(sambungan)
Habakuk 1:1-4, mencatat keluh kesah dari Nabi Habakuk akan kondisi bangsanya kala itu. Habakuk berteriak kepada Tuhan, tapi ia merasa Tuhan tidak memberi tanggapan sama sekali. Habakuk juga menyatakan bahwa seluruh hal yang dilihatnya adalah ketidakadilan dan penindasan. Seluruh keluh kesahnya terangkum dalam ayat 4 yaitu mengenai hukum yang hilang kekuatannya karena orang fasik mengepung orang benar dan munculnya keadilan secara terbalik.
Habakuk menyadari bahwa penyebabnya adalah akibat ketidaksetiaan. (Habakuk 1:2-4).
Tuhan menjawab teriakan Habakuk pada ayat 5-11, bahwa ketidakadilan dan kefasikan yang terjadi atas kehendak Allah dan bertujuan untuk memberi hukuman kepada bangsa yang telah berpaling dari Allah. Ancaman serius adalah kenyataan bahwa orang Kasdim (bangsa Babel) siap untuk membantai mereka. (ay 6-11). Ini tidak main-main, karena selain dikenal karena kekuatan dan kehebatannya, orang Kasdim pun terkenal atas kekejamannya.
Habakuk sempat mengaku tidak mengerti mengapa Allah yang Mahakudus bisa berdiam diri melihat orang-orang fasik menghancurkan umatNya. (ay 12-13).
Tidak mengerti, itu satu hal, dan memang kemampuan kita terbatas untuk bisa menyelami rencana Tuhan secara utuh. Tetapi jangan sampai hal itu berlanjut kepada ketidakyakinan kita akan penyertaan Tuhan, apalagi kalau sampai menuduh Tuhan bertindak tidak adil bahkan kejam.
Habakuk menyadari hal ini, dan berkata: "Sesungguhnya, orang yang membusungkan dada, tidak lurus hatinya, tetapi orang yang benar itu akan hidup oleh percayanya." (2:4).
(bersambung)
Sunday, March 31, 2024
Habakuk (3)
Saturday, March 30, 2024
Habakuk (2)
(sambungan)
Tidak sedikit yang bertanya-tanya kenapa Tuhan seolah diam dan membiarkan semua ini terjadi. Lho, kenapa malah Tuhan dituduh jadi penyebabnya? Bukankah Dia sudah memberi segala sesuatu yang diperlukan agar kita bisa terus menjadi semakin baik sebagai manusia seperti kerinduanNya?
Lantas, jika kita masih mampu menjaga hati, jiwa, raga dan pikiran dengan masih menjunjung tinggi nilai-nilai moral dan akhlak dalam hidup kita, haruskah kita menyerah kalah dalam berjuang di dunia yang serba sulit ini? Apa yang harus kita lakukan?
Saya rasa, lingkungan atau bahkan dunia yang sedang kacau ini seharusnya menjadi momen bagi kita untuk belajar mengandalkan Tuhan lebih dari sebelumnya. Pada situasi-situasi dimana kemampuan manusia yang terbatas tampaknya menemui jalan-jalan yang buntu, kita seharusnya belajar untuk memandang ke atas mengandalkannya. Ketika pada satu titik kita merasa tidak lagi memiliki cukup tenaga lagi untuk berjuang, apa yang harus kita ingat adalah keberadaan Tuhan yang selalu setia menyertai kita dengan kekuatannya yang tidak terbatas, yang tidak pernah berada lebih rendah dari segala kesulitan duniawi dengan segala liku-likunya seperti yang tengah kita hadapi hari ini.
Sehubungan dengan hal ini saya ingin mengangkat kisah tentang Habakuk.
Habakuk adalah seorang nabi yang hidup di sebuah jaman yang kelam. Situasi dan kondisi yang terjadi pada masa hidupnyasangatlah berat, penuh dengan krisis moral yang sungguh luar biasa. Pada saat itu Habakuk meratap melihat bangsa Yehuda tengah berada dalam bahaya.
(bersambung)
Friday, March 29, 2024
Habakuk (1)
Ayat bacaan: Habakuk 3:19
=====================
"ALLAH Tuhanku itu kekuatanku: Ia membuat kakiku seperti kaki rusa, Ia membiarkan aku berjejak di bukit-bukitku."
Peradaban semakin maju terbukti tidak membuat manusia semakin beradab. Kemerosotan nilai moral dan ahlak bisa dengan mudah dirasakan dari segala sesuatu yang terjadi di sekitar kita. Apakah hanya terjadi pada generasi muda saja? Tampaknya tidak. Generasi yang seharusnya menjadi teladan pun malah ikut tergerus moralnya. Tidak menghargai orang lain, membalas air susu dengan air tuba, tega mengorbankan orang lain bahkan bangsa dan negara demi keuntungan diri sendiri, semua itu menjadi tontonan biasa dalam kehidupan sehari-hari.
Berbagai pelanggaran, tindak kejahatan, sikap perbuatan dan perkataan kasar, hilangnya budaya sopan santun, rasa hormat, toleransi, semua itu menjadi fenomena sosial yang sangat kasat mata. Sikap yang menjunjung tinggi etika, kesopanan dan tata krama digantikan sikap mau menang sendiri, bertindak seenaknya, ketidakpedulian yang bisa disusul oleh berbagai tindakan jahat, dan itu dilakukan banyak orang, termasuk orang yang seharusnya jadi panutan tanpa ada lagi rasa malu.
Di saat hidup semakin sulit, semua ini seperti menambah masalah menjadi berlipat kali lebih sulit. "Kemana moral dan akhlak yang dulu hidup dalam urat nadi banga ini?" begitu kata ayah saya dalam obrol santai belum lama ini saat ia datang mengunjungi kami. Zaman semakin modern, teknologi yang berkembang pesat, semua itu seharusnya bisa membuat kita jauh lebih pintar dan terdidik. Tapi pada kenyataannya, segala kemajuan ini justru melahirkan kemunduran dalam kehidupan bermasyarakat, bahkan berbangsa dan bernegara. Itulah sebuah fenomena permasalahan sosial yang terjadi hampir di setiap sendi kehidupan manusia di jaman ini.
Apakah kemerosotan ini hanya terjadi pada bangsa kita sendiri? Saya rasa tidak. Kemerosotan nilai-nilai moral ini merupakan realita sosial yang sifatnya global alias terjadi di seluruh dunia. Peperangan semakin masif terjadi di banyak negara, dan itu membuat seluruh dunia terdampak. Hidup sudah sulit, malah ditambah sulit. Dan manusia yang seharusnya punya kemampuan dan nalar untuk berpikir, menganalisa, menggunakan akal budi yang sudah diberikan Tuhan sejak diciptakan, malah membawa bumi dan kehidupan di dalamnya menuju kehancuran. Nanti kalau sudah terlalu porak poranda, maka mereka dengan mudah malah menyalahkan Tuhan. Padahal, dengan adanya kehendak bebas yang diberikan pada manusia seharusnya bisa mempergunakan itu semua demi kebaikan kita sendiri, bukan malah merugikan dan menghancurkan.
(bersambung)
Thursday, March 28, 2024
Bestie (8)
(sambungan)
Tuhan menciptakan kita seperti rupa dan gambarNya sendiri seperti yang bisa kita baca di awal penciptaan. "Berfirmanlah Allah: "Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita... Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia" (Kejadian 1:26-27). Itu salah satu bukti kuat bagaimana Tuhan ingin berhubungan secara istimewa dengan kita. Tuhan menciptakan kita menurut gambarNya sendiri agar kita dapat mengenal dan menanggapiNya. Dia membangun unsur-unsur dalam kepribadian kita yang selaras dengan kepribadianNya. Kita mempunyai pemikiran untuk mengerti dan menanggapi pemikiranNya, we have emotions to grab His emotions.
Kita pun punya kehendak untuk menanggapi kehendakNya. Jika tidak, Tuhan tidak akan merasa perlu untuk membuat kita menjadi mahluk mulia, ciptaanNya yang teristimewa lewat rupa dan gambarNya sendiri. Tuhan membuka diri untuk dikenal, dan membuka tawaran untuk bersahabat akrab atau bergaul karib denganNya. Apakah kita mau menyambut uluran tangan Tuhan ini atau tidak, semua itu tergantung diri kita sendiri. Tuhan akan sangat gembira dan bersukacita apabila kita mau menyambutNya dan menjadikan Dia sebagai Sahabat yang akrab dengan kita.
