Friday, November 22, 2024

Menjadi Anggur Yang Baik (1)

 Ayat bacaan: Yohanes 2:9
=====================
"Setelah pemimpin pesta itu mengecap air, yang telah menjadi anggur itu--dan ia tidak tahu dari mana datangnya, tetapi pelayan-pelayan, yang mencedok air itu, mengetahuinya"


Perbedaan merek pada jenis minuman yang sama akan membuat harga berbeda. Itu tentu hal lumrah yang biasa anda lihat ketika berbelanja. Seringkali merek akan menjamin kualitas, maka yang bermerek bagus harganya pun akan lebih mahal dari yang mereknya di kelas yang lebih rendah.

Dalam kondisi sulit seperti sekarang, brand-brand ternama pun harus rela menekan harganya agar mampu bersaing. Lihat saja misalnya persaingan di antara teh kemasan botol plastik, jenis minuman yang termasuk masih laris di pasaran.

Jika beda mereka saja sudah bikin harga beda, apalagi jenis air atau minuman yang berbeda. Maksud saya, harga air mineral dengan teh kotak, kopi, jus tentu beda lagi. Apalagi jika dibandingkan dengan harga anggur, yang jika dikonsumsi dalam jumlah wajar menurut penelitian bisa membantu kesehatan. Harga air putih dan anggur jauh sekali bedanya. Sama-sama minuman, sama-sama air tapi selisih harganya jauh. Apalagi kalau anggurnya berkualitas, wah harganya bisa bagai bumi dan langit.

Bicara soal anggur, hari ini saya ingin mengajak anda untuk melihat kisah perkawinan di Kana yang dihadiri Yesus. Kisah ini dicatat dalam Yohanes 2:1-11.

(bersambung)

Thursday, November 21, 2024

Bisa Karena Terbiasa (6)

 (sambungan)

Firman Tuhan juga mengingatkan bahayanya membiarkan dosa merasuk lewat berbagai keinginan daging. "Dan apabila keinginan itu telah dibuahi, ia melahirkan dosa; dan apabila dosa itu sudah matang, ia melahirkan maut." (Yakobus 1:15).
Lihatlah rangkaiannya. Bermula dari keinginan yang dibiarkan bahkan dibuahi, dosa lahir sebagai hasilnya. Saat dosa dibiarkan terus bertambah matang, pada suatu ketika dosa akan melahirkan tidak ada hal lain selain maut.

Sangatlah berbahaya membiarkan diri kita diperbudak dosa. Dosa yang dilakukan berulang-ulang bisa mendatangkan akibat yang semakin buruk. Begitu berat resikonya apabila kita terus bermain-main dengan dosa.

Oleh karena itulah kita harus mengingat betul pesan Paulus agar kita benar-benar memperhatikan kesadaran kita sebaik-baiknya. Kesadaran yang bukan ala kadarnya tapi sebaik-baiknya sangatlah penting dalam menentukan apakah kita bisa menjaga kekudusan diri kita atau tidak, apakah kita bisa tetap bersih atau kembali tercemar oleh kebiasaan buruk lama dan banyak dosa lainnya. Apabila kita tahu apa yang salah tetapi kita terus menerus melakukannya maka yang terjadi bisa lebih buruk dari yang kita duga.

Tidaklah cukup bagi kita untuk sekedar tahu saja akan mana yang baik dan buruk tanpa benar-benar menjaga kesadaran kita secara baik. Mari jaga baik diri kita dari kecemaran, hindari dosa seperti apapun agar hal yang lebih buruk tidak harus terjadi pada kita, dan aar keselamatan yang sudah dianugerahkan lewat Kristus tidak luput dari genggaman kita.

Terbiasalah melakukan kebenaran bukan dosa


Wednesday, November 20, 2024

Bisa Karena Terbiasa (5)

 (sambungan)

Dosa yang terus menerus dilakukan akan membawa dampak yang lebih berat lagi. Jika demikian, kesadaran sangatlah diperlukan agar kita tidak berbuat dosa lagi. Secara jelas Paulus juga mengingatkan kita agar tidak terbuai dan lengah menjaga kesadaran. "Sadarlah kembali sebaik-baiknya dan jangan berbuat dosa lagi!" (1 Korintus 15:34).

Sadarlah kembali, bukan sekedar sadar atau sadar ala kadarnya, tapi sadarlah sebaik-baiknya, kata Paulus. Jangan puas dengan sadar yang hanya setengah-setengah. Hanya kesadaran yang sebaik-baiknya-lah yang bisa membuat kita awas akan jebakan-jebakan iblis agar kita kembali tercemar oleh berbagai dosa yang seharusnya sudah kita tinggalkan.

Jika mengacu kepada 1 Petrus 5:8, kita harus sadar bahwa iblis akan terus berkeliling mengaum-aum mencari celah untuk menjauhkan kita dari keselamatan. Dia akan terus berusaha untuk itu, tetapi ia tidak akan bisa berbuat apa-apa jika kita tidak memberi celah sedikitpun baginya untuk masuk. Ia hanya bisa berkeliling, mengaum-aum tanpa bisa melakukan apapun karena tidak ada celah yang bisa ia manfaatkan.

Itulah sebabnya menjaga kesadaran sebaik-baiknya merupakan tugas yang sangat penting untuk kita ingat setiap saat. Si jahat akan terus berusaha tanpa lelah untuk menipu dan menjebak kita agar kita kembali menjadi hamba dosa. Tetapi iblis tidak akan sanggup berbuat apa-apa jika kita tetap berada dalam kondisi sadar penuh setiap hari.

(bersambung)

Tuesday, November 19, 2024

Bisa Karena Terbiasa (4)

 (sambungan)

"Kemudian Yesus bertemu dengan dia dalam Bait Allah lalu berkata kepadanya: "Engkau telah sembuh; jangan berbuat dosa lagi, supaya padamu jangan terjadi yang lebih buruk." (ay 14).

Yesus mengingatkan orang ini agar jangan berbuat dosa lagi setelah sembuh, karena itu bisa membawa dampak yang lebih buruk lagi kepadanya. 38 tahun harusnya sudah lebih dari cukup untuk menjadi pelajaran akan bahaya dosa. 

 Godaan untuk berbuat dosa mungkin akan tetap dan selalu ada. Itu adalah hal yang sering dianggap lumrah, sesuatu yang dikatakan orang sebagai hal manusiawi. Karena itulah Yesus mengingatkan kita agar tidak tergoda. Jangan berbuat dosa lagi, supaya jangan sampai yang lebih buruk terjadi pada kita.

Yesus beberapa kali mengatakan "jangan berbuat dosa lagi" secara langsung selain kepada si lumpuh yang Dia temukan di kolam Betesda. 

Misalnya seperti dalam kisah "perempuan yang berzinah" (Yohanes 7:53-8:11). Ketika perempuan yang berzinah itu hampir dihakimi oleh para ahli Taurat dan orang Farisi dengan hukuman dirajam sampai mati akibat kesalahannya, Yesus datang memberikan pengampunan. Satu pesan yang disampaikan Yesus kepadanya: "..jangan berbuat dosa lagi mulai dari sekarang." (8:11).

(bersambung)

Monday, November 18, 2024

Bisa Karena Terbiasa (3)

 (sambungan)

Hati nurani kita tidak lagi berfungsi atau terlanjur mati. Kita jadi terbiasa berbuat dosa dan tidak lagi merasa bersalah ketika melakukannya. Dosa terus meningkat sehingga mendatangkan banyak masalah dalam tingkatan yang seringkali bertambah pula. Dosa yang terus dibuahi akan mendatangkan dosa-dosa yang lebih berat dan banyak, pada akhirnya berujung maut.

Yesus mengingatkan akan hal ini ketika ia menyembuhkan orang lumpuh di kolam yang disebut Betesda (Yohanes 5:1-18).

Ada seorang lumpuh yang mengharapkan kesembuhan sehingga datang ke kolam Betesda.  Orang yang lumpuh ini sudah begitu lama mengalami lumpuh. Tidak main-main, ia sudah menderita selama tidak kurang dari 38 tahun. Ia sangat berharap akan kesembuhan. Sayangnya waktu itu tidak satupun orang yang mau membawanya masuk ke dalam kolam.

Suatu hari Yesus yang ada disana melihatnya dan tanpa perlu basah menceburkan diri seperti yang dilakukan banyak orang saat mengharapkan kesembuhan, si lumpuh ini mengalami mukjizat kesembuhan dari Yesus.

Mari kita lihat kisah setelahnya. Setelah mengalami mukjizat kesembuhan, ia bertemu dengan Yesus di dalam Bait Allah. Perhatikan apa yang disampaikan Yesus kepadanya.

"Kemudian Yesus bertemu dengan dia dalam Bait Allah lalu berkata kepadanya: "Engkau telah sembuh; jangan berbuat dosa lagi, supaya padamu jangan terjadi yang lebih buruk." (ay 14).

(bersambung)

Sunday, November 17, 2024

Bisa Karena Terbiasa (2)

 (sambungan)

Melakukan kebiasaan yang baik akan membuat diri kita terlatih dan bertumbuh lebih baik. Tapi sayangnya, hal sebaliknya pun terjadi. Kalau kebiasaan buruk yang anda pupuk, maka hal buruk itu pun akan mengalami peningkatan pula, dari buruk menjadi lebih buruk kemudian menjadi semakin buruk.

Sebagai contoh sederhana saja, jika anda mulai dari korupsi kecil dengan mark-up harga barang, sekali dua kali berhasil maka nilai mark-up pun mulai semakin berani meningkat sampai korupsi besar-besaran.

Anda mulai mengkonsumsi obat terlarang, mungkin mulanya cuma coba-coba tapi kemudian menjadi addict atau ketagihan.

Kalau awalnya mulai belajar bandel dan membangkang, lama-lama jadi pemberontak dan jahat. Mulanya berbohong kecil, tapi kemudian jadi penipu yang dingin tanpa rasa bersalah lagi.

Betapa seringnya kita lupa bahwa dosa itu bisa meningkat eskalasinya dan membawa akibat yang terus semakin parah. Dosa lama yang kembali kita rangkul, dosa-dosa 'kecil' yang terus kita biarkan bisa mendatangkan dosa lebih banyak dan dengan sendirinya membawa akibat lebih buruk. Kalau tadinya kita merasa menyesal ketika berbuat dosa, ketika itu terus berulang-ulang kita biarkan maka lama kelamaan berbuat dosa akan terasa lebih ringan karena kita sudah terbiasa melakukannya.

(bersambung)

Saturday, November 16, 2024

Bisa Karena Terbiasa (1)

 Ayat bacaan: Yohanes 5:14
======================
"Kemudian Yesus bertemu dengan dia dalam Bait Allah lalu berkata kepadanya: "Engkau telah sembuh; jangan berbuat dosa lagi, supaya padamu jangan terjadi yang lebih buruk."


Saya termasuk beruntung, karena dengan penjualan yang menurun terus, karyawan saya ternyata setia untuk terus bekerja pada saya meski kami tidak lagi sanggup menggajinya seperti dulu. Supaya adil, saya pun memotong jam kerjanya setengah hari saja karena di pagi sampai siang saya harus mengantar dan menjemput anak pergi dan pulang sekolah, atau keperluan restok toko dan sebagainya.

Nah, disamping toko saya ada bengkel khusus spare part motor.  Karena ia hanya setengah hari di saya, ia kemudian ditarik oleh si pemilik bengkel untuk lanjut kerja disana setelah jam kerjanya di saya berakhir. Mulanya ia ragu, karena ia tidak punya pengalaman apapun menggunakan mesin-mesin baik besar atau kecil untuk memproduksi spare part. Si pemilik bengkel mengajarkannya, dan sekarang ia bisa mengerjakan sendiri dari awal sampai selesai dengan cepat. Meski sulit, sesuatu yang sudah dilakukan secara terus menerus akan membuat pelakunya terbiasa.

Ada pepatah lama yang berbunyi: 'alah bisa karena biasa'. Pepatah ini mengacu kepada sifat alami manusia yang lewat kebiasaan mengerjakan sesuatu akan bisa melakukannya tanpa kesulitan lagi. Tadinya tidak bisa, karena biasa melakukan lama-lama jadi bisa.

Kalau anda belajar sesuatu dan kemudian berlatih dan melakukannya secara rutin, anda akan bisa melakukan itu dengan natural. Anda lihat musisi yang berlatih keras meningkatkan skil dan eksplorasinya, setelah bertahun-tahun maka mereka menjadi piawai menguasai instrumen mereka. Maka anda akan berkata: "wah, itu sulit sekali, tapi ia membuatnya terlihat seperti mudah!"

(bersambung)

Friday, November 15, 2024

Collective Faith (5)

 (sambungan)

Kita harus mau melakukan itu kalau mau memenuhi hukum Kristus dan tidak hanya terpusat pada kepentingan diri sendiri. Justu kepentingan orang lain harus kita utamakan. "Kita, yang kuat, wajib menanggung kelemahan orang yang tidak kuat dan jangan kita mencari kesenangan kita sendiri. Setiap orang di antara kita harus mencari kesenangan sesama kita demi kebaikannya untuk membangunnya." (Roma 15:1-2)

Saling tolong menolong ini pun menjadi sebuah keharusan untuk dijadikan bagian hidup oleh orang-orang yang telah dipanggil oleh Tuhan sebagai wujud nyata dari kasih. "Hendaklah kamu selalu rendah hati, lemah lembut, dan sabar. Tunjukkanlah kasihmu dalam hal saling membantu." (Efesus 4:2).

