Wednesday, August 14, 2024

Keluarga Sepakat, Keluarga Bahagia (3)

 (sambungan)

Saya sendiri sudah beberapa kali terlibat melayani keluarga di ambang kehancuran. Ada yang bahkan kambuhan. Maksudnya, setelah berhasil membuat mereka kembali rukun, pertikaian besar dan ancaman cerai bisa muncul dan muncul lagi di kemudian hari.

Dari apa yang saya lihat lewat pengalaman saya sendiri, banyak pernikahan atau keluarga hancur berawal dari pemahaman atau penetapan tujuan yang salah saat hendak membentuk keluarga. Alasan supaya bisa lebih bahagia, dapat jaminan masa depan (biasanya finansial), atau memandang pernikahan bak peternakan alias hanya cari keturunan.

Kebanyakan dari mereka ini tidak menyadari bahwa pernikahan adalah sesuatu yang harus terus diusahakan, dikerjakan, dirawat seperti halnya bertani.

Bayangkan jika anda merupakan seorang petani. Anda tentu tidak bisa mengharapkan panen baik kalau tidak terlebih dahulu menanam bibit kualitas baik di tanah gembur, disiram, kalau perlu diberi pupuk, anti hama dan sebagainya. Anda tidak menanam, maka tidak ada yang tumbuh kecuali semak ilalang atau rumput liar. Ditanam tapi tidak rajin disiram, tanaman akan sulit tumbuh. Disiram tapi tidak dirawat baik, bisa terserang hama. Disiram anti hama, disiram air tapi tanahnya tidak gembur, bakal sulit mengharapkan hasil baik.

Bagi petani, semua ini adalah kegiatan setiap hari yang harus mereka lakukan agar hasil taninya bisa mendatangkan penghasilan dan mencukupi kebutuhan keluarga. Nanti di lain waktu saya akan membahas lebih jauh mengenai kekeliruan banyak orang memandang pernikahan sebagai peternakan dan bukan pertanian. Untuk kali ini saya ingin memberi penekanan mengenai kesepakatan dan fokus kepada pentingnya kesepakatan dalam keluarga yang sepakat dalam Tuhan.

(bersambung)

No comments:

Menjalankan Amanat Agung (6)

 (sambungan) Paulus tidak menutup diri dan tidak berhenti melayani. Ia membuka rumahnya seluas-luasnya bagi semua orang tanpa terkecuali, me...