Setelah kita tahu bahwa hubungan seperti itu dengan Tuhan dimungkinkan, kenapa kita tidak berusaha untuk bisa mencapai tingkatan kekerabatan seperti itu dengan Tuhan? Bangunlah hubungan yang kuat, yang tidak hanya searah, berjalanlah bersama Tuhan dalam bsetiap aspek kehidupan kita. Rajinlah membangun hubungan yang intim denganNya dengan rutin, muliakan Dia selalu dengan tubuh, perbuatan dan perkataan kita. Setia dan hargai hubungan persahabatan setinggi mungkin. Jadilah sahabat yang bisa diandalkan dan dipercaya.
Tuhan menanti anda untuk menjadi sahabat karibNya, Dia mengulurkan tanganNya untuk bersahabat erat dengan kita. Maukah anda menyambutnya?
Hubungan erat antara dua pihak yang dibangun atas dasar saling mengasihi, saling mengerti dan saling percaya, itu bisa terjadi antara kita dengan Allah
Monday, March 25, 2024
Bestie (7)
(sambungan)
Lantas pertanyaan kedua, apa keistimewaan yang kita dapatkan sebagai sahabat karib Tuhan?
Tuhan menjanjikan banyak hal istimewa kepada orang-orang yang bergaul akrab dengannya. Perhatikan ayat bacaan hari ini. "..Inilah yang difirmankan TUHAN: Kepada orang yang karib kepada-Ku Kunyatakan kekudusan-Ku, dan di muka seluruh bangsa itu akan Kuperlihatkan kemuliaan-Ku..." (Imamat 10:3). Tuhan menyatakan kekudusanNya dan memperlihatkan kemuliaanNya kepada orang-orang Dia anggap bersahabat karib denganNya. Daud juga mengerti akan hal ini. "TUHAN bergaul karib dengan orang yang takut akan Dia, dan perjanjian-Nya diberitahukan-Nya kepada mereka." (Mazmur 25:14).
Lihatlah betapa luar biasanya keistimewaan yang bisa kita dapatkan lewat status sebagai sahabat karibNya. Tuhan menyatakan kekudusanNya, memperlihatkan kemuliaanNya di hadapan seluruh bangsa, bahkan perjanjianNya akan Dia beritahukan kepada mereka yang dianggapNya sebagai sahabat karib, orang-orang yang Dia anggap berkenan di hadapanNya, orang-orang yang menghargai dan menghormatiNya dengan sungguh-sungguh.
Takut akan Tuhan akan membawa kita untuk terus membangun hubungan dengan Tuhan hingga ke tingkat akrab atau karib, dan hal itu akan membuat Tuhan terbuka dalam memberitahukan rencana dan rancanganNya pada kita. Itu janji Tuhan. Ada penyertaan dan kebersamaan dalam sebuah persahabatan yang terbina akrab, dan itu pun akan terjadi antara kita dengan Tuhan ketika kita bergaul karib denganNya. Janganlah tergoda oleh berbagai hal yang ditawarkan dunia yang mampu merenggangkan hubungan kita dengan Tuhan.
Seperti halnya kita merasakan sakit yang luar biasa jika sahabat karib kita menghianati kita, tentu Tuhan pun akan merasa kecewa apabila kita menghianatiNya. Apalagi hanya untuk kepentingan atau kepuasaan sesaat di dunia yang hanya sementara ini. Perhatikan pula bahwa setiap pelanggaran dan ketidaktaatan akan mendapat balasan yang setimpal. (Ibrani 2:2).
(bersambung)
Sunday, March 24, 2024
Bestie (6)
(sambungan)
Bagaimana agar kita bisa mencapai status itu?
Apakah cukup dengan hanya berdoa siang dan malam untuk ditolong Tuhan dari kesusahan, dan setelah itu kita melupakannya? Apakah itu bisa kita peroleh saat kita masih menempatkan segala kegiatan, kepentingan atau kebutuhan di dunia di atas kebutuhan kita untuk bersekutu dengan Tuhan? Apakah kita masih menjalani hubungan yang hanya 'memanfaatkan' Tuhan saja? Kalau ya, itu artinya kita belum menempatkan Tuhan pada posisi sebagai sahabat karib.
Tuhan mau membuka diri bagi kita untuk mengenalNya terus lebih dalam lagi. Dia bukanlah sebuah misteri yang kaku, dingin, arogan, eksklusif dan tidak terjangkau melainkan sebuah Sosok Pribadi yang terbuka dan bersahabat. Kita pun sudah melihat bahwa ada beberapa orang yang dicatat Alkitab memiliki kehormatan untuk disebutkan sebagai orang-orang yang sangat dekat, berkenan di hati Allah dan hidup bergaul denganNya.
Pertanyaannya hari ini, apakah itu berlaku hanya bagi segelintir orang yang benar-benar beruntung saja atau tidak? Tawaran yang sama jelas berlaku bagi semua anak-anakNya, termasuk anda dan saya. Jika Henokh, Nuh, Ayub dan Daud bisa, kita pun bisa apabila memiliki kualitas hidup penuh ketaatan yang sama seperti mereka.
Lantas pertanyaan kedua, apa keistimewaan yang kita dapatkan sebagai sahabat karib Tuhan?
(bersambung)
Saturday, March 23, 2024
Bestie (5)
(sambungan)
Selain Henokh, ada Nuh pun mendapat pengakuan dan kehormatan yang sama dari Tuhan. "Inilah riwayat Nuh: Nuh adalah seorang yang benar dan tidak bercela di antara orang-orang sezamannya; dan Nuh itu hidup bergaul dengan Allah." (Kejadian 6:9). Lalu ada pula Ayub: "seperti ketika aku mengalami masa remajaku, ketika Allah bergaul karib dengan aku di dalam kemahku" (Ayub 29:4) dan tentu saja Daud yang kita tahu begitu mengenal Allah dan memiliki hubungan yang sangat dekat lewat berbagai tulisannya maupun seperti yang disebutkan dalam Kisah Para Rasul: "Tentang Daud Allah telah menyatakan: Aku telah mendapat Daud bin Isai, seorang yang berkenan di hati-Ku dan yang melakukan segala kehendak-Ku." (Kisah Para Rasul 13:22b). Mereka-mereka ini telah terbukti kualitasnya sehingga Tuhan pun berkenan untuk menjadi sahabat akrab yang bergaul karib dengan mereka.
Seorang sahabat karib yang akrab dengan kita tentu bukanlah sosok teman yang hanya mencari keuntungan dan kesenangan saja saat bersama kita. Mereka tentu bukan tipe teman yang cuma berhitung untung rugi. Mereka akan tetap setia bersama kita ketika kita mendapat musibah atau berbagai bentuk kesusahan. Mereka akan dengan senang hati membantu kita sedapat-dapatnya ketika kita dalam kesesakan. Bayangkan apabila hubungan sahabat karib dan seperti itu terjalin antara kita dengan Tuhan. Bukankah itu luar biasa?
Tapi ingat, selain segala sesuatu yang kita peroleh dari sahabat karib kita, kita sendiri pun punya peran yang akan sangat menentukan berhasil tidaknya hubungan kekerabatan itu terbangun sampai mencapai tingkatan karib.
Bagaimana agar kita bisa mencapai status itu?
(bersambung)
Friday, March 22, 2024
Bestie (4)
(sambungan)
Bentuknya mungkin berbeda seiring perjalanan waktu, tetapi intensitas dan daya rusaknya saya kira sama saja. Karena sekali lagi, setiap jaman tentu punya tantangan dan kesulitannya sendiri-sendiri.
Setidaknya pada saat itu pun pasti sangat berat. Saya yakin pada masa itu Henokh bukannya tidak mendapat cobaan dari berbagai keinginan duniawi yang bisa menariknya menjauh dari Allah, tetapi bedanya, Henokh ternyata dan terbukti tidak terpengaruh dengan semua itu.
Fakta yang tertulis jelas di dalam Alkitab menyebutkan bahwa Henokh tetap bergaul dengan Allah selama tiga ratus tahun lagi, dan itu disebutkan setelah ia menempuh hidup yang bergaul erat dengan Tuhan selama 65 tahun.