Kisah keempat sahabat yang menggotong temannya yang menderita kelumpuhan ini telah membuka cakrawala berpikir saya dalam memahami pesan-pesan penting yang terkandung di dalam Firman Tuhan. Sudahkah anda berkomunitas hari ini? Sadarkah anda akan pentingnya hal itu? Disamping anda mengharapkan sesuatu dari sebuah komunitas sel (komsel), apakah anda sudah berpikir apa yang bisa anda tawarkan, berikan atau bagikan buat teman-teman sepersekutuan? Dan apa yang bisa komsel anda lakukan untuk orang lain?

Hal ini sangatlah penting. Selain kita bisa tetap saling jaga mendekati datangnya hari Tuhan, kita pun bisa menggenapi hukum Kristus dan mengaplikasikan wujud kasih secara nyata dengan saling membantu satu sama lain. Hidupi sebuah komunitas sehat yang mengaplikasikan kebenaran, bertumbuhlah disana dan anda akan mengalami dan menyaksikan bagaimana kuasa mukjizat Tuhan mengalir deras disana.

Never underestimate the power of collective faith!

Thursday, November 14, 2024

Collective Faith (4)

 (sambungan)

Saling tolong menolong, saling menjaga, saling mengingatkan dan saling-saling yang baik lainnya sesungguhnya merupakan sebuah keharusan bagi orang percaya. Firman Tuhan mengingatkan: Berdua lebih baik dari pada seorang diri, karena mereka menerima upah yang baik dalam jerih payah mereka. Karena kalau mereka jatuh, yang seorang mengangkat temannya, tetapi wai orang yang jatuh, yang tidak mempunyai orang lain untuk mengangkatnya! Juga kalau orang tidur berdua, mereka menjadi panas, tetapi bagaimana seorang saja dapat menjadi panas? Dan bilamana seorang dapat dialahkan, dua orang akan dapat bertahan. Tali tiga lembar tak mudah diputuskan." (Pengkotbah 4:9-12).

Khusus ayat 12 dalam versi The Message dikatakan: "By yourself you’re unprotected. With a friend you can face the worst." Dengan sendirian kita akan tidak terproteksi. Dengan adanya teman kita bisa menghadapi hal terburuk sekalipun.

Firman Tuhan juga mengingatkan dengan jelas seperti berikut: "Bertolong-tolonganlah menanggung bebanmu! Demikianlah kamu memenuhi hukum Kristus." (Galatia 6:2).

Ini adalah sebuah pesan penting dan serius, karena kalau kita mau memenuhi atau mengamalkan atau menggenapi hukum Kristus, kita harus mengembangkan kebiasaan saling tolong menolong dalam memikul beban masing-masing. Bagi kita yang kuat wajib menolong yang lemah, bagi kita yang sedang mampu seharusnya mau bersikap pro-aktif untuk menolong meringankan beban orang lain. Pro-aktif, artinya seharusnya kita mau menawarkan hal itu meski tidak atau belum diminta sekalipun.

(bersambung)

Wednesday, November 13, 2024

Collective Faith (3)

 (sambungan)

Dari kisah ini kita bisa melihat beberapa hal penting.

Pertama, kita bisa melihat bagaimana iman bisa menggerakkan Tuhan menjamah seseorang untuk mengalami mukjizat-mukjizat Ilahi termasuk di dalamnya kesembuhan.

Kedua, kita juga bisa melihat bahwa iman kita sanggup menggerakkan Tuhan untuk menjamah orang lain. Iman dari keempat sahabat ternyata mampu mendatangkan kesembuhan dari si penderita lumpuh ini.

Ketiga, yang tidak kalah penting adalah semua ini dimungkinkan pula dari kerjasama yang padu dengan dasar saling tolong menolong. Pada hakekatnya kita diciptakan sebagai mahluk sosial yang seharusnya berinteraksi untuk bisa maju. Kita tidak akan bisa bertumbuh secara optimal kalau menjalankan semuanya sendirian.

Pada kenyataannya kita melihat banyaknya orang yang sebenarnya sudah dipulihkan tapi kembali jatuh kepada dosa asalnya, bahkan bisa jadi lebih parah dari sebelumnya, dan saat diteliti ternyata karena mereka hanya sendirian, tidak memiliki komunitas yang bisa saling menjaga dan mengingatkan. Inilah yang juga sering dilupakan oleh orang percaya, yaitu pentingnya bagi kita untuk memiliki komunitas yang kuat dan erat seperti halnya keluarga.

(bersambung)

Tuesday, November 12, 2024

Collective Faith (2)

 (sambungan)

Mari kita lihat kisahnya dari Lukas pasal 5. "Lalu datanglah beberapa orang mengusung seorang lumpuh di atas tempat tidur; mereka berusaha membawa dia masuk dan meletakkannya di hadapan Yesus. Karena mereka tidak dapat membawanya masuk berhubung dengan banyaknya orang di situ, naiklah mereka ke atap rumah, lalu membongkar atap itu, dan menurunkan orang itu dengan tempat tidurnya ke tengah-tengah orang banyak tepat di depan Yesus. Ketika Yesus melihat iman mereka, berkatalah Ia: "Hai saudara, dosamu sudah diampuni." (Lukas 5:18-20).

Anda bisa lihat yang namanya usaha itu seperti apa. Tidaklah mudah menggotong seorang lumpuh untuk naik ke atas atap lalu menurunkannya dengan selamat ke bawah. Pakai apa naiknya? Tangga? Kalau tangga, bagaimana caranya mengangkat orang secara berempat dalam situasi tegak lurus ke atas? Kalaupun bisa, itu jelas memerlukan kemampuan keseimbangan yang diatas rata-rata dan kehatian tingkat tinggi. Kemudian bagaimana caranya meletakkan si lumpuh saat mereka harus membongkar atap? Tapi demi kesembuhan temannya oleh Yesus, mereka mati-matian berusaha dan mengalahkan kemustahilan.

Dan mari kita lihat apa reaksi Yesus yang saya pakai sebagai ayat bacaan hari ini. "Ketika Yesus melihat iman mereka, berkatalah Ia: "Hai saudara, dosamu sudah diampuni." (ay 20).

Perhatikan kata yang saya beri penekanan, "MEREKA". Yang disembuhkan adalah si orang yang lumpuh. Tapi apa yang mendasari Yesus menyembuhkannya? Jawabannya jelas tertulis dalam ayat ini, yaitu: "IMAN MEREKA". Bukan iman si lumpuh, tapi iman mereka. Kata mereka disini berarti jamak dan bukan tunggal. Bisa termasuk iman si lumpuh, tapi bisa juga iman keempat sahabatnya. Yang pasti, iman mereka secara kolektif, itulah yang menggerakkan Tuhan Yesus untuk menurunkan mukjizatNya.

(bersambung)

Monday, November 11, 2024

Collective Faith (1)

 Ayat bacaan: Lukas 5:20
==============
"Ketika Yesus melihat iman mereka, berkatalah Ia: "Hai saudara, dosamu sudah diampuni."


Saya harap anda belum bosan dengan kisah keempat orang yang menggotong sahabat mereka yang lumpuh untuk bertemu Yesus agar disembuhkan. Dalam beberapa hari ini Tuhan memang sedang gencar berbicara banyak tentang beberapa hal mengacu kepada bagian kisah yang dicatat dalam tiga Injil, yaitu Matius Markus dan Lukas.

Bagi anda yang melewatkan beberapa renungan terdahulu, mari saya berikan lagi ringkasannya. Pada saat itu Yesus tengah datang di Kapernaum. Mengetahui bahwa Yesus ada disana, orang pun berbondong-bondong datang menjumpainya. Seketika rumah dimana Yesus ada pun penuh. Dalam Markus pasal 2 ayat 2 dikatakan bahwa disana sudah tidak ada lagi tempat, bahkan di muka pintu pun tidak. Kerumunan orang seperti itu membuat siapapun menjadi sulit untuk mendekat.

Datanglah seorang lumpuh yang digotong oleh empat orang temannya. Kalau satu orang saja sulit merapat, apalagi empat orang menggotong orang lumpuh. Tapi mereka tidak kehabisan akal, meski akal tersebut tampaknya sangat sulit atau bahkan sepertinya mustahil untuk dilakukan. Mereka memutuskan untuk memanjat atap, membuka atap rumah orang tersebut dan menurunkan temannya. Mukjizat pun terjadi. Yesus menyembuhkan si lumpuh pada saat itu. Ia pulang dengan berjalan dan membawa tilamnya sendiri.

Dalam beberapa renungan terdahulu kita sudah melihat beberapa aspek terkait mengenai hal ini, yaitu dari sisi pentingnya networking dan teamwork, kerjasama yang melibatkan Tuhan dan dari sisi si pemilik rumah yang merasakan sukacita kedua dari mukjizat yang terjadi di rumahnya dan menganggap kerugian sebagai bagian dari pelayanan. Hari ini saya ingin fokus kepada hal lain yang saya rasa juga jarang sekali kita perhatikan, yaitu iman dari keempat temannya.

(bersambung)

Sunday, November 10, 2024

Lanjutan Sukacita Kedua (7)

 (sambungan)

Jangan bergembira karena roh-roh jahat itu takluk, tapi bersukacitalah justru karena itu berarti nama kita tercatat di surga. Sebuah nama yang muncul dalam kitab kehidupan akan membuat seisi surga bersukacita, dan demikian pula seharusnya dengan kita.

Mampu bersukacita dan bergembira karena kehidupan baik yang dilimpahkan Tuhan kepada kita tentu sungguh baik. Itu sudah jauh lebih baik dari orang-orang yang terlena dalam kenyamanan dan lupa untuk bersyukur atas berkat-berkat yang disediakan Tuhan bagi mereka. Menikmati sukacita sejati yang berasal dari Tuhan dimana keadaan tidak lagi bisa mengganggunya juga tentu amat baik. Tapi alangkah lebih baik lagi jika kita meningkatkan sukacita kita kepada sukacita berikutnya, yaitu sebuah sukacita yang hadir dalam diri kita ketika melihat adanya jiwa-jiwa yang diselamatkan.

Sukacita Bapa adalah sukacita kita juga. Rindukah kita untuk mengalami sukacita kedua? Sudahkah anda tergerak untuk mewartakan keselamatan kepada sesama, melakukan sesuatu bagi mereka agar mereka bisa mengalami Tuhan dalam hidup mereka melalui kita?

Jangan lupa bahwa sesungguhnya kita memikul Amanat Agung untuk mewartakan kabar keselamatan bagi setiap orang, dan kita bisa membuat surga terus bersukacita bersama dengan kita jika kita melaksanakan apa yang diamanatkan Yesus kepada setiap orang percaya. Jangan berhenti hanya pada sukacita pertama, tapi lanjutkanlah kepada sukacita kedua.

Setelah bersyukur dengan sukacita pertama, tingkatkan dengan sukacita kedua


Saturday, November 9, 2024

Lanjutan Sukacita Kedua (6)

 (sambungan)

Dalam Roma 15 Paulus menyampaikan seperti berikut ini.  "Kita, yang kuat, wajib menanggung kelemahan orang yang tidak kuat dan jangan kita mencari kesenangan kita sendiri." (Roma 15:1).

Kita masing-masing haruslah mencari atau memikirkan apa yang baik buat sesama kita demi kebaikannya, menguatkan dan membangun mereka secara spiritual, bukan hanya mencari kesenangan sendiri.

Dalam bahasa Inggris kebaikan ini digambarkan dengan lebih lengkap: "his good and true welfare, to edify him (to strengthen him and build him up spiritually)"(ay 2).  

Bentuk kepedulian seperti inilah yang sesungguhnya akan memungkinkan bangsa-bangsa berbalik memuliakan Allah dan menyanyikan mazmur bagi namaNya. (ay 9). Dan dengan demikian, bangsa-bangsa akan bersama-sama bersukacita dengan umat Allah. (ay 10).

Ketika kita bisa bersama-sama memuliakan Tuhan bersama jiwa-jiwa yang kembali ke pangkuan Tuhan, menerima anugerah keselamatan dan menjadi bagian dari karya penebusan Kristus, bukankah itu indah? Sudah sepantasnya itu bisa membuat kita dipenuhi sukacita.

Dalam kesempatan lain, mari kita lihat apa yang dikatakan Kristus. Kepada kita semua yang percaya telah diberikanNya kuasa untuk "menginjak ular dan kalajengking dan kuasa untuk menahan kekuatan musuh, sehingga tidak ada yang akan membahayakan kamu." (Lukas 10:19).

Ini adalah sebuah pemberian yang luar biasa. Bukan untuk gagah-gagahan atau pamer kekuatan, tapi adalah pemberian yang bertujuan agar kita semua diperlengkapi dalam menjalankan Amanat Agung, mewartakan kabar gembira untuk menyelamatkan jiwa-jiwa. Karena itulah Yesus selanjutnya berpesan: "Namun demikian janganlah bersukacita karena roh-roh itu takluk kepadamu, tetapi bersukacitalah karena namamu ada terdaftar di sorga." (ay 20).

(bersambung)

Friday, November 8, 2024

Lanjutan Sukacita Kedua (5)

 (sambungan)

Satu jiwa pun begitu berharga di mata Tuhan. Ketika jiwa itu kembali ditemukan, sang gembala akan menggendongnya dengan gembira (ay 5) dan akan bersukacita karena jiwa yang hilang telah ditemukan kembali. (ay 6). Dan Yesus pun dengan jelas menggambarkan suasana yang terjadi di surga ketika ada seorang bertobat. "Aku berkata kepadamu: Demikian juga akan ada sukacita di sorga karena satu orang berdosa yang bertobat, lebih dari pada sukacita karena sembilan puluh sembilan orang benar yang tidak memerlukan pertobatan." (ay 7).

Perumpamaan berikutnya adalah mengenai dirham yang hilang. (ay 12-14). Jika seseorang memiliki 10 dirham lantas kehilangan satu diantaranya, tidakkah mereka berusaha mencari dirham yang hilang itu? (ay 8).

