Thursday, August 8, 2024

Kuasa Menikmati (5)

 (sambungan)


Padahal karunia menikmati adalah hal paling mendasar yang dapat membuat kita merasa bahagia. Di saat itulah kita akan merasa bahwa apa yang kita kumpulkan ternyata sia-sia adanya tanpa kehadiran karunia untuk menikmati.
Betapa malangnya, betapa menyedihkan. Betapa sia-sianya semua yang kita punya, ironis, sungguh penderitaan yang pahit, a sickening tragedy. Itulah yang disorot oleh Pengkotbah.

Lewat ayat ini sang Pengkotbah ingin memberitahukan manusia dari satu generasi ke generasi berikutnya agar jangan pernah, atau jangan sampai melupakan darimana sumber kemampuan menikmati itu berasal.

Manusia terus berusaha menjadi kaya jika mengikuti arus dunia. Berlomba-lomba dengan segala cara untuk terus menumpuk pundi-pundinya lalu melupakan satu hal yang teramat sangat penting, bahwa kuasa menikmati pun sangatlah kita perlukan.

Kalau mau direnungkan, sesungguhnya kemampuan, kuasa atau saya bisa sebut karunia menikmati ini bahkan lebih penting daripada harta, karena jika ini tidak kita miliki maka kita tidak akan bisa menikmati berkat-berkat dalam hidup kita, tak peduli seberapa berlimpahnya harta itu ada pada kita.

Itulah sebabnya ada orang-orang yang sangat kaya raya tetapi hidupnya tidak bahagia, karena mereka tidak memperoleh kuasa untuk menikmatinya. Sebaliknya ada orang-orang yang pendapatannya biasa-biasa saja, hanya secukupnya dari hari ke hari, tetapi mereka masih bisa bersyukur dan merasakan kebahagiaan yang indah bersama keluarganya.

Jadi kita butuh kuasa untuk menikmati. Dari mana kuasa itu bisa diperoleh? Tentu saja, itu merupakan karunia dari Tuhan.

(bersambung)

No comments:

Menjalankan Amanat Agung (6)

 (sambungan) Paulus tidak menutup diri dan tidak berhenti melayani. Ia membuka rumahnya seluas-luasnya bagi semua orang tanpa terkecuali, me...