Pada akhirnya kita tahu apa yang terjadi pada Henokh. Begitu akrabnya ia berhubungan dengan Tuhan, maka ia tidak sampai mengalami kematian. Henokh diangkat langsung dari dunia yang berlumur dosa ini menuju Surga untuk seterusnya bersama-sama dengan Allah. "Dan Henokh hidup bergaul dengan Allah, lalu ia tidak ada lagi, sebab ia telah diangkat oleh Allah." (ay 24).
Kelak Penulis Ibrani kemudian menuliskan lagi mengenai Henokh. "Karena iman Henokh terangkat, supaya ia tidak mengalami kematian, dan ia tidak ditemukan, karena Allah telah mengangkatnya. Sebab sebelum ia terangkat, ia memperoleh kesaksian, bahwa ia berkenan kepada Allah." (Ibrani 11:5). Perhatikan bahwa perilaku dan kesetiaan Henokh ternyata berkenan kepada Allah dan membuatnya mendapatkan perlakuan sangat istimewa dari Sahabat Karibnya yaitu Allah sendiri.
Selain Henokh, ada Nuh pun mendapat pengakuan dan kehormatan yang sama dari Tuhan.
(bersambung)
Thursday, March 21, 2024
Bestie (3)
(sambungan)
Dalam Alkitab kita mengenal seseorang yang bernama Henokh.
Alkitab mencatat bahwa Henokh berusia 65 tahun ketika mendapatkan seorang anak laki-laki bernama Metusalah. (Kejadian 5:21). Dalam ayat berikutnya disebutkan seperti ini: "Dan Henokh hidup bergaul dengan Allah selama tiga ratus tahun lagi.." (ay 22a). Perhatikan bahwa Henokh dikatakan hidup bergaul dengan Allah selama 300 tahun lagi. 300 tahun, itu tidak sebentar. Betapa luar biasanya saat sebuah hubungan kekerabatan yang akrab atau karib bisa terjalin dengan tidak lekang di makan waktu.
Kita bisa melihat dari ayat ini bagaimana seorang Henokh mampu menjaga hubungannya dengan Sang Pencipta, hidup selaras dengan kehendak Tuhan sebegitu lama. Kalau kita 365 hari saja bisa seperti itu mungkin sudah hebat sekali. Tapi Henokh bisa melakukannya, bukan 365 hari tapi 365 tahun! Kesetiaannya teruji dalam rentang waktu yang begitu panjang, melebihi usia normal manusia.
Mungkin kita bisa berpikir bahwa pada saat itu godaan atau cobaan dari dunia tidaklah separah saat ini. Mungkin kita bisa berdalih bahwa arus yang berlawanan dengan itu jauh lebih masif di banding jaman itu. Tapi saya percaya setiap jaman tentu punya tantangannya sendiri-sendiri. Godaan duniawi, penyesatan, tekanan dan cobaan akan selalu ada pada rentang waktu kapanpun, dimanapun.
(bersambung)
Wednesday, March 20, 2024
Bestie (2)
(sambungan)
Teman boleh banyak, tapi tidak semua orang bisa memiliki sahabat karib. Oleh karen itu kita tentu merasa beruntung kalau punya sahabat karib. Teman mungkin banyak dan mudah dicari, tapi sahabat karib itu tidak mudah. Persahabatan yang erat itu tidak bisa dipaksakan, dan bukti ke-karib-an itu akan teruji seiring waktu.
Kalau punya sahabat karib sesama manusia saja bisa membuat kita bahagia sekali, bagaimana kalau kita bisa bersahabat karib dengan Tuhan? Apa yang akan kita rasakan kalau bukan kita saja yang ngaku-ngaku berteman akrab selayaknya sahabat karib dengan Tuhan, tapi Tuhan pun menyebutkan hal yang sama, mengakui kita sebagai sahabat karibnya? Itu sulit dibayangkan bukan?
Pertanyaannya sekarang, apakah itu mungkin? Apa kita bisa bersahabat karib dengan Tuhan? Bukankah Tuhan sudah terlalu besar untuk bisa dijangkau oleh kemampuan kita sebagai manusia? Benar, Tuhan memang Maha Besar dan tidak sebanding dengan manusia. Tetapi menjadi sahabat karib Tuhan itu bukanlah sesuatu yang mustahil melainkan mungkin, bahkan sangat mungkin!
Buktinya, Alkitab mencatat dengan jelas dalam banyak ayat mengenai tingkat kekerabatan dengan level yang sebegitu tinggi yang bisa terjalin antara manusia dengan Tuhan. Bahkan ada beberapa nama yang jelas-jelas tercatat sebagai orang yang bergaul/bersahabat karib dengan Tuhan.
Kalau kita mundur ke kisah penciptaan awal, sebenarnya Tuhan sejak semula merindukan manusia bisa menjadi sahabat karibnya. Sayangnya manusia jatuh dalam dosa sejak awal pula. Meskipun demikian, Tuhan tidak henti-hentinya menunggu kerinduan yang sama dari manusia, yang begitu Dia kasihi, untuk datang kepadaNya dan bergaul akrab denganNya.
Dalam Alkitab kita mengenal seseorang yang bernama Henokh.
(bersambung)
Tuesday, March 19, 2024
Bestie (1)
Ayat bacaan: Imamat 10:3
========================
"..Inilah yang difirmankan TUHAN: Kepada orang yang karib kepada-Ku Kunyatakan kekudusan-Ku, dan di muka seluruh bangsa itu akan Kuperlihatkan kemuliaan-Ku..."
Sejak masuk taman kanak-kanak, anak saya mulai paham menetapkan sahabat karib, atau dalam versi dia ia sebut dengan "bestie" alias best friends". Di antara teman-teman sekolahnya, ada dua orang yang ia anggap sebagai sahabat karib. Dan memang, mereka ini akan segera saling sapa, saling menyambut sambil berlari-lari saat salah satu dari mereka baru tiba di sekolah. Di kelas duduknya selalu bertiga, dan kalau bermain pun begitu. Pokoknya kalau lihat satu, tiga-tiganya akan terlihat. Saya pernah iseng menggodanya dengan memintanya menyebutkan 3 best friends. Dan dia bersikukuh bahwa best friends nya itu hanya ada 2 orang. Ia bercerita bahwa saat ia terjatuh di sekolah, adalah sahabat karibnya yang mengulurkan tangan mengangkatnya untuk berdiri lagi. Begitu pula sebaliknya. Saat belajar mereka saling bantu. Menurutnya, karena saling bantunya itulah maka ia dengan yakin menyebut kedua sahabatnya itu sebagai sahabat karib. Walaupun saya sering geli sendiri, karena saking lebay nya, sepatu mereka pun harus berdekatan di rak sepatu. Tapi begitulah yang namanya sahabat karib, terkadang saking dekatnya sampai-sampai bisa gelisah kalau lama tidak bertemu.
Ada banyak orang yang kita kenal. Ada yang cuma sekedar kenal, yang lebih dekat lagi kita anggap teman. Tapi ada yang namanya sahabat karib. Orang yang kita kategorikan sebagai sahabat karib tentu berbeda dengan teman biasa. Kata karib menggambarkan eratnya persahabatan yang sedekat saudara, atau bisa jadi bahkan lebih dekat daripada saudara kandung sendiri.
Dengan sahabat karib biasanya jika ada perselisihan atau perbedaan kita mudah menyelesaikannya. Itu karena kita percaya kepada mereka dan sudah mengenal mereka dengan sangat baik. Kita saling tahu kelebihan dan kekurangan masing-masing sehingga kita tidak mudah tersinggung atau sakit hati apabila terjadi konflik.
Menariknya, seringkali seolah ada ikatan batin diantara dua sahabat yang karib. Mereka bisa saling tahu saat terjadi sesuatu pada sahabat dekatnya itu. Kepada sahabat karib-lah biasanya orang akan pertama kali mengadu, mencurahkan isi hati, berkeluh kesah dan bercerita bahkan mungkin mengenai hal-hal yang sifatnya pribadi sekalipun. Sahabat karib adalah tempat yang nyaman karena kita bisa menjadi diri sendiri tanpa harus takut dikomentari atau dihakimi. Terhadap seorang sahabat karib biasanya kita tidak lagi 'jaim' karena biasanya sahabat karib bisa kita percaya dengan sepenuh hati. Seorang sahabat karib adalah tempat dimana kita bisa berteduh dalam duka, dan akan menjadi orang pertama yang ikut bahagia ketika kita berada dalam suka. Kepercayaan, pengertian, ada di saat kita butuhkan, keringanan hati untuk membantu, bahkan mungkin pula pengorbanan, itu menjadi hal-hal yang bisa kita peroleh dari seorang sahabat karib.