Jika uang lembaran 10 ribu milik anda tercecer, tidakkah anda mencoba menelusuri atau mencarinya meski di dompet anda ada seratus ribu? Sukacita pun akan hadir ketika dirham yang hilang telah ditemukan. Dan kembali Yesus menggambarkan suasana yang terjadi di surga. "Aku berkata kepadamu: Demikian juga akan ada sukacita pada malaikat-malaikat Allah karena satu orang berdosa yang bertobat." (ay 10).

Semua perumpamaan dalam Lukas 15 ini menggambarkan sebuah sukacita pada tingkatan baru, bukan hanya berhenti pada sukacita ketika kehidupan kita diberkati Tuhan, tapi juga mengalami sukacita ketika ada jiwa yang bertobat, yang kembali selamat dari kesesatan. Seperti itulah sukacita kedua.

(bersambung)

Thursday, November 7, 2024

Lanjutan Sukacita Kedua (4)

 (sambungan)

Jawaban sang ayah menunjukkan sebuah gambaran utuh mengenai sukacita kedua. Anak sulung adalah anak yang selalu taat. Ia tentu bersukacita atas kehidupannya yang terjaga baik bersama sang ayah. Sayangnya sukacitanya hanya berhenti disana. Sukacitanya berhenti pada sukacita pertama yang berpusat pada kebaikan yang dirasakan diri sendiri. Si sulung tidak mampu melihat sebuah sukacita ketika adiknya yang hilang dan tadinya sesat sekarang kembali dengan selamat.

Maka sang ayah kemudian mengingatkan bahwa sudah sepatutnya ia pun bersukacita karena adiknya yang telah mati menjadi hidup kembali, yang telah hilang telah didapat kembali. Inilah bentuk sukacita kedua, yaitu sukacita yang hadir dalam diri kita ketika melihat ada jiwa yang harusnya mati tapi menjadi hidup kembali, diselamatkan dari kebinasaan dan beroleh hidup yang kekal melalui pertobatan mereka.

Dua perumpamaan sebelumnya yang disampaikan Yesus dan dicatat dalam Lukas pasal 15 menggambarkan hal yang sama.

Yang pertama, perumpamaan tentang domba yang hilang (Lukas 15:1-7) menunjukkan kepedulian Tuhan kepada jiwa yang hilang, bagaikan gembala yang akan bergegas meninggalkan 99 ekor domba yang sudah selamat demi mendapatkan satu jiwa yang sesat.

"Siapakah di antara kamu yang mempunyai seratus ekor domba, dan jikalau ia kehilangan seekor di antaranya, tidak meninggalkan yang sembilan puluh sembilan ekor di padang gurun dan pergi mencari yang sesat itu sampai ia menemukannya?" (ay 4).

(bersambung)

Wednesday, November 6, 2024

Lanjutan Sukacita Kedua (3)

 (sambungan)

Dalam renungan kali ini saya ingin mengajak teman-teman untuk melihat bentuk sukacita ini dari beberapa perumpamaan lain yang disampaikan Yesus. Bukan hanya lewat satu atau dua, tapi lewat tiga perumpamaan.

Mari kita lihat terlebih dahulu perumpamaan ketiga tentang anak yang hilang. (Lukas 15:11-32).

Kisah anak yang hilang tentu sudah sangat familiar bagi kita. Meski demikian ada baiknya saya sampaikan sedikit seperti apa garis besarnya.

Secara singkat perumpamaan ini menggambarkan seorang anak yang keterlaluan dengan meminta warisannya ketika sang ayah masih hidup. Uang tersebut bukannya dipakai untuk hal-hal baik tapi malah ia pakai untuk berfoya-foya. Dalam waktu singkat ia jatuh miskin dan menderita. Ia pun kemudia menyesal dan memutuskan untuk pulang, apapun konsekuensinya.
Ia sudah siap meski ia harus menerima hukuman, dimarahi atau bahkan diusir. Tapi ternyata bukan itu yang menjadi reaksi sang ayah. Melihat kembalinya si bungsu, sang ayah langsung berlari menyambut dan memeluknya. Ia bahkanmenyediakan pesta besar untuk merayakan kembalinya anak yang hilang.

Semua bersukacita, kecuali abangnya, si anak sulung.

Ia merasa cemburu karena adiknya yang durhaka ternyata lebih dihargai ketimbang dirinya yang selama ini selalu taat kepada ayahnya. Ia pun menyampaikan protes.

Apa reaksi ayahnya? Ayahnya menjawab begini: "Kita patut bersukacita dan bergembira karena adikmu telah mati dan menjadi hidup kembali, ia telah hilang dan didapat kembali." (Lukas 15:32).

(bersambung)

Tuesday, November 5, 2024

Lanjutan Sukacita Kedua (2)

 (sambungan)

Dalam renungan sebelumnya kita sudah melihat bagaimana sebuah sukacita bisa berlanjut dari diri kita pribadi kepada saat melihat orang lain mengalami Tuhan dalam hidupnya, sebuah sukacita yang saya gambarkan sebagai jenis sukacita kedua.

Ketika kita terlibat di dalamnya, dengan memandangnya sebagai sebuah pelayanan, dengan sebuah hati hamba dimana kasih Allah mengalir bisa membuat kita bersukacita meski kita harus rela rugi waktu, tenaga atau harta karenanya.

Sebuah contoh menarik dari kisah Yesus bertemu seorang pria lumpuh yang ditandu oleh empat orang temannya menunjukkan hal ini, yaitu dari sudut sang pemilik rumah dimana kesembuhan sang pria lumpuh yang diturunkan dari atap terjadi. Bukan saja pemilik rumah harus rela melihat rumahnya dipenuhi orang dengan potensi kerusakan di rumah dan halamannya, tapi ia juga harus rela melihat atap rumahnya dibuka agar si pria lumpuh bisa diturunkan ke bawah untuk bertemu Yesus.

Baik dalam Injil Lukas, Markus dan Matius dimana kisah ini dicatat tidak ditemukan adanya komplain atau keluhan dari sang pemilik rumah. Itu menunjukkan bahwa sang pemilik rumah tidak memikirkan kerugian yang dideritanya karena ia fokus terhadap sukacita yang ia rasakan dengan adanya kesembuhan ilahi yang terjadi dirumahnya. Itulah yang saya sebut dengan sukacita kedua atau sukacita selanjutnya, yaitu sukacita yang timbul saat kita melihat orang lain mengalami Tuhan.

(bersambung)

Monday, November 4, 2024

Lanjutan Sukacita Kedua (1)

 Ayat bacaan: Lukas 15:32
========================
"Kita patut bersukacita dan bergembira karena adikmu telah mati dan menjadi hidup kembali, ia telah hilang dan didapat kembali."


Saya ingat seorang teman saya semasa kuliah dulu. Entah kenapa ia sepertinya punya masalah dengan orang yang (lebih) berada darinya. Setiap melihat mobil mewah lewat ia menggerutu dan mengumpat pemiliknya yang entah siapa, kenal saja tidak. Kalau ada di parkiran, dia bisa nyeletuk: "sombong banget, digores baru tahu rasa." Lho, sombong bagaimana, itu cuma mobilnya yang parkir orangnya entah dimana. Melihat orang yang rapi dan berdandan pun sama. Pendek kata, ada sesuatu yang mewah di dekatnya, mukanya pun berubah dan kata-kata bernada negatif segera menyusul setelahnya.

Senang melihat orang susah, susah melihat orang senang. Sikap hati seperti ini menjangkiti banyak orang. Kalau sama yang tidak dikenal saja sikap hati bisa seperti itu, apalagi terhadap orang yang tidak disukai. Wah, kalau orang yang tidak disukai ditimpa masalah, senangnya bukan main rasanya. Tapi kalau mereka baik-baik saja atau malah ketiban rezeki, maka kesalnya sampai ke ubun-ubun, atau bahkan berani menuduh Tuhan bersikap tidak adil.

Rasa iri dan dengki sesungguhnya bagaikan penyakit yang menggerogoti hati. Cobalah berikan kesempatan pada rasa iri dan dengki, maka intensitasnya akan terus meningkat sehingga memperburuk kondisi hati kita.

Kalau dikira bahwa rasa ini hanya muncul saat kita melihat orang sukses ketika kita sendiri sedang susah, ternyata ada banyak penderita penyakit iri kronis ini disaat mereka sebenarnya sedang baik-baik saja, seperti teman saya di ilustrasi awal misalnya. Itulah sebabnya saya lebih suka menganggapnya sebagai penyakit yang kalau dibiarkan bisa memperburuk sikap hati.

Dalam renungan sebelumnya kita sudah melihat bagaimana sebuah sukacita bisa berlanjut dari diri kita pribadi kepada saat melihat orang lain mengalami Tuhan dalam hidupnya, sebuah sukacita yang saya gambarkan sebagai jenis sukacita kedua.

(bersambung)

Sunday, November 3, 2024

Sukacita Kedua (7)

 (sambungan)

Menempatkan diri dari sisi sang pemilik rumah, saya merasa ia sadar bahwa itu adalah bagian atau resiko dari pelayanan. Saat kita melayani, kita pun harus rela mengorbankan waktu, tenaga dan uang. Bisa jadi orang yang kita hadapi malah sulit. Memberi penolakan, marah atau kambuhan. Mungkin sudah tidak memberi apa-apa, mereka malah tidak serius dan seperti malah kita yang punya kepentingan. Tapi itulah pelayanan. So be it. Memakai hati hamba dan mengaplikasikan kasih memang butuh pengorbanan.

Adalah baik jika kita sudah bisa bersukacita tanpa terpengaruh oleh kondisi faktual yang tengah kita alami saat ini. Tingkatkanlah sukacita itu kepada sebuah sukacita saat melihat ada orang lain yang diselamatkan, saat ada yang mengalami kuasa mukjizat Tuhan, menerima jamahanNya dan mendapat kesempatan menjadi manusia baru. Dan tentu saja, menjadi bagian atau rekan sekerja Tuhan dalam misi menyelamatkan jiwa-jiwa terhilang.

Meski kita harus rugi karenanya, itu tidak apa-apa, karena sebuah hati hamba yang berisi kasih Allah seharusnya tidak memperhitungkan hal tersebut melainkan turut bersukacita menyaksikannya. Bukankah saat melihat langsung hal itu atau saat mengalaminya, iman kita pun sedang ditumbuhkan? Pandanglah segala kerugian bahkan penderitaan itu sebagai suatu kehormatan.

Be joyful not only when you look at your life with faith but also when you see people being transformed by God



Saturday, November 2, 2024

Sukacita Kedua (6)

 (sambungan)

Tapi mengacu kepada ketiga Injil yang menuliskan kejadian ini, tidak ditemukan tanda-tanda protes dari sang pemilik rumah. Tidak ada kemarahan, tidak ada keluhan, tidak ada komplain atau protes.

Ia tampaknya membiarkan saja itu terjadi. Kalau demikian, saya membayangkan bukannya marah, tapi ia justru bersukacita melihat bahwa rumahnya dipakai Tuhan sebagai tempat dimana banyak mukjizat kesembuhan terjadi dan menjadi tempat dimana Yesus menyampaikan pengajaranNya.

Bukan hanya rumahnya yang dipakai, tapi ia juga pasti menyaksikan semua mukijzat kesembuhan tepat di depan matanya, dan mendengarkan pula pengajaran Yesus secara langsung dari dekat.

Benar, setelah semuanya selesai, ia tentu harus memperbaiki sendiri atapnya setelah itu. Keluar uang lagi membeli bahan, keluar tenaga atau harus membayar upah tukang. Tapi ia tidak mempermasalahkan itu. Ia merasa terhormat dan bangga rumahnya lah yang dipilih Tuhan sebagai tempat untuk melakukan kesembuhan Ilahi dan memberi pengajaran. Di antara sekian banyak rumah di Kapernaum, yang dipakai rumah saya. Wow. Itu yang paling penting, yang lain bisa diurus nanti.

Saya pikir itulah yang ada di benaknya saat itu. Melihat orang lumpuh yang tadinya ditandu kini bisa berjalan dan membawa pulang tandunya sendiri, itu tentu pengalaman spiritual yang luar biasa.

(bersambung)

Friday, November 1, 2024

Sukacita Kedua (5)

 (sambungan)

Versi Markus mencatatnya seperti ini: "Tetapi mereka tidak dapat membawanya kepada-Nya karena orang banyak itu, lalu mereka membuka atap yang di atas-Nya; sesudah terbuka mereka menurunkan tilam, tempat orang lumpuh itu terbaring." (Markus 2:4).

Saat merenungkan ayat atau kisah ini, saya mendapat pencerahan dan melihat sesuatu yang sepertinya sangat jarang kita cermati.

Jika kemarin kita melihat kisah ini dari sisi orang lumpuh dan teman-temannya yang bersusah payah menggotongnya ke atap lantas menurunkan tepat di hadapan Yesus yang berada di dalam rumah, sekarang coba kita posisikan diri kita sebagai si pemilik rumah.

Bayangkan apabila anda adalah sang pemilik rumah. Sudah hiruk pikuk, sudah rumah anda penuh sesak oleh pengunjung, mungkin tanaman-tanaman di pekarangan hancur diinjak-injak, mungkin ada barang-barang yang jatuh dan pecah di dalam rumah, atau jangan-jangan ada yang hilang, anda masih harus melihat atap rumah anda dibongkar oleh sekelompok orang tanpa permisi atau minta ijin terlebih dahulu.

Atap rumah dibongkar bukan cuma bolong kecil tentunya, karena mereka harus menurunkan tandu dengan tilam yang ada orang di atasnya. Bisa jadi, kalau rumahnya kecil, sebagian besar atapnya sudah dibongkar.  

