Ayat bacaan: Hagai 1:9b
===================
"Oleh karena rumah-Ku yang tetap menjadi reruntuhan, sedang kamu masing-masing sibuk dengan urusan rumahnya sendiri."
Dimana letak Tuhan alam prioritas hidup kita? Kalau hidup berjalan tenang, mungkin tidak sulit bagi kita untuk menjawab pertanyaan sederhana ini. Tapi saat hidup dipenuhi agenda, kesibukan, aktivitas yang mungkin sebagian besar diantaranya merupakan bagian dari perjuangan kita untuk bisa terus hidup dengan layak, maka pertanyaan ini bisa jadi tidak lagi terlalu gampang. Puji Tuhan jika teman-teman masih tetap menempatkan pentingnya menjaga hubungan yang berkualitas dengan Tuhan pada posisi yang utama dari 24 jam hidup kita setiap harinya.
Pada kenyataannya, banyak yang mendahulukan agenda lainnya dan menempatkan Tuhan hanya kalau ada waktu lebih, atau kalau membutuhkan sesuatu dariNya. "Saya sudah terlalu sibuk, jadi tidak punya waktu lagi untuk berdoa, apalagi saat teduh." Itu mungkin salah satu alasan paling klasik dari kita. Atau kita merasa terlalu lelah sehingga urusan hubungan dengan Tuhan bisa besok-besok saja kalau sudah sempat. Atau, ada juga yang masih melakukannya bukan karena kerinduan hati melainkan hanya karena faktor kebiasaan atau merasa bahwa itu hal yang 'wajib' tapi tidak lagi dinikmati.
Ada seorang teman yang pernah membagikan pengalamannya tentang hal ini. Ia adalah tipe pria yang sangat aktif baik dalam pekerjaan maupun pelayanan, seorang yang sangat sibuk. Pada suatu kali ia merasa heran saat dibalik semua aktivitasnya, ia kok merasa kering dalam dirinya. Padahal menurutnya ia masih rutin berdoa setiap pagi dan malam sebelum tidur. Dan, bukannya ia pun aktif melayani?
Setelah ia mengambil waktu untuk merenung, ia menyadari bahwa semua yang ia lakukan ternyata tinggal rutinitas saja. Apalagi, dengan segala kesibukan yang sudah menyita waktu sejak pagi-pagi benar, ia tidak lagi sempat untuk membangun hubungan yang baik dengan Tuhan, baik secara personal apalagi mesbah keluarga. Ia sudah harus berangkat saat istri dan anaknya belum bangun, dan seringkali sudah terlalu lelah di malam hari untuk punya waktu bersama keluarga.
Ia berkata bahwa semua yang ia lakukan itu bukanlah hal yang buruk. Ia bekerja dengan serius, bukan buang-buang waktu untuk hal-hal yang tidak berguna apalagi yang jelek. Dia berjuang untuk menghidupi keluarga, dan membagi waktunya pula untuk bekerja di ladangnya Tuhan. Tapi ternyata, di balik itu ia tetap merasakan kekeringan dalam jiwanya.
(bersambung)
No comments:
Post a Comment