(bersambung)
Monday, March 18, 2024
What Would Jesus Do? (7)
(sambungan)
Selain itu, kita harus terus memeriksa dan menjaga kemurnian hati. Kita harus sadari betapa pentingnya hati dimana kehidupan itu sesungguhnya terpancar (Amsal 4:23). Seperti apa kualitas kehidupan kita, kemana kita selanjutnya menuju sangatlah tergantung dari seberapa murni hati kita.
Tuhan sudah menyiapkan pelita lewat roh kita, yang akan mampu menyelidiki segala sisi dari lubuk hati kita yang terdalam. Seperti pohon, produk apa yang keluar dari hidup kita berasal dari hati. Apakah kasih atau kebencian, apakah mengampuni atau mendendam, apakah kepedulian atau tidak, apakah bersumber pada kebenaran atau terus berpaling dari Tuhan, apakah kita punya kerinduan untuk menjadi pelaku Firman dan terus semakin serupa dengan Kristus atau terus melanggar dan semakin menjadi batu sandungan bagi banyak orang.
Tuhan mau kita untuk memeriksa hati dan mengusahakan kemurniannya. Secara lebih khusus, hari ini kita diingatkan untuk bersama-sama menaruh, menaklukkan pikiran dan perasaan kita selaras dengan Yesus. Itulah yang akan menjaga agar kita tetap berada di jalur yang benar dan dengan demikian tidak menyia-nyiakan anugerah Tuhan yang terbesar bagi umat manusia.
So, when you are dealing with something, or even anything, start thinking "what would Jesus do".
Make sure our mind and heart are connected to and sync with Jesus
Sunday, March 17, 2024
What Would Jesus Do? (6)
(sambungan)
Kita diingatkan agar jangan khawatir terhadap segala perihal yang menyusahkan hidup kita, tetapi bawakanlah semuanya kepada Allah dengan disertai doa dan ucapan syukur. Lalu ayat berikutnya setelah ayat 7 mengingatkan kita untuk tetap mendasarkan pikiran kita terhadap segala sesuatu "yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji" (ay 8), lalu kita diminta pula untuk mempelajari apa yang sudah kita terima baik lewat pendengaran atau penglihatan. Dan disanalah damai sejahtera Allah akan ada beserta kita. (ay 9).
Kunci untuk bisa mensinkronkan perasaan dan pikiran jelas tergambar dari rangkaian ayat-ayat ini. Ini adalah hal yang sangat penting yang seharusnya kita renungkan baik-baik. Tapi ingatlah bahwa kita jangan berhenti hanya pada apa yang telah kita pelajari atau ketahui karena itu hanyalah tersimpan dalam pikiran, tapi selaraskanlah dengan apa yang ada di dalam Yesus dan praktekkanlah langsung lewat cara hidup kita. Itulah yang akan bisa membangun jembatan antara pikiran dan perasaan agar keduanya berisi nilai-nilai kebenaran yang bisa terpancar keluar secara sinergi.
Antara pikiran dan perasaan terdapat hubungan erat, dimana kondisi salah satu atau keduanya bisa sangat menentukan perjalanan pertumbuhan keimanan kita. Karena itu kita perlu memeriksa keduanya secara serius dan menyelaraskan hubungan antara keduanya dalam pikiran dan perasaan Kristus. Pikiran dan perasaan harus sejalan mengarah kepada kebenaran. Selaraskan dengan Yesus Kristus, lantas pelihara dengan memiliki damai sejahtera Allah.
Kalau kita menyadari dan bersyukur bahwa Tuhan rela turun ke dunia, mengambil rupa manusia meninggalkan segala hakNya untuk mengemban misi menyelamatkan kita, manusia yang Dia ciptakan secara istimewa, dan melayakkan kita untuk mengalami pemulihan hubungan denganNya, maka sudah seharusnya kita menghargai betul anugerah luar biasa besar itu dengan menyikapi sungguh-sungguh setiap sisi hidup kita. Itulah yang akan memastikan agar hidup kita tidak menguap sia-sia dan tidak membawa dampak positif bagi sekitar kita.
(bersambung)
Saturday, March 16, 2024
What Would Jesus Do? (5)
(sambungan)
Apakah ada ayat dalam Alkitab yang secara spesifik menyinggung akan hal ini?
Tentu saja ada.
Ayat hari ini secara jelas menyatakan itu. "Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus" (Filipi 2:5). Ayat ini menunjukkan bahwa Firman Tuhan lewat Paulus sudah memberi peringatan mengenai pentingnya mengawal atau memperhatikan pikiran dan perasaan dengan serius, dan dalam keselarasan dengan yang terdapat juga dalam Yesus.
Firman Tuhan ini menyerukan bahwa kita harus menaruh pikiran dan perasaan seperti Kristus. Dengan kata lain, adalah penting bagi kita untuk menggali, menyelidiki dan kemudian mempedomani cara pikir dan perasaan Yesus agar selaras dengan pikiran dan perasaan kita. Itulah yang akan memampukan kita untuk bisa mensinkronkan pikiran dan perasaan kita agar keduanya mengacu kepada kebenaran Allah yang akan mencegah kita dari banyak kesesatan maupun pelanggaran yang bisa berakibat buruk bagi kita.
Selanjutnya kita juga perlu mengetahui bahwa apa yang bisa memelihara hati (perasaan) dan pikiran kita dalam Yesus tidak lain adalah damai sejahtera Allah. Hal ini disebutkan dalam Filipi 4:7, "Damai sejahtera Allah, yang melampaui segala akal, akan memelihara hati dan pikiranmu dalam Kristus Yesus." Ayat ini didahului dengan pesan bagaimana seharusnya kita bereaksi saat menghadapi masalah. "Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur." (ay 6).
(bersambung)
Friday, March 15, 2024
What Would Jesus Do? (4)
(sambungan)
Saya sudah lama berproses menerapkan apa yang saya sebut dengan "What Would Jesus Do" dalam kehidupan sehari-hari. Apa yang saya maksud dengan What Would Jesus Do adalah saya mencoba belajar bereaksi terhadap berbagai hal dengan menempatkan reaksi saya selaras dengan apa yang kira-kira menjadi reaksi Yesus jika berhadapan dalam situasi yang sama. What would Jesus do in any given situation, so when I'm facing the same circumstances I'd react the same. Saya berusaha meneladani Yesus bukan hanya dari apa yang Dia ajarkan, dari perintah maupun laranganNya, tapi juga dari bagaimana Yesus bertindak, bereaksi maupun berinteraksi yang sesungguhnya bisa kita pelajari lewat Alkitab.
Misalnya adalah seperti ini:
- Bagaimana reaksi Yesus saat berada dalam kondisi sulit?
- Bagaimana Yesus bersikap terhadap orang-orang yang membenci atau bersikap jahat kepadaNya?
- Bagaimana Yesus membagi waktu, di satu sisi sibuk melayani tapi juga serius dalam menempatkan waktu untuk bersama Bapa?
- Ditengah situasi yang menakutkan, bagaimana reaksi Yesus menyikapinya?
- Saat segala sesuatu terlihat mustahil, apa kata Yesus?
- Dalam keadaan sedih, tertekan, down, kecewa, kesal, bagaimana Yesus bersikap?
dan seterusnya.
Saya mencoba menyelami, mempedomani dan meniru Yesus saat saya berada dalam situasi atau kondisi yang sama. Ketika iman dikatakan harus disertai perbuatan, saya rasa sudah pada tempatnya kita mempedomani sikap dan cara hidup Yesus dalam keseharian kita. Alangkah sayang apabila kita hanya belajar lewat perkataanNya tapi tidak meneladani sikap dan cara hidupNya saat Dia hadir di bumi. Apakah saya sudah sempurna dalam penerapannya? Tentu saja belum. Masih jauh. Tapi saya menganggap setiap detik hidup yang masih saya jalani merupakan bagian dari proses untuk terus menjadi semakin seperti Yesus. It's a part of a long process, that will never end until the day I leave this world.
Apakah ada ayat dalam Alkitab yang secara spesifik menyinggung akan hal ini?