Jika anda adalah pemilik rumah, apa yang anda lakukan? Mungkin anda akan marah. "Hey! Apa-apaan itu? Pergi sana sebelum saya panggil polisi!" Mungkin itu reaksi spontan kita. Atau anda biarkan, tapi mencoba mencari cara bagaimana mendapatkan uang ganti rugi. Atau cari sponsor? Atau minta langsung pada Yesus.

(bersambung)

Thursday, October 31, 2024

Sukacita Kedua (4)

 (sambungan)

Akan hal ini, mari kita lihat sekali lagi peristiwa heroik sekaligus meragukan dari empat orang yang menggotong sahabat mereka yang lumpuh untuk bertemu dengan Tuhan. Semoga teman-teman belum bosan melihat lagi kisah ini, karena ada sisi lain yang rasanya jarang diulas dan ini berasal dari perenungan saya.

Kisah ini setidaknya tertulis dalam Injil Matius, Markus dan Lukas. Saat itu Yesus tengah berada di Kapernaum. Mendengar Yesus ada di sana, orang pun datang berkerumun. Yesus pun mulai mengajar. Injil Lukas mencatat bahwa bukan hanya rakyat yang datang, tapi ada beberapa orang Farisi dan ahli Taurat juga yang turut mendengarkan. Mereka ini datang dari semua desa di Galilea, Yudea dan Yerusalem. (ay 17). Masih di ayat yang sama dikatakan bahwa "kuasa Tuhan menyertai Yesus sehingga Ia dapat menyembuhkan orang sakit."

Lalu terjadilah kisah heroik dan mengharukan itu. Datanglah seorang lumpuh yang digotong oleh beberapa temannya. Berapa orang yang menggotong? Injil Markus menyebutkan berapa jumlahnya, yaitu empat orang (2:3).

Tapi ternyata yang terjadi tidaklah semudah itu. Mereka tidak dapat langsung bertemu Yesus karena ayat sebelumnya mengatakan disana sudah tidak ada lagi tempat, bahkan di muka pintu pun tidak. Dan yang terjadi selanjutnya menunjukkan bagaimana determinasi yang dimiliki oleh keempat orang ini demi menolong sahabat mereka yang lumpuh.

"Karena mereka tidak dapat membawanya masuk berhubung dengan banyaknya orang di situ, naiklah mereka ke atap rumah, lalu membongkar atap itu, dan menurunkan orang itu dengan tempat tidurnya ke tengah-tengah orang banyak tepat di depan Yesus." (Lukas 5:19).

(bersambung)

Wednesday, October 30, 2024

Sukacita Kedua (3)

 (sambungan)

Saya menyadari adanya sukacita kedua saat saya baru saja dihubungi oleh sahabat saya yang sudah melayani sebagai pendeta selama lebih dari 20 tahun. 20 tahun lalu, ia bertobat setelah mendengar apa yang terjadi pada saya. Bagaimana saya mengalami rentetan pengalaman spiritual hingga bertemu Yesus. Mungkin melihat saya yang modelnya luar biasa bandel dan keras kepala bisa bertobat seperti itu, ia tergerak pula untuk mengikuti jejak saya. Hebatnya, ia bergerak jauh lebih dibanding saya. Ia mengambil sekolah Alkitab kemudian menjadi pendeta.

20 tahun lebih berlalu, ia masih tetap setia melayani. Kami masih suka bertukar cerita, berbagi pengalaman dan saling menguatkan. Setelah selesai berbincang via telepon, saya merasakan sebuah sukacita. Sukacita yang kali ini bukan berasal dari diri saya melainkan dari diri teman saya. Sukacita itu hadir melihat bagaimana setelah ia bertobat, ia terus aktif melayani dengan penuh semangat. Dan saya menyebutnya sebagai jenis sukacita kedua.


Bagaimana reaksi kita saat kita melihat ada orang yang dijamah Tuhan, saat ada pertobatan, saat ada yang mengalami mukjizat? Apakah kita turut bergembira dan bersukacita bersama mereka atau kita malah iri melihatnya? Pertanyaan selanjutnya, apakah kita berpikir untuk bisa menghadirkan itu semua pada orang lain lewat kita? Apakah kita mau berusaha melakukan sesuatu untuk itu?

Lantas yang perlu juga kita renungkan, apakah saat orang lain mengalami kuasa Tuhan tapi sedikit banyak merugikan kita, apakah kita bisa tetap bersukacita bagi mereka atau kita marah dan menuntut mereka? Merugikan kita? Mungkin terdengar sedikit aneh, tapi itu bisa terjadi.

(bersambung)

Tuesday, October 29, 2024

Sukacita Kedua (2)

 (sambungan)

Saya terus berproses untuk tetap bisa bersukacita dalam pengertian yang sungguh-sungguh, bukan pura-pura, meski himpitan beban hidup bagai membuat saya sesak nafas. Saya terus mengingatkan hati dan pikiran saya bahwa sukacita itu seharusnya tidak memandang pada kesulitan-kesulitan dalam hidup, melainkan mengarahkan pandangan saya untuk tertuju pada Bapa.

Saya harus terus melatih mata hati dan pikiran saya untuk memandang kepadaNya, juga memandang kepada putri saya yang lucu dan pintar, istri saya tersayang, dan segala apa yang masih Tuhan percayakan untuk kami punyai. Sebagai manusia biasa, ada kalanya saya merasa down, tapi saya tidak akan membiarkannya berlarut-larut, atau berlama-lama.

Saya terus melatih diri untuk bisa merasakan sebuah sukacita yang Tuhan ingin kita miliki, yaitu sebuah sukacita yang tidak terpengaruh oleh apapun yang tengah dialami saat ini. Sukacita sejati sesungguhnya berasal dari Tuhan, karena Tuhan dan tidak tergantung dari situasi dan kondisi yang sedang dihadapi.

Lewat momen-momen perenungan, saya kemudian juga menyadari bahwa sukacita sebagai sebuah kemampuan luar biasa yang dianugerahkan Tuhan kepada kita. Coba bayangkan kalau kita tidak dianugerahi rasa sukacita. Suram, kelam, sedih, perih, lantas takut, kalut, cemas, kuatir terus menerus, itu tentu tidak enak sama sekali.

Tentu saja sukacita akan jauh lebih mudah dirasakan saat hidup sedang berada dalam keadaan baik. Tanpa masalah, tanpa pergumulan, tanpa kendala. Baik ketika tidak mengalami masalah maupun karena merasakan kehadiran Tuhan, orang yang bersukacita akan mudah terlihat dari raut mukanya.

Senyum merekah, hati riang dan hidup pun terasa ceria. Ini adalah reaksi normal dari orang yang sedang berbahagia, atau bersukacita. Dan saya mau bisa tetap seperti itu tanpa terpengaruh situasi sulit yang sepertinya belum mau beranjak pergi dari hidup saya. Sekali lagi, saya terus latih diri saya untuk tidak salah mengarahkan pandangan. Bukan kepada masalah tetapi kepada Tuhan yang saya percaya tidak akan pernah meninggalkan kami.

Hari ini, saya menyadari satu hal, yaitu bahwa semua sukacita seperti ini adalah jenis sukacita pertama. Sukacita pertama? Ya, saya menyebutnya seperti itu. Lantas, kalau ada  sukacita pertama, tentu ada sukacita kedua. Seperti apa bentuk sukacita kedua?


(bersambung)

Monday, October 28, 2024

Sukacita Kedua (1)

 Ayat bacaan: Lukas 5:19
==================
"Karena mereka tidak dapat membawanya masuk berhubung dengan banyaknya orang di situ, naiklah mereka ke atap rumah, lalu membongkar atap itu, dan menurunkan orang itu dengan tempat tidurnya ke tengah-tengah orang banyak tepat di depan Yesus. "


Belakangan ini saya merasa bahwa otot-otot iman saya tengah digembleng habis-habisan. Bukan hanya dalam hal tetap memegang teguh pengharapan dan kuat saat berada di masa kesukaran, tetapi terlebih dalam hal sukacita.

Ada kalanya saya sudah benar-benar kehilangan mood untuk bisa tetap ceria, tapi mau tidak mau saya harus tetap bisa ceria dan ramah dalam melayani pembeli, dan tentu saja, saat saya pulang ke rumah dan 'ditodong' putri tercinta saya untuk bermain bersamanya. "Hore papa pulang! Ayo main, pa." Begitulah sambutannya begitu melihat saya ada di depan pintu. Terkadang saya sudah merasa terlalu letih, baik fisik maupun mental, kalau ditanya saya lebih memilih untuk bisa langsung beristirahat, calling it a day and look forward to a new day with new chance tomorrow. Tapi bagaimana mungkin saya bisa mengecewakannya?

Dan kemarin, saat anak saya memimpin doa sebelum tidur, saya sempat kaget sekaligus terharu. Ia membuka doanya dengan "Tuhan Yesus, terima kasih karena hari ini saya bisa bermain lama sama papa. Terima kasih sudah mendengarkan doa saya tadi malam."

Itu membuat saya kaget, karena saya tidak menyangka bahwa ia ternyata secara khusus berdoa agar ia dapat kesempatan untuk bisa bermain bersama saya dalam jangka waktu yang cukup untuk membuatnya puas. Saya pun merasa lega bahwa saya tidak menolak untuk meluangkan waktu bersamanya meski saya merasa sangat letih dari segala arah. Dan itu mendatangkan sukacita dalam hati saya.

(bersambung)

Sunday, October 27, 2024

Rekan Setim Tuhan (7)

 (sambungan)

Seperti kisah di atas, si lumpuh tidak akan sembuh kalau tidak ada kerjasama yang padu dari keempat temannya, tapi meski ia ditolong temannya, ia tetap tidak sembuh apabila tidak ada Tuhan dilibatkan disana. Lihatlah sebuah kerjasama antar manusia yang melibatkan Tuhan, membangun network dan teamwork dengan Tuhan, itu akan membawa hasil luar biasa.

Jangan bersikap sombong dan selalu mau menang sendiri, jangan bersikap antipati, saling curiga dan memusuhi seperti sebagian orang yang tidak mengenal Kristus, tapi ingatlah bahwa kita diajar unuk selalu bersikap rendah hati, lembut dan sabar, serta menyatakan kasih kita kepada sesama manusia dengan jalan saling membantu. (Efesus 4:2).

Sesuai dengan hakekat manusia sebagai mahluk sosial, demikianlah kita diciptakan Tuhan, hendaklah kita peka terhadap keadaan sesama manusia setidaknya yang berada di sekitar kita. Bantulah mereka jika butuh, karena dengan itulah kita memenuhi hukum Kristus. Menjadi terang dan garam. Suatu waktu nanti kita pun akan butuh bantuan orang lain, dan di saat itu orang lain akan menjadi berkat buat anda. Libatkan Tuhan di dalamnya untuk ambil bagian, dan lihatlah bedanya.

Kerjasama antar manusia yang terjalin kompak dan kemudian terjalin pula secara harmonis dengan Tuhan akan mendatangkan mukjizat yang luar biasa.

Kerjasama yang melibatkan Tuhan akan membawa hasil luar biasa

Saturday, October 26, 2024

Rekan Setim Tuhan (6)

 (sambungan)

Jangan cuek, jangan menutup mata dari permasalahan saudaramu. Ingatlah bahwa meski Tuhan mampu menurunkan mukjizatNya secara langsung, namun di sisi lain Tuhan pun bisa memakai anda! Tuhan sangat ingin membangun teamwork bersama anak-anakNya. Tuhan ingin kita menjadi rekan sekerjaNya, rekan satu tim.

Saling tolong menolong menunjukkan sikap mengasihi, dan ini sesuai dengan hukum Kristus. Kepada jemaat Roma pun Paulus mengingatkan hal yang sama. "Kita, yang kuat, wajib menanggung kelemahan orang yang tidak kuat dan jangan kita mencari kesenangan kita sendiri. Setiap orang di antara kita harus mencari kesenangan sesama kita demi kebaikannya untuk membangunnya." (Roma 15:1-2).

Sudah saatnya kita berhenti untuk mencari kesenangan atau kepuasan diri sendiri saja. Sekarang waktunya bagi kita untuk mulai peduli pada keadaan di sekitar kita. Ada begitu banyak orang yang sedang membutuhkan uluran tangan. Bahkan ada banyak orang yang belum mengenal siapa Yesus sesungguhnya.

Bertolong-tolonglah. Bekerjasamalah. Bersepakatlah. Baik dalam pekerjaan maupun pelayanan. Dan diatasnya, lakukanlah semua dalam nama Yesus, dimana dalam setiap kerjasama yang anda lakukan, ada Tuhan yang dilibatkan dan dimuliakan di dalamnya.


(bersambung)

Friday, October 25, 2024

Rekan Setim Tuhan (5)

 (sambungan)

Perhatikan ketika Yesus mengutus kedua belas rasulnya untuk melakukan tugas pelayanan. "Ia memanggil kedua belas murid itu dan mengutus mereka berdua-dua." (Markus 6:7a). Tuhan Yesus tidak mengutus mereka sendiri-sendiri, atau membiarkan mereka menentukan sendiri, tapi secara spesifik Yesus mengutus mereka berpasangan. Yesus tahu betul bahwa manusia punya keterbatasan dan tergolong lemah, sehingga jika mereka pergi berdua, ada satu yang akan menguatkan seandainya yang satu menjadi lemah. Dari sini kita pun bisa melihat bahwa Tuhan menginginkan bentuk kerjasama di antara anak-anakNya.

Dalam ayat selanjutnya Yesus malah berpesan agar mereka tidak membawa apa-apa. Tidak bekal, tidak uang, tidak juga baju ganti. Hanya tongkat yang Dia ijinkan (ay 8).  

