Monday, October 7, 2024

Belajar dari Rehabeam (3)

 (sambungan)

Pertanyaannya: haruskah kita menolak kekayaan, jabatan, popularitas dan sebagainya? Apakah salah jika kita ingin hidup dengan baik tanpa kekurangan atau tanpa masalah? Apakah salah jika kita ingin terlepas dari tekanan dan pergumulan yang bisa jadi semakin berat setiap harinya? Haruskah itu kita anggap tabu dan kita harus memilih untuk hidup susah?

Seharusnya tidak. Apa yang kita harus perhatikan betul adalah bagaimana kita harus menyikapinya dan tahu untuk apa itu semua diberikan kepada kita. Tapi namanya manusia, sangat banyak orang yang mengalami perubahan sikap menjadi lebih buruk setelah mengalami kesuksesan.

Ternyata itu sudah terjadi sejak dahulu kala. Salah satunya adalah raja Rehabeam, seorang raja Yehuda yang juga merupakan anak Salomo, juga merupakan cucu dari Daud.

Kisahnya bisa kita baca dalam kitab 2 Tawarikh. Dikatakan: "Rehabeam beserta seluruh Israel meninggalkan hukum TUHAN, ketika kerajaannya menjadi kokoh dan kekuasaannya menjadi teguh." (2 Tawarikh 12:1).

Bacalah ayat yang singkat di atas, dan itu akan terasa sangat menyedihkan. Menyandang status sebagai anak Salomo dan cucu Daud ternyata tidak menjamin seseorang untuk menjadi pribadi berintegritas dan berakhlak. Rehabeam lupa diri ketika berada di puncak kejayaannya. Dia merasa tidak butuh Tuhan dan mengira bahwa semua itu adalah hasil usahanya sendiri. Dia terlena dalam kebanggaan berlebihan dengan apa yang ia miliki. Kekayaannya dan negerinya, juga kekuatan pasukannya.

(bersambung)

No comments:

Collective Faith (3)

 (sambungan) Dari kisah ini kita bisa melihat beberapa hal penting. Pertama, kita bisa melihat bagaimana iman bisa menggerakkan Tuhan menjam...