(bersambung)
Thursday, March 14, 2024
What Would Jesus Do? (3)
(sambungan)
Anak saya saat ini berusia 5 tahun. Sejak ia mulai belajar tentang interaksi, ia kelihatannya mencontoh bagaimana reaksi dari papa dan mamanya terhadap berbagai hal. Dan seperti itulah anak-anak, mereka belajar dari contoh yang ditunjukkan baik dari orang tua maupun orang-orang terdekat di sekitar mereka. Kalau orang tuanya ramah terhadap orang lain, maka mereka pun akan tumbuh seperti itu. Kalau orang tuanya gampang takut, demikian pula halnya dengan mereka. Orang tua yang sering menunjukkan sikap curiga terhadap orang lain akan membuat anak-anaknya pun seperti itu. Pendeknya, seperti apa kita mau anak kita tumbuh dalam reaksi terhadap lingkungan, contohkan saja maka mereka pun akan jadi seperti itu.
Benar, setiap individu termasuk anak-anak kita punya sifatnya sendiri-sendiri yang bisa jadi berbeda dari kita. Atau ada pula faktor turunan. Tapi bagai buku kosong saat mereka lahir, mereka akan terisi dengan berbagai hal yang akan sangat tergantung dengan meniru tingkah dan pola orang tua atau kerabat dekat yang ada bersama mereka sehari-hari.
Lantas bagaimana kita harus bersikap terhadap segala sesuatu, baik apakah itu untuk menjadi contoh buat anak-anak kita atau bagi perjalanan hidup kita sendiri? Karena kalau kita salah bersikap dalam hidup ini, maka kita bisa gagal menerima keselamatan yang sudah diberikan atas dasar kasih Allah yang begitu besar bagi kita.
Saya sudah lama berproses menerapkan apa yang saya sebut dengan "What Would Jesus Do" dalam kehidupan sehari-hari. Apa yang saya maksud dengan What Would Jesus Do adalah saya mencoba belajar bereaksi terhadap berbagai hal dengan menempatkan reaksi saya selaras dengan apa yang kira-kira menjadi reaksi Yesus jika berhadapan dalam situasi yang sama. What would Jesus do in any given situation, so when I'm facing the same circumstances I'd react the same. Saya berusaha meneladani Yesus bukan hanya dari apa yang Dia ajarkan, dari perintah maupun laranganNya, tapi juga dari bagaimana Yesus bertindak, bereaksi maupun berinteraksi yang sesungguhnya bisa kita pelajari lewat Alkitab.
(bersambung)
Wednesday, March 13, 2024
What Would Jesus Do? (2)
(sambungan)
Salah satunya bisa mengganggu pertumbuhan iman, atau malah dua-duanya saling berkomplimen untuk menekan pertumbuhan iman kita. Mari kita ambil contoh. Pikiran anda sudah mengingatkan akan Firman Tuhan yang berkata jangan takut, tapi perasaan anda masih sering diliputi rasa cemas, khawatir, dihantui ketakutan bahkan atas hal yang sepele. Dalam kaitannya dengan hati nurani, perasaan anda mungkin sudah mengingatkan lewat hati nurani akan sesuatu hal, tetapi pikiran anda meyakinkan bahwa sebuah langkah harus diambil karena secara logika manusia terlihat menjanjikan keuntungan.
Saat hati mengingatkan, pikiran bisa mengabaikan. Begitu pula sebaliknya, saat pikiran mengingatkan, hati bisa membuat kita abai. Ini dua contoh dari bagaimana pikiran dan perasaan dalam hubungannya dengan kondisi iman kita. Yang parah kalau pikiran dan perasaan masih belum ditundukkan dalam Tuhan. Bayangkan pikiran dan perasaan seperti apa yang bisa timbul dari orang yang belum mengenal Tuhan, kepribadianNya, kasihNya, janjiNya dan kasih karuniaNya. Itu bisa mendatangkan banyak masalah. Pikiran dan perasaan bisa tak terkendali, bisa begitu liar sehingga membuat kita terus semakin jatuh dalam begitu banyak macam dosa.
Dari pengalaman saya ketemu banyak orang maupun pengalaman pribadi, saya mengambil kesimpulan bahwa pikiran dan perasaan, baik salah satu maupun keduanya bisa menjadi celah bagi si jahat untuk merusak kehidupan iman kita. Jadi kita tentu sepakat bahwa antara perasaan dan pikiran harus sinkron, tersambung dengan baik untuk mengacu kepada kebenaran. Pertanyaannya: bagaimana caranya dan kemana? Adakah ayat dalam Alkitab yang menyinggung soal itu? What should we do?
(bersambung)
Tuesday, March 12, 2024
What Would Jesus Do? (1)
Ayat bacaan: Filipi 2:5
==============
"Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus"
Ada sebuah film menceritakan tentang seorang pria yang kehilangan ingatannya. Film fiksi ilmiah ini kemudian menunjukkan beberapa ahli mencoba mengembalikan lagi dengan menggali alam bawah sadarnya dengan memasang beberapa alat dan lewat kabel-kabel, sehingga apa yang ada pada memorinya bisa terlihat secara visual pada layar. Penggalian memori ternyata membuat emosinya bergejolak. Ia terlihat gelisah, wajahnya mulai berkerut menampilkan kesedihan terutama saat ia melihat istri dan anaknya. Meski ini adalah sebuah film fiksi ilmiah, premisnya bisa membawa kita melihat adanya keterkaitan antara pikiran dan perasaan.
Dalam kesempatan lain, seringkali pula kita melihat saat seorang ahli psikiater menggali alam bawah sadar seseorang lewat hipnotis, maka raut muka menunjukkan adanya perubahan emosi yang tentunya berasal dari perasaan.
Pikiran dan perasaan. Antara keduanya, meski seringkali saling berhubungan satu sama lain, tentu saja terdapat perbedaan yang mendasar. Pikiran berisi hal-hal tentang logika, ilmu pengetahuan, akal juga imajinasi atau proyeksi rekaman otak. Sedang perasaan merupakan perkara 'sensasi rasa' yang hanya bisa diakses melalui jiwa dan hati. Rasa senang, bahagia, sedih, kecewa, kesal, marah, takut, semua itu merupakan produk perasaan. Dan produk-produk perasaan ini kerap berhubungan dengan pikiran.
Rasa takut muncul dalam hati saat orang berpikir akan sesuatu yang menyeramkan, itu salah satu contohnya. Atau saat kita berpikir tentang sebuah perpisahan dengan orang yang kita sayangi, perasaan kita pun menjadi sedih. Pikiran dan perasaan dimiliki oleh semua manusia normal. Orang yang kejam sering disebut tidak punya perasaan, atau di sisi lain, orang yang bertindak grusa-grusu sering menjadi tertuduh sebagai orang yang tidak memakai pikirannya. Sadarkah kita bahwa seringkali kedua hal inilah yang menentukan langkah-langkah pengambilan keputusan dan proses lainnya dalam hidup? Pertanyaan selanjutnya,sadarkah kita bahwa pikiran atau perasaan bisa sangat menentukan tingkat keimanan kita?
(bersambung)
Monday, March 11, 2024
Filadelfia (6)
(sambungan)
Seperti yang dipesankan Yesus kepada jemaat Filadelfia yang bertekun menantikan kedatanganNya kali kedua, sesungguhnya kedatangan Kristus tidak akan lama lagi. Oleh karena itu kita harus benar-benar hidup dalam kasih persaudaraan ini agar mahkota yang telah kita pegang tidak sampai lepas dari genggaman kita. (Wahyu 3:11).
Pada saat kedatangan Kristus, semua bangsa akan dikumpulkan dan dipisahkan bagai memisahkan kambing dengan domba. Dan kepada domba (mengacu kepada orang-orang yang diselamatkan) Sang Raja akan berkata: "Mari, hai kamu yang diberkati oleh Bapa-Ku, terimalah Kerajaan yang telah disediakan bagimu sejak dunia dijadikan. Sebab ketika Aku lapar, kamu memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu memberi Aku minum; ketika Aku seorang asing, kamu memberi Aku tumpangan; ketika Aku telanjang, kamu memberi Aku pakaian; ketika Aku sakit, kamu melawat Aku; ketika Aku di dalam penjara, kamu mengunjungi Aku." (Matius 25:34-36). Itulah bentuk kasih persaudaraan yang tidak memandang latar belakang apapun.
Hari ini marilah kita belajar menjadi gereja/jemaat yang memiliki kasih persaudaraan dalam diri kita. Sapalah kiri dan kanan anda, dan ulurkan salam sebagai sesama saudara yang saling mengasihi dengan bersungguh hati. Berikan bantuan nyata sekiranya anda bisa kepada mereka yang membutuhkan. Dan perlebar jarak jangkau kasih hingga bisa menyentuh orang-orang di luar sana.