Apa yang saya tangkap dari kisah ini adalah sebuah penekanan dari Tuhan bahwa kerjasama di antara manusia itu akan mampu mengatasi masalah yang bisa jadi pada suatu ketika akan merintangi jalan kita menuju kesuksesan. Selengkap dan sekaya atau sepintar apapun seorang manusia, semua itu tidaklah berguna apabila hidup sendirian. Namun adanya kesepakatan dan keakraban dengan sesama manusia lainnya, itu akan membawa manfaat yang jauh lebih besar daripada kelengkapan secara harta, materi, intelegensia dan sebagainya.

Kita pun sampai pada sebuah pertanyaan: sudahkah kita peduli pada saudara-saudara kita yang mungkin sedang melemah baik fisik maupun rohaninya? Rasul Paulus mengingatkan "Bertolong-tolonganlah menanggung bebanmu! Demikianlah kamu memenuhi hukum Kristus." (Galatia 6:2).

(bersambung)

Thursday, October 24, 2024

Rekan Setim Tuhan (4)

 (sambungan)

Setelah kemarin saya menyinggung bagaimana kerjasama yang terjalin erat antara beberapa orang ternyata mampu mendatangkan hasil yang luar biasa, dari kisah ini kita juga bisa melihat bagaimana keterlibatan Tuhan dalam sebuah kerjasama membawa sebuah hasil yang luar biasa pula.

Pertama, lihatlah ada empat orang mengusung orang lumpuh di atas tempat tidur, membawanya ke atas atap lalu menurunkannya. Tidak ada catatan bahwa si lumpuh terguling jatuh. Yang ada, Alkitab mencatat dengan jelas bahwa Yesus menyembuhkannya. Artinya, ke empat-empatnya tentu bekerjasama dengan baik untuk menjaga kasur itu tetap seimbang. Tanpa kerjasama yang baik, niscaya si lumpuh akan terbanting ke bawah.

Di sisi lain, apabila itu dilakukan tanpa adanya campur tangan Kristus, si lumpuh tidak akan pernah sembuh. Ia mungkin turun ke bawah dari atap dengan selamat, tapi ia akan tetap lumpuh tanpa keberadaan dan jamahan Tuhan disana. Inilah satu  bentuk kerjasama dengan melibatkan Tuhan yang menghasilkan kesembuhan atau keselamatan. Begitu besar dampak yang bisa dihasilkan lewat sebuah kerjasama.

Tidak ada manusia yang sanggup bertahan hidup dengan baik apalagi mengalami peningkatan kalau hanya sendirian. Kita sejak semula diciptakan sebagai mahluk sosial yang hidup dengan berinteraksi dengan sekitar kita. Yesus pun sangat paham dengan hal ini.

(bersambung)

Wednesday, October 23, 2024

Rekan Setim Tuhan (3)

 (sambungan)

Alkitab menyatakan bahwa mereka ternyata mengambil sebuah keputusan yang terbilang berani atau lebih tepatnya nekad. Inilah yang tertulis disana:

"Karena mereka tidak dapat membawanya masuk berhubung dengan banyaknya orang di situ, naiklah mereka ke atap rumah, lalu membongkar atap itu, dan menurunkan orang itu dengan tempat tidurnya ke tengah-tengah orang banyak tepat di depan Yesus." (Lukas 5:19)

Dari versi Markus dikatakan bahwa yang menggotong sang teman yang lumpuh berjumlah empat orang. (Markus 2:3).

Mereka melakukan sesuatu yang sebenarnya sulit untuk diterima akal sehat. Bayangkan, pertama-tama mereka harus membawa teman mereka yang lumpuh untuk naik ke atas atap. Itu sudah sangat sulit. Lalu mereka harus membongkar atap itu dan secara perlahan menurunkan sahabat mereka yang lumpuh tepat di depan Yesus. (Lukas 5:19).

Itupun sebuah hal yang pastinya jauh dari mudah untuk dilakukan. Jika kasur itu diturunkan tidak seimbang oleh keempat-empat sahabat itu, tentu rekan mereka yang lumpuh akan jatuh jungkir balik ke bawah. Bukannya sembuh dari lumpuh tapi malah bertambah sakitnya, atau bisa jadi tewas terjatuh. Tetapi lihatlah besar kasih mereka terhadap teman yang lumpuh sehingga mereka rela untuk bersusah-susah melakukannya. Hasilnya? Mereka berhasil. Dan Tuhan Yesus memberi kesembuhan atasnya.

(bersambung)

Tuesday, October 22, 2024

Rekan Setim Tuhan (2)

 (sambungan)

Menjaga keseimbangan di atas sepatu roda bisa jadi sudah sulit. Tapi bagaimana dengan menjaga keseimbangan atas satu orang yang ditaruh diatas kasur oleh empat orang, dimana orang tersebut harus diturunkan dengan tali dari atap ke bawah? Saya rasa itu lebih sulit lagi.

Empat orang menggotong tandu untuk mengangkat dan membawa orang sakit, itu biasa. Tapi bagaimana kalau mereka bukan cuma berjalan, bukan mendaki, tapi mengangkat orang tandu berisi orang sakit itu naik ke atas atap lalu menurunkan pakai tali pelan-pelan? Itu juga tentu luar biasa. Apalagi kalau dilakukan oleh orang biasa alias bukan atlit profesional atau anggota sirkus. Tapi itulah persisnya yang terjadi pada suatu masa ketika Yesus turun ke bumi.

Melanjutkan renungan terdahulu, kemarin kita sudah melihat kejadian heroik dan mengharukan itu dan aplikasinya terhadap pentingnya network dan teamwork untuk bisa bertumbuh maju. Hari ini saya ingin mengambil lagi kisah ini dan membahas dari sudut lain.

Mari kita lihat kembali kejadiannya dengan singkat. Ada seseorang yang menderita kelumpuhan. Ia ingin bertemu dengan Yesus agar bisa sembuh. Karena tidak bisa jalan, ia digotong oleh keempat sahabatnya untuk menuju ke sebuah rumah di Kapernaum, dimana Yesus pada saat itu tengah berada.

Tapi usaha mereka tampaknya sulit untuk diwujudkan, karena pada saat itu kerumunan orang menutupi jalan mereka menuju Yesus di dalam rumah. Apakah mereka lantas mundur teratur dan pulang lagi? Atau marah kepada kerumunan orang disana, mendorong orang disana satu persatu dan memaksa agar bisa masuk?

(bersambung)

Monday, October 21, 2024

Rekan Setim Tuhan (1)

 Ayat bacaan: Lukas 5:19
====================
"Karena mereka tidak dapat membawanya masuk berhubung dengan banyaknya orang di situ, naiklah mereka ke atap rumah, lalu membongkar atap itu, dan menurunkan orang itu dengan tempat tidurnya ke tengah-tengah orang banyak tepat di depan Yesus."


Menjelang memasuki usia 5 tahun, anak saya minta sepatu roda (roller skate) sebagai hadiah ulang tahunnya. Anak ini memang unik, karena sejak berusia 3 tahun ia selalu secara detail meminta apa yang ia inginkan sebagai kado ulang tahun, tema kue ulang tahun atau kado Natalnya, dan tidak berubah hingga hari H.

Saya mulanya sempat ragu, karena usianya masih sangat kecil. Mana mungkin ia bisa mengatur keseimbangan naik sepatu roda dengan deretan roda setipis itu? Nanti kalau jatuh malah cari penyakit saja. Begitu yang saya pikir. Tapi istri saya mengingatkan bahwa dulu di usia 3 saja ketika dibelikan balanced bike alias sepeda roda dua tanpa pedal ia dengan cepat menguasai keseimbangannya. "Jangan remehkan kemampuan keseimbangannya, sepertinya ia malah lebih bagus dari kamu." kata istri saya sambil tertawa kecil. Mother knows best, baiklah saya setuju.

Dan ternyata istri saya benar. Ia hanya butuh sekitar satu jam untuk membiasakan diri berdiri dan berjalan di atas sepatu rodanya, lalu tiba-tiba ia sudah mulai bisa meluncur sedikit-sedikit. Saya pikir, kemampuan motoriknya yang bagus disertai tekad dan semangatnya belajar membuatnya bisa cepat sekali menguasai penggunaan sepatu rodanya.

Hal yang lucu sekaligus membuat saya bangga, ia pun berkata: "jangan lupa pa, karena saya terus berdoa untuk sepatu roda ini, dan Tuhan Yesus kasih, itu artinya Dia tahu saya akan bisa. Dan Tuhan Yesus juga pasti jaga saya." katanya.

Di saat saya ragu dan kebanyakan berpikir saat hendak membeli, ia bisa meyakini kuasa doa dan percaya penuh pada Tuhan. Tampaknya sebentar lagi saya harus belajar mengenai iman darinya.

(bersambung)

Sunday, October 20, 2024

Kerjasama Tim (10)

 (sambungan)

Jangan korbankan saat teduh dan membina hubungan dengan Tuhan hanya karena sibuk bekerja, tapi jangan pula hanya duduk diam di rumah melakukan saat teduh terus menerus tapi tidak melakukan apa-apa. Semua harus dilakukan secara seimbang,  terintegrasi dan berkesinambungan.

Penting bagi kita untuk membangun teamwork yang solid atau kokoh dan terus memperluas network kita. Tanpa itu semua kita akan stagnan, berjalan di tempat dan tidak akan pernah bisa maju dalam segala hal, bisa jadi malah mundur.

Kesombongan, menutup diri atau merasa diri paling hebat haruslah kita tinggalkan secepat mungkin agar kita bisa melakukan hal itu. Menjadi pribadi yang rendah hati, penuh kasih akan membuat kita bisa mengulurkan jabat persahabatan dengan lebih banyak orang tanpa terkecuali dan itu sangatlah menentukan arah kesuksesan kita ke depannya.

Belajarlah dari kisah orang lumpuh dengan keempat temannya ini dan jadilah orang-orang yang sukses dengan network luas dan teamwork kuat.

Without extending your network and building a solid teamwork you won't go anywhere


Saturday, October 19, 2024

Kerjasama Tim (9)

 (sambungan)

3. Dibutuhkan keseimbangan atau balance dalam sebuah proses

Jika kita fokus hanya pada satu titik dan mengabaikan hal-hal lain, hidup tidak akan pernah bisa berjalan dengan baik. Jika anda hanya membaca alkitab tapi tidak bekerja, atau sebaliknya hidup membanting tulang dari kemampuan diri sendiri tanpa ditopang firman Tuhan untuk menguatkan dan membimbing anda, itu tidak akan membawa hasil apa-apa.

Jika anda hanya berdoa tanpa melakukan apapun, atau  sebaliknya mengabaikan pentingnya doa dan hanya berjuang saja, itu pun akan sia-sia.

Sebuah pepatah latin terkenal mengingatkan kita akan hal ini: Ora et labora. Ora et labora artinya berdoa dan bekerja. Itu harus dilakukan bersama-sama dengan seimbang. Keduanya akan sangat memegang peranan penting, dan hanya akan optimal hasilnya jika terintegrasi. Itu yang saya petik dari berbagai pengalaman dalam hidup saya.

(bersambung)

Friday, October 18, 2024

Kerjasama Tim (8)

 (sambungan)

2.  Untuk mencapai suatu keberhasilan dibutuhkan kerjasama yang baik dengan orang lain.

It takes a good teamwork to succeed. Tidak ada orang yang bisa selalu kuat dan sanggup mengerjakan segala sesuatunya sendirian. Bayangkan jika sebuah gereja hanya terdiri dari satu pendeta tanpa adanya pengerja yang lain. Tanpa diaken, tanpa pengerja, pemusik, tim pendoa dan sebagainya, apa jadinya gereja itu?

Atau, jika anda ingin mengadakan sebuah event, akankah anda bisa berharap eventnya sukses tanpa adanya panitia dan struktur kepanitiaan yang baik? Sanggupkah satu orang merangkap semuanya itu? Tentu saja tidak. Semakin detail, semakin baik. Semakin bagus susunan kepengurusannya maka akan semakin baik. Semakin padu kerjasama atau teamworknya, maka semakin baik juga.

Dalam pekerjaan dan sisi lain kehidupan pun sama. No man is an island, begitu kata pepatah. Kalaupun kita bisa melakukan sendirian, hasilnya tidak akan maksimal dan pencapaiannya kalaupun ada akan sangat lambat. Tanpa kerjasama dengan orang lain maka akan sulit bagi kita untuk mencapai sebuah keberhasilan.

(bersambung)

Thursday, October 17, 2024

Kerjasama Tim (7)

 (sambungan)

1. Kesombongan tidak akan pernah membawa manfaat apa-apa selain kerugian pada diri sendiri.

Firman Tuhan berkata: "Kecongkakan mendahului kehancuran, dan tinggi hati mendahului kejatuhan." (Amsal 16:18).
Tuhan juga mengatakan bahwa meski saat ini sepertinya orang-orang yang sombong itu tidak mendapat ganjaran, pada saatnya nanti mereka akan kena getahnya.

"Manusia yang sombong akan direndahkan, dan orang yang angkuh akan ditundukkan; dan hanya TUHAN sajalah yang maha tinggi pada hari itu." (Yesaya 2:11).

Kita harus selalu membina hubungan baik dengan sesama kita dengan tulus. Ada saat dimana kita menolong, ada pula saat ketika kita butuh pertolongan mereka. Kita tidak akan bisa hidup sendirian, dan kesombongan akan merupakan tembok penghalang utama bagi kita untuk bisa memperluas hubungan baik dengan lebih banyak orang lain.

Menjadi orang yang rendah hati, lalu murah hati adalah prototype anak Tuhan seperti yang Dia inginkan. Bayangkan betapa damainya dunia jika semakin banyak orang-orang seperti ini yang mengisinya, bukan sebaliknya orang yang hanya mementingkan diri atau kelompoknya, meninggikan diri alias sombong atau angkuh, apalagi kalau sampai tega mengorbankan orang lain atau bahkan bangsanya sendiri.

