapan kita makan? Normalnya, kita akan makan saat lapar, atau buat yang makannya teratur biasanya akan makan pada waktunya, meski sudah lapar atau belum. Nah mengenai lapar, ada psikolog yang membagi rasa lapar atas dua kategori: physical hunger dan emotional hunger. Kalau physical hunger jelas, makan karena kebutuhan jasmani, tapi emotional hunger itu seperti sebuah lapar 'palsu' yang bukan dari kebutuhan melainkan akibat pandangan mata.

Kalau orang kita biasanya menyebutnya juga dengan istilah 'lapar mata'. Misalnya karena kepingin saat melihat makanan yang menarik dari bentuk penyajian, melihat makanan terhidang, lewat iklan dan lain-lain. Mereka jadi ingin makan padahal sedang tidak lapar.  Dalam sebuah penelitian disebutkan bahwa 34 persen orang mengalami masalah dengan berat badannya berawal dari lemahnya mereka mengatasi lapar mata. Jadi kalau lapar mata dituruti, kita bisa dapat masalah dengan kondisi kesehatan kita. Dan pastinya, lapar mata ini akan membuat kita harus keluar uang untuk hal-hal yang sebenarnya sedang tidak terlalu kita butuhkan.

Mata, itu adalah panca indra penting buat kita. Bukan saja agar bisa berfungsi baik tapi kita pun ingin memiliki mata yang indah dan bagus. Dan untuk itu, orang rela keluar dana bahkan puluhan juta rupiah. Saat mata kita mulai punya masalah, kita harus mencari solusinya misalnya dengan memakai kacamata, contact lense, atau cara-cara lain seperti memakai laser misalnya. Semua itu agar kita bisa kembali mendapatkan fungsi mata secara optimal. Bisa kembali membaca, mengemudi, melihat jauh-dekat dan sebagainya. Bagi yang pernah atau sedang jatuh cinta, anda pun pasti mengalami saat anda tertarik pada seseorang. Alam yang indah beserta isinya pun kita nikmati lewat mata. Mata punya begitu banyak fungsi, sehingga siapapun kita pasti ingin memiliki mata yang bagus dan berfungsi baik.

Tapi jangan lupa pula bahwa lewat mata pula bisa ada banyak masalah yang bisa muncul. Lapar mata mungkin menjadi contoh yang tidak terlalu membawa resiko serius. Diluar itu, sebenarnya ada banyak jebakan dosa bisa menyelinap masuk lewat mata  lalu menghancurkan kita. Bayangkan kalau kita menginginkan sesuatu yang lebih dari sekedar makanan, yaitu menginginkan yang bukan milik kita. Bukankah itu bisa mendatangkan masalah besar dalam hidup kita?

(bersambung)

Menjadi Anggur Yang Baik (1)

 Ayat bacaan: Yohanes 2:9 ===================== "Setelah pemimpin pesta itu mengecap air, yang telah menjadi anggur itu--dan ia tidak t...