Mari terus belajar untuk menghilangkan sekat-sekat yang merintangi kasih untuk dapat bertumbuh. Tumbuhkan sikap kasih persaudaraan, dan peliharalah agar selalu hidup di dalam diri kita. Hiduplah senantiasa dalam kasih persaudaraan.
Jadilah gereja yang memiliki filadelfia yang kuat di dalamnya
Sunday, March 10, 2024
Filadelfia (5)
(sambungan)
Seperti inilah cara dan gaya mereka.
- Mereka dikatakan selalu tekun dalam pengajaran dan persekutuan, selalu berkumpul, bersama-sama memecah roti dan berdoa (ay 42).
- mereka semua bersatu, tanpa memandang latar belakang, status sosial dan sebagainya.
- Bahkan dikatakan "segala kepunyaan mereka adalah kepunyaan bersama, dan selalu ada dari mereka yang menjual harta miliknya, lalu membagi-bagikannya kepada semua orang sesuai dengan keperluan masing-masing." (ay 44-45).
Tidaklah heran jika gereja itu berkembang sangat pesat. Perikop ini dimulai dengan pertobatan ribuan jiwa (ay 41) dan diakhiri dengan berkat Tuhan yang terus menambah jumlah mereka dengan orang-orang yang diselamatkan. (ay 47). Salah satu hal penting yang membuat mereka diberkati secara luar biasa seperti itu adalah karena mereka memegang teguh kasih persaudaraan dan menjadikannya sebagai sebuah gaya hidup.
Sebuah gereja dan jemaat yang diberkati haruslah memiliki kasih persaudaraan sebagai landasan utamanya. Jangan menjadi sebuah ikatan yang eksklusif, hanya terbatas pada dinding dan kotak-kotak/sekat-sekat yang justru semakin bertolak belakang dari pesan kasih tanpa pamrih seperti yang diajarkan oleh Kristus sendiri. Pada kenyataannya alkitab bercerita begitu banyak mengenai kasih, dan ini menggambarkan betapa pentingnya bagi kita anak-anakNya untuk selalu hidup dalam kasih.
Kasih persaudaraan juga merupakan sebuah bukti apakah kita sudah mengenal Tuhan yang kita sembah atau belum. Karena dikatakan demikian: "Saudara-saudaraku yang kekasih, marilah kita saling mengasihi, sebab kasih itu berasal dari Allah; dan setiap orang yang mengasihi, lahir dari Allah dan mengenal Allah. Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih." (1 Yohanes 4:7-8). Dan ingatlah pula bahwa "Kita telah mengenal dan telah percaya akan kasih Allah kepada kita. Allah adalah kasih, dan barangsiapa tetap berada di dalam kasih, ia tetap berada di dalam Allah dan Allah di dalam dia." (ay 16).
(bersambung)
Saturday, March 9, 2024
Filadelfia (4)
(sambungan)
Bicara soal Filadelfia atau kasih persaudaraan, saya teringat kepada sebuah gereja yang disebutkan dalam kitab Wahyu. Dalam Wahyu 3:7-13 ada pesan yang diberikan secara khusus kepada jemaat di Filadelfia. Filadelfia dalam kitab Wahyu ini bukanlah kota Filadelfia di Amerika Serikat melainkan sebuah kota di atas bukit yang terletak di Asia Kecil, hari ini Turki bagian Asia. Menurut penelitian, kota ini merupakan kota penghasil anggur dan dikenal sebagai pintu masuk ke Asia kecil. Puing-puing peninggalannya masih bisa dikunjungi hingga hari ini, seperti yang tampak pada gambar di atas.
Apa yang menarik dari jemaat Filadelfia? Kalau kita perhatikan, kitab Wahyu berisi pesan maupun teguran Yesus kepada jemaat di tujuh gereja. Ada yang dapat teguran keras, tapi kalau kita perhatikan hanya ada jemaat di dua gereja saja yang sama sekali tidak mendapat teguran, dan itu adalah jemaat Filadelfia dan Smirna.
Kepada jemaat Filadelfia pesan Tuhan sungguh indah. "Karena engkau menuruti firman-Ku, untuk tekun menantikan Aku, maka Akupun akan melindungi engkau dari hari pencobaan yang akan datang atas seluruh dunia untuk mencobai mereka yang diam di bumi." (ay 10). Seperti itulah besarnya janji Tuhan kepada jemaat dan umatNya yang menerapkan bentuk kasih persaudaraan dalam kehidupannya.
Jika kita mau melihat lebih jauh, bentuk yang jelas dari kasih persaudaraan ini bisa kita lihat lewat cara dan gaya hidup gereja mula-mula. Dalam Kisah Para Rasul 2:41-47 kita bisa saksikan bagaimana cara hidup jemaat yang pertama.
Seperti inilah cara dan gaya mereka.
(bersambung)
Friday, March 8, 2024
Filadelfia (3)
(sambungan)
Kasih persaudaraan, filadelfia, fhileo-delfho ini merupakan pesan yang sangat penting untuk dimiliki oleh semua gereja dan umat Tuhan di muka bumi ini dan seharusnya jangan dilupakan apalagi diabaikan karena masih tetap penting baik saat ini atau sampai kapanpun.
Menariknya Penulis Ibrani kemudian melanjutkannya seruan tadi dengan: "Jangan kamu lupa memberi tumpangan kepada orang, sebab dengan berbuat demikian beberapa orang dengan tidak diketahuinya telah menjamu malaikat-malaikat." (ay 2). Lihatlah bahwa sebegitu pentingnya kita untuk memelihara kasih persaudaraan sehingga dengan melakukannya bisa jadi kita tengah menjamu malaikat-malaikat.
Coba bayangkan seandainya anda mendapat kehormatan untuk menjamu malaikat-malaikat. Itu adalah sesuatu yang bisa jadi sulit untuk kita bayangkan. Menyambut tamu penting saja kita sudah bisa bangga luar biasa, bagaimana kalau malaikat yang kita sambut dan jamu? Mungkin segala perbendaharaan terbaik yang kita punya di rumah akan kita suguhkan kepada mereka disertai pelayanan terbaik yang bisa kita beri.
Tapi coba pikir, seandainya ada malaikat yang berkeliaran di sekitar kita, dan mereka bisa jadi bukan tampil dengan sosok berkilauan dengan sayap putih bersih seperti ilustrasi di film atau gambar melainkan seperti orang biasa, bahkan dalam wujud yang tertolak bagi dunia. Kenapa tidak? Itu mungkin saja kan? Dan kita akan gagal menjamu mereka kalau kita masih tidak tergerak untuk melakukan apa-apa kepada sesama.
Tapi yang jadi permasalahannya, apakah kita perlu memastikan dulu bahwa mereka adalah malaikat baru kita tergerak untuk menolongnya? Seharusnya tidak. Karena apakah mereka malaikat atau bukan, itu bukan soal. Yang menjadi persoalan adalah apakah kita mengetahui dan menghidupi kasih persaudaraan seperti yang Tuhan inginkan sebagai orang yang percaya kepada Kristus.
(bersambung)
Thursday, March 7, 2024
Filadelfia (2)
(sambungan)
Sangatlah ironis jika kasih hanya sampai sebatas ucapan saja namun tidak mampu menyentuh sesuatu yang faktual, riil atau nyata. Kalau pada yang kita kenal saja kita sulit menerapkan kasih secara nyata, bagaimana mungkin kita bisa menerapkannya pada orang-orang di luar sana, yang tidak kita kenal, yang tengah mengalami kesulitan, tekanan, penderitaan, apalagi kepada mereka yang anti pati atau bahkan membenci kita? Padahal kasih merupakan hukum yang terutama yang menjadi dasar utama dari kekristenan, yang secara luas harus menyentuh siapapun yang berada di sekitar kita tanpa terkecuali. Kita mengasihi Tuhan dengan segenap diri kita, kita mengalirkan kasih Tuhan kepada semua orang di sekitar kita. Tapi bagaimana mungkin itu bisa kita lakukan jika terhadap saudara-saudara seiman saja itu masih sulit untuk diwujudkan?