Kembali kepada kisah empat orang yang menggotong sahabatnya yang lumpuh dari atap, jika sampai ke empat orang itu rela mati-matian agar sahabat mereka sembuh, saya percaya itu karena si lumpuh merupakan orang yang sangat baik dalam pergaulan. Dan lihatlah buah yang kemudian ia petik. Teman-temannya berjuang untuk kesembuhannya, dan Tuhan kemudian menjamahnya hingga sembuh.

(bersambung)

Wednesday, October 16, 2024

Kerjasama Tim (6)

 (sambungan)

Jika kita melihat bahwa keempat orang ini mau bersusah payah untuk sahabatnya, kita bisa sampai pada sebuah kesimpulan bahwa orang lumpuh ini tentu merupakan orang yang baik dalam pergaulannya, dan pasti keempat orang itu punya kesan yang dalam atau hubungan yang sangat baik dengan dirinya. Kalau tidak mustahil rasanya keempatnya terbeban untuk menolong dengan harus menempuh cara yang sangat merepotkan bahkan berbahaya.

Sekiranya orang lumpuh itu adalah orang yang sombong, saya yakin tidak akan ada orang yang peduli kepadanya, dan dia akan tetap lumpuh. Oleh karena itu saya rasa kita bisa menyimpulkan bahwa si lumpuh adalah orang yang sangat baik di mata temannya, dan dia berhasil membangun sebuah hubungan atau network yang baik.

Kemudian mari kita lihat hal selanjutnya. Seperti yang sudah saya singgung sebelumnya, untuk menurunkan seseorang dari atap seperti itu diperlukan sebuah proses teamwork yang baik. Mengapa? Karena jelas, untuk menurunkan orang terbaring dengan tali dari atap butuh keseimbangan di setiap sisi agar si lumpuh tidak jungkir balik jatuh ke bawah. Satu saja tidak balance, maka bisa dibayangkan apa akibatnya. Bukannya sembuh, si lumpuh malah bisa terbanting dari atap dan mungkin akan menemui ajalnya seketika.

Sedikitnya ada tiga hal yang bisa kita pelajari dari bagian ini.

(bersambung)

Tuesday, October 15, 2024

Kerjasama Tim (5)

 (sambungan)

Apa yang membuat mereka sampai bersusah payah seperti itu? Jelas, adalah iman yang membuat mereka mau terus berjuang untuk bisa bertemu dengan Yesus dengan cara apapun. Iman mereka yang kuat membuat mereka tidak bisa dibatasi atau dihalangi oleh kerumunan besar orang. Yesus pun menyambut kemudian menyembuhkan orang itu.

"Kepadamu Kukatakan, bangunlah, angkatlah tempat tidurmu dan pulanglah ke rumahmu! Dan orang itupun bangun, segera mengangkat tempat tidurnya dan pergi ke luar di hadapan orang-orang itu, sehingga mereka semua takjub lalu memuliakan Allah, katanya: "Yang begini belum pernah kita lihat." (ay 11-12).

Sekarang marilah kita lihat sosok pribadi orang lumpuh tersebut secara khusus.

Banyak dari kita tentu sudah tahu tentang kisah ini. Tapi pernahkah terpikirkan oleh anda bagaimana sulitnya bagaimana susahnya menggotong seorang lumpuh di atas tilam untuk naik ke atas atap di tengah kerumunan orang banyak? Pasti sulitnya bukan main.

Memanjat sendiri saja susah, ini menggotong orang lumpuh yang terbaring di atas tilam. Bahkan kalaupun mereka pemain sirkus, itu masih tetap sangat sulit untuk dilakukan. Kalau tidak seimbang, sahabat mereka yang lumpuh bisa jungkir balik terjun bebas dari atap, dan itu akan membuat keadaannya makin runyam. Alih-alih sembuh, yang ada malah bisa makin parah atau bahkan celaka fatal. Betapa luar biasanya mereka menjaga balance saat menurunkan sahabatnya di atas tilam, sehingga ia bisa dengan selamat sampai kebawah tepat di hadapan Yesus.

(bersambung)

Monday, October 14, 2024

Kerjasama Tim (4)

 (sambungan)

Lalu muncullah sebuah kejadian menarik.

"Ada orang-orang datang membawa kepada-Nya seorang lumpuh, digotong oleh empat orang." (ay 3).

Keempat orang ini menggotong sahabat mereka dan ingin bertemu dengan Yesus dengan tujuan agar sahabat mereka bisa sembuh. Tapi situasi saat itu tidak memungkinkan buat mereka untuk bisa leluasa bertemu Yesus. Mereka tidak bisa menembus kerumunan yang sedemikian padat.

Apakah mereka kemudian menyerah? Ternyata tidak.

Apa yang mereka lakukan dalam menyikapi situasi terbilang mengejutkan dan nekad! "...mereka membuka atap yang di atas-Nya; sesudah terbuka mereka menurunkan tilam, tempat orang lumpuh itu terbaring." (ay 4).

Bagaimana reaksi Yesus? Melihat kegigihan mereka, Yesus pun kagum melihat usaha mereka. Alkitab mencatatnya seperti ini: "Ketika Yesus melihat iman mereka, berkatalah Ia kepada orang lumpuh itu: "Hai anak-Ku, dosamu sudah diampuni!" (ay 5).

(bersambung)

Sunday, October 13, 2024

Kerjasama Tim (3)

 (sambungan)

Tuhan mengatakan: "Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja." (Kejadian 2:18a).

Dalam bahasa Inggrisnya dikatakan: "It is not good (sufficient, satisfactory) that the man should be alone." Terjemahannya kira-kira seperti ini: Tidak baik, tidak cukup, tidak memuaskan alias tidak akan maksimal kalau manusia itu sendirian. Artinya Tuhan tidak pernah menginginkan manusia untuk berusaha, bekerja atau bahkan hidup sendirian saja, terkucil, tertutup dan terisolasi dari sekitarnya. Dan itu bermakna bahwa selama kita hidup, kita harus bisa memperluas jaringan kita agar kita bisa terus lebih maksimal lagi dalam melakukan segala sesuatu dalam hidup kita.

Bicara tentang kerjasama tim, teamwork dan network, mari kita lihat sebuah kisah yang selalu sangat menarik bagi saya di dalam Alkitab, yaitu dalam Markus 2:1-12.

Ada sebuah kisah heroik disana. Mari saya gambarkan seperti apa kejadiannya pada waktu itu.

Pada satu hari Yesus datang lagi ke Kapernaum, dan orang ramai berkerumun mendatangi Dia untuk bertemu. Saking banyaknya orang yang datang, rumah di mana Yesus berada kemudian menjadi penuh sesak hingga dikatakan tidak ada tempat kosong lagi. Disana pada saat itu, Yesus memberitakan firman kepada semua yang hadir.

(bersambung)

Saturday, October 12, 2024

Kerjasama Tim (2)

 (sambungan)

 "The world needs no superman, but surely it needs superteam. Superteam, super teamwork, itu sering dilupakan banyak orang.

Banyak orang yang cenderung berpikir bahwa mereka sanggup melakukan segala sesuatu sendirian. Mereka sulit percaya orang lain dan mengira bahwa merekalah yang paling hebat dan karenanya tidak membutuhkan kehadiran orang lain. Padahal manusia pada hakekatnya diciptakan sebagai mahluk sosial. Kita butuh terhubung dengan orang lain untuk bisa maju, dan di atas segalanya kita juga butuh terhubung dengan Tuhan supaya kita tidak salah melangkah dalam menjalani hidup.

Membangun network di mana di dalamnya terdapat teamwork yang harmonis, baik dan kuat sangatlah penting, karena biar bagaimanapun tidak ada satupun manusia super yang sanggup melakukan segala sesuatunya sendirian. Itu bukanlah blueprint manusia menurut rancangan Tuhan. Kita diciptakan untuk saling melengkapi dan saling berinteraksi satu sama lain untuk bisa memperoleh hasil yang terbaik.

Dengan jelas hal ini bisa kita lihat dari sejarah penciptaan awal manusia. Tuhan mengatakan: "Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja." (Kejadian 2:18a).

(bersambung)

Thursday, October 10, 2024

Belajar dari Rehabeam (6)

 (sambungan)

Mencegah sikap seperti itu sejak dini akan sangat baik agar kita terhindar dari lupa diri yang bisa mendatangkan malapetaka. Apabila itu sudah terlanjur terjadi, berbaliklah segera. Kita punya Tuhan yang panjang sabar dan penuh kasih yang akan segera mengampuni kita begitu kita datang kepadaNya membawa pertobatan sungguh-sungguh.

Jangan lupa bahwa kita hanyalah berasal dari debu (Mazmur 103:14), tidak ada apapun yang bisa kita banggakan, karena semua yang kita miliki sesungguhnya berasal dari Tuhan (Ulangan 8:14-18).

Mari kita periksa diri kita hari ini, apakah bentuk-bentuk kesombongan, keangkuhan, kepongahan, sikap tinggi hati dan sebagainya masih ada dalam diri kita? Apakah kita masih menempatkan Tuhan sebagai prioritas utama atau tanpa sadar kita sudah beralih kepada hal-hal lainnya?

Jika masih ada benih-benih yang salah,  bereskanlah segera. Datanglah merendahkan diri dan bertobat dengan sungguh-sungguh, sebelum kehancuran terlanjur menimpa diri kita.

Kekayaan, keberhasilan dan berbagai berkat seharusnya disikapi dengan rasa syukur dan kerinduan untuk menjadi saluran kasih Tuhan, bukan malah menjadi awal masuknya berbagai dosa yang menggagalkan kita menerima anugerah keselamatan.

Be thankful for His blessings and bless others with it

Wednesday, October 9, 2024

Belajar dari Rehabeam (5)

 (sambungan)

Akan halnya Rehabeam, untunglah ia cepat sadar bahwa tanpa campur tangan Tuhan ia tidaklah ada apa-apanya. Lalu ia segera datang merendahkan dirinya dan bertobat.

Melihat kesungguhan hati Rehabeam tersebut, Tuhan yang penuh belas kasih pun segera mengurungkan niatnya untuk menghukum Rehabeam dan rakyatnya.

"Oleh sebab raja merendahkan diri, surutlah murka TUHAN dari padanya, sehingga ia tidak dimusnahkan-Nya sama sekali. Lagipula masih terdapat hal-hal yang baik di Yehuda." (ay 12).

Kita harus selalu camkan bahwa kesombongan tidaklah pernah mendapat tempat di mata Tuhan. Lihatlah bahwa kehancuran tidak jadi ditimpakan karena sang raja merendahkan dirinya. Selain itu, di Yehuda sebenarnya masih ada hal-hal baik yang menjadi pertimbangan Tuhan untuk mengampuni mereka. Perihal kerendahan hati, Firman Tuhan sudah berkata: "Allah menentang orang yang congkak, tetapi mengasihani orang yang rendah hati." (Yakobus 4:6).

Jauh sebelumnya, ayah Rehabeam sendiri yaitu Salomo mengatakan "Setiap orang yang tinggi hati adalah kekejian bagi TUHAN; sungguh, ia tidak akan luput dari hukuman." (Amsal 16:5), juga "Kecongkakan mendahului kehancuran, dan tinggi hati mendahului kejatuhan." (ay 8).

(bersambung)

Tuesday, October 8, 2024

Belajar dari Rehabeam (4)

 (sambungan)

Sifat seperti ini adalah sesuatu yang sangat salah di mata Tuhan, karena dalam kesempatan lain Tuhan sudah memberi teguran: "Celakalah orang-orang yang pergi ke Mesir minta pertolongan, yang mengandalkan kuda-kuda, yang percaya kepada keretanya yang begitu banyak, dan kepada pasukan berkuda yang begitu besar jumlahnya, tetapi tidak memandang kepada Yang Mahakudus, Allah Israel, dan tidak mencari TUHAN." (Yesaya 31:1).

Kembali kepada kisah Rehabeam, apa yang terjadi sebagai akibat atau konsekuensinya adalah datangnya malapetaka lewat serangan dari Mesir dan aliansinya yaitu orang Libia, Suki dan Etiopia yang dipimpin oleh raja Sisak. Serangan ini dengan segera memporakporandakan Yehuda.

Nabi Semaya pun kemudian datang untuk menyampaikan teguran Tuhan kepada Rehabeam. "Nabi Semaya datang kepada Rehabeam dan pemimpin-pemimpin Yehuda yang berkumpul di Yerusalem berhubung dengan ancaman Sisak, dan berkata kepada mereka: "Beginilah firman TUHAN: Kamu telah meninggalkan Aku, oleh sebab itu Akupun meninggalkan kamu juga dalam kuasa Sisak." (2 Tawarikh 12:5).

Kalau Tuhan sampai meninggalkan kita, celakalah kita.

(bersambung)

Monday, October 7, 2024

Belajar dari Rehabeam (3)

 (sambungan)

Pertanyaannya: haruskah kita menolak kekayaan, jabatan, popularitas dan sebagainya? Apakah salah jika kita ingin hidup dengan baik tanpa kekurangan atau tanpa masalah? Apakah salah jika kita ingin terlepas dari tekanan dan pergumulan yang bisa jadi semakin berat setiap harinya? Haruskah itu kita anggap tabu dan kita harus memilih untuk hidup susah?

Seharusnya tidak. Apa yang kita harus perhatikan betul adalah bagaimana kita harus menyikapinya dan tahu untuk apa itu semua diberikan kepada kita. Tapi namanya manusia, sangat banyak orang yang mengalami perubahan sikap menjadi lebih buruk setelah mengalami kesuksesan.

Ternyata itu sudah terjadi sejak dahulu kala. Salah satunya adalah raja Rehabeam, seorang raja Yehuda yang juga merupakan anak Salomo, juga merupakan cucu dari Daud.

Kisahnya bisa kita baca dalam kitab 2 Tawarikh. Dikatakan: "Rehabeam beserta seluruh Israel meninggalkan hukum TUHAN, ketika kerajaannya menjadi kokoh dan kekuasaannya menjadi teguh." (2 Tawarikh 12:1).

Bacalah ayat yang singkat di atas, dan itu akan terasa sangat menyedihkan. Menyandang status sebagai anak Salomo dan cucu Daud ternyata tidak menjamin seseorang untuk menjadi pribadi berintegritas dan berakhlak. Rehabeam lupa diri ketika berada di puncak kejayaannya. Dia merasa tidak butuh Tuhan dan mengira bahwa semua itu adalah hasil usahanya sendiri. Dia terlena dalam kebanggaan berlebihan dengan apa yang ia miliki. Kekayaannya dan negerinya, juga kekuatan pasukannya.

(bersambung)

Sunday, October 6, 2024

Belajar dari Rehabeam (2)

 (sambungan)

Mengharap berkat itu satu hal, tapi ingat bahwa menyikapi berkat itu hal lain. Dan salah menyikapi berkat bukannya baik tapi malah bisa mendatangkan kemalangan bagi kita. Akan sangat baik jika berkat yang diperoleh itu dipakai untuk memberkati orang lain, karena pada hakekatnya kita memang diberkati untuk memberkati. Tapi kalau itu dipakai untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang jahat di mata Tuhan, menyakiti hatinya, kalau semakin banyak harta malah membuat semakin pelit dan semakin tidak peduli kepada sesama, kalau itu malah membuat orang berusaha mengejar lebih lagi alias menjadi hamba uang, maka itu sangat berbahaya.

Selain ada banyak resiko yang muncul di kehidupan seperti sekarang, semua itu punya potensi kuat untuk menggagalkan seseorang dari kasih karunia Tuhan yang sudah memberikan keselamatan kekal. Jangan sampai saat kita diberkati, hal tersebut malah menjauhkan kita dari Tuhan, dan malah mendatangkan kehancuran bagi kita. Singkatnya, saat kekuasaan, kekayaan, keberuntungan, popularitas dan hal-hal sejenis datang, kalau tidak hati-hati itu bisa mendatangkan malapetaka bagi kita.

Adalah ironis sekali saat kita keliru menyikapi berkat Tuhan. Saat kita berdoa meminta pertolongan Tuhan di kala kita hidup berkekurangan, lalu Tuhan menurunkan berkatNya, kita bukannya bersyukur dan memuliakanNya dengan menjadi saluran berkat bagi orang lain, tapi itu malah membuat kita jauh dariNya.

Menjadi orang yang sombong, tidak peduli sesama dan juga melupakan Tuhan. Saat dalam keadaan pas-pasan manusia rajin beribadah dan berdoa, tetapi ketika dipulihkan secepat itu pula manusia berubah dan menggantikan prioritasnya dengan harta. Tuhan tidak lagi ada di posisi teratas dalam hidupnya, digantikan oleh harta kekayaan dan segala hal duniawi.

Pertanyaannya: ...

(bersambung)

Saturday, October 5, 2024

Belajar dari Rehabeam (1)

 Ayat bacaan: 2 Tawarikh 12:1
==============================
"Rehabeam beserta seluruh Israel meninggalkan hukum TUHAN, ketika kerajaannya menjadi kokoh dan kekuasaannya menjadi teguh."


Tidak satupun dari kita yang ingin hidup pas-pasan, apalagi kekurangan. Tapi di masa kesukaran dan krisis seperti sekarang, mulai dari deraan pandemi selama hampir 3 tahun,  perang berkecamuk dimana-mana dan tahun politik, terutama bagi kaum kelas menengah tekanan hidup terasa semakin berat, dan bagaikan diseret arus air banyak dari kelas menengah yang kemudian harus mati-matian agar tidak tergerus turun ke bawah.

Dalam situasi serba tak pasti seperti ini, banyak orang  yang akhirnya merubah perhatian dan fokus untuk mengejar uang. Menumpuk dulu sebisanya yang dianggap seperti sedia payung sebelum hujan. Kalau tidak melupakan Tuhan, ada banyak pula yang menjadikan mencari Tuhan sebagai salah satu alternatif agar bisa memperoleh berkat. Bukan lagi karena kerinduan menerima anugerah terbesar menjadi anak-anakNya yang diselamatkan, tapi hanya semata sebagai alternatif agar selamat dari derasnya arus krisis.

Dari pengalaman saya, saya mendapatkan kesimpulan bahwa ketika kekayaan dan kesuksesan datang pada saat kita belum siap, itu berpotensi mendatangkan bahaya. Orang bisa jatuh ke dalam berbagai dosa mencari kenikmatan sesaat yang menyesatkan yang bisa dihadirkan oleh uang. Di saat orang mengalihkan fokus untuk berburu uang, maka cara memperolehnya pun tidak lagi penting. Yang penting dapat sebanyak-banyaknya, tidak peduli caranya.

Selain itu, dosa kesombongan juga menjadi salah satu sumber penghancur yang paling sering menerpa mereka yang mentalnya belum siap untuk menerima dan mempertanggungjawabkan kekayaan atau popularitas terebut. Sombong merasa tidak lagi perlu orang lain, merasa bisa membeli siapapun, dan kemudian meninggalkan Tuhan karena tidak lagi merasa butuh akan kehadiranNya.

(bersambung)

Friday, October 4, 2024

Dua Ibu Janda dan Kemurahan Hatinya (8)

 (sambungan)

Dua janda yang saya angkat menjadi contoh hari ini hendaknya mampu memberikan keteladanan nyata dalam hal memberi. Adakah yang harus ditunggu agar mampu memberi? Tunggu kaya dulu? Tunggu berlebih dulu? Tunggu sampai semua kebutuhan yang tidak pernah ada habisnya itu tercukupi? Tergantung siapa yang mau diberi? Apa nanti balasannya? Berhentilah berpikir demikian.  

Kita tetap bisa memberi dalam kekurangan dan keterbatasan kita. Kita bisa melakukannya dengan penuh sukacita apabila sikap kemurahan tumbuh subur dalam hati kita. Tidak perlu berpikir terlalu jauh untuk memberi puluhan juta kepada orang lain yang kelaparan, tapi sudahkah kita melakukan sesuatu bagi orang disekitar kita meski nilainya sedikit? Atau sudahkah kita memberikan waktu, perhatian, kasih sayang kepada keluarga kita sendiri? Sudahkah kita berada dengan mereka di saat mereka butuh kehadiran kita? Sudahkah kita memberi senyum kepada orang yang sudah lama tidak merasakan indahnya sebuah senyuman? Sudahkah kita memberi kelegaan kepada mereka yang tengah sesak menghadapi tekanan hidup? Itupun termasuk dalam kategori memberi.

Dan ingatlah, Tuhan ingin kita, anak-anakNya, mempunyai kualitas hidup lebih dari yang biasa. Kalau kita hanya berbuat baik kepada orang yang berbuat baik pada kita, apalah istimewanya? Kalau kita memberi hanya karena kita berlebih, atau merasa sayang jika apa yang kita punya terbuang, apalah hebatnya?

Berbuat baik kepada orang lain itu tindakan terpuji, itu benar. Tapi berbuat baik tanpa pamrih, itu istimewa.  Kalau begitu, kapan kita sebaiknya mulai memberi? Apa yang masih membuat anda tidak kunjung bermurah hati? Mengapa tidak melakukannya sekarang?

Murah hatilah, karena Bapa murah hati

Thursday, October 3, 2024

Dua Ibu Janda dan Kemurahan Hatinya (7)

 (sambungan)

Murah hati merupakan bagian dari kasih (1 Korintus 13:4). Dan kasih jelas merupakan sesuatu yang mutlak untuk dimiliki oleh orang-orang percaya. Kita harus malu ketika kita mengaku anak Tuhan tetapi tidak memiliki kasih, dimana salah satu bentuknya adalah keengganan, tidak pernah cukup atau selau merasa berat dalam memberi. Maka tepatlah apa yang dikatakan Yohanes, "Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih" (1 Yohanes 4:8).

God is love. Mengaku mengenal Allah artinya kita mengenal kasih dan sebesar apa kekuatan kasih itu. Bagaimana kita berani mengaku mengerti akan artinya kasih apabila kita masih berat untuk memberi kepada mereka yang hidup berkekurangan?

Tuhan adalah kasih, dan Tuhan murah hati. Dia selalu memberi segala sesuatu yang terbaik bagi kita, bahkan anakNya yang tunggal pun Dia relakan untuk menebus kita semua dari kebinasaan menuju keselamatan yang kekal. Lihatlah bagaimana sikap hati Allah sendiri sebagai A Giver atau Sang Pemberi Sejati. Tuhan berbuat baik kepada siapapun. Dia berbuat baik kepada yang tidak tahu berterima kasih, bahkan juga kepada yang jahat.

Murah hati adalah salah satu karakter Bapa. Hal seperti inilah yang harus mewarnai sikap hati kita sebagai orang percaya.

(bersambung)

Wednesday, October 2, 2024

Dua Ibu Janda dan Kemurahan Hatinya (6)

 (sambungan)

Seperti janda yang pertama di Sarfat, janda ini rela memberi dalam kekurangannya, bahkan semua uang yang ia miliki ia berikan dengan sukarela. Dua janda dalam dua masa yang berbeda, sama-sama miskin, sama-sama menderita, sama-sama berkekurangan, tetapi keduanya sama-sama memiliki kemurahan hati yang luar biasa.

Memberi, berbuat baik terhadap sesama tanpa mengharapkan balas jasa, terima kasih atau tanpa pamrih merupakan salah satu aspek dari kemurahan hati. Namanya kemurahan hati, ada kata hati disana, artinya kemurahan jelas merupakan sikap dari hati.

Karena merupakan sebuah sikap hati maka seharusnya tidak tergantung dari berapa jumlah harta yang kita miliki atau kondisi yang kita alami saat ini, melainkan tergantung masalah bagaimana sikap dan kondisi hati kita. Ketika kemurahan mewarnai sikap hati kita, kita akan rela memberi dengan sukacita tanpa peduli apapun keadaan kita atau berapapun yang kita punya.

Mengapa kita harus memiliki sikap kemurahan ini? Sederhana, karena Allah yang kita sembah adalah Bapa yang murah hati. Hal ini ditegaskan Yesus sendiri yang bisa kita baca di dalam Alkitab. "Hendaklah kamu murah hati, sama seperti Bapamu adalah murah hati." (Lukas 6:36).

(bersambung)

Tuesday, October 1, 2024

Dua Ibu Janda dan Kemurahan Hatinya (5)

 (sambungan)

Kedua, ibu janda di bait Allah.

Dalam Perjanjian Baru kita melihat kisah ibu janda lainnya di Bait Allah yang berhasil menarik perhatian Yesus saat ia memberikan persembahan. Tidak seperti orang-orang kaya yang mungkin memasukkan amplop besar, janda miskin ini memasukkan dua peser saja ke dalam peti.

Peser, apa itu? Peser merupakan mata uang terkecil di kalangan orang Yahudi. Kalau dalam kurs hari ini yang ia berikan mungkin kurang lebih senilai lima ratus rupiah. Kecil sekali kan?

Tetapi ternyata jumlah kecil itu mendapat reaksi sangat positif dari Yesus. "Lalu Ia berkata: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya janda miskin ini memberi lebih banyak dari pada semua orang itu." (Lukas 21:3).

Lho, kok bisa? Ini alasannya. "Sebab mereka semua memberi persembahannya dari kelimpahannya, tetapi janda ini memberi dari kekurangannya, bahkan ia memberi seluruh nafkahnya." (ay 4).

(bersambung)

Monday, September 30, 2024

Dua Ibu Janda dan Kemurahan Hatinya (4)

 (sambungan)

Pertama mari kita lihat janda miskin di Sarfat.

Janda miskin di Sarfat ini ada di dalam Perjanjian Lama. Ia adalah janda miskin yang memberi Elia makan dalam kekurangannya. (1 Raja Raja 17:7-24).

Pada saat itu Elia tiba di Sarfat yang tengah mengalami kemarau panjang. Ia bertemu dengan seorang janda miskin. Ketika Elia meminta roti kepada sang janda, "perempuan itu menjawab: "Demi TUHAN, Allahmu, yang hidup, sesungguhnya tidak ada roti padaku sedikitpun, kecuali segenggam tepung dalam tempayan dan sedikit minyak dalam buli-buli. Dan sekarang aku sedang mengumpulkan dua tiga potong kayu api, kemudian aku mau pulang dan mengolahnya bagiku dan bagi anakku, dan setelah kami memakannya, maka kami akan mati." (1 Raja Raja 17:12).

Itu jelas sebuah potret kehidupan serba kekurangan yang berat yang harus dipikul oleh sang ibu janda di Sarfat ini. Ia cuma punya segenggam tepung dan sedikit minyak serta dua tiga potong kayu api. Itupun masih harus dibagi dua dengan anaknya. Mau jadi apa segenggam tepung, sedikit minyak dan tiga potong kayu api? Itu tidak akan mungkin bisa mengenyangkan bahkan satu orang pun, apalagi lebih.

Orang seperti ibu janda ini, bukankah ia punya semua alasan untuk tidak bermurah hati? Kita pasti akan maklum seandainya ia menolak. Dari keadaannya, dia 'berhak' untuk tidak memberi dan tidak akan ada orang yang menyalahkannya.

Tetapi kemudian kita melihat bagaimana persediaan terakhirnya yang sangat sedikit itu rela ia berikan kepada Elia. Ia membuat roti untuk Elia dan merelakan Elia menghabiskannya.

Apa yang terjadi?Tuhan ternyata menghargai besar keputusannya itu. Tidak saja ia diberkati dengan persediaan makanan yang cukup untuk berhari-hari lamanya, tidak habis-habis (ay 15-16), tapi anaknya pun dibangkitkan kembali dari kematian. (ay 22). Wow. Sebegitulah besarnya penghargaan Tuhan atas kemurahan hati si ibu janda ini.

(bersambung)

Sunday, September 29, 2024

Dua Ibu Janda dan Kemurahan Hatinya (3)

 (sambungan)

Di sisi lain ada pula orang yang rajin memberi tetapi atas alasan atau motivasi tertentu. Mereka memberi karena mengharapkan sebuah balasan, dengan maksud-maksud atau agenda tertentu alias pamrih. Memberi sih memberi, tapi itu bukanlah hal memberi yang didasari oleh kemurahan hati.

Ada juga yang memberi hanya kepada mereka yang baik, atau orang yang dikenal saja. Buat apa repot-repot memberi sesuatu kepada yang tidak dikenal? Kenal saja tidak, kok mikir memberi ke mereka. Rugi dong.. itu bisa jadi pemikiran sebagian lainnya. Apalagi kalau memberi hanya sebatas pada kalangan sendiri saja. Itu pun buat saya merupakan sesuatu yang ironis.

Alkitab banyak memberi contoh mengenai keikhlasan untuk memberi yang didasarkan kepada kemurahan hati, baik lewat firman-firman Tuhan maupun contoh-contoh dari berbagai tokoh.

Saya rasa menarik bahwa diantara banyak contoh tersebut, Alkitab mencatat keteladanan lewat dari dua orang janda pada dua kesempatan berbeda, yang hidupnya ada di jaman yang berbeda. Mari kita lihat kedua janda ini satu persatu.

(bersambung)

Saturday, September 28, 2024

Dua Ibu Janda dan Kemurahan Hatinya (2)

 (sambungan)

Saya kemudian sampai pada sebuah pertanyaan: kapan kita bisa memberi buat orang lain? Atau pertanyaannya dipertajam, harus berapa minimal uang yang ada baru kita mau tergerak untuk memberi?

Ada banyak yang menganggap dirinya belum sanggup untuk memberi karena merasa untuk diri sendiri saja belum cukup. Nanti kalau saya sudah kaya, kalau uang sudah berlebih-lebih. Kalau semua kebutuhan sudah terpenuhi, kalau sudah tidak tahu mau dibelanjakan kemana lagi, baru memberi. itu menjadi bentuk pemikiran sebagian orang mengenai kapan waktu yang tepat untuk bermurah hati memberi.

Padahal pada kenyataannya manusia cenderung merasa tidak pernah cukup dan tidak pernah puas. Kebutuhan yang satu terpenuhi, datang lagi dua kebutuhan. Dua terpenuhi, datang lagi empat. Mau berapa banyak pun uang yang diperoleh tetap saja merasa kurang banyak. Kalau begitu mereka pun tidak akan kunjung bergerak untuk menolong orang lain dengan berbagi dan memberi.

Jadi kalau didasari pada banyak tidaknya uang, kemungkinannya kita tidak akan pernah murah hati karena manusia cenderung tidak pernah cukup.

Di sisi lain ada pula orang yang rajin memberi tetapi ...

(bersambung)

Friday, September 27, 2024

Dua Ibu Janda dan Kemurahan Hatinya (1)

 Ayat bacaan: Lukas 6:36
==================
"Hendaklah kamu murah hati, sama seperti Bapamu adalah murah hati."


Ada artikel menarik yan pernah saya baca tentang sebuah biara tua berusia sekitar 9 abad yang terletak disekitar belahan utara pegunungan Alpen. Di sana ada sebuah mata air yang keluar dari sisi bukit. Aliran air tersebut dialirkan melalui sebatang pohon yang sudah dibentuk sedemikian rupa sehingga mirip bentuknya seperti pipa. Batangan pohon tersebut bersambung dengan batangan pohon lainnya, begitu seterusnya. Derasnya aliran air yang mengalir melalui sambungan batang pohon ini membuat suara gemericik yang kemudian menjadi salah satu daya tarik tersendiri bagi wisatawan yang berkunjung kesana.

Menariknya, disana terdapat sebuah tulisan dalam bahasa Jerman yang kalau diterjemahkan berbunyi kurang lebih begini: "Kalau ada orang yang datang dan meminum air ini, akankah mereka berterima kasih? Tapi, tidak apa-apa, karena biar bagaimanapun saya akan terus mengalir dan bergemericik. Betapa indah dan sederhananya hidup saya: saya memberi dan terus memberi."

Saya pikir siapapun yang membuat tulisan ini secara luar biasa menggugah hati siapapun yang membacanya. Betapa indah dan sederhananya hidup yang memberi dan terus memberi. Bukan hidup yang terus meminta dan menerima tanpa pernah mau memberi. Memberi yang didasari keikhlasan hati dan kasih, bukan memberi yang mengharapkan pamrih. Atau, memberi bukan hanya saat kita berlebih, tapi terlebih memberi di saat kita pas-pasan atau bahkan kekurangan.

Apalagi, memberi bukan hanya kepada yang kita kenal, bukan memberi hanya sebagai imbalan balas jasa, atau memberi karena yang diberi berbuat baik, tapi bahkan bersedia memberi kepada mereka yang jahat. Saya berpikir, mata air yang sudah berabad-abad itu terus mengalir tanpa memperhitungkan siapa yang menggunakannya. Dia tidak peduli siapa yang datang, apa latar belakangnya, apakah mereka berterima kasih atau tidak, ia hanya tahu satu hal: terus mengalir dan memberkati siapapun yang menghampirinya. Terus begitu, dan terus begitu. Itu buat saya, indah sekali, mencerahkan dan menginspirasi.

(bersambung)

Thursday, September 26, 2024

Bandel atau Taat? (7)

 (sambungan)

Buat anak-anak, patuh terhadap nasihat orang tua merupakan sebuah keharusan demi kebaikan mereka sendiri, patuh terhadap Tuhan tentu jauh lebih penting lagi. Apakah kita sudah menjadi anak-anak Allah yang taat, baik dan membanggakan atau kita merupakan anak-anak bandel yang kerjanya cuma melukai hati Bapa, bukannya membanggakan tapi malah mempermalukan?

Hari ini mari kita sama-sama hidup dengan kebenaran firman Tuhan, menjadi pelaku-pelaku firman, menyesuaikan perilaku kita dengan apa yang kita baca atau dengar dari semua tulisan yang diilhamkan Tuhan sendiri yang tercatat dalam Alkitab.

Mari kita hidup sebagai anak-anak Allah yang menyatakan terang, anak-anak yang berfungsi sebagai terang dan garam dunia yang akan jelas dilihat lewat cara dan gaya hidup kita. Ingatlah bahwa kita tidak akan mungkin menjadi terang dan garam sebelum kita mampu menata hidup kita sendiri terlebih dahulu untuk menjadi anakNya yang taat. Kalau kita masih kerap membandel, melawan, keras kepala, sulit diingatkan, sulit diatur, bagaimana mungkin kita bisa membawa dampak apalagi membawa jiwa?

Tetaplah hidup dengan iman teguh akan Yesus,Tuhan dan Juru Selamat kita. Jangan biarkan anugerah luar biasa besar ini menguap sia-sia akibat sikap bandel dan membangkang yang kita biarkan terus ada dalam diri kita.

Jadilah anak-anak Allah yang membanggakan Bapanya yang penuh kasih

Wednesday, September 25, 2024

Bandel atau Taat? (6)

 (sambungan)

Hanya lewat Kristus kita bisa datang kepada Bapa. Hanya lewat Dia kita memperoleh jalan dan kebenaran dan hidup. Hanya lewat Dia kita diselamatkan, dan hanya lewat Dia pula kita bisa mengenal Bapa, bahkan dikatakan telah melihatNya. Sebuah anugerah yang sungguh besar yang alangkah keterlaluan jika kita sia-siakan dengan tidak mau memperhatikan dengan sebenar-benarnya Firman Tuhan yang kita dengar.

Sudahkah kita menanggapi dengan benar dari apa yang diberikan Tuhan kepada kita?

Lewat Kristus kita memperoleh keselamatan kekal dan diberi kuasa untuk menjadi anak-anak Allah. Sudahkah kita benar-benar menyadari hal itu?

Sudahkah kita menanggapi terang rohani yang telah diberikan Allah kepada kita, dan sudahkah kita menyalurkan terang itu kepada orang-orang di sekitar kita seperti apa yang diperintahkan Tuhan?

Mendengar Firman Tuhan itu baik, tetapi alangkah sia-sianya apabila kita tidak menghidupinya. Jangan-jangan kita masih menjadi pendengar yang baik, namun perilaku, tindakan, pikiran dan perbuatan kita sama sekali tidak mencerminkan apa yang telah kita dengar. "Tetapi hendaklah kamu menjadi pelaku firman dan bukan hanya pendengar saja; sebab jika tidak demikian kamu menipu diri sendiri." (Yakobus 1:22).

(bersambung)

Tuesday, September 24, 2024

Bandel atau Taat? (5)

 (sambungan)

Alkitab berkata: "Tetapi semua orang yang menerima-Nya diberi-Nya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam nama-Nya." (Yohanes 1:12).

Apa yang diberikan Tuhan ini adalah sebuah kasih karunia yang begitu luar biasa besarnya. Dari orang berdosa, yang gagal mencapai standar kelayakan bagi Tuhan, ternyata kita malah diberikan kuasa untuk menjadi anak-anak Allah dengan menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamat pribadi kita. Tidakkah itu seharusnya mampu menggerakkan hati kita untuk bersyukur dan memutuskan untuk menghargai segala kebaikan Tuhan yang luar biasa itu sepenuhnya?

Firman Tuhan juga berkata "Barangsiapa memiliki Anak, ia memiliki hidup; barangsiapa tidak memiliki Anak, ia tidak memiliki hidup." (1 Yohanes 5:12).

Ini sebuah jaminan yang diberikan Tuhan kepada kita lewat Kristus. Dengan menerima Kristus, Dia dengan sendirinya telah masuk ke dalam hidup kita, dan dengan demikian kita pun dianugerahkan hidup yang kekal. Lihatlah ayat emas dalam hidup saya berikut ini: "Kata Yesus kepadanya: "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku. Sekiranya kamu mengenal Aku, pasti kamu juga mengenal Bapa-Ku. Sekarang ini kamu mengenal Dia dan kamu telah melihat Dia." (Yohanes 14:6-7).

(bersambung)

Monday, September 23, 2024

Bandel atau Taat? (4)

 (sambungan)

Tapi lihatlah bagaimana besarnya Tuhan mengasihi kita. Meski semuanya salah kita, Tuhan tidak menginginkan kita berakhir binasa. Lalu Injil mengatakan "Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal." (Yohanes 3:16).

Yesus dikaruniakan Tuhan kepada kita, menebus dosa kita dan melayakkan kita kembali untuk berhubungan dengan Tuhan, karena digerakkan oleh kasih yang begitu besar dari Tuhan pada kita. Atau lihat pula Firman Tuhan lewat Petrus: "Sebab juga Kristus telah mati sekali untuk segala dosa kita, Ia yang benar untuk orang-orang yang tidak benar, supaya Ia membawa kita kepada Allah; Ia, yang telah dibunuh dalam keadaan-Nya sebagai manusia, tetapi yang telah dibangkitkan menurut Roh." (1 Petrus 3:18).

Sebentuk kasih yang begitu besar sanggup menggerakkan Tuhan untuk menebus kita, bahkan dengan mengorbankan AnakNya yang tunggal sekalipun. "Sebab kamu tahu, bahwa kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas, melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat." (1 Petrus 1:18-19).

Cerita keselamatan ini bukan lagi hal yang baru bagi kita. Tetapi tentu tidak cukup jika kita hanya mengetahui karya Tuhan yang agung kini tanpa mau mulai berbuat sesuatu untuk menanggapinya serius, menyikapi dengan keputusan-keputusan yang benar yang berasal dari kita sendiri.

(bersambung)

Sunday, September 22, 2024

Bandel atau Taat? (3)

 (sambungan)

Ayat-ayat dalam Alkitab bukan lagi hal yang asing bagi kita, tetapi sudahkah kita menangkap esensi dasar dari kebenaran yang terkandung di dalamNya? Sudahkah kita memperhatikan dengan seksama bagaimana kehidupan kita dan menjaganya agar berita luar biasa tentang keselamatan lewat Kristus yang diberitakan lewat Injil tidak sampai luput dari kita?

Berbagai ayat dalam Alkitab secara kasat mata bagi sebagian orang mungkin hanya terlihat sebagai sekumpulan tulisan saja. Tetapi pikirkanlah baik-baik, Firman Tuhan sesungguhnya mengandung kebenaran yang mampu menembus hati, yang berasal dari kalimat-kalimat Allah sendiri.

Sebagai manusia, lihatlah gambaran siapa sesungguhnya diri kita. "Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah." (Roma 3:23).

Kondisi manusia sesungguhnya sangatlah memperihatinkan. Kita digambarkan sebagai orang-orang berdosa, yang dengan sendirinya membuat kita kehilangan kemuliaan Allah. Semua manusia gagal mencapai standar kebenaran yang sempurna dari Tuhan. Ganjaran dari ini semua jelas, kita seharusnya binasa dengan mengenaskan.

Tapi lihatlah bagaimana besarnya Tuhan mengasihi kita...

(bersambung)

Menjadi Anggur Yang Baik (1)

 Ayat bacaan: Yohanes 2:9 ===================== "Setelah pemimpin pesta itu mengecap air, yang telah menjadi anggur itu--dan ia tidak t...