Masih ada begitu banyak sekat-sekat duniawi yang selalu kita sematkan kepada perorangan, golongan atau kelompok tertentu. Sama-sama percaya Yesus, tapi saling menghakimi karena beda tata cara hingga beda denominasi? Itu masih sering terjadi diantara sesama pengikut Kristus hingga hari ini. Kalau ini terus terjadi, maka mustahil kita bisa menjadi saluran kasih dan berkat Tuhan di luar sana.
Kasih persaudaraan itu sangatlah penting bagi kita. Begitu penting, sampai seruan akan hal ini sudah disampaikan sejak 2000 tahun lalu seperti yang tertulis dalam Alkitab. Dan begitu penting, sehingga pesan ini sudah menjadi perhatian untuk dicermati sejak tumbuhnya jemaat mula-mula.
Mari kita lihat kitab Ibrani. Sang Penulismembuka sebuah perikop dengan seruan "Peliharalah kasih persaudaraan!" (Ibrani 13:1). Kasih Persaudaraan, itu berasal dari kata Filadelfia. Kata Filadelfia sendiri yang merupakan gabungan dari dua kata yaitu Fhileo dan Delfho.
- Fhileo artinya kasih tulus tanpa menuntut imbalan/balasan
- Delfho yang artinya ikatan persaudaraan yang kuat
(bersambung)
Wednesday, March 6, 2024
Filadelfia (1)
Ayat bacaan: Ibrani 13:1
=======================
"Peliharalah kasih persaudaraan!"
Ada seorang teman yang memutuskan untuk pindah berjemaat ke gereja lain. Saat saya tanyakan bagaimana ia disana, ia berkata bahwa sejauh ini ia merasa lebih nyaman di tempat barunya. "Oke sih, tidak se-fake di sana" katanya sambil tersenyum tipis. Sedikit catatan, teman saya ini sudah bertahun-tahun aktif melayani di gerejanya yang lama, dan pada akhirnya memutuskan untuk pindah karena ia sudah jenuh melihat segala kepalsuan yang ada di sana.
Saya tidak ingin menghakimi siapa yang benar siapa yang salah. Apakah teman saya itu benar, atau ia hanya berburuk sangka atau terlalu negatif, entahlah. Apa yang ada di pikiran saya adalah bahwa ternyata sikap ketulusan merupakan faktor yang sangat penting dan berpengaruh dalam sebuah perkumpulan termasuk di gereja. Saya berpikir, kalau saudara seiman saja bisa pergi meninggalkan gerejanya, bagaimana kita bisa berharap untuk menjangkau jiwa di luar sana? Jangan-jangan untuk mengenal sesama saudara seiman yang sama-sama berjemaat di gereja yang sama saja terasa berat, padahal Setiap minggu bertemu. Kalau berat untuk saling kenal, apakah sekedar menyapa atau tersenyum saja masih sulit? Atau hanya sebatas formalitas saja?
Kasih merupakan hukum yang terutama yang menjadi dasar utama dari kekristenan, yang secara luas seharusnya mampu menyentuh siapapun yang berada di sekitar kita tanpa terkecuali. Jika kita mengasihi Tuhan dengan segenap diri kita, sudah seharusnya kita mengalirkan kasih Tuhan kepada semua orang di sekitar kita. Tapi bagaimana mungkin itu bisa kita lakukan kalau terhadap saudara-saudara kita seiman saja masih sulit? Masih ada begitu banyak sekat-sekat duniawi yang selalu kita sematkan kepada perorangan, golongan atau kelompok tertentu. Kaya-miskin, suku, budaya, bahasa, bangsa, status, latar belakang, usia dan sebagainya, seringkali menjadi hambatan bagi kita untuk bisa saling kenal dan saling mengasihi. Perbedaan dikedepankan, persamaan dikesampingkan, dan alangkah sulitnya berharap akan tumbuhnya kasih persaudaraan di antara saudara seiman, apalagi berharap bahwa kasih itu bisa menjangkau saudara-saudara kita di luar sana.
Hari ini kita masih terus melihat besarnya potensi perpecahan yang terjadi di masyarakat. Semakin lama orang hanya semakin peduli pada kelompoknya dan anti kepada yang berbeda pandangan atau paham dengan mereka. Sadar atau tidak, kalau sikap membeda-bedakan ini dipelihara, seperti penyakit itu bisa menular dan bertambah parah. Kalau tadinya masih peduli pada kelompok sendiri, lama-lama dalam kelompok yang sama pun friksi bisa terjadi. Dari hanya peduli pada kelompok, orang kemudian menjadi individualis yang egoistis. Ironisnya ini pun terjadi di kalangan orang percaya. Mungkin kita sudah bisa menyapa dan tersenyum dengan tulus, mungkin kita sudah terbiasa mengatakan happy Sunday, God bless you dengan sungguh-sungguh kepada orang lain, tapi ketika mereka membutuhkan pertolongan, sudahkah kita peduli?
(bersambung)
Tuesday, March 5, 2024
Kuasa Kasih Menutupi Banyak Sekali Dosa (7)
(sambungan)
Ambil satu contoh. Kita mengasihi orang, tapi kemudian orang tersebut berbuat jahat pada kita. Kita terganggu karenanya, lalu mulai membenci dan sulit mengampuni. Bukankah kita jadi begitu karena mereka yang mulai? Bukankah mereka yang memprovokasi? Bisa jadi. Tapi kasih yang tetap terjaga kehangatannya seharusnya memampukan kita untuk saling mengampuni, mengatasi luka-luka di masa lalu, sehingga seharusnya sulit bagi dosa untuk tumbuh dalam sebuah kehidupan yang kaya akan kasih Kristus. Dan itu akan membuat kita terhindar dari banyak sekali peluang perbuatan dosa dalam perjalanan hidup kita.
Kasih yang dibiarkan dingin lalu semakin lenyap dari diri kita akan membawa kita masuk pada perbuatan-perbuatan dosa. Di sisi lain kasih yang terjaga suhunya dalam diri kita bisa menjauhkan kita dari begitu banyak dosa. Selain itu, kasih pun bisa menjadi jendela bagi orang-orang di sekitar kita untuk mengenal dan mengalami Tuhan lewat diri kita. Itu jelas disebutkan Yesus sendiri. "Dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-murid-Ku, yaitu jikalau kamu saling mengasihi." (Yohanes 13:35).
Oleh karena itu tetaplah dekat dengan Tuhan. Terus kenal pribadiNya lebih dalam lagi, itu akan berfungsi sebagai penjaga kehangatan kasih di dalam diri kita. Jangan abaikan saat teduh, jangan lewatkan waktu-waktu berdoa dan bersekutu denganNya, jangan lupa bersyukur, tekunlah membaca dan merenungkan Firman Tuhan, dan jangan hindari pertemuan-pertemuan ibadah dimana kita bisa terus bertumbuh dan saling membangun dengan saudara-saudara seiman. Selanjutnya, terus aplikasikan kasih tersebut kepada sesama. Itu akan membuat kita hidup lebih bahagia, lebih tenang, lebih damai dan tenteram. Periksalah hati kita saat ini. Apakah masih ada kasih disana, dan apakah kasih itu masih hangat?
Kasih yang hangat menutupi banyak sekali dosa, kasih yang dingin membuka banyak sekali celah dosa
Monday, March 4, 2024
Kuasa Kasih Menutupi Banyak Sekali Dosa (6)
(sambungan)
Kasih merupakan hukum yang paling utama dan terutama dalam kekristenan. Akan hal ini, Tuhan Yesus sendiri telah terlebih dahulu memberi teladan. Lihat bagaimana Dia rela memberikan nyawaNya bagi kita ketika kita masih berdosa, dan oleh karena Dia kita diselamatkan. "Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa." (Roma 5:8). Oleh karenanya tepatlah jika Yesus mengajarkan "Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi." (Yohanes 13:34).
Kasih dikatakan akan membuat perbuatan-perbuatan baik kita bermakna, juga bermakna di hadapan Tuhan. Kasih pun mampu membuat kita terhindar dari jebakan berbagai jenis dosa. Lihatlah apa yang dikatakan Petrus dalam ayat bacaan kita kali ini. "Tetapi yang terutama: kasihilah sungguh-sungguh seorang akan yang lain, sebab kasih menutupi banyak sekali dosa." (1 Petrus 4:8).
Kasih ternyata mampu menutupi banyak sekali bentuk dan jenis dosa.
Ayat ini bukan berarti bahwa dengan mengasihi maka dosa kita dihapus, atau dengan kata lain perbuatan baik bisa menjamin keselamatan dan pengampunan dosa, karena itu hanya disediakan lewat atau dalam Kristus. Yang dimaksudkan Petrus mengacu pada ketidaksempurnaan kita. Meski sudah lahir baru, kita tidak akan sepenuhnya bebas dari dosa. Meski kita sudah menjauhi larangan, ada waktu-waktu dimana kita gagal untuk taat. Kita masih kerap berbuat kesalahan, kita masih bisa tergoda oleh tipu muslihat si jahat. Daging yang lemah masih sering mengganggu dan mengatasi roh yang penurut. Dan kasih akan mampu mencegah kita untuk jatuh ke dalam hal-hal yang bersifat mendatangkan dosa seperti itu.
(bersambung)
Sunday, March 3, 2024
Kuasa Kasih Menutupi Banyak Sekali Dosa (5)
(sambungan)
Jika tidak dijaga kehangatannya dan hanya dibiarkan, kasih bisa menjadi dingin. Saat itu terjadi, meskipun kita melakukan berbagai perbuatan baik, tapi jika tidak disertai dengan dasar yang benar yaitu kasih, maka semua itu tidaklah berarti apa-apa. Ada begitu banyak penyesatan dimana-mana, baik yang nyata-nyata kelihatan maupun yang samar-samar atau terselubung lewat berbagai bentuk yang bisa sangat menipu. Berbagai paham yang bertentangan dengan kebenaran yang terus tumbuh bisa dengan cepat semakin mengarahkan kita seperti itu. Dan tanpa kasih, maka kita akan terekspos kepada berbagai macam kegelapan.
Yesus mengatakan bahwa apa yang menyebabkan kasih menjadi bertambah dingin adalah bertambahnya kedurhakaan. Kejahatan, kesesatan, itu membuat manusia semakin jauh berpaling meninggalkan Tuhan. Melawan eksistensi Tuhan, menentang kebenaranNya. Melakukan laranganNya dan tidak lagi mau mendengarNya. Kalau itu dilakukan dengan sadar, maka konsekuensi yang datang tentu harus siap ditanggung. Bagaimana kalau kita tidak sadar, mengira bahwa kita masih hidup dengan kasih tetapi sebenarnya kasih sudah dingin membeku dalam hati kita? Tentu tidak satupun dari kita orang percaya yang mau itu terjadi.
Oleh karena itulah dalam menghadapi hidup di jaman yang sulit ini kita harus tetap memastikan bahwa kasih tetap hidup dalam diri kita dan menjadi dasar dari segala perbuatan baik yang kita lakukan. Kita harus terus menjaga agar kasih jangan sampai menjadi dingin tapi tetap hangat. Dan caranya adalah dengan tetap menghidupi sebuah kehidupan berdasarkan kasih, baik kepada Tuhan maupun kepada sesama, dan menjaga diri kita agar tidak terkontaminasi oleh berbagai bentuk kedurhakaan, kesesatan dan pengaruh-pengaruh negatif lainnya.
Selanjutnya perhatikan pula bahwa pengenalan yang baik akan Tuhan merupakan kunci utama untuk membuat kasih ini tidak menjadi dingin. Yohanes mengingatkan hal itu. "Saudara-saudaraku yang kekasih, marilah kita saling mengasihi, sebab kasih itu berasal dari Allah; dan setiap orang yang mengasihi, lahir dari Allah dan mengenal Allah. Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih." (1 Yohanes 4:7-8). Kasih bukan saja menjadi sifat Allah, tapi kasih itu sejatinya adalah pribadiNya sendiri. Allah adalah kasih. Karena itulah ketika kita mengenal Allah, yang tidak lain adalah kasih, kita pun dengan sendirinya akan terus memiliki kasih yang menyala-nyala dalam diri kita. Ketika Allah yang adalah kasih tinggal di dalam diri kita, maka hidup kita pun akan senantiasa memiliki kasih.
(bersambung)
Saturday, March 2, 2024
Kuasa Kasih Menutupi Banyak Sekali Dosa (4)
(sambungan)
Pada suatu kali Paulus sempat menyatakan sebesar apa pentingnya kasih itu. "Sekalipun aku dapat berkata-kata dengan semua bahasa manusia dan bahasa malaikat, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama dengan gong yang berkumandang dan canang yang gemerincing. Sekalipun aku mempunyai karunia untuk bernubuat dan aku mengetahui segala rahasia dan memiliki seluruh pengetahuan; dan sekalipun aku memiliki iman yang sempurna untuk memindahkan gunung, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama sekali tidak berguna. Dan sekalipun aku membagi-bagikan segala sesuatu yang ada padaku, bahkan menyerahkan tubuhku untuk dibakar, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, sedikitpun tidak ada faedahnya bagiku." (1 Korintus 13:1-3).
Kemampuan bernubuat, kemampuan mengetahui segala rahasia dan pengetahuan, kepemilikan atas iman yang sempurna, semua yang disebutkan Paulus adalah hal-hal besar yang akan langsung membuat kita menjadi manusia super atau manusia terhebat di dunia. Bayangkan kalau kita punya kemampuan tak terbatas. Bayangkan kalau kita mengetahui segala rahasia kehidupan, menguasai segala ilmu pengetahuan, tahu apa yang akan terjadi di masa depan. Bayangkan kalau kita memiliki iman yang sempurna yang bisa memindahkan gunung. Tanpa kasih semua itu tidak ada gunanya sama sekali.
Di sisi lain, tidak peduli seberapa hebatnya kita merasa sudah melayani, bekerja bahkan berkorban demi Tuhan, tanpa kasih semua itu akan sia-sia saja alias tidak berarti apa-apa. Apa yang disampaikan Paulus jelas. Kasih adalah hal yang paling mendasar, paling utama dan terutama dalam kehidupan anak-anak Tuhan. Kita bisa menjadi orang terpintar, terkaya, terhebat dan sebagainya, tapi tanpa kasih, semuanya tidak akan berguna atau memberi manfaat apapun.
(bersambung)
Friday, March 1, 2024
Kuasa Kasih Menutupi Banyak Sekali Dosa (3)
(sambungan)
Yesus mengingatkan bahwa menjelang kesudahan dunia akan semakin banyak kedurhakaan. Kejahatan merajalela di mana-mana, kesesatan tumbuh subur. Dan berbagai hal itu akan mengakibatkan kasih kebanyakan orang menjadi dingin. Bukankah itu yang terjadi hari ini? Kasih digantikan kebencian yang bermanifestasi pada banyak perbuatan jahat.
Lihatlah saat kasih menjadi terus semakin dingin, orang semakin mengarah pada berbagai perbuatan jahat, dimana dosa berkuasa di atasnya. Terang kasih berganti dengan kuasa kegelapan. Orang bisa berubah dengan seketika saat kasih lenyap dari hidup mereka. Hari ini kita dengan mudah bisa menemukan contohnya.
Kasih menguap, menjadi dingin. Ada yang memang masih suka menyatakan kasih sayangnya seringkali terbatas pada perkataan di bibir saja, hanya disinggung dan dibicarakan, tapi semakin jarang diaplikasikan dalam kehidupan secara nyata.
Dan semakin lama dunia semakin terbiasa mengacu pada teori ekonomi semata berdasarkan prinsip untung rugi. Kalau mau membantu kita melihat dahulu keuntungan apa yang bisa kita peroleh atau motivasi-motivasi lain, bukan lagi didasarkan kasih.
Terhadap Tuhan pun sama. Kasih pada Tuhan tergantung pada pemenuhan atau dikabulkannya permintaan. Kalau situasi baik, Tuhan baik, maka kita menyatakan kasih. Tapi kalau sebaliknya yang terjadi, banyak yang langsung kecewa dan berpaling dengan cepat. Kalau kita biasakan perilaku ini, maka kasih yang semakin dingin akan membuatnya kehilangan kekuatan dan kita pun beresiko untuk terperangkap pada berbagai bentuk dosa.
(bersambung)
Menjadi Anggur Yang Baik (1)
Ayat bacaan: Yohanes 2:9 ===================== "Setelah pemimpin pesta itu mengecap air, yang telah menjadi anggur itu--dan ia tidak t...
-
Ayat bacaan: Ibrani 10:24-25 ====================== "Dan marilah kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih ...
-
Ayat bacaan: Ibrani 10:24 ===================== "Dan marilah kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih dan ...
-
Ayat bacaan: Mazmur 23:4 ====================== "Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau...